Kembali ke Asal

Kembali ke Asal

Kembali ke Asal

العودة إلى الأصل باللغة الإندونيسية

 

 

 

Abd Ar-Rahman As-Syiiha

 

Penerjemah

European Islamic Research Center (EIRC)

& Muhammed Fikri Aziz

Editor: Siti Hanna Ghina Maisun

 

www.islamland.com

 

 

 

Kembali ke Asal

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, dan semoga shalawat beserta salam selalu tercurah kepada Nabi kami, Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya

 

Pendahuluan

Di dalam buku kecil ini, kami akan menjelaskan permasalahan yang sering kali manusia menyelisihi pandangan alquran dalam hal ini. Permasalahan ini bukanlah permasalahan baru, karena hal ini sudah menjadi polemik sejak dari zaman dahulu kala sampai zaman sekarang ini, yaitu permasalah mengenai asal muasal segala sesuatu. Masalah mengenai penciptaan, kebangkitan, dan hari kiamat, yang mana hal ini diimani oleh sebagian orang, dan diingkari oleh sebagian lainnya. Sebagaimana yang telah diceritakan oleh alquran, bahwa manusia berbeda pandangan dalam menyikapi hari kebangkitan, ada yang mengatakan bahwa hal itu hanya dongeng orang-orang terdahulu saja, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Allah berfirman,

“Mereka berkata: "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!".” (QS Al-Mukminuun: 82-83).

Diantara mereka ada yang menuntut agar orang-orang yang telah mati, baik ayah-ayah mereka, atau kakek-kakek mereka, dibangkitkan, supaya mereka beriman. Hal itu mereka lakukan karena sombong dan membangkang, Allah berfirman,

“Sesungguhnya mereka (kaum musyrik) itu benar-benar berkata: tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. dan Kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan, maka datangkanlah (kembali) bapak-bapak Kami jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS Ad-Dukhaan: 34-36).

Diantara mereka juga ada yang menganggap kehidupan dunia sebatas perjalanan waktu, berganti dari generasi ke generasi, terus seperti ini tanpa ada hari kebangkitan, Allah berfirman,

“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyah: 24).

Pembahasan buku ini akan berkisar tentang penjelasan alquran mengenai permasalahan ini baik dari sudut pandang akal ataupun logika. Karena seorang yang mengingkari adanya hari kebangkitan, sudah pasti ia tidak beriman akan keberadaan Tuhan, dan seorang yang tidak beriman akan keberadaan Tuhan, ia tidak bisa diajak berdiskusi melainkan dengan akal ataupun logika. Banyak diantara mereka yang akhirnya mendapat hidayah dari akal dan logika, dan fitrahnya, sehingga ia bisa mengetahui hakikat yang terjadi dan beriman kepadanya. Namun sebagian yang lain semakin ingkar dan membangkang karena mengikuti akan dan logikanya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaumnya Fir’aun ketika Musa mendatangi mereka dengan membawa bukti-bukti yang sebenarnya mereka pun percaya akan bukti-bukti tersebut, akan tetapi karena mereka lebih memilih untuk sombong, pongah, dan mementingkan kepentingan duniawi semata, sehingga mereka akhirnya mendustakan bukti-bukti tersebut. Allah berfirman,

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS An-Naml: 14).

Buku ini akan memaparkan bukti-bukti logis yang disertai dengan dalil-dalil aqli dari al-quran yang berkaitan dengan sang pencipta, makhluk yang diciptakan, sebab penciptaannya, dan hari kebangkitan, serta kemungkinan hari itu terjadi, juga apa yang akan terjadi setelahnya. Saya harap dengan buku ini saya bisa memberikan pengetahuan baru bagi para pembacanya.

Harapan saya bagi setiap orang yang mendapatkan buku ini di hadapannya, semoga ia bisa menikmati buku ini. Jika ia beriman dan puas dengan apa yang ada di dalamnya, maka itu lah yang saya inginkan. Namun jika tidak, semoga buku ini menjadi sumber pengetahuan baru yang akan menambah khazanah keilmiahannya, dan mengenalkannya kepada hakikat yang mungkin selama ini ia tidak kenal, ataupun ia kenal dengan gambaran yang bersebrangan dengan fakta yang ada.

Maka berdoalah engkau wahai pembaca dengan penuh keyakinan, ketika kau membaca buku ini, “Wahai Tuhan yang telah menciptakan segala makhluk yang ada ini, berikanlah aku hidayah, dan tunjukkanlah aku kepada jalan yang benar. Tuntunlah aku menuju kebenaran, karena aku tidak memiliki penolong selain diri-Mu”. Berjuanglah untuk terus sampai kepada kebenaran, walaupun saat ini engkau masih melenceng. Karena engkau selalu mengikuti hawa nafsu dan syahwatmu, padahal nafsu dan syahwatmu adalah makhluk, sama sepertimu. Namun engkau malah menjadi hamba baginya tanpa engkau sadari. Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-‘Ankabut: 69).

Disebutkan dalam buku “Man, The Unknown”, karya seorang ahli bedah dan ahli biologi Perancis, Alexis Carrel, seorang yang berhasil mendapatkan hadiah Nobel, mengatakan,

“Sesungguhnya proses pencarian Tuhan adalah kerja individu bagi setiap manusia, sebagaimana seseorang terkadang berusaha keras untuk melakukan olah raga fisik. Maka ada orang lain yang berusaha meninggalkan segala kenikmatan dan berusaha untuk ibadah dengan tujuan agar ia sampai kepada pengetahuan rohani. Inilah yang akan menghasilkan ketenangan dan kerelaan kepada harapan tertinggi manusia. Sesungguhnya kekuatan batin, cahaya rohani, kecintaan ilahi, ketenangan tanpa batas, juga nurani beragama, semua fenomena ini sama-sama nyata dengan rasa estetika yang kita kenal. Sesungguhnya seorang yang mengenal Allah dan seorang penyair, keduanya sama-sama sampai ke tahapan tertinggi dari suatu keindahan yang jauh melebihi kedudukan manusia. Seorang manusia, dengan cara membiasakan dirinya, ia berusaha untuk menggapai suatu hakikat yang tidak kasat mata, walaupun hal itu merupakan hakikat fitriyah yang lebih tinggi dari pada kehidupan materiil. Demi meraih cita-cita ini, manusia rela menerima ujian yang berbahaya, yang mungkin orang lain tidak berani untuk menghadapinya, bisa jadi akhirnya jiwanya bisa meraih hakikat tertinggi itu, atau bisa juga tidak..!!”

Banyak manusia yang merasa tidak butuh dengan agama dan hanya bersandar kepada ilmu duniawi semata. Mereka bangga dengan pengetahuan yang mereka miliki dan penelitian yang telah mereka lakukan. Mereka mengira bahwa mereka tidak butuh agama. Anggapan ini mereka bangun atas agama mereka yang banyak melenceng di abad pertengahan. Agama yang dahulu mengharamkan ilmu pengetahuan dan pendidikan kecuali yang sejalan dengan siasat gereja dan arahan mereka. Sejarah telah membuktikan mengenai kekejaman-kekejaman yang telah dilakukan oleh mereka atas hak manusiawi, khususnya para ahli ilmu. Inilah yang akhirnya membuat manusia berontak kepada gereja dan segala ajarannya yang berlawanan dengan fitrah dan akal, sehingga manusia lari dari agama –dalam hal ini mereka tidak bisa disalahkan–. Dan akhirnya hal itu mengakibatkan tersebarnya keyakinan Atheisme. Adapun agama Islam, maka sebaliknya. Ia telah membuka lebar-lebar pintu bagi para ahli ilmu, juga menganjurkan para pengikutnya untuk mencari ilmu, bahkan ia menjadikannya sebagai salah satu ibadah yang agung, yang dengannya seorang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".” (QS Az-Zumar: 9).

Bahkan surat pertama yang diturunkan kepada Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam mengajak untuk membaca, berilmu dan berpengetahuan. Allah berfirman,

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-‘Alaq: 1-5).

Allah tidak pernah memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan mengenai sesuatu yang berkaitan dengan dunia melainkan tambahan ilmu. Hal itu karena ilmu memiliki kedudukan yang tinggi lagi mulia dalam agama Islam. Allah berfirman,

“Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".” (QS Thaahaa: 114).

Perlu diketahui, sebanyak apapun keilmuan dan pengetahuan seorang manusia, maka tetap saja keilmuan dan pengetahuan yang ia miliki terbatas. Mereka mungkin mengetahui sesuatu, tapi tidak mengetahui hal yang lainnya. Hal itu ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al-Israa: 85).

Sesungguhnya perkembangan dalam masalah keilmuan, dari generasi ke generasi, yang akan menunjukkan kepada keberadaan Tuhan. Inilah yang akan dicapai oleh suatu ilmu pada akhirnya. Karena setiap orang yang berilmu diatasnya pasti ada orang yang lebih berilmu lagi dari dirinya, sampai berakhir kepada Tuhan yang maha mengetahui. Maha Benar Allah ketika berfirman,

“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui.” (QS Yusuf: 76).

Seorang dokter berkebangsaan Perancis, Alexis Carrel, mengatakan dalam bukunya “Man, The Unknown”,

“Saat ini kita dapati sangat jelas sekali bahwa kemajuan ilmu pengetahuan mengenai manusia masih belum mencukupi kebutuhan kami akan ilmu tersebut, atau dengan ungkapan lain yang lebih sederhana, sesungguhnya keilmuan kita tentang diri kita sendiri masih dalam tahapan awal”.

Ia juga berkata,

“Sesungguhnya kita tidak akan bisa mencapai rahasia kehidupan manusia dengan cara yang selama ini kita gunakan untuk meneliti perkara-perakara yang ada. Adapun kelemahan kami yang terbesar dan terpenting adalah, seluruh penilitian kami hanya dilakukan kepada manusia yang sudah menjadi mayat, kita masih belum bisa meneliti manusia yang masih hidup”.

Demikianlah, ilmu pengetahuan masih belum cukup untuk memberikan hidayah bagi seorang manusia dan menyelesaikan segala permasalahannya, Bahkan ada beberapa orang yang malah menyalahgunakan ilmu pengetahuan tersebut. Dengannya mereka malah mengingkari wahyu, mendustakan para Nabi, menolak agama, dan menyebarkan paham Atheis.

Tersebarnya kerusakan di tengah peradaban barat, kemerosotan moral, senjata-senjata mematikan yang menghancurkan ladang dan keturunan, tersebarnya penyakit-penyakit sosial berbahaya yang senantiasa mengancam masyarakat, tersebarnya riba, dan rusaknya lingkungan. Peradaban barat tidak akan mampu selamat dari segala hal itu kecuali dengan cara kembali kepada apa yang telah diajarkan oleh para utusan Allah alaihimus shalaatu was salaam. Khususnya ajaran Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallam, yang merupakan risalah terakhir, dan penutup. Ialah risalah yang menjadi penghapus bagi seluruh risalah yang ada sebelumnya. Allah berfirman,

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa: 107).

 

 

 

Penjelasan

Tema-tema yang akan saya bahas dalam buku kecil ini adalah tema-tema yang sangat singkat, berupa sedikit penjelasan dan petunjuk. Hal itu saya lakukan agar tidak terlalu bertele-tele bagi para pembaca yang mulia, dan bagi siapa yang ingin mengetahui lebih banyak dan lebih detail lagi mengenai beberapa permasalahan yang ia tertarik dengannya. –Segala puji bagi Allah– maka semuanya telah diberi kemudahan, ia bisa mencarinya di situs-situs internet yang terpercaya, atau menghubungi markaz-markaz Islam yang banyak tersebar di berbagai macam negara yang ada di dunia.

Agama Islam merupakan syariat dan manhaj, karenanya agama Islam ini tetap. Kaum Muslimin lah yang akan mempraktekkan syariat ini, adapun dalam masalah manhaj, mereka berbeda-beda. Engkau akan menemukan beberapa kaum Muslimin yang berdusta, menipu, curang, dsb. Beberapa ada yang banyak melakukan perkara-perkara yang telah dilarang oleh manhaj dan syariat Islam –hal ini juga bisa didapatkan dalam agama lainnya–. Hal ini menunjukkan, bahwa yang kurang adalah praktek yang dilakukan oleh kaum Muslimin dalam mempraktekkan syariat Islam, bukan syariat Islam yang kurang. Karena syariat dan mempraktekkan syariat tidak bisa disamakan. Tidak bisa kita hukumi syariat Islam ini kurang hanya dengan alasan bahwa masih banyak oknum kaum Muslimin yang menyelisihi kebenaran dalam mempraktekkan manhaj dan ajaran syariat Islam.

Syariat-syariat langit saling melengkapi satu sama lain, asas mereka satu, yaitu “Tauhid”, sedang syariatnya berbeda-beda, shuhuf Ibrahim, Zabur, Taurat, Injil, dan ditutup oleh al-Quran, yang merupakan syariat Allah yang menutup dan melengkapi seluruh syariat yang ada. Maka jangan sampai disalahartikan bahwa hal ini menjelekkan syariat langit lainnya. Karena seorang yang mencela salah satu syariat yang telah Allah turunkan, maka ia telah kafir, dan keluar dari agama Islam. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah Kami menyerahkan diri".” (QS Ali Imran: 84).

Setiap syariat yang diturunkan, maka pada zamannya syariat itulah yang sempurna, dan sesuai dengan kebutuhan kaum yang diturunkan kepadanya syariat tersebut. Hakikat ini diterangkan oleh Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam,

Sesungguhnya perumpamaan diriku dan para Nabi lainnya sebelumku, seperti seorang lelaki yang membangun sebuah rumah, ia mengerjakannya dengan baik dan indah, kecuali sebuah batu bangunan di pojoknya. Manusia pun lantas mengelilinginya dan mengaguminya, mereka berkomentar, ‘Kenapa tidak diletakkan sebuah batu bangunan di tempat ini?’.” Beliau bersabda, “Akulah batu bangunan itu, dan akulah penutup para Nabi”. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Maka seluruh agama langit bagaikan sebuah rumah yang dibangun oleh seluruh Nabi. Setiap Nabi yang diutus meletakkan satu batu dalam rumah ini, sampai ketika bangunannya hampir selesai, dan tidak tersisa melainkan satu batu saja yang akan menyempurnakan bangunan tersebut. Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallam. Agama dan syariat yang beliau bawa adalah batu yang menyempurnakan bangunan tersebut.

Dalam kehidupan internasional, tanpa pengecualian, kita dapati bahwa agama Islam adalah agama yang dimusuhi, berbeda dengan agama-agama dan madzhab-madzhab lainnya. Berikan dirimu waktu untuk berpikir dan mencari tau, mengapa mereka memusuhi Islam, agar kau bisa mengetahui sebabnya. Yaitu karena agama Islam senantiasa menyeru para hamba untuk beribadah hanya kepada Allah semata, adapun agama yang lain, mereka menyeru manusia untuk beribadah kepada makhluk yang sama dengan mereka. Ini dari satu sisi, dari sisi lain, agama Islam merupakan agama yang tidak meridhai adanya kezaliman, aniaya, dan permusuhan. Allah berfirman dalam hadits qudsi,

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku pun membuatnya haram diantara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR Muslim).

Agama Islam juga tidak meridhai sifat somborng dan takabbur. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri, dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman: 18-19).

Agama Islam tidak rela seorang memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Allah berfirman,

“Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).

Agama Islam tidak rela jika hak manusia ditekan. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya.” (QS Al-A’raaf: 85, lihat pula: Huud: 85 dan As-Syu’araa: 183).

Agama Islam tidak rela jika orang yang kuat menganiaya orang yang lemah. Allah berfirman,

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang, dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.” (QS Ad-Dhuhaa: 9-10).

Agama Islam tidak rela jika si kaya memakan hak si miskin. Allah berfirman,

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Ali-‘Imran: 180).

Agama Islam tidak ridha jika seorang manusia dihabiskan sumber dayanya hanya untuk memuaskan hajat mereka semata. Allah berfirman,

“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Baqarah: 195).

Agama Islam juga tidak meridhai kerusakan ataupun perusakan, baik bagi individu ataupun masyarakat. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-A’raaf: 85).

Di sini saya ingin mengutarakan satu pertanyaan kepada seluruh manusia yang berakal, “Agama yang demikian ini ajarannya, apakah harus kita musuhi?”.

Inilah Islam, ia penuh dengan manfaat bagi manusia. Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,

Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, sedangkan amal yang paling dicintai oleh Allah adalah kebahagiaan yang engkau diberikan kepada diri seorang Muslim atau engkau menghilangkan kesulitannya atau engkau melunasi hutangnya atau membebaskannya dari kelaparan.” (HR Daaruquthni, Ibnu Asakir, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’: 3289, dan as-Shahiihah: 426).

Agama Islam merupakan keselamatan bagi orang yang bersikap baik kepadanya, dan musuh yang kuat bagi orang yang memeranginya. Allah berfirman,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Mumtahanah: 8-9).

Berpindah dari satu agama ke agama lain adalah suatu hal yang biasa dalam kehidupan internasional. Beberapa orang Yahudi, yang terkenal sangat berpegang teguh dengan agamanya, ada yang berpindah keyakinan ke agama lain. Dan banyak orang Kristen yang tidak puas dengan agamanya, lantas ia mulai mencari ke sini dan ke sana untuk mendapatkan agama yang bisa memuaskan kehausan rohaninya dan memberikan ketenangan bagi jiwanya. Demikian pula dengan agama Hindu, Budha, dan Sikh, yang dibangun atas khurafat dan dongeng. Para pengikutnya berpindah keyakinan menjadi Kristen, padahal pengikutnya pun banyak meninggalkannya karena tidak puas dengan agama tersebut. Berbeda dengan agama Islam, sangat jarang sekali orang yang masuk ke dalam agama Islam, lalu keluar darinya. Bahkan survei membuktikan, bahwa agama Islam adalah agama yang paling cepat tersebar di dunia. Agama yang diperangi baik dengan harta maupun manusia demi menghentikan penyebarannya, namun bersamaan dengan itu, semua usaha yang telah dilakukan gagal. Semua usaha tersebut bagaikan minyak yang disiram ke api, hal itu hanya akan semakin membuat api tadi membesar, hal itu karena agama Islam adalah agama Allah yang Allah sendiri berjanji akan senantiasa menjaga dan menolongnya. Allah berfirman,

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS At-Taubah: 32).

Bagi orang-orang yang meninggalkan agama mereka karena ketidak puasan mereka kepada agamanya, saya berikan kepada mereka pilihan terbaik dan agama yang paling sempurna, yaitu agama Islam. Agama kebenaran yang tidak bertentangan dengan akal, dan tidak berlawanan dengan fitrah.

 

 

Siapa Allah?

Sebelum kita membahas mengenai siapa Allah, Tuhan semesta Alam, kita akan sama-sama memperhatikan masalah akal manusia dari segi keterbatasan yang telah Allah ciptakan padanya. Ia merupakan sesuatu yang hanya Allah berikan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya, supaya mereka bisa mendapatkan manfaat, baik yang berkaitan dengan agama ataupun dunianya, dengan cara berpikir dan menggunakan akal mereka dengan baik dan benar, persis seperti ruh yang ada supaya jasmani seseorang bisa bergerak bukan hanya menjadi mayat yang tak bisa apa-apa, walaupun kita tidak bisa merasakan ruh kita dengan panca indra yang kita miliki, kita tidak bisa melihat, mencium, memegang, ataupun mendengarnya, dan akal kita pun tak bisa mengetahui dengan pasti bentuknya, akan tetapi kita tetap percaya bahwa ruh itu ada, ia merupakan salah satu ciptaan dari ciptaan-ciptaan Allah. Lantas bagaimana kiranya dengan Tuhan yang telah menciptakannya? Oleh karena itu, ketika Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam ditanya tentang ruh, Allah sendiri yang memberi kepada beliau jawaban. Allah berfirman,

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".” (QS Al-Israa: 85).

Sayyid Quthub mengatakan, “Metode yang digunakan Al-Quran –yang merupakan metode paling baik– adalah dengan cara menjawab segala kebutuhan manusia, metode yang bisa dicapai oleh pemahaman dan pengetahuan manusia. Ia tidak menyia-nyiakan kemampuan akal yang telah diberikan Allah kepada mereka dalam hal yang tidak bermanfaat, dan tidak pula memaksanya masuk ke dalam masalah-masalah yang tidak sanggup ia lakukan. Hal ini bukanlah bentuk pengekangan terhadap akal manusia, akan tetapi ia mengarahkan akal agar bekerja di dalam koridornya, dan di dalam permasalahan yang bisa ia gapai, sehingga ia tidak tersesat nantinya. Hal itu juga merupakan keringanan bagi akal supaya ia tidak menyia-nyiakan kemampuannya untuk memikirkan sesuatu yang tidak mungkin ia gapai, karena ia tidak memiliki kapasitas untuk menggapainya”.

Jika ini berkaitan dengan keilmuan mengenai beberapa makhluk Allah, lantas bagaimana kiranya dengan Allah? Bisakah akal manusia mengetahui bentuk Allah? Ini merupakan perkara yang mustahil. Di luar batas kemampuan akal manusia. Hal ini tidak bisa diketahui ataupun diserap keseluruhannya oleh akal manusia. Usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mengetahui hakikat Allah secara keseluruhan hanyalah usaha yang sia-sia tanpa ada hasil, karena akal manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki batas. Berfikir mengenai hakikat dzat Allah sudah melewati batas kemampuannya. Hal itu hanya membebani akan sesuatu yang tidak mampu ia kerjakan, karena hal itu adalah perkara yang hanya diketahui oleh Allah saja. Allah berfirman,

“Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS Thahaa: 110).

Allah juga berfirman,

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (QS As-Syuuraa: 11).

Dan Allah berfirman,

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (QS Al-An’aam: 103).

Orang yang memaksakan akalnya untuk memikirkan hal ini sama halnya dengan orang yang memaksa memuat bebas sebesar lima ton pada mobil yang hanya mampu memuat satu ton saja. Tidak diragukan lagi hal ini hanya akan membuat mobil itu tidak bisa berjalan bahkan merusaknya. Begitu juga dengan akal manusia, ketika ia memaksakan untuk memikirkan hakikat sebenarnya dzat Allah, atau perkara-perkara ghaib lainnya, yang tidak mungkin diketahui melainkan melalui apa yang dikabarkan oleh para Rasul alaihimus salaam.

Penduduk Yaman pernah bertanya kepada Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam, mereka berkata, “Kami mendatangimu untuk menanyakan perkara ini”, Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Allah sudah ada sebelum segala sesuatu selain-Nya ada…” (Penggalan dari hadits yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari).

 

 

Dimana Allah?

Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas (tempat yang sangat tinggi), di atas Arsy-Nya yang ada di atas langit ketujuh. Akan tetapi terkadang seorang Atheis menanyakan dimana Allah maksudnya adalah tempat Allah di dalam dunia ini. Maka kami katakan bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan tempat dan waktu, tempat dan waktu termasuk dari makhluk ciptaan-Nya, maka tidak ada tempat ataupun waktu yang meliputi-Nya. Ia bersemayam di atas Arsy-Nya dan ilmu-Nya tetap dekat dengan para makhluk-Nya. Allah berfirman,

“Dialah yang Awal dan yang Akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Hadiid: 3).

Adapun sifat-sifat Allah, tidak mungkin kami sebutkan semuanya dalam buku kecil ini, akan tetapi kami akan coba menyebutkan beberapa sifat Allah, Tuhan yang telah menciptakan dunia ini.

Allah adalah satu-satunya Tuhan, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang sama dengan-Nya baik dalam uluhiyah, rububiyah, ataupun sifat-sifat-Nya. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".” (QS Al-Ikhlas: 1-4).

Allah maha hidup dan tidak mati. Allah berfirman,

“Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS Ghaafir: 65).

Adapun selainnya, maka mereka adalah makhluk yang tidak kekal. Allah berfirman,

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS Ar-Rahmaan: 26-27).

Dia tegak sendiri-Nya tanpa butuh bantuan makhluk-Nya. Ia tidak butuh sesuatu apapun yang membantu-Nya, Dialah yang membantu selain-Nya. Dan selain-Nya tidak akan ada selain dengan kehendak-Nya. Allah berfirman,

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah apa yang di langit dan di bumi.” (QS Al-Baqarah: 255).

Allah maha bijaksana dalam segala perbuatan, perkataan, dan takdir-Nya. Dia menetapkan segala sesuatu di tempat yang sesuai berdasarkan kebijaksanaan-Nya. Ia maha bijaksana dalam mencipatakan dan mengatur segala ciptaan-Nya. Dan Dia maha mengetahui apa yang baik bagi mereka. Allah berfirman,

“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS Al-An’aam: 18).

Dia maha mendengar dan maha melihat, tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya. Allah berfirman,

“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang. dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS Al-An’aam: 13).

Dia maha mampu, tidak ada apapun yang tidak bisa Ia lakukan di bumi maupun di langit. Allah berfirman,

“Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah: 148).

Ia maha mengetahui segala sesuatu, ilmu-Nya mengenai segala sesuatu sangat sempurna, ilmu-Nya tidak didahulu dengan kebodohan, Ia tidak pernah lupa, Ia mengetahui apa yang disembunyikan di dalam hati, Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, jika ia sampai terjadi bagaimana kejadiannya. Allah berfirman,

“Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS Yunus: 61).

Dialah yang menciptakan segala sesuatu dari yang sebelumnya tidak ada. Allah berfirman,

“Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Hasyr: 24).

Dialah yang maha memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, Ia memenuhi segala kebutuhan yang dimiliki para makhluk-Nya dalam kehidupan mereka. Allah berfirman,

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).” (QS Huud: 6).

Dia maha mampu untuk menghidupkan, mematikan, membangkitkan, dan mengumpulkan manusia. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.” (QS Al-Jatsiyah: 26).

 

 

 

Inilah Allah

Ia maha penyayang dan mencintai hamba-hambanya yang penyayang. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sayangilah yang ada di bumi, maka kalian akan disayangi oleh (Tuhan) yang ada di langit.” (HR Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Tirmidzi).

Maha pengampun, dan mencintai hamba-hamba yang pemurah. Allah berfirman,

“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raaf: 199).

Dia maha dermawan dan mencintai hamba-hamba yang dermawan. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah maha dermawan, dan mencintai kedermawanan, Allah mencintai akhlak yang mulia, dan membenci akhlak yang hina.” (HR Baihaqi dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’: 1744, dan as-Shahihah: 1378).

Allah maha lembut dan mencintai hamba-hamba yang pengasih. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa salam bersabda,

Sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya.” (HR Muslim dan Ibnu Hibban).

Allah maha menutupi aib, dan mencintai hamba-Nya yang senantiasa menutupi aib orang lain. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) hamba yang lain, melainkan Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.” (HR Muslim dan Ahmad).

Allah maha indah dan mencintai keindahan. Allah suka jika hambanya menjaga kebersihan dan kesucian. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah maha indah dan mencintai keindahan.” (HR Muslim).

Allah maha pemalu, dan mencintai hamba-Nya yang pemalu. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla maha penyantun, maha pemalu dan maha menutupi. Ia mencintai sifat malu dan sifat menutupi, maka bila seseorang dari kalian mandi hendaklah dia menutup diri.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Nasai, lafadznya milik Nasai, dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab al-Irwaa: 2335).

 

 

 

Dalil-Dalil Aqli Tentang Keberadaan Allah

Seorang Atheis pernah bertanya kepada syeikh Ahmad Deedat rahimahullah, “Apa yang akan kau rasakan jika engkau dapati bahwa kehidupan akhirat itu hanya dusta belaka?”.

Ia menjawab, “Tidak lebih buruk dari perasaanmu ketika kau mati dan kau dapatkan bahwa ternyata kehidupan akhirat itu nyata”.

Mungkin jawaban ini sudah cukup bagi orang yang memiliki akal untuk menyiapkan dirinya dan berhati-hati akan apa yang ada di depannya. Seorang yang cerdas adalah orang yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan bukti terpenting akan keberadaan Allah adalah bukti inderawi yang tidak mampu dibantah oleh seorang pun. Maka dunia yang sangat indah ini, dengan segala aturan yang sangat menakjubkan di dalamnya, baik bumi, langit, dan segala makhluk yang ada di dalamnya, baik manusia, hewan, serangga, batu, pohon, bintang, matahari, bulan, laut, sungai, dan lain sebagainya, semuanya bergerak seusai dengan aturan yang sangat detail, yang jika ada satu saja yang menyelisihi aturan itu maka tidak akan didapatkan kehidupan. Lantas siapakah yang menciptakan, dan mengaturnya dengan sistem yang menakjubkan ini? Kemungkinan jawabannya hanya ada tiga:

Pertama: Dunia dengan segala aturan yang menakjubkan yang ada di dalamnya, juga segala isinya, terjadi begitu saja. Kemungkinan ini mustahil, batil sampai ke akar-akarnya, karena segala sesuatu pasti ada yang membuatnya, segala makhluk pasti ada yang menciptakannya, dan segala sebab, pasti ada musabbabnya.

Kedua: Segala ciptaan ini diciptakan oleh sesuatu, dan sesuatu ini bisa termasuk dari ciptaan itu sendiri. Kemungkinan ini pun tidak logis dan bertentangan dengan akal, karena tidak mungkin sesuatu menciptakan sesuatu lain yang persis dengannya.

Ketiga: Segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan oleh Tuhan yang berbeda dengan ciptaan-Nya, inilah kemungkinan yang bisa diterima akal, dan sesuai dengan fakta yang ada. Dialah Allah, Tuhan semesta alam. Inilah apa yang diyakini oleh orang-orang yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada keberadaan Tuhan yang menciptakan semua makhluk yang ada. Adapun orang-orang yang melenceng dari jalan ini, maka mereka semua berada di dalam keragu-raguan. Maka maha benar Allah yang berfirman,

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS At-Thuur: 35-36).

Mungkin yang menjadi sebab mengapa banyak manusia melenceng dan tersesat dari kebenaran karena mereka menggunakan akal mereka dalam perkara-perkara yang tidak mampu digapainya. Karena akal hanya bisa menalar apa yang sama-sama makhluk sepertinya. Adapun sang pencipta, maka tidak ada kemungkinan bagi akal untuk bisa menalarnya. Oleh karena itu, agama Islam menjelaskan cara terbaik untuk menghadapi hal ini. Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

“Setan mendatangi seorang diantara kalian, ia berkata; ‘Siapa yang menciptakan ini, siapa yang menciptakan ini’, sampai ia berkata; ‘Siapa yang menciptakan Tuhanmu?’, jika ia sudah sampai pertanyaan itu, maka berlindunglah kepada Allah, dan hendaknya ia berhenti”. (Muttafaq alaihi).

 

 

 

Dalil-Dalil Aqli tentang Keesaan Allah

Al-Quranul Kariim telah menjelaskan ketidakmungkinan adanya sekutu bagi Allah ta’ala, karena keberadaan sekutu bagi Allah adalah sebuah kekurangan yang menafikan kesempurnaan hak Allah. Oleh karena itu, mayoritas ayat-ayat al-Quran, di dalamnya terdapat pensucian Allah ta’ala dari sekutu, kekurangan, dan aib. Allah berfirman,

“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS Al-Hasyr: 23).

Al-Quran telah menetapkan dalil-dalil aqli yang logis yang menyampaikan penafian sekutu dari Allah, dan menjelaskan bahwa hal tersebut tidak mungkin, diantaranya:

Keberadaan tuhan selain Allah menandakan adanya kemampuan mutlak bagi keduanya karena kemampuan mutlak adalah salah satu sifat tuhan–, ketika Allah memiliki sekutu, maka salah satunya bisa saja memiliki keinginan yang bertentangan dengan keinginan yang lainnya, sehingga terjadilah perselisihan yang akan mengakibatkan rusaknya dunia. Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala tidak memiliki sekutu. Allah berfirman,

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS Al-Anbiyaa: 22).

Adanya tuhan selain Allah akan mengakibatkan keduanya memiliki kekuatan dan kemampuan yang bisa digunakan masing-masing tuhan untuk mengalahkan yang lainnya, demi mendapatkan kekuasaan mengatur dunia ini. Hal ini bisa mengakibatkan kehancuran dunia, oleh karena itu Allah tidak memiliki sekutu. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy". Maha suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.” (QS Al-Israa: 42-43).

Keberadaan tuhan selain Allah akan mengakibatkan adanya pembagian dunia ini antara kedua tuhan tersebut, supaya masing-masing tuhan bisa mengatur makhluk yang ia ciptakan. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan yang sangat besar, sebagaimana yang bisa dibayangkan oleh seorang yang berakal, dan hal ini mustahil bagi Allah. Allah berfirman,

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS Al-Mukminuun: 91).

Allah maha esa dan maha satu, Dia tidak butuh kepada yang lain-Nya, namun yang lain-Nya butuh kepada-Nya, Dia tidak butuh sekutu, istri, anak, ataupun penolong. Allah berfirman,

“Dan Katakanlah: "Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”.” (QS Al-Israa: 111).

Allah juga berfirman,

“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-An’aam: 101).

 

 

 

Apakah Allah Membutuhkan Makhluk-Nya?

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa seseorang yang memiliki sesuatu, maka ia bebas melakukan apapun kepada barang miliknya –Walillahil matsalul a’laa–­­. Dan Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta dunia dengan segala isinya, Dialah yang memiliki dunia ini, Dia berhak untuk melakukan apapun bagaimanapun, kapanpun, dan seperti apapun yang Dia kehendaki, dan manusia adalah salah satu makhluk ciptaan-Nya. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-A’raaf: 54).

Dialah yang memberikan rezeki, mengatur keadaan dunia, menurunkan hujan, menciptakan masa paceklik, gempa, gunung merapi, kemiskinan, kekayaan, hidup, mati, sehat, sakit, bahagia, sedih. Semuanya Ia ciptakan untuk suatu hikmah yang diinginkan Allah, dan sesuai dengan takdir yang telah ditetapkan-Nya, tidak ada seorang pun yang mampu menolaknya, ataupun keluar dari ketetapan-Nya. Allah berfirman,

“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS Al-Anbiyaa: 23).

Allah juga berfirman,

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS Al-Qashash: 68).

Hikmah yang diinginkan Allah bisa jadi nampak, sehingga bisa diketahui, atau bisa juga tak nampak, sehingga tidak ada yang mengetahuinya. Apa yang nampaknya buruk, bisa jadi aslinya baik, dan kita tidak mengetahuinya, begitu pula sebaiknya. Allah berfirman,

“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216).

Tuhan yang mampu menciptakan dunia ini, Ia pun pasti mampu untuk menciptakan makhluk lainnya, baik kita ketahui ataupun tidak, karena Dia tidak butuh kepada makhluk-Nya, akan tetapi makhluk-Nya lah yang butuh kepada-Nya dalam segala perkara mereka. Allah berfirman,

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (QS Faathir: 15-17).

Sebagaimana jasad mereka butuh nutrisi untuk hidup, berupa makanan dan minuman, maka demikian pula dengan ruh mereka membutuhkan Tuhan yang bisa diibadahi, mampu memenuhi kebutuhan mereka, mereka bisa merendahkan diri di hadapan-Nya, dan merasa tenang dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagaimana seorang anak kecil merasa aman ketika berada di pelukan orang tuanya, demikian pula manusia, ia sangat butuh kepada Tuhannya, mereka bersimpuh dihadapan-Nya, dan mengadu kepada-Nya. Dengan cara berserah diri, menghamba, dan beribadah kepada Tuhannya ini, ruhnya pun mendapat nutrisi kehidupan, ia akan merasa tenang dan berbahagia, dan ia tidak akan mampu mendapatkan nutrisi ini melainkan melalui jalan para Rasul yang datang membawa wahyu dari Allah yang telah mencipatakan ruhmu, dan menjadikan nutrisinya melalui syariat yang Ia turunkan kepada para Rasul-Nya. Allah berfirman,

“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS Al-Mulk: 14).

Kehidupan manusia, dan pergerakan mereka dalam setiap keadaan, semuanya terjadi berkat kehendak dan keinginan Allah. Allah tidak menciptakan manusia supaya Ia bertambah kuat, tidak pula untuk tujuan yang sia-sia. Allah juga tidak menciptakan manusia untuk memberi mereka manfaat atau menimpakan musibah kepada mereka, karena Allah tidak butuh kepada mereka, sedang mereka lah yang butuh kepada-Nya. Sebagaimana yang telah Allah kabarkan melalui hadits qudsi,

“Wahai para hamba-Ku sesungguhnya kalian tidak akan mampu menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian bisa membayakan-Ku dan tidak akan mampu menyampaikan manfa’at kepada-Ku sehingga kalian bisa memberi manfa’at pada-Ku.
Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling takwa di antara kamu (mereka semua adalah ahli kebajikan dan takwa), maka hal itu (keta’atan yang diperbuat makhluk-red.,) tidaklah menambah sesuatu pun dari kekuasaan-Ku

Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling fajir (bejad) di antara kalian (mereka semua ahli maksiat dan bejad), maka hal itu (kemaksiatan yang mereka perbuat-red.,) tidaklah mengurangi sesuatu pun dari kekuasaan-Ku.

Wahai para hamba-Ku, andaikata generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian berada di bumi yang satu (satu lokasi), lalu meminta kepada-Ku, lantas Aku kabulkan permintaan masing-masing mereka, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali sebagaimana jarum bila dimasukkan ke dalam lautan.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian kemudian Aku cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya sendiri.” (HR Muslim).

Setiap amalan seorang hamba akan kembali kepada dirinya, baik berupa manfaat, ataupun keburukan. Mereka akan dihisab, jika amalannya baik, maka balasannya pun baik, namun jika amalannya buruk, maka balasannya pun buruk. Dan diantara rahmat Allah dan keadilan-Nya, Dia menghisab dan memberi balasan pahala ataupun hukuman bagi seorang hamba, sehingga orang yang baik tidak sama dengan orang yang buruk. Allah berfirman,

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS Al-Israa: 7).

 

 

 

Sebab Penciptaan Manusia

Seorang yang berakal pasti mengakui bahwa tidak ada sesuatu apapun yang diciptakan melainkan untuk suatu hikmah. Seorang manusia yang berakal saja akan menjauhi suatu perbuatan dalam hidupnya yang tidak memberikan hikmah atau maksud yang ia inginkan, lantas bagaimana dengan Allah, sedang Allah adalah Tuhan yang maha bijaksana?! Allah berfirman,

“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah: 48).

Segala sesuatu yang Allah ciptakan di dunia ini, Ia ciptakan hal tersebut untuk suatu hikmah. Dan hal itu tidaklah diciptakan melainkan untuk suatu kemaslahatan, baik kita ketahui kemaslahatan itu ataupun tidak. Allah berfirman,

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS Shaad: 27).

Maka harusnya kita tidak menanyakan mengapa Allah menciptakan manusia, akan tetapi harusnya kita bertanya, apa hikmah penciptaan manusia? Apa yang diinginkan Allah dari mereka? Sesungguhnya hikmah penciptaan manusia tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta'ala, dan kita tidak mengetahui hikmah tersebut kecuali apa yang telah dijelaskan oleh Allah ta'la, dan Allah telah menjelaskan, bahwa hikmah dari diciptakannya langit, bumi, dan segala makhluk yang ada di dalamnya, yang tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah, semata-mata hanya untuk menguji manusia. Sebagaimana Allah berfirman,

"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya". (QS Huud: 7).

Dan tidaklah Allah menciptakan kehidupan dan kematian, melainkan untuk hikmah ini, setiap ajal telah ditetapkan, amalan pun telah tercatat, dan masa antara kehidupan dan kematian adalah tempat ujian dan cobaan, agar dapat dibedakan antara orang baik dan buruk, mukmin dan kafir. Allah berfirman:

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk:2).

Allah telah memberikan ujian kepada bapak para manusia, Adam alaihis salam, ketika ia berada di surga, ketika Allah melarangnya dan istrinya untuk memakan buah dari pohon terlarang, namun kemudian setan menggoda mereka, mereka pun menuruti godaannya itu, dan melanggar perintah Tuhan mereka, lalu mereka mengakui kesalahan merekadan bertaubat kepada Allah, dan Allah pun menerima taubat mereka, kemudian Allah menurunkannya ke bumi, yang kelak akan menjadi lahan ujian baginya dan anak keturunannya. Allah berfirman,

"Dan Kami berfirman, "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman, "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al-Baqarah: 55 – 59).

Untuk sebuah hikmah yang diinginkan oleh Allah, Allah menjadikan manusia sebagai khalifah setelah bapak mereka, Adam, silih berganti antara satu sama lainnya, untuk memberikan ujian yang telah ditetapkan atas mereka. Allah berfirman,

"Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-An'am: 165).

Dan oleh sebab itu, perselisihan antara manusia merupakan salah satu sunnatullah (ketetapan Allah) di dunia ini. Allah berfirman,

"Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu..." (QS Huud: 118 – 119).

Maka manusia pun terbagi bermacam-macam, ada yang mukmin, ada yang kafir, ada yang baik, dan ada yang buruk, dan pertentangan antara yang benar dan salah akan terus berlanjut sampai hari kiamat, yang tujuannya untuk menguji manusia, memisahkan antara yang hak dan yang bathil, kemudian Allah akan tunjukkan keadilannya kepada mereka, dengan membalas kebaikan orang yang mentaati-Nya, dan menghukum orang yang menyelisihi-Nya. Allah berfirman,

"Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah." (QS An-Nisaa: 173).

Ujian manusia dengan ketaatan dan maksiat, merupakan salah satu sebab diciptakannya mereka, supaya bias dibedakan antara orang yang jujur dan orang yang dusta, mukmin dan kafir, yang mana hal itu semua sudah diketahui oleh Allah sebelum hal tersebut terjadi. Allah berfirman,

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara Rasul-Rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-RasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar" (QS Ali Imran: 179).

Dan diantara ujian terbesar yang untuknya Allah menciptakan manusia adalah, mengesakan dan beribadah hanya kepadaNya, tanpa mepersekutukanNya dengan yang lain, Allah berfirman,

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS Adz-Dzariyat: 56 - 58).

Namun hal tersebut bukan berarti bahwa Allah menciptakan para makhluk karena butuh kepada ibadah mereka, akan tetapi Allah tidak membutuhkan mereka juga amalan mereka, sedang mereka senantiasa membutuhkan Allah. Mereka membutuhkan karunia, kelembutan, dan rahmat-Nya, tidak manfaat bagi Allah ketaatan mereka, dan kemaksiatan mereka pun tidak merugikan Allah, karena Allah maha kaya dan tidak membutuhkan yang selain-Nya. Akan tetapi Allah mencintai para hamba-Nya yang beribadah dan mentaati-Nya. Allah berfirman,

"Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS Faathir: 15).

Allah suka hambanya yang memuji dan bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman,

"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu." (QS Az-Zumar: 7).

Semua ini menunjukkan bahwa Allah tidaklah menciptakan manusia, agar mereka makan, minum, atau berkembang biak, sehingga mereka tak ubah layaknya hewan. Allah telah memuliakan mereka dengan akal, dan memberi kelebihan bagi mereka dari makhluk ciptaan lainnya. Akan tetapi kebanyakan manusia mengkufuri hal tersebut. Mereka mengingkari hikmah sesungguhnya dari penciptaan mereka, sehingga keinginan mereka semua hanyalah untuk memuaskan syahwat duniawi mereka, dengan memuaskan perut dan kelamin mereka. Kehidupan mereka seperti yang telah digambarkan Allah ta'ala, layaknya hewan, bahkan mereka lebih sesat. Hal itu karena mereka tidak menggunakan akal yang telah Allah berikan kepada mereka, yang menjadi pembeda antara mereka dan makhluk - makhluk-Nya yang lain, agar mereka bisa memikirkan sebab keberadaan mereka. Allah berfirman,

"Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka." (QS Muhammad: 12).

Dan bukan berarti ujian itu hanya berbentuk keburukan dan suatu yang tidak mengenakkan. Akan tetapi segala yang terjadi di dunia ini, baik kenikmatan, keburukan, dan fitnah, juga merupakan ujian. Allah ta'ala menceritakan tentang Nabi Sulaiman, yang telah Allah berikan padanya kekuasaan dan kekayaan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun selain dia. Ketika ia meminta rakyatnya untuk membawa singgasana Balqis,

"Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AlKitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni'mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS An-Naml: 40).

Dan segala yang terjadi di dunia ini, baik berupa musibah, cobaan, dan kesulitan lainya, juga merupakan ujian bagi manusia. Allah berfirman,

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS Al - Baqarah: 155 - 157).

 

 

 

Dalil - Dalil Aqli tentang Kebangkitan di dalam Al Quran

Manusia merasa heran dengan kemungkinan adanya hari kebangkitan dan kembalinya mereka kepada kehidupan untuk kali kedua. Allah berfirman,

“Dan berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali? (QS Maryam: 66 - 67).

Maka Allah pun menjelaskan bahwa keyakinan orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan, yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi, adalah perkara yang mudah dan ringan bagi Tuhan yang untuk melakukan sesuatu hanya tinggal mengucapkan "Kun" maka hal itu pun langsung terjadi. Allah berfirman,

“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS At-Taghabun: 7).

Mengingat bahwa orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan, biasanya mereka bersandar kepada dalil-dalil aqli (argument-argumen logis), maka Al-Quran berusaha untuk memberikan dalil-dalil yang sesuai dengan keadaan mereka, yang tidak meyakini adanya hari kebangkitan, diantaranya:

Bahwa Tuhan yang mampu menciptakan sesuatu yang belum pernah ada, maka untuk membangkitkan kembali hal tersebut lebih mudah bagi-Nya, karena mengembalikan sesuatu yang pernah ada, lebih mudah dari pada menciptakannya untuk pertama kali. Allah berfirman,

“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS Ar-Ruum: 27).

Ubay bin Khalaf pernah mendatangi Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam, membawa tulang yang sudah rapuh, ia mengatakan, "Wahai Muhammad, apakah kau mengatakan bahwa Allah mampu menghidupkan kembali tulang ini setelah rapuh", Rasulu Allah shalla Allahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Iya, Allah pun akan membangkitkanmu dan memasukkanmu ke dalam neraka", dan Allah pun menurunkan firman-Nya,

“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu". Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" maka terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS Yaasiin: 78-83). (Tafsir Abd Ar-Razzaq (3/87, hadits no: 2498), Baihaqi, dan Hakim, juga disebutkan dalam Shahihus Sirah, hal: 201).

Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada orang-orang kafir yang berkata kepadanya,

“Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?",” (QS Al-Israa: 49).

Untuk menjawab mereka dengan jawaban yang sesuai dengan pemikiran mereka,

“Katakanlah, "Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah, "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah, "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat", yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.” (QS Al-Israa: 50-52).

Seorang yang bisa menciptakan sesuatu untuk pertama kalinya, maka secara logika, untuk mengembalikan sesuatu tersebut lebih mudah baginya dari pada menciptakannya untuk pertama kali, maka Tuhan yang telah menciptakanmu, maka Ia pun mampu untuk mengembalikanmu sekali lagi. Allah berfirman,

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan, Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (QS Al-Qamar: 36-40).

Tuhan yang mampu menciptakan sesuatu yang lebih sulit, maka Ia pun mampu untuk menciptakan sesuatu yang mudah, dan segala hal di sisi Allah adalah mudah. Contohnya, orang yang mampu membawa beban seberat 50 kg, maka ia pun bisa untuk membawa beban seberat 1 kg. Allah berfirman,

“Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.” (QS Yaasiin: 81-82).

Tuhan yang mampu menciptakanmu tanpa kau kehendaki dan tanpa kau ketahui, maka secara logika, Ia pun mampu untuk mengulangi itu tanpa kehendak dan pengetahuanmu. Allah berfirman,

“Dan berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?” (QS Maryam: 66-67).

Dan bagi Allah, menciptakan satu atau banyak orang sama saja. Allah berfirman,

“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (QS Luqman: 28).

Sesungguhnya Tuhan yang mampu mengubah keadaan makhluknya dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, dan mengubah suatu hal dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, mengeluarkan makhluk hidup dari yang mati, atau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, maka secara logika Ia pun mampu untuk membangkitkan. Karena Allah lah yang mengeluarkan tanaman yang hidup dari sebuah biji yang mati, dan mengeluarkan biji yang mati dari tanaman yang hidup. Allah keluarkan pohon yang hidup dari biji-bijian yang mati, dan Allah keluarkan biji-bijian yang mati dari pohon yang hidup, Allah juga mengeluarkan telur yang mati dari ayam yang hidup, juga mengeluarkan seekor ayam yang hidup dari telur yang mati. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling. Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An'aam: 95-96).

Tuhan yang mengeluarkan tumbuhan dan pepohonan dari tanah yang mati setelah ia disirami air hujan, padahal sebelumnya ia tandus, tak ada kehidupan padanya, maka Ia pun mampu untuk membangkitkan makhluknya. Allah berfirman,

“Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (QS Faathir: 9).

Tuhan yang mampu menciptakan manusia dari yang asalnya tidak ada, kemudian tumbuh secara bertahap sampai manusia itu mati, maka Ia pun mampu untuk membangkitkan manusia itu kembali. Karena kematian bukanlah tahapan terakhir bagi seorang manusia, akan tetapi setelah itu ada hari kebangkitan, dimana ia akan dimintai pertanggung jawaban atas setiap apa yang telah ia kerjakan, maka seyogyanya seorang manusia tidak boleh mengingkari hari kebangkitan hanya karena ia belum pernah merasakannya, karena Tuhan yang telah menciptakannya dan membuatnya tumbuh melewati tahap-tahap pertumbuhan, sangat mampu untuk mengembalikannya seperti sediakala, lalu menggiringnya menuju tahapan paling terakhir, yaitu di surga, atau neraka. Allah berfirman,

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah, yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Hajj: 5-6).

Ibnul Qayyim mengatakan:

"Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, 'Apabila kalian berada dalam keraguan tentang kebangkitan', kalian tidak meragukan bahwa kalian adalah makhluk, dan kalian pun tidak meragukan bahwa penciptaan kalian adalah bertahap dari satu keadaan kepada keadaan yang lain sampai kalian meninggal, dan kebangkitan yang dijanjikan kepada kalian, sama halnya seperti diciptakannya kalian untuk pertama kali, yang mana hal itu tidak kalian ragukan, lantas mengapa kalian ingkari salah satu kebangkitan tersebut, padahal keduanya sama".

Tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan. Lihatlah mobil contohnya, seorang manusia tidak akan membuat satu bagianpun darinya kecuali ia memiliki fungsi tertentu, karena sia-sia saja jika ia hanya membuat dirinya lelah, dan merugikan hartanya, hanya untuk mengerjakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Maka apakah masuk akal, jika semua makhluk yang luar biasa ini hanya diciptakan sia-sia, lihatlah setiap bagian dari dirimu, baik bagian dalam ataupun luar, semuanya memiliki fungsinya tersendiri, supaya tubuhmu bisa bergerak, dan melaksanakan tujuan dari diciptakannya dirimu, karena sia-sia saja penciptaan manusia, jika keberadaannya bukan untuk melaksanakan ibadah, yang merupakan tujuan dari diciptakannya, dan kebangkitan setelah kematian tujuannya untuk mempertanggung jawabkan segala hal yang telah dilakukan oleh manusia. Allah berfirman,

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ´Arsy yang mulia.” (QS Al-Mukminuun: 115-116).

Fenomena tidur dan bangun bagi yang menghayatinya, sama halnya seperti mati dan hidup, dimana ruh seorang akan keluar lalu kembali lagi kepada jasadnya. Sebagaimana yang Allah jelaskan,

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum.” (QS Az-Zumar: 42).

Al-Qurthubi menjelaskan hal ini, "Persamaan antara tidur dan mati adalah, terpisahnya ruh dengan badan, dan hal itu bisa secara dzahir, yaitu tidur, oleh karena itu dikatakan bahwa tidur adalah saudara kematian, atau bathin, yaitu mati, maka tidur disebut sebagai kematian sebagai suatu analogi, karena dalam kedua keadaan tersebut, ruh seorang akan terpisah dari badannya".

Dan Tuhan yang mampu mengembalikan ruhmu setelah tidurmu, Ia pun mampu untuk mengembalikan ruhmu setelah matimu. Benarlah Rasulu Allah shalla Allahu 'alaihi wa sallam ketika beliau bersabda,

"Tidur adalah saudara kematian, dan para penghuni surga tidaklah tidur". (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Thabrani, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah, no: 1086).

Asal Mula Manusia di dalam Al-Quran

Asal mula manusia berawal dari Adam 'alaihis salam yang telah Allah ciptakan sendiri dengan tangan-Nya, kemudian Allah bentuk ia, dan Allah tiupkan ruh kepadanya, kemudian Allah perintahkan para malaikat untuk sujud kepadanya sebagai sebuah penghormatan. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS Al-Hijr: 28-29).

Kemudian Allah ciptakan darinya Hawa, pasangannya untuk menemaninya. Allah berfirman,

“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan.” (QS Az-Zumar: 6).

Supaya mereka berdua bisa melahirkan manusia, yang secara turun temurun akan mengelola bumi sesuai dengan yang Allah inginkan dan tetapkan. Allah berfirman,

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS As-Sajdah: 7-9).

Seluruh manusia, tanpa terkecuali, dengan berbagai macam warna, jenis, dan sukunya, kembali kepada Adam 'alaihis salam, ialah asal muasal manusia. Allah berfirman,

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisaa: 1).

Dan hal ini menunjukkan, bahwa tidak ada kelebihan antara mereka di sisi Allah, kecuali dengan ketaatan atau kemaksiatan mereka kepada-Nya. Mulanya manusia tinggal di surga, Al-Quran menceritakan tentang penghormatan yang Allah berikan kepada manusia, dimana Allah perintahkan para malaikat untuk sujud kepadanya, juga mencerikatan kisah permusuhan antara dirinya dengan setan, dimana setan menyombongkan dirinya, mengabaikan, dan iri kepada kedudukan yang telah diberikan Allah kepada manusia, dan diantara bukti kedengkian iblis kepada manusia, ketika Allah tunjukkan kepadanya kemurkaan Allah, dia berjanji untuk terus menancapkan permusuhan tersebut kepada anak cucu manusia, mengerahkan seluruh kemampuan dan tenaganya untuk menggoda manusia, supaya merekapun mendapatkan kemurkaan yang sama dari Allah. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". Iblis menjawab, "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh". Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya". (Dan Allah berfirman), "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim". Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua". Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua”. Keduanya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. Allah berfirman, "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan". Allah berfirman, "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS Al-A'raaf: 11-25).

Maka hendaknya kita semua, sebagai manusia yang diciptakan Allah dari keturunan Adam, berhati-hati agar tidak tergoda oleh setan, sehingga ia mengeluarkan kita dari ketaatan menuju maksiat, dan dari iman menuju kekufuran. Juga hendaknya kita berpegang teguh dengan apa yang dahulu dilakukan oleh ayah kita Adam 'alaihis salam, berupa tauhid, dan ibadah hanya kepada Allah, Mari kita sucikan jiwa kita dari rasa iri dan dengki, sehingga hati kita selamat dari hak orang lain, dan hendaknya kita beriman kepada syariat-syariat yang datang dari para Rasul Allah, dan mari kita jadikan syariat Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam sebagai syariat terakhir yang kita imani, supaya kita bisa menggagalkan usaha setan untuk merealisasikan ancamannya, untuk menyesatkan kita semua, agar kita tertimpa apa yang dijanjikan Allah bagi orang yang mentaati godaan setan. Di dalam firman-Nya,

“Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya".” (QS Al-A'raaf: 18).

Siapa itu Manusia?

Manusia adalah Adam dan istrinya Hawa 'alaihimas salam, juga seluruh keturunan mereka berdua, dengan segala jenis dan warna mereka. Allah berfirman,

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisaa: 1).

Allah memilihnya dari sekian banyak makhluk yang telah Dia ciptakan, Allah baguskan penciptaan, dan bentuknya, dan Allah jadikan ia dalam bentuk dan rupa yang paling baik. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS At-Tiin: 4).

Lalu Allah bekali ia dengan panca indra, tubuh, tabiat, dan akal, yang dengannya ia bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan berbahaya. Ketika kita memikirkan hal ini, kita akan mengetahui hikmah dari penciptaan yang luar biasa ini, yang tujuannya supaya kita mampu memahami risalah yang akan Allah turunkan, dan mengerjakan kewajiban yang ada di dalamnya, baik yang bersifat agama maupun sosial. Juga agar manusia bisa hidup berdampingan dengan segala apa yang ada di sekitarnya di dunia yang luas ini, yang telah diciptakan demi kepentingan mereka.

Allah menciptakan manusia dari jasad, ruh, dan akal. Allah berfirman,

“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Ghafir: 64).

Allah juga berfirman,

“Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu).” (QS At-Taghabun: 3).

Dan ketiga hal ini, memiliki kebutuhannya masing-masing:

Jasad

Yang ia butuhkan adalah, kebersihan, kepuasan syahwat dan hasratnya, baik berupa makanan, minuman, ataupun pernikahan. Allah berfirman,

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS Al-A'raaf: 31-32).

Allah telah perintahkan manusia untuk mengobati jasadnya ketika ia sakit dengan segala macam bentuk pengobatan yang mubah. Rasulu Allah shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan bagi setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian, namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram." (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Thabrani, dari Ummu Dardaa radhiyallahu 'anha, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami'. Hadits no: 1762).

Manusia juga diperintahkan untuk memuaskan syahwatnya sesuai dengan batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah, supaya mereka tak sama dengan hewan. Allah berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Ruum: 21).

Ruh

Kebutuhan dan gizi yang akan menguatkannya adalah, iman kepada Penciptanya, hubungan dengan-Nya, beribadah, kembali, dan taat kepada-Nya, yaitu dengan mengerjakan apa yang telah diwajibkan atasnya, dan menjauhi segala larangannya, karena ia senantiasa membutuhkan Tuhan yang telah menciptakannya, yang dengan-Nya ia akan senantiasa mereasa tenang, aman, optimis, senang, bahagia, dan merasakan kenikmatan, dengan-Nya pula ia akan merasa aman dari ketakutan, dan rasa gundah, yang akan memberikan efek negatif bagi jasadnya, dan bisa berujung kepada kehancuran. Allah berfirman,

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra'd: 28).

Akal

Agama Islam telah mengangkat derajat akal, dan memberi manusia kebebasan dalam berfikir mengenai segala perintah yang ia dapatkan, seorang manusia tidak akan beriman kepada suatu keyakinan yang diyakininya, kecuali setelah ia merasa puas dan ridha, dan ia tidak akan mengambil syariat sebagai jalan hidupnya, kecuali setelah ia menghayati kebenaran syariat tersebut.

Inilah perbedaan yang telah Allah jadikan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal, manusia bisa berkembang, sehingga ia bisa memanfaat segala hal yang meliputinya, mulai dari langit, bumi, dan laut, untuk memperbaiki keadaan hidup mereka. Dengan akal, mereka bisa memperbaiki akhlak, dan perangai mereka, juga mengangkat pemahaman dan mengatur masyarakat di sekitar mereka. Dan dengan akal pula ia bisa mengetahui mana yang benar, dan yang salah, yang baik, dan yang buruk, yang bermanfaat, dan yang tidak.

Ia juga merupakan sebab dibebaninya seseorang dengan kewajiban dalam agama Islam. Diantara bentuk keadilan Allah, bahwa Allah tidak akan menghisab seseorang melainkan orang yang memiliki akal. Maka barangsiapa yang tidak memiliki akal, menurut syariat Islam, orang itu tidak diminta untuk melakukan kewajiban dan tidak dihitung amalannya.

Oleh karena itu agama Islam memerintahkan untuk menjaga akal, juga menetapkan hukuman baik di dunia maupun di akhirat bagi orang yang berusaha untuk merusak akalnya dengan minum minuman keras atau menggunakan narkoba. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).

Agama Islam mensifati orang yang ingin merusak akal mereka layaknya hewan, yang tidak memiliki hasrat melainkan untuk makan, minum, dan berkembang biak. Allah berfirman,

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (QS Al-Anfal: 22).

Dan akal memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, supaya ia bisa menjadi matang dan bisa digunakan untuk berfikir dan menghasilkan sesuatu, dan kebutuhan tersebut adalah:

Pertama: Pengetahuan

Allah membekali akal dengan berbagai indera, diantaranya pendengaran, penglihatan, penciuman, dan peraba, yang dengannya seorang bisa mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang bermacam-macam, sehingga ia bisa memakmurkan bumi ini dan memanfaatkan segala yang ada di dalamnya untuk kebaikan dirinya dan kehidupannya, dengan menciptakan dan mengembangkan potensi yang ada pada sumber daya alam di sekitarnya. Allah berfirman,

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78).

Oleh karena itu agama Islam sangat memuliakan derajat ilmu dan para ulama, jauh sekali perbedaan antara seorang alim (berilmu) dengan seorang jahil (tidak berilmu). Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar: 9).

Agama Islam juga menjadikan menuntut ilmu sebagai salah satu ibadah, yang dengannya seseorang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah, khususnya ilmu-ilmu yang bisa memberikan manfaat bagi manusia, oleh karena itu, para ulama kaum Muslimin terdahulu, berlomba-lomba untuk menuntut ilmu, yang hasilnya, mereka mampu memberikan ilmu kepada seluruh manusia di seluruh dunia, dan dengannya kita bisa membangun peradaban dan kemajuan yang ada di zaman ini. Allah berfirman,

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah: 11).

Kedua: Berfikir

Kesempatan untuk berfikir sangatlah luas, ia merupakan olah raga bagi akal, dan penenang jiwa. Seorang berdiam diri, dan membebaskan akalnya untuk berfikir mengenai alam yang luas ini, agar ia bisa menghayati segala hal yang telah diciptakan Allah di dalamnya, dan ketika jiwa dan akalnya bersih, ia akan mengetahui hakikat alam semesta ini, yang tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri, atau diciptakan oleh makhluk semisalnya, ataupun tercipta tiba-tiba saja. Dengannya ia akan meyakini akan keberadaan Tuhan yang telah menciptakannya. Allah berfirman,

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu.” (QS Al-A'raaf: 185).

Berfikir dan bertadabbur merupakan salah satu ibadah yang utama dalam agama Islam, banyak sekali ayat-ayat yang menganjurkannya. Allah meminta hamba-Nya untuk melihat, "Tidakkan mereka melihat", berfikir, "Apakah mereka tidak berfikir", mengingat, "Apakah kalian tidak mengingat", menggunakan akal, "Apakah kalian tidak berakal", dan menghayati apa yang mereka perhatikan, "Apakah mereka belum pernah memperhatikan", semua itu dilakukan demi mewujudkan tujuan yang sangat mulia, yaitu menunjukkan akan keberadaan dan kebesaran Allah, dan diantara ayat-ayat tersebut,

Ajakan untuk memikirkan kenikmatan yang kita rasakan, yang telah diciptakan dan diberikan Allah untuk kita. Allah berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).” (QS Ar-Ruum: 20-25).

Ajakan untuk berfikir mengenai pepohonan yang tumbuh saling berdampingan, di tanah yang sama, disirami dengan air yang sama, dan mendapatkan pupuk yang sama, namun buah yang dikeluarkannya berbeda. Allah berfirman,

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Ra'd: 4).

Ajakan untuk berfikir mengenai jiwa manusia, bagaimana ia bisa dibuat, dan ciptakan, juga segala anggota tubuh yang ada di dalamnya, mereka semua memiliki fungsi yang tidak bisa digantikan oleh alat buatan manusia. Allah berfirman,

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS Adz-Dzariyat: 20-22).

Ajakan untuk memikirkan serangga yang ada di sekitar kita, dan manfaat yang bisa didapat manusia dari sebagiannya. Allah berfirman,

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS An-Nahl: 69).

Ajakan untuk berfikir menganai hewan-hewan yang ada di sekitar kita, yang telah diciptakan untuk kita, agar kita bisa memakannya, meminum susunya, dan menungganginya. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (QS An-Nahl: 66-67).

Ajakan untuk berfikir, mengenai burung yang terbang di angkasa, Allah jadikan bagi mereka udara sehingga bisa membuat mereka terbang, dan menciptakan bagi mereka sayap-sayap yang bisa mengangkat mereka ke langit, padahal manusia tak mampu mencontohnya, walaupun ia memiliki sayap lebih banyak dari pada burung. Allah berfirman,

“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.” (QS An-Nahl: 79).

Sayyid Quthub mengatakan:

"Akan tetapi coba perhatian burung, ia mengepakkan dan membuka sayapnya, lalu ia mengatupkan dan menutupnya, dan dalam dua keadaan ini, membuka dan menutup sayap, tetap ada di atas langit, ia terbang di angkasa dengan mudah, dan terkadang ia melakukan manuver yang sangat cantik, karena keindahan gerakannya, perhatikan fenomena ini, memperhatikan macam-macam burung dengan kekhasannya masing-masing tidak bosan dipandang mata, dan tidak pula membosan bagi hati. Ia merupakan kenikmatan yang dengannya kita bisa memikirkan dan menghayati ciptaan Allah yang luar biasa, yang bercampur di dalamnya kesempurnaan dan keindahan, dan Al-Quran mengisyaratkan fenomena yang menarik ini, Allah mengatur mereka dengan aturan alam yang luar biasa, yang sangat memperhatikan setiap hal kecil dan besar, dan dihitung dengan perhitungan yang sangat teliti, membuat burung terbang di angkasa sama halnya dengan membuat hewan ternak hidup di bumi, dan sama dengan membiarkan pesawat terbang di angkasa, termasuk yang ada di luar angkasa, juga sama dengan menahan planet-planet yang ada, tidak ada yang mampu membuatnya tetap di orbitnya masing-masing kecuali Allah".

Ajakan untuk berfikir mengenai alam semesta, mulai dari bumi, langit, dan segala yang tercipta di dalamnya dan diantara keduanya, bagaimana cara menciptakannya, dan bagaimana mengatur kehidupannya. Allah berfirman,

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS An-Nuur: 45).

Dan bagaimana Allah membagi rejeki dan memisah habitat mereka, apa yang sesuai untuk satu jenis, tidak sesuai untuk jenis yang lain, habitat yang sesuai untuk satu jenis, tidak sesuai bagi jenis yang lain. Allah berfirman,

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS Huud: 38).

Ajakan untuk memperhatikan asal muasal penciptaan manusia, jalan hidup mereka, makanan dan minuman mereka. Allah berfirman,

“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya. Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua). Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya. Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang. (Sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian", bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur. Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.” (QS Al-Waqi'ah: 58-73).

Oleh karena itu Al-Quran mencela orang-orang yang tidak memperhatikan, tidak berfikir, dan tidak mengambil pelajaran dari apa yang bisa ia lihat di dunia yang luas ini, mereka disifati sebagai orang yang kehilangan indera mereka, karena mereka tidak mengenal pencipta mereka, dan tidak pula mengetahui tujuan dari penciptaan mereka, mereka disamakan dengan hewan yang tidak memiliki akal. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al-A'raaf: 179).

Akan tetapi agama Islam memberi batasan bagi pikiran manusia, supaya mereka bisa mengenal Allah melalui makhluk-makhluk yang telah diciptakan-Nya, mereka berhenti pada batasan tersebut, dan tidak melampauinya, sehingga mereka memikirkan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan, karena akal manusia adalah makhluk, ia memiliki batasan untuk bisa memikirkan sesuatu, dan barang siapa yang memaksakan akalnya untuk memikirkan sesuatu di luar batas kemampuannya, maka ia telah berbuat dzalim kepadanya. Ia layaknya seorang yang menaruh lampu bertenaga 110 volt, di saluran listrik bertenaga 220 volt, dan hasilnya pasti kita tau.

 

 

Allah Memilih Bani Adam

Dari sekian banyak makhluk yang diciptakan Allah di alam semesta ini, Allah memilih manusia, dan melebihkan mereka dari seluruh makhluk lainnya. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Israa: 70).

Dan diantara bentuk kemuliaan yang Allah berikan kepada bani Adam adalah:

Allah Ciptakan Alam Semesta untuk Mereka

Allah ciptakan bagi manusia alam semesta ini, langit dan buminya, juga segala makhluk yang ada di dalamnya, dengan sebaik-baik penciptaan, dan Allah jadikan alam semesta supaya cocok untuk kehidupan mereka, dengan menjadikan segala hal yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, mulai dari udara, air, rizki, hewan-hewan, pepohonan, dan tumbuh-tumbuhan, Allah jadikan itu semua bagi mereka, supaya mereka bisa menggunakannya sesuai dengan ilmu dan akal yang telah Allah berikan kepada mereka, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Allah. Allah berfirman,

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS Al-Jatsiyah: 13).

Allah juga memerintahkan mereka untuk menjaga alam semesta, memperbaiki, dan memakmurkannya, untuk menjaga lingkungan yang ada di dalamnya, baik tanah, langit, ataupun laut, supaya tetap menjadi lingkungan yang baik untuk menjadi tempat hidup mereka, juga orang-orang yang akan datang setelah mereka, Allah melarang mereka untuk merusaknya ataupun melakukan kerusakan di dalamnya. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A'raaf: 56).

Menjadikan Mereka Khalifah di Muka Bumi

Allah memuliakan manusia, dan menjadikan mereka sebagai pemimpin di bumi, mereka saling menggantikan satu sama lain, dari generasi ke generasi, tanpa terputus, mereka saling mewarisi ilmu dan agama, demi berlangsungnya sunnatullah (ketetapan Allah) di dunia ini sebagaimana yang telah Ia kehendaki. Allah berfirman,

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-An'aam: 165).

Allah jadikan dunia ini cukup untuk mereka tinggali, begitu juga makhluk-makhluk-Nya yang lain, Allah menjamin rizki dan kebutuhan mereka, sampai masa yang telah ditentukan. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” (QS Fusshilat: 9-10).

Persatuan dan Kebersamaan

Allah menciptakan manusia, dan menyebar mereka di segala penjuru dunia, untuk tujuan yang diinginkan Allah, Allah jadikan mereka berbeda-beda ras dan kabilah, setiap mereka memiliki adat istiadat, bahasa, dan bentuk yang berbeda-beda, supaya mereka bisa saling mengenal, dan saling bertukar kebaikan duniawi antara mereka, Allah tidak menjadikan mereka berbeda supaya mereka bisa menganiaya satu sama lain, merampas satu sama lain, ataupun menjajah satu sama lain, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Tuhan kita tabaaraka wa ta'ala. Allah berfirman,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat: 13).

Allah ciptakan bumi ini berbeda-beda antara satu tempat dengan yang lain, sebagaimana Allah ciptakan manusia, yang saling berbeda dari segi kemampuan, pikiran, dan bentuk mereka, kebaikan yang dimiliki oleh suatu kaum, belum tentu ada pada kaum yang lain, dan sebagainya. Itu semua demi mencapai tujuan saling mengenal tadi, juga mencapai persatuan dan kebersamaan, untuk merealisasikan kebaikan bagi mereka semua, sehingga mereka bisa saling bertukar pengalaman, dan pengetahuan, juga saling membantu satu sama lain. Allah berfirman,

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf: 32).

Allah tidak menciptakan mereka untuk saling mencela satu sama lain, atau menghina satu sama lain, akan tetapi agar mereka bisa menghormati satu sama lain, dan saling membantu untuk berkembang mencapai kehidupan yang lebih baik. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11).

Oleh karena itu, agama Islam sangat melarang segala perkara yang bisa memecah belah mereka, ataupun membuat mereka saling membenci satu sama lain, juga perkara yang bisa menghasilkan permusuhan, iri dan dengki diantara manusia. Allah berfirman,

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS Al-Humazah: 1).

Agama Islam juga melarang segala hal yang bisa menghancurkan masyarakat, seperti rasa iri, dan dengki, yang keduanya merupakan tabiat setan yang berada di sebagian jiwa yang buruk dalam diri manusia, sifat yang membuat seseorang tidak ingin orang lain mendapat kebaikan, sehingga muncullah fitnah, kebencian, dan permusuhan, antara manusia, sehingga mereka saling membunuh satu sama lain, dan tidak menyayangi satu sama lain, oleh karena itu Rasulu Allah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

"Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling najasy[1], janganlah kalian saling membelakangi, janganlah kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara". (Muttafaq 'alaihi).

Agama Islam memerintahkan untuk melakukan segala hal yang bisa menjaga persatuan dan kesatuan, juga menyebarkan rasa kasih sayang kepada sesama. Allah berfirman,

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma´ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa: 114).

 

 

 

Asal Agama

Sebagaimana manusia berasal dari satu orang, demikian pula agama yang telah Allah ridhai bagi mereka pun hanya satu dampai hari kiamat, yaitu Islam, yang artinya berserah diri kepada Allah, tunduk dan taat kepadanya, dan berlepas diri dari syirik, Islam adalah agama bapak kita, Adam. Allah berfirman,

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali 'Imran: 19).

Agama yang menjadikan segala gerak-gerikmu semuanya hanya untuk Allah, tuhan semesta alam, tanpa ada sedikitpun yang kamu berikan kepada makhluk. Allah berfirman,

“Katakanlah: “sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".” (QS Al-An'aam: 162-163).

Semua Rasul 'alaihimus salam dari setelah Adam, agama mereka Islam, mereka diutus untuk berdakwah kepadanya, agar mereka mengeluarkan para hamba, dari menuhankan hamba yang semisalnya, menuju peribadatan kepada Tuhannya para hamba, dari sejak Nuh 'alaihis salam sampai Nabi terakhir Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallam. Allah berfirman,

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".” (QS Al-Anbiya: 25).

Islam merupakan agama para Nabi, bukan hanya untuk salah satu Nabi saja, ia merupakan agama yang telah ditetapkan dan diridhai oleh Allah untuk seluruh hambanya. Allah berfirman,

“Dia telah mensyari´atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.” (QS As-Syuuraa: 13).

Ia merupakan ajakan Nabi Ibrahim 'alaihis salam kepada anaknya, dan wasiat anak keturunannya kepada penerus mereka. Allah berfirman,

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".” (QS Al-Baqarah: 132).

Ia merupakan seruan Nabi Musa 'alaihis salam bagi kaumnya. Allah berfirman,

“Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri".” (QS Yunus: 84).

Dan ia juga merupakan agama yang dipeluk oleh Isa 'alaihis salam dan para pengikutnya, mereka menyeru kaum mereka kepada agama ini. Allah berfirman,

“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri”.” (QS Ali Imran: 52).

Dan agama inilah yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam penutup para Nabi, bahwa agama Islam, adalah agama tauhid, yang merupakan agama para Nabi dan Rasul, dan yang dihapus dengan diutusnya beliau hanyalah hukum-hukum syariat para Nabi dan Rasul terdahulu, syariat tersebut diganti dengan syariat yang lengkap dan universal, baik untuk setiap masa dan waktu, adapun keyakinannya, maka tidak berubah ataupun diganti. Rasulu Allah shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat. Para Nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu." (Muttafaq 'alaihi).

Maka agama Islam bukanlah agama baru, sebagaimana yang diyakini sebagian orang, akan tetapi ia merupakan agama yang harus diantu oleh manusia, karena ia merupakan agama asal mereka, dan Allah tidak menerima agama yang lainnya. Allah berfirman,

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran: 85).

Apabila kenyataannya demikian, maka marilah saudaraku, pembaca yang budiman, kita sama-sama kembali kepada asal agama kita, yang dianatu oleh nenek moyang kita, tinggalkan segala hal yang telah ditambahkan kepadanya, yang telah mengeluarkanmu dari tauhid menuju syirik, dari sunnah menuju bid'ah, yang telah dilakukan oleh orang tuamu baru-baru ini, apabila engkau ingin mencontoh, maka contohlah nenek moyangmu yang lalu, yang dahulu mereka berada di atas tauhid, jangan ikuti orang tuamu yang telah mengganti ajaran tersebut. Allah berfirman,

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka).” (QS Luqman: 21).

Karena kembali kepada kebenaran, lebih baik dari pada harus terus menerus di dalam kebatilan, walaupun itu harus mengorbankan harta, jabatan, dan kekuasaanmu, karena kenikmatan yang abadi, lebih baik dari pada kenikmatan yang fana, dan saya yakin, jika banyak orang diantara kita yang ingin menelusuri garis nasabnya, niscaya ia akan dapati bahwa salah satu pendahulunya merupakan seorang Muslim, dan kebenaran lebih berhak untuk diikuti, maka bersegeralah, jangan ragu-ragu.

 

 

 

Asal Mula Syirik pada Manusia

Pada masa yang ada antara Adam dan Nuh 'alaihimas salam, selama sepuluh abad, manusia berada pada satu agama, yaitu Islam, mentauhidkan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, beribadah hanya kepada-Nya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah,

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS Al-Baqarah: 213).

Dan hasil dari bertambah banyaknya anak keturunan Adam dari generasi ke generasi ialah, tersebarnya mereka di seluruh muka bumi, demi mencari rizki, dan tempat yang bisa mereka jadikan tempat tinggal, yang peristiwa ini membuat mereka menjadi jauh dari sumber yang baik dalam hal beribadah kepada Allah, maka mulailah merebak diantara mereka pelanggaran, keyakinan yang salah, dan memasukkan sesuatu yang baru kepada agama mereka, sehingga aqidah mereka menyimpang, dan mereka pun tersesat dari jalan yang lurus, inilah yang diinginkan oleh setan, yang telah mengeluarkan ayah mereka, Adam, dan ibu mereka, Hawa, dari surga, rasa iri dan dengkinya berlanjut kepada anak keturunan mereka berdua, ia berusaha untuk membuat mereka terjatuh kepada kesyirikan dan maksiat, sehingga mereka bisa masuk kedalam neraka. Sebagaimana yang Allah jelaskan,

“Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu semua kepada Adam", lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata, "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah? Dia (iblis) berkata, "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil". Tuhan berfirman, "Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup.” (QS Al-Israa: 61-63).

Adapun awal mula munculnya syirik di muka bumi terjadi pada masa kaum Nuh 'alaihis salam, ketika setan membujuk mereka untuk beribadah kepada berhala secara bertahap, bukan serta merta, awalnya ia membujuk mereka untuk mengagungkan orang-orang yang telah dikubur, dan berdiam diri di kuburan mereka, sampai akhirnya mereka terjerumus kepada kesyirikan. Oleh karena itu, diantara kaidah fiqih dalam Islam adalah, mengharamkan segala jalan dan sarana yang akan menjurus kepada syirik. Allah bercerita mengenai mereka,

“Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya´uq dan nasr".” (QS Nuh: 21-23).

Ibnu Abbas mengatakan:

"Nama-nama ini adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nuh, ketika orang-orang tersebut wafat, setan membujuk mereka agar meletakkan batu di atas tempat duduk orang-orang shaleh tersebut, dan menamakannya dengan nama mereka, lalu kaum Nuh pun menurutinya, namun mereka masih belum menyembahnya, sampai akhirnya ketika generasi mereka semua sudah meninggal, dan ilmu mulai dilupakan, mulailah batu-batu tadi disembah". (Shahih Bukhari).

Nabi Nuh mendakwahi mereka selama 950 tahun, ia mendakwahi mereka setiap malam dan siang, bahkan ia menggunakan segala bentuk retorika untuk mendakwahi mereka, baik secara diam-diam, ataupun terang-terangan, namun mereka menyombongkan diri dan mengingkari Nuh, lalu Nuh pun berdoa kepada Tuhannya, maka dihancurkanlah mereka dengan banjir bandang. Allah berfirman,

“Nuh berkata, "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam”.” (QS Nuh: 5-9)

Sampai firman-Nya,

“Nuh berkata, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir”.” (QS Nuh: 26-27).

Setelah Allah menghancurkan kaum Nuh, dan menyelamatkan Nuh Bersama orang-orang mukmin dan makhluk-makhluk lain yang dibawa diatas bahteranya. Sebagaimana Allah jelaskan dalam firman-Nya,

“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman, "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS Huud: 40).

Dimulailah bumi ditata dari awal oleh orang-orang beriman yang ada bersama Nuh, dan seiring berjalannya waktu, ketika orang-orang itu sudah wafat, datanglah kaum setelah mereka, mereka dibujuk lagi oleh setan untuk membuat patung ayah-ayah mereka yang dahulu pernah diselamatkan oleh Allah dari banjir bandang untuk bisa diingat oleh mereka, lalu berangsur-angsur ke masa berikutnya, sampai akhirnya mereka pun menyembah patung-patung tadi, maka Allah pun kemudian mengutus Nabi-Nya Huud 'alaihis salam untuk mengembalikan mereka menuju agama yang benar, namun mereka mengingkarinya, maka Allah pun hancurkan mereka dengan angin puting beliung. Allah berfirman,

“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ´Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan), "Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar". Mereka menjawab, "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar". Ia berkata, "Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh". Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami". (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (QS Al-Ahqaaf: 21-25).

Kemudian datang setelah mereka kaum Tsamud, mereka beribadah kepada berhala, maka Allah utus kepada mereka Nabi Shaleh 'alaihis salam, supaya mengembalikan mereka kepada peribadatan kepada Allah, namun mereka mendustakannya, maka Allah pun hancurkan mereka. Allah berfirman,

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.” (QS Al-Haaqah: 5).

Dan kaum Ibrahim, bapaknya para Nabi, 'alaihis salam, mereka beribadah kepada bintang dan berhala, maka Ibrahim pun mengingatkan dan melarang mereka, namun Mereka tidak mengindahkannya, maka Allah oun hancurkan mereka. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya? Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata, "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata".” (QS Al-Anbiyaa: 51-54).

Kemudian datanglah Bani Israil, Allah utus kepada mereka Musa 'alaihis salam, namun mereka malah membuat patung anak sapi dan menyembahnya selain Allah, dan itulah awal mula masuknya syirik kepada mereka. Allah berfirman,

“Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi".” (QS Al-A'raaf: 148-149).

Dan pada akhirnya, Bani Israil mulai menyembah 'Uzair, maka Allah pun utus kepada mereka Nabi Isa 'alaihis salam untuk mengembalikan mereka kepada tauhid, beribadah hanya kepada Allah semata. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".” (QS Shaff: 6).

Namun seiring berjalannya waktu, mereka malah menyembah Isa 'alaihis salam, dan mempersekutukannya dengan Allah, mereka mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah, dan ia merupakan salah satu dari tiga tuhan –maha besar Allah dari tuduhan yang mereka katakan–. Allah berfirman,

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” (QS Annisa: 171).

Enam ratus tahun, adalah masa antara Isa sampai diutusnya Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, seluruh dunia saat itu berada di tengah kegelapan, sampai-sampai hampir tidak ditemukan orang yang beribadah kepada dengan benar, kecuali segilintir orang dari ahli kitab yang beribadah kepada Allah sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim. Mereka adalah pengikuti Arius, saat itu setan telah mengajak manusia untuk menyembah berbagai macam sesembahan, ada yang menyembah api, air, batu, pohon, sapi, bahkan adapula yang diajak untuk menyembah setan itu sendiri. Semua orang beribadah sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya yang telah keliru, mereka beribadah kepada makhluk yang sama seperti mereka, yang tak mampu memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, apalagi kepada orang lain. Maha benar Allah yang berfirman,

“…Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS Fathir: 13-14).

Alkairuwani rahimahullah mencoba menggambarkan keadaan di masa yang penuh kegelapan ini. Ia mengatakan,

"Sesungguhnya Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam muncul di masa ketika manusia membutuhkan orang yang bisa menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus, dan mengajak mereka menuju agama yang lurus, karena bangsa Arab saat itu, banyak menyembah berhala, membunuh anak perempuan mereka. Bangsa Persia meyakini adanya dua tuhan, mereka berzina dengan ibu dan anak perempuan mereka. Bangsa Turki (maksudnya orang-orang Tatar), mereka biasa menghancurkan negara orang lain dan menyiksa manusia. Orang India yang menyembah sapi, mereka sujud kepada pohon dan batu. Dan orang-orang Yahudi yang tetap ingkar, dan meyakini adanya persamaan antara Tuhan dan makhluk, mereka menyebarkan kabar-kabar palsu dan dusta. Juga orang Kristen yang meyakini trinitas, beribadah kepada salib, dan patung-patung orang yang disucikan. Demikian pula orang-orang yang ada pada sekte-sekte sesat lainnya, mereka melenceng dari kebenaran, meyakini hal-hal yang mustahil. Maka tidaklah sesuai dengan hikmah Allah, jika Ia tidak mengutus pada masa itu seorang manusia yang bisa menjadi rahmat bagi semesta alam, dan tidak ada satu pun yang sesuai untuk posisi itu, dan cocok untuk mengemban tanggung jawab ini selain Muhammad bin Abdillah shalla Allahu 'alaihi wa sallam. Maka dia pun mulai menghilangkan keyakinan-keyakinan yang salah, dan perkataan-perkataan yang keliru, maka terbitlah cahaya tauhid, dan sinar kebenaran, dan hilanglah segala kegelapan syirik, dualisme tuhan, trinitas, dan penyamaan Tuhan dengan makhluk, baginya sebaik-baik shalawat dan salam."

Di masa seperti ini, Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam diutus, ketika umurnya sudah mencapai usia empat puluh tahun, Allah pilih ia sebagaimana Allah telah memilih para Nabi sebelumnya, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Allah turunkan kepadanya syariat yang sesuai untuk diterapkan pada setiap masa dan tempat, yang mengandung hukum yang menjamin keamanan dan kebahagiaan bagi setiap manusia, juga memberikan kehidupan mulia bagi mereka semua. Diantara bukti akan hal tersebut, satu dalil yang diambil dari syariat ini saja sudah menjamin hal itu semua, Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian, adalah haram atas kalian, sebagaimana diharamkannya hari kalian ini". (Muttafaq 'alaihi).

Dan dakwah beliau, sama dengan dakwah saudara-saudaranya, para Nabi sebelumnya. Yaitu dakwah kepada iman kepada Allah, satu-satu-Nya tuhan yang berhak disembah, dan tidak mempersekutukan-Nya. Dakwah yang mengajak kepada segala kebaikan, dan memperingati akan segala keburukan. Diutusnya beliau adalah rahmat bagi semesta alam, dan karunia bagi seluruh makhluk, untuk mengeluarkan mereka dari kesesatan dan kebodohan yang selama ini meliputi mereka. Allah berfirman,

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS Ali Imran: 164).

Dengan diutusnya beliau, agama seluruh manusia disempurnakan, begitu pula dengan kenikmatan bagi mereka. Allah berfirman,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah: 3).

Di sini terbesit satu pertanyaan, yaitu hukum-hukum dan undang-undang buatan manusia, yang selama ini selalu mereka gembar-gemborkan siang dan malam dalam skala internasional, apa yang telah mereka berikan bagi manusia? Apakah hal itu sudah bisa memberikan mereka kebahagiaan? Apakah hal itu sudah bisa mengatasi kemiskinan mereka? Apakah hal itus sudah memberikan kemudahan bagi kehidupan mereka? Apakah hal itu sudah bisa memberikan kehormatan mereka sebagai seorang manusia? Dan apakah hal itu telah memberikan mereka kebebasan hakiki yang tetap menjaga kehormatan mereka? Atau hanya kebebasan semu, yang sebatas kebebasan untuk menjadi rusak dan merusakkan, dan menolak setiap akhlak mulia, syariat, maupun agama?!!

Lemparkan tanyaan ini kepada dirimu, lalu pandanglah alam di sekelilingmu. Niscaya kau akan dapati, bahwa peraturan-peraturan ini manfaatnya hanya bagi sebagian negara tanpa yang lain, hanya untuk sebagian manusia tanpa yang lain, dan hanya untuk satu kelompok yang ingin memperbudak orang lain. Kelaparan yang terjadi di banyak tempat di muka bumi ini, sebabnya adalah peraturan internasional! Penjajahan, dan perbudakan. Sebabnya adalah hukum internasional! Peperangan dan kerusuhan, penggeraknya adalah hukum internasional! Inilah apa yang telah dihasilkan oleh hukum dan peraturan internasional. Maka kembalilah ke asal kalian, niscaya kalian akan bahagia di dunia maupun di akhirat.

 

 

Kebutuhan Manusia akan Diutusnya Para Rasul

Manusia tanpa agama dan syariat, akan menjadi layaknya hewan tak berguna yang tak memiliki tujuan melainkan kepuasan dirinya sendiri. Mereka akan mencari keuntungan di dunia ini tanpa memperhatikan cara yang mereka gunakan, mereka menahan dirinya hanya sebatas untuk mengatur supaya mereka tidak mendapat keburukan. Tanpa agama, hukum rimba akan kembali merebak, yang kuat akan memakan yang lemah, dan rasa kasih sayang akan dicabut dari hati manusia. Agama dan syariat adalah rahmat bagi seluruh manusia, yang hendaknya mereka semua diajak untuk mempraktekkannya, karena ia mampu menjamin hak dan kehidupanmu, baik ketika kau kaya atau miskin, ketika sehat ataupun sakit, dan ketika kau kuat ataupun lemah. Untuk mengetahui hal ini, dengarlah satu bagian dari syariat yang telah diturunkan kepada Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, yang berisi jaminan akan hak-hak manusia, yang akan mereka terima tanpa mereka harus memintanya. Beliau bersabda,

"Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam (pemimpin negara) adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluaganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang wanita (ibu rumah tangga) adalah pemimpin (pengatur) di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin (pengatur) pada harta tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya." (Muttafaq 'alaihi).

Oleh karena itu, Allah menganggap diutusnya para Rasul, merupakan salah satu kenikmatan yang telah Allah berikan kepada manusia, juga merupakan salah satu bentuk rahmat-Nya kepada mereka. Allah tidak membiarkan mereka begitu saja berkutat dengan hawa nafsu dan prasangka mereka, dan tidak pula dengan akal mereka yang lemah dan terbatas, yang tak kan mampu menuntun mereka tanpa syariat dan agama. Segala bekal yang telah Allah berikan kepada manusia, dan merupakan sarana mereka untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan, baik pendengaran, penglihatan, dan akal, tidak mampu menunjukkan dan menuntun mereka mencapai tujuan yang untuknya mereka diciptakan, hal-hal itu juga tidak akan bisa membuatkan mereka syariat ataupun peraturan yang bisa mengatur kehidupan mereka, merealisasikan keadilan dan kesetaraan di antara mereka, dan menjaga hak kemanusian mereka, sehingga tidak ada seorang pun yang memiliki kedudukan lebih dari yang lain melainkan dengan ketakwaan, dan amal shaleh. Hukum yang tidak tunduk dihadapan hawa nafsu, dan tidak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal di sekitarnya yang bisa mempengaruhi validitas, kelengkapan, dan keuniversalannya, hukum yang cocok untuk diterapkan di setiap masa ataupun tempat. Allah berfirman,

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-Rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-A'raaf: 35-36).

Tabiat yang telah Allah tetapkan pada penciptaan manusia, tidak memungkinkan mereka untuk bisa melakukan pekerjaan yang agung ini. Itu bukanlah kekurangan, akan tetapi hal itu normal, yang menunjukkan akan kebutuhan mereka kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka, sesuai dengan jalan dan syariat yang cocok untuk keadaan mereka, akal manusia lemah, ia tidak bisa mengatur keadaan orang yang memilikinya, lantas bagaimana ia bisa mengatur keadaan seluruh manusia? Karena kelemahannya, kekurangan, dan perbedaannya antara satu sama lain. Terkadang apa yang baik menurut sebagian orang, bisa jadi buruk bagi sebagian yang lain, karena ia tidak bisa memikirkan apa yang tak mampu dicerna oleh indera, dan ketidaktahuannya akan apa yang terjadi di masa depan, apa yang bisa diterima pada hari ini, bisa jadi ditolak keesokan hari. Allah berfirman,

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS An-Nisaa: 28).

Begitu juga dengan tabiat asli yang telah Allah tetapkan bagi mereka, berupa sikap tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, dan ketidakstabilan mereka dalam satu keadaan, mereka kadang suka, kadang benci, kadang memberi, kadang menolak, kadang mendukung, dan kadang mengingkari, dsb. Semua ini membuat mereka tidak akan mampu untuk bisa mengatur kehidupan manusia. Allah berfirman,

“Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS Al-Israa: 11).

Ketidakstabilan akal mereka ini membuat manusia lebih banyak mengambil daripada memberi, banyak bersikap egois daripada mendahulukan orang lain, banyak bersikap kikir daripada menafkahi. Allah berfirman,

“Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". Dan adalah manusia itu sangat kikir.” (QS Al-Israa: 100).

Ditambah lagi akal manusia ini diciptakan dengan sifat sering lupa, dan ketidakmampuannya untuk mencakup segala hal yang ada di sekitarnya. Apa yang menurutnya benar hari ini, bisa jadi salah keesokan hari, apa yang mereka anggap nyata pada hari ini, bisa jadi mereka dustakan pada esok hari, dan lain sebagainya, Juga bisa jadi ada suatu perkara yang dibenarkan oleh akal manusia pada masa lalu, namun disalahkan oleh akal manusia di masa kini, sebagaimana akal manusia tidak terbebas dari kesalahan, ia pun hanya bisa memberikan hasil sesuai dengan keadaan, dan kejadiaan yang terjadi di sekitarnya saat itu. Lihatlah sekelilingmu, kau akan dapati bahwa banyak diantara hukum negara-negara yang telah ditetapkan oleh para cendikiawan yang ada di dalamnya, mulai berubah dan berganti hanya karena beberapa kasus tertentu yang dialami oleh negara-negara tersebut. Mereka terpaksa mengubah undang-undang agar sesuai dengan keadaan mereka saat ini. Apa yang ditetapkan dan dihukumi oleh akal ini tidak bisa konsisten, dan tidak bisa sesuai bagi setiap masa dan tempat, berbeda dengan syariat Tuhan. Allah berfirman,

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (QS Al-Ma'aarij: 19-21).

Kemudian mari kita lihat apa yang telah dihasilkan oleh akal sebagian manusia bagi masyarakatnya, yang berupa senjata pemusnah, pembunuh, dan perusak, mereka menciptakan alat-alat yang mereka gunakan untuk menjajah negara dan manusia lain, mereka bangga dengan kemampuan mereka yang mampu memusnahkan dunia –menurut mereka–. Bukankah ini semua karena mereka tidak memiliki agama dalam kehidupan mereka? Dan karena mereka tidak meyakini akan adanya hari kebangkitan dan perhitungan amalan manusia? Apabila amalannya baik, maka balasannya pun akan baik, namun jika amalannya buruk, maka balasannya pun akan buruk. Jika mereka meyakini perkara yang ghaib, niscaya mereka tidak akan melakukan sesuatu kecuali apa yang baik bagi diri mereka dan manusia lainnya. Mereka juga akan menjauhi segala perkara yang buruk bagi mereka dan orang lainnya. Allah berfirman,

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS Al-Zalzalah: 7-8).

Demikian pula akal manusia, jika ia tumbuh tanpa beriman kepada perkara yang ghaib, maka kelak ia hanya akan menyembah sesembahan-sesembahan yang mereka gunakan untuk membangun gedung-gedung mereka, baik berupa batu, atau pohon, atau mereka akan menyembah sesembahan yang mereka gunakan untuk memasak makanan dan minuman mereka, seperti api, atau sesembahan yang dimakan oleh manusia, seperti sapi, atau sesembahan dari hewan yang mereka bunuh, seperti tikus, atau sesembahan dari sesuatu yang mereka anggap sumber keburukan, seperti setan, dst.

Oleh karena itu, diutusnya para Rasul merupakan kebutuhan makhluk, agar para Rasul tersebut mampu menjelaskan kepada mereka syariat yang menjaga mereka dari kesalahan, dan menerangkan kepada mereka hukum-hukum yang benar. Dan sebagaimana yang telah kami sebutkan, bahwa apa yang dimiliki manusia berupa akal dan ilmu, hanya mampu mencerna sesuatu yang bisa ditangkap dengan indera saja. Adapun yang sebaliknya, baik berupa sesuatu yagn tidak bisa ditangkap oleh nalar manusia, atau perkara-perkara ghaib lainnya, hal tersebut tidak akan mampu mereka ketahui, kecuali melalui perantara para Rasul. Contohnya, sejarah mengenai umat-umat terdahulu sebelum kita, tidak mungkin kita mengetahuinya melainkan melalui perantara apa yang telah ditulis oleh para ahli sejarah, jika bukan karena tulisan-tulisan mereka, niscaya kita semua tidak akan mengetahuinya, walaupun seluruh dunia sudah berusaha untuk memeras akalnya. Demikian juga para Rasul, dan ini merupakan kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka, dimana Allah mengutus mereka di masa ketika manusia mulai menjauh dari jalan yang benar, Allah akan utus kepada mereka seorang Rasul, untuk mengembalikan mereka kepada-Nya, mereka akan menjelaskan kepada manusia syariat yang mampu mengatur kebutuhan mereka, baik yang sifatnya khusus maupun yang umum, dan menjelaskan kepada mereka jalan yang seharusnya mereka tempuh untuk sampai kepada Allah, pengutusan mereka juga bertujuan untuk menegakkan hujjah atas seluruh manusia, sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya,

“(Mereka Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisaa: 165).

Wahyu yang telah diturunkan kepada para Rasul tadi akan menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Ia merupakan cahaya, yang dengannya mereka mampu menatap masa depan mereka, menjadi penerang bagi mereka di tengah gelapnya kebodohan, menjadi jalan yang akan menyelamatkan mereka dari kesesatan, dan menjadi penentu kebahagiaan atau kebinasaan mereka tergantung seberapa kuat mereka berpegang teguh dengannya. Tidak ada jalan yang mampu menunjukkan mereka kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka kecuali melalui wahyu tersebut. Adapun jalan-jalan lainnya, maka itu merupakan jalan kehancuran dan kesesatan, sebagaimana yang telah Allah jelaskan,

“Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS Al-An'aam: 71).

Kemudian setelah itu, tersisa pilihan yang diberikan kepada manusia. Apakah mereka menerima apa yang telah Allah turunkan kepada para Rasul-Nya? Atau mereka malah menolaknya? Berbahagialah orang yang menerimanya, dan celakalah orang yang menolaknya. Allah berfirman,

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.” (QS Yunus: 99).

Maha benar Allah yang telah menjelaskan, bahwa wahyu yang diturunkan kepada para Rasul-Nya layaknya roh yang ada di dalam jasad, sebagaimana jasad tak mungkin hidup tanpa adanya roh, maka hati seorang manusia pun tak akan hidup dan merasa tenang melainkan dengan wahyu. Allah berfirman,

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS As-Syuura: 52).

 

 

 

Para Nabi dan Rasul 'alaihimus salam adalah Manusia Biasa

Semua orang yang Allah utus untuk menjadi Rasul ataupun Nabi, mereka adalah manusia, ini adalah sunnatullah (ketetapan Allah) pada makhluk-Nya. Allah utus kepada mereka seorang diantara mereka, dari kelompok mereka, tidak berbeda dengan mereka, kecuali dengan wahyu dan risalah yang telah Allah berikan kepada mereka, orang-orang kafir telah menjadikan sisi kemanusiaan para Rasul ini sebagai sebab untuk mengingkari kenabian mereka. Sebagaimana yang Allah ceritakan mengenai kaum Nuh, 'Aad, dan Tsamud, mereka mengingkari dakwah Rasul-Rasul mereka bukan karena sesuatu, melainkan karena para Rasul itu adalah manusia biasa. Allah berfirman,

“Berkata Rasul-Rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata, "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata". Rasul-Rasul mereka berkata kepada mereka, "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal”.” (QS Ibrahim: 10-11).

Allah juga menceritakan tentang Fir'aun dan pasukannya, ketika mereka semua mengingkari Musa 'alaihis salam. Mereka mengatakan bahwa alasan pengingkaran mereka, dan asalan mengapa mereka berusaha untuk mencegah dakwahnya. Allah berfirman,

“Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (Kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata, kepada Fir´aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takbur dan mereka adalah orang-orang yang sombong. Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?”.” (QS Al-Mu'minuun: 45-47).

Inilah kebiasaan orang-orang yang ingin mengingkari dan memerangi dakwah para Rasul, orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Dan penutup para Nabi dan Rasul, Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, pun tidak luput dari hal ini, orang-orang kafir Quraisy menggunakan cara yang sama dengan para pendahulu mereka yang telah mendustakan para Rasul terdahulu. Allah berfirman mengani hal itu:

“(lagi) Hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?”.” (QS Al-Anbiyaa: 3).

Seluruh Rasul tanpa terkecuali, bukanlah Tuhan. Mereka tidak memiliki sifat-sifat uluhiyah sedikitpun. Lihatlah Isa 'alaihis salam, ia berlepas diri dengan segala tuduhan yang diberikan orang-orang bahwa ia memiliki sifat uluhiyah. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS Al-Maidah: 116-117).

Begitu juga Nabi Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallam, ia pun menafikan jika dirinya memiliki sifat uluhiyah, Allah berfirman,

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".” (QS Al-A'raaf: 188).

Dan diantara bukti kemanusiaan mereka, mereka pun merasakan kematiasn layaknya manusia-manusia yang lain, mereka bukanlah manusia yang kekal abadi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah,

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali Imran: 185).

Mereka juga merasakan musibah sebagaimana yang dirasakan oleh manusia lainnya. Mereka bisa tertimpa penyakit, sebagaimana Ayyub 'alaihis salam tertimpa penyakit pada tubuhnya, hartanya hilang, ditinggal oleh keluarga dan anaknya, namun ia bersabar. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS Al-Anbiyaa: 83-84).

Mereka juga bisa dipenjara, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Yusuf 'alaihis salam. Allah berfirman,

“Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu.” (QS Yusuf: 35).

Mereka juga bisa diusir keluar dari kampung halamannya, sebagaimana yang diceritakan oleh Allah,

“Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-Rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".” (QS Ibrahim: 13-14).

Mereka juga bisa terbunuh, sebagaimana yang Allah ceritakan mengenai Nabi-Nabi Bani Israil yang dibunuh oleh orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil. Allah berfirman,

“Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong? Maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh.” (QS Al-Baqarah: 87).

Dan karena mereka manusia biasa, mereka pun memiliki kebutuhan layaknya manusia yang lain. Mereka makan, minum, bergaul dengan manusia, tertawa, menangis, bahagia, dan bersedih. Allah berfirman,

“Dan Kami tidak mengutus Rasul-Rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu maha Melihat.” (QS Al-Furqan: 20).

Ketika orang-orang kafir dari Bani Israil berlebihan dalam memuji Isa 'alaihis salam, dan mengakui ketuhanannya, Allah pun jelaskan bagi mereka bukti bahwa Isa 'alaihis salam adalah manusia biasa. Ia memiliki kebutuhan layaknya manusia yang lain, ia butuh makan, dan minum, tubuhnya pun mengeluarkan kotoran yang sama dengan manusia lainnya, ia membuang air besar ataupun kecil, juga berkeringat. Allah berfirman,

“Al Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS Al-Maidah: 75).

Para Rasul juga menikah dan memiliki anak keturunan. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).” (QS Ar-Ra'd: 38).

Kelebihan mereka adalah dakwah yang mereka lakukan ikhlas karena Allah, tidak untuk keuntungan duniawi, mereka tidak pernah meminta balasan ataupun harta dari kaumnya atas dakwah mereka, akan tetapi mereka hanya mengharap ganjaran dan balasan dari Allah, mereka semua mengatakan kepada kaumnya, sebagaimana yang telah Allah jelaskan dalam firman-Nya,

“Katakanlah, "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".” (QS Saba': 47).

Apabila para Rasul 'alaihimus salam saja mengingkari bahwa mereka berbeda dengan manusia lainnya, atau memiliki kemampuan untuk memberi keuntungan atau kerugian, lantas bagaimana kiranya dengan manusia yang menyembah berhala yang terbuat dari batu seakan-akan mereka beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan keuntungan dan kerugian? Padahal mereka semua mati, mereka bahkan tidak mampu memberi keuntungan bagi diri mereka sendiri. Maha Benar Allah yang Maha Agung,

“Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan.” (QS Al-Ahqaaf: 28).

 

 

Seluruh Nabi Mengajak untuk Beribadah Hanya kepada Allah

Berdakwah kepada tauhid, dengan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, dan meninggalkan syirik merupakan dakwah seluruh Nabi dan Rasul kepada kaum mereka. Allah berfirman,

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".” (QS Al-Anbiyaa: 25).

Mereka tidak mengajak manusia untuk beribadah kepada mereka ataupun kepada makhluk lain selain mereka, bahkan mereka sangat melarang hal yang demikian, sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya,

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan keNabian, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata), "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya, dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".” (QS Ali Imran: 79-80).

Nuh 'alaihis salam, Rasul pertama, ia berdakwah kepada kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun, menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah, dan meninggalkan segala kesyirikan yang pernah mereka lakukan. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS Al-A'raaf: 59).

Demikian pula Ibrahim, bapak para Nabi, 'alaihis salam, ia meminta kaumnya agar mereka mau beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, "Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan”.” (QS Al-'Ankabut: 16-17).

Hud 'alaihis salam, yang ia dakwahkan kepada kaumnya adalah mengesakan Allah, dan tidak mempersekutukan­-Nya dengan suatu apapun. Allah berfirman,

“Dan kepada kaum ´Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja”.” (QS Huud: 50).

Shaleh 'alaihis salam menyeru kaumnya untuk mengesakan Allah dalam beribadah dan tidak melakukan kesyirikan. Allah berfirman,

“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia".” (QS Huud: 61).

Musa 'alaihis salam, setelah ia dan kaumnya diselamatkan Allah dari Fir'aun dan bala tentaranya, kaumnya malah memintanya untuk membuatkan tuhan yang bisa mereka sembah, maka Musa pun menjelaskan kepada mereka akibat yang buruk bagi orang yang melakukan hal tersebut. Allah berfirman,

“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata, "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab, "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. Musa menjawab, "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat”.” (QS Al-A'raaf: 138-140).

Isa 'alaihis salam, ketika ia diutus kepada orang-orang kafir dari Bani Israil, untuk menyeru mereka kepada kebeneran dan tauhid, Allah bertanya kepadanya, dan Ia maha mengetahui dengan apa yang ada di dalam hatinya. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS Al-Maidah: 116-117).

Dan Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, penutup para Nabi, ia berdakwah kepada tauhid, dan meninggalkan segala sesembahan selain Allah, baik berupa patung, berhala, dan lainnya. Allah berfirman,

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 21).

Syariat dan Ideologi Kontemporer

Maha Benar Allah yang berfirman,

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al-An'aam: 116).

Sekarang mari kita perhatikan secara sekilas, agama dan ideologi yang banyak tersebar dan diikuti di dunia saat ini, supaya kita bisa melihat bahwa sebagian besarnya tidak sesuai dengan akal dan logika. Hal itu karena kesyirikan yang ada padanya, karena mereka telah menuhankan dan mensucikan para makhluk. Kita tidak berlaku dzalim kepada agama-agama tersebut, kita akui. Sebagian ajaran agama tersebut mengajak kepada akhlak yang terpuji, dan melarang dari sebagian akhlak yang tercela, setiap pembaca bisa mengambil kesimpulan darinya menggunakan akal yang telah Allah berikan kepada mereka, yang dengannya mereka bisa membedakan antara yang salah dan yang benar, yang masuk akal atau tidak, dan yang logis atau sebaliknya.

Taurat

Kitab suci orang-orang Yahudi saat ini, sudah diubah dan mengandung kesyirikan, dimana mereka meyakini bahwa 'Uzair adalah anak Allah, dan Tuhan mereka (YHWH / Jehova) tidaklah maksum (selamat dari kesalahan). Mereka meyakini bahwa Tuhan bisa salah, memberontak, bisa merasa menyesal, menyuruh untuk mencuri, dan kejam. Dia adalah Tuhan Bani Israil saja. Dengan ini, berarti ia memusuhi orang selain mereka, sebagaimana mereka juga meyakini bahwa mereka adalah makhluk-makhluk pilihan Allah, sedangkan orang selain mereka derajatnya di bawah mereka. Mereka mengatakan bahwa orang yang terlahir dari ibu yang tidak beragama Yahudi, maka ia tidak bisa masuk ke dalam agama Yahudi, mereka anggap agama mereka khusus bagi mereka saja, maka berarti agama mereka tidak bisa menjadi agama universal, dan bisa dianut oleh setiap manusia, mereka juga meyakini bahwa ruh-ruh orang Yahudi merupakan pecahan dari ruh Allah –-maha suci Allah dari tuduhan ini–, ketika ada orang non-Yahudi memukul orang Yahudi, maka seakan ia telah memukul Allah, agama mereka dibangun diatas resa benci dan iri kepada manusia selain mereka, sehingga bagi mereka boleh hukumnya memperbudak, mencurangi, mencuri, menipu, dan membohongi orang selain mereka, juga mereka boleh menetapkan pinjaman dengan riba yang sangat buruk kepada orang selain mereka, mereka juga membolehkan untuk bersaksi palsu atas orang lain, karena selain orang Yahudi menurut mereka layaknya seekor hewan, Al-Quran telah membantah segala keyakinan orang-orang Yahudi ini. Allah berfirman,

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah, "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (QS Al-Maidah: 18).

Perlu diketahui, bahwa orang Yahudi yang banyak kita dapati saat ini, para pemilik kedudukan dan kekayaan yang besar, mereka tidak murni berasal dari suku Ibrani / Israil yang asli, keturunan Nabi Ibarahim 'alaihis salam dari anaknya Israil, atau Nabi Ya'qub 'alaihis salam. Akan tetapi garis keturunan mereka sudah bercampur dengan orang-orang lainnya yang masuk ke dalam agama Yahudi hanya untuk kepentingan duniawi dan penjajahan saja, adapun keturunan Yahudi yang asli, yang berasal dari Israil (Ya'qub 'alaihis salam) malah mereka anggap sebagai orang-orang rendahan.

Injil

Yang dianut oleh orang Nasrani saat ini, mereka telah melewati beberapa fase yang berbeda-beda, yang mengubah mereka dari sebelumnya berada di atas agama yang telah diturunkan Allah, menjadi orang yang menganut agama paganisme yang sudah diubah-ubah. Orang yang paling berpengaruh dalam berubahnya agama Kristen adalah para politikus dan pendeta, hal itu karena keyakinan mereka saat itu adalah beriman kepada Tritunggal / Trinitas, yaitu Tuhan Bapak, Anak, dan Roh Kudus, mereka meyakini tiga dalam satu, dan satu dalam tiga, mereka sendiri banyak berbeda pendapat mengenai hal ini, karena tidak bisa dipahami, sampai akhirnya setiap sekte mengkafirkan pengikut sekte yang lain karena hal ini, Allah telah menghukumi mereka semua sebagai orang kafir jika mereka tidak meninggalkan kesyirikan yang mereka yakini Allah berfirman,

“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS Al-Maidah: 73).

Dan perlu dimengerti, bahwa syariat Injil adalah syariat yang diturunkan kepada Isa 'alaihis salam untuk menyeru orang-orang yang tersesat dari kalangan Bani Israil sepeninggalan Nabi Musa 'alaihis salam, bukan untuk semua manusia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Masih dalam Injil Matius (10:5-6),

"Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel."

Dari sini bisa kita menilai, bahwa agama Kristen saat ini adalah agama paganisme karena mereka telah mempersekutukan Allah, dengan menganggap Isa 'alaihis salam dan ibunya sebagai tuhan yang disembah selain Allah, padahal dahulu Isa berdakwah kepada Tauhid, dan meninggalkan segala kesyirikan kepada Allah, seperti yang Allah jelaskan,

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Maidah: 116-118).

Agama Kristen telah bercampur dengan agama dan keyakinan yang ada sebelumnya. Ia terkontaminasi dengan ajaran Mithras, agama yang ada di negara Persia sekitar enam abad sebelum masehi, yang di dalam ajarannya terdapat kisah yang sama dengan kisah penjamuan malam terakhir. Keyakinan Trinitas juga diambil dari ajaran Hindu, yang meyakini tiga tuhan yang bernama Wishnu sang penjaga, Shiva sang penghancur, dan Brahma sang pencipta. Agama Kristen juga mencontoh keyakinan hukum salib untuk menghapus dosa, juga keyakinan asketisisme, dan monastisisme untuk masuk kedalam kerajaan surga. Sebagaimana mereka juga mencontoh beberapa ajaran dan keyakinan dari agama Budha yang sudah muncul lima abad sebelum munculnya agama Kristen, dimana ilmu teologi sudah membuktikan banyaknya kesamaan antara kepribadian Budha dengan kepribadian AlMasih 'alaihis salam, juga dari segi kelahiran, dan kehidupan AlMasih, dengan keadaan yang dilewati oleh Budha, yang menegaskan bahwa agama Kristen telah terkontaminasi dengan ajaran Budha dalam banyak hal. Ia juga terkontaminasi dengan ajaran Babilion kuno, dimana kisah persidangan Ba'al dewa matahari, sama persis dengan kisah persidangan AlMasih 'alaihis salam, dari sini bisa kita dapati bahwa Injil sudah diganti, dan disusupi dengan ajaran-ajaran paganisme, yang menghilangkan inti ajaran yang dibawa oleh Isa 'alaihis salam dari Tuhan semesta alam.

Hindu

Agama Hindu diciptakan melalui fase yang sangat panjang, sampai-sampai tak dikenal siapa yang mendirikan agama ini, juga tidak diketahui oleh para penulis yang telah menulis mengenai agama ini. Ia merupakan gabungan antara filsafat India, ajaran Taurat, dan ajaran Injil yang sudah diubah-ubah, ia mengandung keyakinan paganisme yang tidak logis dan tidak masuk akal, berupa peribadatan kepada pohon, batu, kera, mensucikan sapi, mereka memberikan kedudukan yang sangat mulia bagi sapi, sampai-sampai mereka membuat patung sapi di candi-candi, rumah-rumah, dan tempat-tempat umum mereka, mereka memberikan bagi sapi hak yang tidak didapat oleh banyak manusia diantara mereka, ia boleh pergi kemana saja, tidak boleh disembelih, dan tidak boleh diganggu, dan apabila ia mati, maka ia akan dikubur dengan upacara keagamaan, ditambah lagi agama hindu juga meyakini adanya kasta yang telah mengelompokkan masyarakat menjadi lapisan-lapisan yang saling menyombongkan antara satu sama lain, keyakinan yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan prinsip keadilan yang paling dasar, semua ini membuktikan bahwa agama Hindu bukanlah agama Ilahi.

Budha

Ia adalah filsafat buatan yang diberi bumbu agama, ia berisi aturan mengenai akhlak, dan metode pemikiran yang dibangun diatas teori-teori filsafat, ajarannya bukanlah wahyu, melainkan pendapat-pendapat dan keyakinan dalam kerangka agama. Agama Budha muncul di India setelah munculnya agama Hindu pada abad ke-15 sebelum masehi. Dan setelah kematian pendirinya, Sidharta Gautama, atau yang dijuluki sebagai "Budha" pada 480-560 S.M, ia berubah menjadi keyakinan-keyanan bathil yang disertai dengan paganisme, dimana penganut agama Budha meyakini bahwa Budha adalah anak Tuhan, dan dialah orang yang telah menyelamatkan manusia dari segala keburukan dan musibah, ia juga yang telah menanggung segala kesalahan manusia, diantara bukti akan kepaganismean mereka adalah ucapan mereka,

"Ketika suatu hari Budha masuk ke salah satu kuil, seluruh berhala sujud kepadanya", oleh karena itu orang-orang Budha menyembahnya, mereka membuat patung-patung yang menyerupai Budha lalu meletakkannya di kuil-kuil mereka ataupun di tempat-tempat umum, mereka meyakini bahwa hal itu akan memasukkan mereka ke dalam surga.

Dalam beberapa ajaran Budha ada ajaran yang menyeru kepada akhlak terpuji, seperti ajakan untuk mencintai, toleransi, menggauli manusia dengan baik, dan bersedekah kepada orang fakir, di dalamnya juga ada ajakan kepada monsatisisme, meninggalkan kekayaan dan kemewahan, membawa diri untuk hidup sederhana dan prihatin, menghindari perempuan dan harta, juga ajakan untuk menghindari pernikahan, yang mana hal tersebut bertentangan dengan tabiat manusia yang telah ditetapkan oleh Allah, dan itu semua dilarang dalam ajaran mereka. Mereka mengakui, bahwa kitab suci mereka bukanlah kitab yang diturunkan dari langit, akan tetapi hanya sebatas ucapan-ucapan yang dinisbatkan kepada Budha, atau kisah-kisah mengenai perilakunya yang ditulis oleh sebagian pengikut Budha.

Maka dari sini kita dapati bahwa agama Budha adalah agama syirik yang tidak berasalah dari Tuhan, ia hanya kumpulan filsafat dan pendapat personal milik pendirinya, dan para pengikutnya, yang ditulis dari zaman dahulu sampai masa sekarang ini.

Sikh

Ia bukanlah agama atau sekte tertentu, ia merupakan gerakan untuk memperbaiki agama yang terkontaminasi dengan ajaran Islam, ia berusaha untuk mencampur antara agama-agama yang banyak tersebar dan menyatukannya dalam satu keyakinan. Keyakinan ini didirikan oleh suatu kelompok agama di India pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 masehi. Mereka menyeru kepada agama baru yang mencampur antara agama Islam dan Hindu, di bawah semboyan "Bukan orang Hindu, dan Bukan juga Muslim".

Akan tetapi mereka tidak berhasil dalam hal tersebut, dimana ketidaktahuan mereka akan agama Islam. Keyakinan-keyakinannya, dan ajaran-ajarannya, telah membuat mereka tersesat dari jalan yang benar, karena jikalau mereka mengetahui agama Islam, niscaya mereka akan mengetahui bahwa agama bukanlah sesuatu, melainkan wahyu yang diturunkan dari Allah, bukan ranah ijtihad manusia. Mereka tidak bisa menggabung antara satu agama dengan agama atau sekte yang lain demi menghasilkan keyakinan yang menyatukan semuanya. Kemudian agama ini dimanfaatkan oleh penjajah Inggris untuk mengatasi gerakan-gerakan pemberontakan yang menginginkan mereka untuk angkat kaki dari negara India. Kerajaan Inggris memiliki sumbangsih besar bagi keberlangsungan keyakinan ini, dimana orang-orang Sikh mendapat keistimewaan yang sangat banyak dari pemerintahan Inggris, mereka mendapat bantuan materi yang banyak melebihi orang-orang lain yang tinggal di tempat tertentu, bahkan lebih dari 20% jumlah pasukan India-Inggris berasal dari mereka.

Dari sini bisa kita simpulkan, bahwa Sikh adalah gerakan yang ingin memperbaiki namun gagal. Ia disokong oleh pasukan penjajah Inggris yang memanfaatkan mereka untuk bisa menjajah negara India, memperbudak manusia, dan menghancurkan agama Islam yang sesungguhnya, karena kebenaran tidak akan pernah bisa bersatu dengan yang bathil, dan Tauhid tak kan bisa bersatu dengan syirik.

Islam

Ialah syariat langit yang paling terakhir diturunkan, dan Rasulnya merupakan Rasul dan Nabi terakhir, tidak ada Rasul dan Nabi setelahnya, agama terakhir, tidak ada agama atau syariat lain yang diturunkan setelahnya sampai hari kiamat, dengannya agama telah disempurnakan, dan kenikmatan telah dicukupkan, agama ini datang untuk mengangkat akhlat dan martabat manusia. Allah berfirman,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah: 3).

Ialah agama yang diridhai Allah bagi manusia, dan tidak menerima ibadah seorang yang mengikuti selainnya, dan tidak menerima agama selainnya di akhirat nanti, ia adalah seruan kepada tauhid dan tidak mempersekutukan Allah. Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al-maidah: 72).

Islam mengajak kepada akhlak terpuji dan amalan yang mulia. Allah berfirman,

“Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS Al-A'raaf: 33).

Islam berisi ajakan untuk melakukan kebaikan dan berbuat baik kepada manusia. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al-Hajj: 77).

Agama Islam mengajak untuk meninggalkan akhlak tercela dan amalan yang buruk. Allah berfirman,

“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.” (QS Al-An'aam: 120).

Islam adalah agama bagi seluruh manusia. Allah berfirman,

“Katakanlah, "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".” (QS Al-A'raaf: 158).

Islam adalah rahmat bagi manusia, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dengannya mereka akan diselamatkan dari siksaan neraka. Allah berfirman,

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa: 107).

Islam adalah agama kebebasan yang teratur. Allah berfirman,

“Dan katakanlah, "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS Al-Kahfi: 29).

Islam adalah agama amalan dan ketekunan. Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah suka bila seorang diantara kalian mengerjakan suatu amalan, ia menekuninya." (HR Baihaqi dalam Syu'abul Iman, Abu Ya'la dalam musnadnya, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahihul jami', no: 1880. Dan Ash-Shahihah: 1113).

Islam adalah agama ilmu, Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR Ibnu Majah, no: 224, Abu Ya'la, no: 2903, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami', no: 3913, dan Shahih Targhib wat Tarhib, no: 72).

Islam adalah agama kesucian dan kebersihan. Allah berfirman,

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A'raaf: 31).

Islam adalah agama kasih sayang dan cinta. Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Orang yang menyayangi akan disayang oleh sang Rahmaan (Allah), sayangilah yang dibumi, maka kalian akan disayang oleh Tuhan yang berada di langit." (HR Tirmidzi, no: 1924, Abu Dawud, no: 4941, Ahmad, no: 6494, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahiul Jami', no:3522, dan As-Shahihah, no: 925).

Islam adalah agama keadilan bagi seluruh manusia. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl: 90).

Agama Islam adalah agama kemudahan dan toleransi. Allah berfirman,

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS Al-Baqarah: 185).

Islam adalah agama yang menjaga jiwa dan tidak membiarkannya terbuang di tengah kehancuran. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa: 29).

Islam adalah agama yang menjaga jasmani secara lahiriah dengan kesucian dan kebersihan. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS Al-Baqarah: 222).

Ia juga menjaga diri secara bathin dengan melarang dari berlebihan dalam makanan dan minuman, juga melarang dari segala bentuk berlebihan yang membahayakan. Allah berfirman,

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A'raaf: 56).

Islam adalah agama yang mengajak untuk menyayangi binatang dan menjaganya. Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ketika seorang berjalan, ia pun merasa kehausan, lalu ia menuruni sumur, dan meminum airnya, lalu keluar, kemudian ia mendapati seekor anjing yang menjuluran lidahnya, memakan tanah, karena saking hausnya, orang itu berkata, 'Anjing ini sedang merasakan apa yang telah aku rasakan', ia pun mengisi terompahnya, lalu membawanya dengan mulutnya, kemudian ia naik, dan memberi minum anjing tersebut, Allah pun berterima kasih kepadanya, dan mengampuninya". Para sahabat mengatakan, "Wahai Rasulu Allah. Apakah kita bisa mendapat pahala dari hewan ternak kita?", beliau menjawab, "Dalam setiap kebaikan kepada makhluk hidup ada pahalanya”." (Muttafaq 'alaihi).

Islam adalah agama keadilan dan kebaikan. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl: 90).

Agama Islam adalah agama yang memberi kesetaraan bagi seluruh manusia. Nabi shalla Allahu 'alaih wa sallam bersabda,

"Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, dan bapak kalian satu, tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang 'ajam (non-arab), orang 'ajam atas orang arab, hitam atas merah, ataupun merah atas hitam, melainkan dengan ketakwaan kepada Allah." (HR Ahmad, no: 23536, Thayalisi, no: 4749, lihat Ash-Shahihah, no: 2700, dan Shahih Targhib wat Tarhib, no: 2963).

Adapun keadaan manusia selama di dunia, Allah menjadikan mereka berbeda-beda pada rejeki dan kehidupan mereka, ada yang kaya dan ada yang miskin. Allah berfirman,

“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS An-Nahl: 71).

Allah jadikan mereka ada yang sehat, dan ada yang sakit. Ada yang tinggi, dan ada yang pendek, dsb. Allah berfirman,

“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf: 32).

Ada diantara mereka yang mandul, dan ada yang subur, dan menjadikan keturunan mereka berbeda-beda jenis, ada yang laki, ada yang perempuan, atau kembar. Allah menciptakan segala yang Ia kehendaki dan melakukan apa yang Ia inginkan, hal itu demi suatu hikmah yang tidak diketahui oleh seorang pun melainkan diri-Nya. Allah berfirman,

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS As-Syuura: 49-50).

Perlu diketahui, bahwa seluruh sekte dan agama yang ada di dunia selain Islam, yang merupakan dakwah penutup para Nabi, Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, mendapat bantuan tanpa batas, baik secara langsung ataupun tidak, dari kelompok Zionis internasional, yang menganggap agama Islam yang benar sebagai bahaya bagi mereka, yang bisa menjadi batu sandungan bagi mereka dalam meraih cita-cita yang mereka inginkan untuk menguasai sumber daya manusia dan alam yang ada di dunia ini. Sebagaimana mereka juga berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan sekte dan kelompok baru yang menganut pemahaman yang lemah, dan mengusung ajaran-ajaran yang tidak bisa diterima oleh manusia yang memiliki kebebasan dan akhlak, semua itu mereka lakukan karena takut jika manusia sampai bersatu dibawah agama yang benar, yang dengannya kebenaran akan nampak, dan kebatilan akan musnah, yang membuat orang beriman akan berontak kepada orang-orang yang telah menjajah mereka, dan merampok kekayaan alam mereka, yang telah memalingkan mereka dari ibadah kepada Allah menuju ibadah kepada makhluk.

 

 

Kembali ke Asal

Kesempatan masih terbuka bagi kita semua untuk kembali kepada agama asalnya yang telah diridhai oleh Allah bagi hamba-Nya, yaitu agama Islam. Kesempatan ini, walaupun ia tersedia sekarang, bisa jadi ia tidak tersedia di waktu yang akan datang. Walaupun saat ini kita berada pada momen yang pas, bisa jadi di masa berikutnya kita tidak lagi mendapatkan momen yang sama, walaupun kita menginginkannya, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman-Nya,

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS An-Nisa: 18).

Sebagaimana Allah juga mengabarkan keadaan seorang yang kafir ketika ia sudah berada di ambang kematian. Ketika kematian ada di hadapan matanya, ia pun akan melihat kenyataan yang ada di hadapannya. Ia akan dapati apa yang disampaikan oleh para Rasul selama ini ternyata benar, dan agama yang selama ini ia anut adalah salah, lalu ia pun menyesali segala yang telah ia lakukan, namun nasi sudah menjadi bubur, dalam keadaan seperti ini, pintu taubat sudah ditutup bagi seorang hamba, hanya tersisa penyesalan yang banyak, dan harapan untuk bisa kembali hidup, supaya ia bisa beriman kepada apa yang dahulu ia kafiri, akan tetapi hal itu sudah tidak mungkin lagi. Allah berfirman,

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”.” (QS Al-Mukminuun: 99-100).

Allah menceritakan hal tersebut dalam kisah Fir'aun, yang telah berlaku dzalim dan aniay. Ia mengatakan, "Akulah tuhan tertinggi bagimu". Ketika ia melihat kenyataan yang ada berada di hadapan pandangan matanya, ia pun beriman, namun keimanannya itu tidak lagi bermanfaat, maka Allah pun tenggelamkan ia bersama bala tentaranya. Allah berfirman,

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir´aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir´aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 90-92).

Ini merupakan permasalahan yang penting, dan harus dipikirkan. Karena pilihannya adalah kebahagiaan abadi, yang tidak ada lagi kesulitan setelahnya di dalam surga, yang luasnya melebihi luas langit dan bumi. Atau kesulitan yang abadi, tidak ada kesenangan lagi setelahnya, di dalam neraka, seburuk-buruknya tempat kembali. Allah berfirman,

“Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-A'raaf: 41).

Sesungguhnya Tuhan yang telah menciptakanmu, sangat senang dengan taubat dan kembalimu kepadanya. Betapa agungnya Allah yang selalu menginginkan kebaikan bagi makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam,

Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya." (HR Muslim).

Dan betapa besarnya kasih sayang Allah, yang selalu ingin untuk merahmati kita, dan ingin membuat kita bahagia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam,

“Sesungguhnya Allah mempunyai seratus rahmat yang Dia turunkan. Di antaranya satu rahmat (dibagi) di antara jin dan manusia serta semua binatang. Maka dengan sebab satu rahmat itulah mereka saling mengasihani dan berkasih sayang, dan dengan sebabnya binatang buas mengasihi anaknya. Dan Allah menunda (pemberian) yang sembilan puluh sembilan rahmat lagi supaya berkasih sayang dengan sebabnya hamba-hamba-Nya [4] pada hari kiamat”. (HR Muslim).

Bacalah ayat-ayat Al-Quran berikut ini supaya kau dapat mengetahui pahala yang akan kau dapatkan dari Tuhanmu. Ketika kau kembali kepada asal agamamu, yaitu Islam, dan beriman kepada syariat terakhir yang Ia turunkan, juga balasan yang akan engkau dapatkan ketika kau kembali kepada-Nya, dengan diampuni segala dosamu, dan segala kesalahanmu akan diganti menjadi pahala, apakah engkau pernah mendengar kedermawanan seperti ini? Orang yang merugi adalah orang yang tidak mendapatkan hal-hal seperti ini. Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS Al-Furqan: 68-71).

Allah berfirman,

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu".” (QS Al-Anfaal: 38).

Allah berfirman,

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali Imran: 135).

Allah berfirman,

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisaa: 17).

Allah berfirman,

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”. (QS An-Nisaa: 27).

Allah berfirman,

“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksanya.” (QS Ar-Ra'd: 6).

“Dan sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS Taha: 82).

Allah berfirman,

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzaab: 5).

Allah juga berfirman,

“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS An-Nisaa: 149).

Dan Allah juga berfirman dalam hadits qudsi,

"Wahai, anak Adam! Sungguh selama engkau berdoa kapada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosa yang ada pada engkau, dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya engkau menemui-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku sedikit pun, tentulah Aku akan memberikan pengampunan sepenuh bumi." (HR Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-shahihah: 127).

Rasulu Allah shalla Allahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya aku mengetahui penghuni neraka yang keluar darinya, dan penduduk surga yang paling akhir masuk surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dalam keadaan merangkak. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman kepadanya, “Pergilah dan masuklah ke dalam surge”. Lalu ia mendatangi surga dan terbayang olehnya bahwa surga telah penuh. Ia pun kembali dan berkata, “Wahai Rabb, aku mendapatinya sudah penuh”. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, “Pergilah dan masuklah ke dalam surga!”. Lalu ia mendatangi surga dan terbayang olehnya bahwa surga telah penuh. Ia pun kembali dan berkata, “Wahai Rabb, aku mendapatinya sudah penuh”. Allah berfirman kepadanya, “Pergilah dan masuklah ke dalam surga. Sesungguhnya bagimu semisal dunia dan sepuluh kali lipatnya” –atau, “Sesungguhnya bagimu sepuluh kali lipat semisal dunia”–. Laki-laki itu berkata, “Apakah engkau mengolok-olokku atau menertawakanku, padahal Engkau adalah Al-Malik (Raja)”. Ibnu Mas’uud berkata, “Sungguh, aku melihat Rasulu Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya”.” (HR Muslim).

 

 

 

Renungan

Seluruh agama yang ada di muka bumi ini, dalam kaca mata Islam, adalah agama yang salah. Hal itu karena agama-agama tersebut sudah disusupi dengan kesyirikan, beribadah kepada selain Allah, atau agama tersebut bukanlah agama samawi, melainkan agama buatan manusia yang mereka ciptakan semata karena kebutuhan mereka akan agama yang bisa mereka anut, namun mereka belum bisa mencapai kebenaran yang mereka inginkan. Tidak ada agama yang benar selain agama Islam.

Dan perlu diketahui pula, bahwa tiga ajaran samawi, yaitu Taurat, Injil, dan Al-Quran, adalah ajaran Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam. Namun sayangnya ajaran Taurat dan Injil telah diubah. Adapun yang ada di tengah-tengah manusia saat itu, sangatlah berbeda dengan hakikatnya. Bukti akan hal itu, adalah adanya kontradiksi yang sangat nyata di dalamnya, juga perkara-perkara syirik, dan hinaan bagi Allah ta'ala. Hal itu banyak dijelaskan di dalam buku-buku khusus yang menjelaskan masalah tersebut, bagi yang ingin mengetahuinya bisa merujuk ke sana. Dan yang diminta dari setiap pembaca buku ini adalah memperhatikan agamanya dengan akal sehatnya. Apakah masuk akal, jika kita menyembah Tuhan yang tidak mampu memberi keuntungan ataupun kerugian bagi dirinya sendiri?! Apakah masuk akal jika kita mengkultuskan makhluk seperti kita yang tidak bisa memberikan kehidupan, kematian, dan tidak pula bisa membangkitkan?! Apakah masuk akal jika kita meninggalkan Tuhan yang telah menciptakan kita dan berpaling kepada makhluk yang tidak bisa menolak bala dari kita?! Apakah masuk akal jika kita menyembah manusia seperti kita yang tidak mampu menciptakan, bahkan mereka adalah makhluk yang telah diciptakan?!

Ibadah dalam agama Islam adalah hak mutlak bagi Sang pencipta, tidak sedikitpun yang diberikan kepada makhluk. Allah berfirman,

“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".” (QS Ghaafir: 60).

Ibadah dalam agama Islam, berlangsung antara Allah dan hamba-Nya, tanpa ada perantara. Allah berfirman,

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az-Zumar: 3).

 

 

 

Ayat-Ayat untuk Direnungkan oleh Orang yang Mempersekutukan Allah

Allah menjelaskan kekurangan sesembahan yang disembah selain-Nya dari segala sisi. Allah berfirman,

“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS Furqan: 3).

Allah menjelaskan kekurangan segala sesembahan selain-Nya,

“Katakanlah, "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS Az-Zumar: 38).

Allah juga menjelaskan bahwa segala sesembahan yang disembah selain-Nya akan berubah menjadi musuh bagi orang yang menyembahnya di akhirat nanti,

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS Al-Ahqaaf: 5-6).

Wahai orang yang menyembah api, pohon, sapi, batu, dan yang lainnya, renungilah firman Allah ta'ala,

“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah, "Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)". Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS Al-A'raaf: 194-196).

Dan wahai orang yang thawaf, berdoa, dan menyembah di kuburan orang-orang mati, renungilah firman Allah ta'ala,

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Yunus: 106).

Wahai orang yang mengikuti syahwatnya, semua yang ia inginkan dianggap halal, dan semua yang ia benci dianggap haram, renungilah firman Allah,

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Qashash: 50)

Ketahuilah, bahwa setiap sesembahan kelak akan berlepas diri dari orang-orang yang menyembahnya dan mempersekutukannya dengan Allah. Allah berfirman,

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS Al-Baqarah: 165-166).

Allah telah menceritakan kepada kita di dalam Al-Quran, kisah tentang Nabi Ibrahim 'alaihis salam bersama raja Namrud yang dzalim, yang mengaku bahwa ia memiliki kemampuan layaknya tuhan. Ia mengaku bahwa ia mampu membangkitkan orang yang telah mati, maka Nabi Ibrahim 'alaihis salam pun mendebat dan berdiskusi dengannya, untuk menjelaskan kedustaan dan kesalahan apa yang ia akui. Ia memintanya untuk melakukan perbuatan ilahi yang lain, yaitu mengatur sebagian makhluk yang ada di dunia ini, dengan mengeluarkan matahari dari arah barat bukan dari timur. Allah berfirman,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS Al-Baqarah : 258)

Juga kisah mengenai Nabi Musa 'alaihis salam bersama Fir'aun, ketika Fir'aun mengaku bahwa dirinya adalah tuhan, maka Musa 'alaihis salam pun berdiskusi dengannya, untuk menjelaskan kedustaan dan kelemahannya di hadapan para pengikut yang tertipu dengannya. Musa minta kepadanya agar ia mengeluarkan bintang-bintang yang keluar dari timur agar keluar dari barat. Allah berfirman,

“Fir´aun bertanya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?". Musa menjawab, "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". Berkata Fir´aun kepada orang-orang sekelilingnya, "Apakah kamu tidak mendengarkan?". Musa berkata (pula), "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu". Fir´aun berkata, "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila". Musa berkata, "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal".” (QS As-Syu'ara: 23-28).

Ini semua supaya engkau mengetahui, siapa yang berhak untuk diibadahi, dan disucikan dari segala sekutu. Ialah Allah Tuhan satu-satu-Nya. Gerakkan fitrahmu, dan gunakan akalmu, yang telah diciptakan dengan tabiat yang enggan untuk menjadi hina di hadapan makhluk lainnya. Tidak diragukan lagi, ia akan menuntunmu untuk mengingkari segala sesembahan selain Allah.

 

 

 

Sebelum Kehilangan Kesempatan

Hendaknya kita semua merenung dengan akal yang jernih dan hati yang bersih mengenai keadaan yang kita rasakan saat ini. Karena kehidupan sangatlah pendek jika harus dihabiskan hanya untuk melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi manusia. Allah berfirman,

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al-Hadiid: 20).

Namun bukan berarti kita menganjurkan praktek monastisisme, atau berlepas diri dari dunia seutuhnya, karena hal tersebut dilarang di dalam Islam. Allah berfirman,

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash: 77).

Allah memberikan kita kenikmatan berupa akal, agar kita bisa menggunakannya untuk meraih manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi sayang sekali, banyak manusia yang hanya menggunakannya untuk kepentingan dunia saja tanpa mementingkan keuntungan dan kerugian orang lain. Hal seperti ini Allah jelaskan dalam firman-Nya,

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-Ruum: 7).

Orang pintar, cerdik, dan berakal adalah orang yang menggunakan akalnya untuk kepentingan agama dan dunianya. Dengannya ia meraih kebahagiaan di dunia, dengan memanfaatkan segala yang telah Allah ciptakan baginya di dunia ini untuk kebaikannya dan mengembangkan kehidupannya, juga menggunakannya untuk mengetahui amalan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah, agar ia bisa bersiap diri demi menghadapi kehidupan setelah kematiannya.

Seorang manusia butuh merenungi diri dan agama yang ia anut, karena seorang yang berakal, tidak mungkin mengorbankan kehidupan abadinya dengan mengikuti agama atau keyakinan yang salah, dusta, dan tidak masuk akal. Seorang manusia dengan akal yang telah Allah berikan kepadanya, bisa membedakan antara yang hak dan yang batil, yang benar dan yang salah. Allah memberimu nikmat akal supaya kau bisa berfikir, bukan malah mencontek dan mengekor tanpa pilah-pilih. Namun sayangnya, inilah yang terjadi pada banyak manusia. Ia dapati ayah dan kakeknya berada pada satu agama, lalu ia pun mengikuti agama mereka hanya karena warisan. Di India misalnya, di sana terdapat banyak sekali keyakinan yang bertentangan dengan perasaan manusia yang suci apalagi dengan fitrah mereka, mereka menyembah kepada tikus, kemaluan, sapi, batu, dan lain sebagainya, sampai seorang ulama ada yang mengatakan, "Di India segala sesuatu bisa disembah kecuali Allah!". Maksudnya adalah, oleh orang-orang lain selain orang Islam yang ada di sana, hal itu terjadi karena mereka hanya ikut-ikutan tanpa memilih dan teliti. Orang-orang seperti ini lah yang dicela oleh Allah dan dijelaskan bahwa mereka tidak akan mendapatkan manfaat. Allah berfirman,

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS Al-Maidah: 104).

Dan janganlah kalian mengira bahwa saya mengejek keyakinan orang lain atau mencelanya. Tidak. Karena Al-Quran telah melarang kita untuk melakukan hal tersebut. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al-An'aam: 108).

Akan tetapi karena semangat saya untuk berusaha supaya mereka mengetahui agama yang benar, dan saya ingin menyebarkan kebaikan, keselamatan, dan kasih sayang antar manusia, juga takut jika mereka mendapatkan akhir menyakitkan, yang senantiasa menunggu orang-orang yang beribadah kepada selain Allah, atau mengikuti ajaran selain ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallam, dan yang telah diridhai bagi mereka. Inilah yang membuat saya mengucapkan seperti ini.

Dan agar engkau bisa sampai kepada kebenaran, maka gunakanlah akal dan pikiranmu, renungi keadaanmu saat ini, kosongkan jiwamu, dan mulailah merenungi segala sesuatu yang telah Allah ciptakan di langit dan di bumi. Jadilah seperti orang yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya,

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.” (QS Ali Imran: 191).

Agar kau mengerti, bahwa Allah menciptakan dunia ini bukan untuk suatu hal yang sia-sia tau main-main saja. Allah berfirman,

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Ad-Dukhan: 38-39).

Dan pada hakikatnya, manusia tidaklah diciptakan sia-sia, mereka tidak diperintah dan tidak dilarang, tidak diberi ganjaran ataupun hukuman. Allah berfirman,

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ´Arsy yang mulia.” (QS Al-Mukminun: 115-116).

Sudah sewajarnya jika seorang manusia melakukan sesuatu yang berkaitan dengan dunianya. Ia akan berusaha untuk melakukan yang terbaik, yang bisa memberinya kebahagiaan, baik itu berupa makan, minum, berpakaian, dan kenikmatan yang lainnya. Maka seharusnya ia pun melakukan hal yang sama dengan keyakinan dan agamanya. Ia harus mencari agama yang terbaik, yang tidak ada kontradiksi di dalamnya, dan tidak bertentangan dengan tabiat dan akal sehat manusia, yang di dalamnya terdapat kebahagiaan rohani dan ketenangan jiwanya.

Dan di dalam buku kecil ini, saya utarakan kepada para pembaca yang mulia, ajakan untuk mempelajari agama Islam, agama terakhir, yang merupakan agama tauhid, yang tidak bertentangan dengan fitrah dan akal manusia. Agama yang telah diridhai Allah bagi makhluk-Nya, dan hal tersebut tidak akan pernah kau raih –setelah taufiq dari Allah– kecuali dengan melepaskan segala hawa nafsu duniawimu dan fanatisme agamamu. Engkau bisa mencari dan mempelajari agama ini dari sumber-sumber yang benar, dan dari ulama-ulama Rabbani, yang mengajarkan agama ini bukan untuk kepentingan duniawi semata, akan tetapi tujuan utama mereka adalah keridhaan Allah, dan menyelamatkan saudara-saudara mereka dari api neraka, dan berhati-hatilah dari orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai mata pencaharian. Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS Al-Baqarah: 174).

Berusahalah untuk mencari hakikat mengenai Allah, dan perkara-perkara yang tidak kau ketahui, maka engkau akan dapati Allah ada bersamamu, dan menuntun jalanmu. Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang berjihad (berjuang) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-'Ankabut: 69).

 

 

 

Pilihan yang Sulit

Merubah agama adalah pilihan tersulit yang dimiliki seorang manusia dalam hidupnya. Ia akan mendapati di dalam dirinya terdapat pertentangan antara yang benar dan yang salah, pilihan untuk bergabung atau tidak, akan tetapi hal tersebut adalah pengorbanan yang harus dilakukan oleh seorang manusia. Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan kepada neraka, (dikatakan kepada mereka), "Bukankah (azab) ini benar?" Mereka menjawab, "Ya benar, demi Tuhan kami". Allah berfirman "Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar".” (QS Al-Ahqaf: 34).

Ketahuilah bahwa hanya ada dua jalan, tidak ada yang ketiga. Jalan menuju ke surga, dan jalan ini tidak lain merupakan jalan para Rasul Allah, dan jalan menuju neraka, dengan cara menuhankan hawa nafsu. Kita ini, layaknya seorang yang ada di persimpangan jalan, yang tidak mengetahui jalan yang bisa menuntunnya kepada tujuan yang ia inginkan sampai ia didatangi seseorang yang memang mengetahui jalan yang benar dan menunjukkannya. Mereka adalah para Rasul Allah.

Betapa sulit dan beratnya keadaan seseorang yang tersesat, atau orang yang beribadah kepada Allah dengan cara yang berbeda dengan yang dibawa oleh para Rasul, dan yang telah diridhai oleh Allah bagi seluruh hamba-Nya. Ketika ia melihat suatu kenyataan yang bisa membuat anak kecil beruban dan perempuan hamil menjatuhkan janin yang dikandungnya hari kiamat, pent–. Allah berfirman,

“Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya telah datang Rasul-Rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafa´at yang akan memberi syafa´at bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?". Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.” (QS Al-A'raaf: 53).

Ia akan berharap untuk bisa mengorbankan sesuatu paling berharga yang pernah ia miliki ketika di dunia. Allah berfirman,

“Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama).” (QS Al-Ma'arij: 11-17).

Setiap kita pasti mengetahui bahwa di sana ada kebaikan dan ada pula keburukan. Ia bisa membedakan antara kedua hal tersebut melalui apa yang telah Allah berikan kepadanya. Seluruh syariat langit tidaklah datang melainkan untuk memerintahkan hal yang baik dan melarang dari hal yang buruk. Seluruh manusia adalah saudara, mereka berasal dari satu bapak dan satu ibu. Oleh karena itu, kita juga ingin disatukan dengan agama yang satu, yaitu agama Islam, yang telah dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul. Kita mengikuti syariat terakhir yang diturunkan Allah dan meninggalkan segala sesembahan yang baru, baik berupa patung, ataupun berhala, yang tidak pernah diberikan kekuasaan oleh Allah. Kita juga hendaknya meninggalkan segala bentuk pengkultusan terhadap manusia, dan kembali beribadah hanya kepada Allah tanpa ada sekutu bagi-Nya.

 

 

 

Penutup

Saya meyakini adanya kemungkinan seluruh manusia hidup dengan aman di bumi ini. Mereka semua bisa menikmati hidup dan ketenangan pada jiwa-jiwa mereka, merasakan kesucian hati dan cinta, dan itu ketika mereka bersatu di atas agama yang benar, yang menjadikan mereka hamba-hamba Allah, yang menyetarakan mereka semua tanpa memandang warna kulit, bahasa, ataupun ras mereka. Menjamin kebebasan mereka, sehingga tidak ada orang yang memperbudak orang lain, yang besar menyayangi yang kecil, dan yang kecil menghormati yang besar. Ulamanya dihormati, tidak ada yang terdzalimi, orang yang lemah diantara mereka layaknya orang yang kuat, sehingga semua orang berusaha untuk memberikan haknya kepadanya, dan orang yang kuat layaknya orang yang lemah, sehingga semua orang berusaha untuk menuntut kewajiban darinya. Dengannya manusia akan menunaikan seluruh amanah, menurunkan kriminalitas dan kehancuran, dan menunaikan hak-hak orang lain, jiwa, harta, dan kehormatan akan dijaga. Seorang akan berusaha untuk berbuat baik, memerintahkan hal yang baik, dan melarang dari yang buruk, agar kehidupan menjadi baik dan manusia bisa merasa aman, ini hanya sedikit dari sekian banyak kebaikan dari agama yang benar ini.

Sebagaimana yang telah saya katakan, bahwa kaum Zionis ingin menjauhkan manusia dari agama ini melalui media-media mereka yang tersebar di seantero dunia. Dengan menggambarkan bahwa Islam adalah agama kuno dan terbelakang, yang merenggut hak-hak manusia, karena mereka tau, bahwa mereka akan tetap ada jika agama ini tidak tersebar, dan jika Islam sampai tersebar maka mereka pun akan hancur. Lantas mereka pun segera berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk merusak citra Islam di dunia ini. Mereka tidak tau, jika mereka hanyalah seperti orang yang ingin menutup cahaya matahari dengan kedua tangannya. Kebenaran itu jelas, dan yang batil itu pasti akan hancur. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya,

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS At-Taubah: 32).

Pikirkanlah dengan akalmu, jangan biarkan orang lain berpikir untukmu, jadilah orang yang bebas dalam mengambil segala keputusan, jangan hanya ikut-ikutan. Dahulu, sebelum tersebarnya ilmu dan pengetahuan, manusia masih mendapat keringanan dengan alasan ketidaktahuan mereka. Adapun sekarang, tidak ada lag keringanan bagi mereka, karena saat ini mereka bisa dengan mudah mendapatkan maklumat, dimana dunia saat ini tak ubah layaknya satu desa, hal itu karena tersebarnya media yang sangat beragam. Saya tau bahwa itu merupakan keputusan yang sulit, akan tetapi hal itu harus dipikirkan, karena agama Allah akan tetap tegak sampai hari kiamat. Maka jadilah salah satu dari orang yang ketika ia puas dengannya, ia mengikutinya. Dan ketika ia meyakininya, ia akan mendakwahkannya. Inilah sifat manusia yang cerdas dan berakhlak, yang selalu mencari kebenaran dan menjauh dari keburukan. Maha Benar Allah yang Maha Agung,

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS As-Shaff: 9).

Saya memohon kepada Allah, agar menunjukkan hatimu, menerangkan jalanmu, dan menuntunmu menuju kebenaran.

Alhamdu Lillahi Rabbi il-'alamin, wa shalla Allahu wa sallama 'alaa Nabiyyinaa Muhammad, wa shahbihi wa sallam.

 

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

www.islamland.com

 

 

 

 

 

 

[1] Najasy ditafsirkan oleh banyak Ulama dengan najasy dalam jual beli. Yaitu menaikkan harga suatu barang yang dilakukan oleh orang yang tidak berminat membelinya untuk kepentingan penjual supaya untungnya lebih besar atau untuk merugikan pembeli.