Romantisme Islami

Romantisme Islami

Romantisme Islami
الرومانسية في الإسلام باللغة الإندونيسية


Abd Ar-Rahman As-Syiiha

Penerjemah
European Islamic Research Center (EIRC)
& Muhammed Fikri Aziz
 www.islamland.com

 

 

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad صلى الله عليه سلم, dan para keluarganya, juga para sahabatnya.
Perbincangan mengenai percintaan antara pasangan suami istri dalam islam selalu berkaitan erat dengan perbincangan tentang pribadi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, hal itu karena Beliau adalah utusan Allah subhanahu wa ta’ala kepada seluruh manusia, yang bertugas untuk mengajarkan kepada mereka syariat – syariat Allah subhanahu wa ta’ala, dan bertujuan agar manusia dapat mengikuti akhlak dan perilakunya, karena Beliau adalah seorang suri tauladan bagi seluruh kaum muslimin, yang mana wajib bagi mereka untuk mengikuti sunnah – sunnahnya sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulu Allah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab: 21).
Beliau adalah seorang muballigh yang menyampaikan pesan dari Allah ta’ala. Oleh karena itu, tidak ada satupun perkara dari kehidupan Rasululloh صلى الله عليه وسلم yang menjadi rahasia bagi umatnya, baik perkara tersebut adalah perkara yang kecil ataupun besar, baik yang khusus ataupun yang umum, kecuali semuanya diketahui oleh seluruh umatnya, dan diriwayatkan secara turun temurun dari generasi ke generasi setelahnya, karena seluruh perkataan, perbuatan, dan amalan yang dikerjakan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah sebuah syariat yang dengannya seorang muslim mengetahui cara beragama, yang senantiasa akan menyampaikan mereka kepada kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala, keridhoanNya, dan surgaNya, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imron: 31).
Sesungguhnya asas ajaran islam adalah rasa cinta, yang dengannya engkau mentaati orang yang engkau cintai, mengerjakan segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, dan membuatmu selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepadanya dengan cara melakukan hal - hal yang ia cintai. Sesungguhnya kecintaan yang paling mulia adalah kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang dengannya seorang muslim mampu mensucikan dirinya dari sifat egois, sehingga membuatnya menjadi seorang yang senantiasa menyebarkan rasa cinta dan kasih sayang kepada makhluk – makhluk Allah, tanpa menunggu balasan yang sama dari mereka, kecintaan kepada Allah mampu membuat seorang muslim terbebas dari sifat egois yang hanya mengedepankan kepentingan pribadinya saja.
Kemudian setelah kecintaan kepada Allah, kecintaan yang paling mulia setelahnya adalah kecintaan seorang yang tulus  kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, yang melebihi kecintaan seseorang kepada dirinya sendiri, hartanya, dan anak keturunannya, karena Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم merupakan sebab sampainya hidayah dan petunjuk atas kekuasaan Allah dan agamanya yang benar, agama yang telah Allah jadikan ia sebagai penyelamat bagi seluruh manusia yang mengikutinya dari api neraka, dan yang akan memasukkannya ke dalam surga, maka seluruh orang yang masuk ke dalam agama tersebut berhak untuk mendapatkan kedudukan yang mulia dan derajat yang tinggi, di samping itu ia pun mendapatkan sebuah kedudukan yang telah Allah ta’ala sediakan baginya, yaitu kedudukan Ubudiyyah (penghambaan, -pen), dan penyerahan diri secara total kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Allah ta’la berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At Taubah: 24).
Dan barang siapa yang mengira bahwa agama islam adalah agama yang keras dan kasar maka ia telah salah, akan tetapi agama islam adalah agama yang mencakup segala sesuatu, maksudnya agama islam tidak meninggalkan sesuatu yang kecil maupun yang besar, yang berkaitan dengan kehidupan seorang muslim, baik itu berupa materi ataupun rohani, kecuali telah dijelaskan dengan benar dan ditempatkan di tempatnya yang sesuai.
Agama islam bukanlah agama yang hanya memperhatikan masalah aqidah (keyakinan, -pen), hukum, dan akhlak saja, akan tetapi agama islam adalah agama cinta, yang mencakup rasa cinta, kasih, sayang, berlaku baik kepada sesama, lemah lembut, dan menjunjung akhlak mulia, juga mengajarkan untuk berperilaku baik kepada seluruh makhluk yang berada di sekitar kita. Rasa cinta tersebut bukan hanya sebatas perasaan cinta yang dimiliki antara dua pasang lelaki dan perempuan yang diungkapkan melalui perkataan dan perbuatan saja, karena bukan lah cinta apabila engkau hanya berlaku baik bagi orang – orang yang engkau cintai, dan berlaku buruk kepada orang – orang yang tidak engkau cintai. Oleh karena itu kita akan tuturkan beberapa sifat dan akhlak seorang muslim, sehingga menjadi jelas apa definisi dari kata cinta dalam agama islam, yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan seorang muslim.

Abd Ar-Rahman As-Syiiha
 www.islamland.com


Akhlak seorang muslim
•    Seorang muslim adalah orang yang mampu memberikan rasa aman bagi manusia, rasa aman tersebut mencakup rasa aman atas harta mereka, jiwa mereka, maupun kehormatan mereka, berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم:
" ألا أخبركم بالمؤمن من أمنه الناس على أموالهم وأنفسهم والمسلم من سلم الناس من لسانه ويده " صحيح رواه أحمد وابن حبان (الصحيحة)(549).
“ Tidakkah aku beritahukan kepada kalian siapa itu seorang mukmin? Dialah orang yang memberikan rasa aman kepada manusia atas harta mereka, dan jiwa mereka. Dan seorang muslim yang hakiki adalah seorang yang manusia selamat dari perbuatan buruk yang dihasilkan oleh lisan dan tangannya “ (Hadits shohih, diriwayatkan oleh Ahmad, dan ibnu Hibban, lihat kitab ashshohihah no: (549)).
•    Bukan hanya itu, namun seorang muslim adalah orang yang sangat mencintai dan memberikan kebaikan kepada manusia, dan selalu berusaha untuk menyampaikan kebaikan tersebut kepada mereka tanpa mengharap imbalan apapun, berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم :
"اتَّقِ المحارمَ تكن أعبدَ الناسِ ، و ارْضَ بما قسم اللهُ لك تكن أغنى الناسِ و أَحْسِنْ الى جارِك تكن مؤمنًا ، و أَحِبَّ للناسِ ما تُحبُّ لنفسِك تكن مسلمًا .." (رواه أحمد والترمذي وحسنه الألباني.)
“ Jauhilah olehmu segala yang haram maka engaku akan menjadi orang yang paling mengabdikan dirinya untuk beribadah, dan ridhalah terhadap apa yang telah Allah berikan kepadamu, maka engkau akan menjadi orang yang paling kaya, dan berbuat baiklah kepada tetanggamu, maka engkau akan menjadi seorang mukmin sejati, dan cintailah bagi manusia apa yang engkau cintai bagi dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang muslim sejati “ (HR Ahmad, dan Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani).
•    Seorang muslim adalah orang yang mampu berlaku adil bagi dirinya sendiri, dan bagi masyarakat di sekitarnya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun, dia tidak akan berlaku dzalim kepada siapapun,  Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم apabila ia mengirim suatu pasukan untuk berperang melawan orang – orang musyrikin yang telah mengganggu Beliau, mengeluarkan  Beliau dari kampung halamannya, dan saling bahu membahu dalam mengusir Beliau, dan membunuh para sahabatnya, juga menyiksa orang – orang yang mengikuti ajarannya, Beliau selalu mewasiatkan kepada pemimpin pasukan tersebut secara empat mata, agar ia selalu bertaqwa kepada Allah, dan memperlakukan seluruh orang beriman yang berperang bersamanya dengan baik, kemudian Beliau juga bersabda:
(اغزوا باسمِ اللهِ في سبيلِ اللهِ . قاتِلوا من كفر باللهِ . اغزوا ولا تَغُلُّوا ولا تغدِروا ولا تُمَثِّلوا ولا تقتلوا وليدًا.) (صحيح مسلم)
“ Berperanglah kalian dengan nama Allah, di atas jalan Allah, perangilah orang – orang yang kufur kepada Allah, berperanglah kalian dan janganlah kalian mengingkari janji, jangan berkhianat, jangan memotong anggota badan, dan janganlah kalian membunuh anak kecil “ (HR. Muslim).
•    Seorang muslim sejati adalah seorang yang senantiasa menjaga lingkungan yang ada di sekitarnya juga menjaga segala hewan yang ada di lingkungan tersebut, seorang muslim bukanlah orang yang meridhai segala bentuk kekerasan kepada hewan apapun, seseorang pernah bertemu dengan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan ia membawa seekor keledai yang mukanya telah dibakar dengan lempengan besi panas, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
" أَمَا بَلَغَكم أني لَعَنْتُ مَن وَسَم البهيمةَ في وجهِها ، أو ضربها في وجهِها ؟" رواه أبي داود وصححه الألباني
“ Apakah belum sampai kabar kepada kalian bahwa aku melaknat seorang yang membakar wajah seekor hewan dengan lempengan besi panas, atau memukul wajahnya??” (HR. Abu Dawud, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Seorang muslim adalah seorang yang berlaku baik dan lembut  kepada hewan, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata: “ Dahulu rosullulloh صلى الله عليه وسلم pernah menyuguhkan sebuah bejana kepada seekor kucing agar ia bisa meminum air dari bejana tersebut” (Hadist shohih diriwayatkan oleh At Thoyalisi, dan hadist ini juga disebutkan dalam kitab as shohihul jami’).
Seorang muslim juga selalu menjaga burung – burung yang ada di lingkungannya, dia tidak menakut - nakuti burung – burung tersebut, dan tidak pula memburunya tanpa manfaat tertentu, Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata: “kami pernah melakukan suatu perjalanan bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, kemudian Beliau pergi ke suatu tempat untuk menunaikan hajatnya, maka kami pun melihat seekor khumroh (burung kecil seperti burung pipit), yang memiliki dua anak, kemudian kami ambil kedua anaknya, sehingga sang induk pun seketika mengembangkan sayapnya untuk menjaga anak - anaknya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun datang dan bersabda:
" من فجعَ هذه بولدِها ؟ رُدُّوا ولدَها إليها"
“ Siapa yang telah menganggu induk burung ini dengan mengganggu anaknya? Kembalikan anaknya kepada induknya”, dan Beliau صلى الله عليه وسلم melihat sebuah sarang semut yang sudah kami bakar lalu Beliau bersabda:
"من حرَّق هذه ؟"قُلْنا : نحن قال: "إنه لا ينبغي أن يُعذِّبَ بالنَّارِ إلا ربُّ النَّارِ"                        رواه أبو داود وصححه الألباني.
“ Siapa yang telah membakar (sarang semut) ini?”, kami berkata: “ kami “, Beliau bersabda: “ sesungguhnya tidak pantas bagi siapapun untuk menghukum dengan api kecuali Tuhan pencipta api” (HR. Abu dawud, dan dishohihkan oleh Al Albani).
•    Seorang muslim sejati adalah seorang yang senantiasa melestarikan lingkungan yang ada di sekitarnya, dia bukanlah seseorang yang melakukan sesuatu yang merusak kelestarian alam di sekitarnya dengan membuang sampah sembarangan atau sejenisnya, hal itu berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم:
" اتَّقوا اللاعنَينِ: الذي يتخلَّى في طريق الناسِ ، أو في ظِلِّهم" رواه أبو داود وصححه الألباني.
“ Jauhilah oleh kalian dua perangai orang yang dilaknat, mereka adalah orang yang membuang hajatnya di tengah jalan manusia, atau membuang hajatnya di tempat berteduh mereka” (HR. Abu Dawud, dan dishohihkan oleh Al Albani).
•    Bahkan seorang muslim sejati adalah orang yang berusaha untuk menghilangkan segala bentuk gangguan bagi manusia, berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم :
"..إماطتُه الأذى عنِ الطَّريقِ صدقةٌ " رواه أبو داود وصححه الألباني
“ Dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah” (HR. Abu Dawud, dan dishohihkan oleh Al Albani).
•    Seorang muslim sejati adalah orang yang senantiasa melestarikan segala sumber daya yang ada dilingkunganya seperti pepohonan , sesuai sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم :
لا تقطعْ شجرةً مثمرةً ، ولا تقتلْ بهيمةً ليست لك بها حاجةٌ، واتَّقِ أذى المؤمنِ " أخرجه أبو داود في "المراسيل" , و سعيد بن منصور في "سننه"
“ Janganlah engkau memotong pohon yang sedang bebuah, dan janganlah engkau membunuh binatang yang tidak engkau butuhkan, dan jauhilah olehmu segala yang mengganggu orang yang beriman” (HR. Abu Dawud dalam kitab marasil, dan said bin manshur dalam sunannya).
•    Seorang muslim sejati adalah orang yang membangkitkan rasa kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dengan cara menanam pohon – pohon dan tumbuhan - tumbuhan hijau lainnya, berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم:
" إن قامتِ الساعةُ و في يدِ أحدِكم فسيلةً، فإن استطاعَ أن لا تقومَ حتى يغرِسَها فليغرِسْها " رواه البخاري
“ Apabila kiamat terjadi, dan di tangan seseorang di antara kalian terdapat bibit kurma, maka apabila ia mampu untuk menanam bibit kurma tersebut sebelum kiamat terjadi maka hendaknya ia lakukan” (HR. Bukhari).
•    Seorang muslim sejati adalah orang yang menjaga kebersihan air, dia tidak mengotori ataupun merusaknya, Jabir  رضي الله عنه berkata:
" نَهَى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم أن يُبالَ في الماءِ الراكدِ " رواه مسلم.
“ Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melarang seseorang untuk kencing di air yang mengenang” (HR. Muslim).
Akan tetapi seorang muslim adalah orang yang selalu menjaga air dan memberikannya kepada seluruh orang yang membutuhkannya, sesuai sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم:
" المسلمونَ شركاءُ في ثلاثٍ : في الكلأِ ، والماءِ ، والنار" صحيح رواه (أحمد ، وأبو داود).
“ Kaum muslimin itu saling berserikat (dalam kepemilikan)  atas tiga hal: rerumputan, air, dan api” (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud).
Bahkan seorang muslim adalah seorang yang berusaha menjaga sumber – sumber mata air dan melestarikannya agar bisa dimanfaatkan oleh manusia, hewan, maupun tumbuhan, dengan cara tidak melakukan pemborosan ataupun membuang – buang air untuk hal yang sia – sia, berdasarkan sabda Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada Sa’ad di saat Beliau melewatinya ketika ia sedang berwudhu:
" ما هذا السَّرَفُ ؟" قال : أفِي الوضوءِ إسرافٌ قال:" نعم وإن كنتَ على نهرٍ جارٍ". رواه ابن ماجه وحسنه الالباني.
“ Pemborosan apa ini?”, Sa’ad berkata: “ apakah di wudhu juga terdapat larang untuk melakukan pemborosan?”, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Iya, walaupun engkau sedang berada di atas sungai yang mengalir” (HR. Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Al Albani).
Karena kita semua diperintahkan untuk mengikuti Rasulu Allah Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang memiliki pribadi dan akhlak yang mulia, yang senantiasa berperilaku baik kepada segala yang ada di sekitarnya, baik kepada hewan sekalipun, maka dijadikanlah segala bentuk  mengikuti sunnah Beliau sebagai bagian dari aqidah yang diyakini oleh seorang muslim, dan ia selalu berusaha untuk mengaplikasikannya di kehidupan sehari – hari hanya untuk mengaharap keridhaan Allah, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran: 31).

 

Inilah islam yang sesungguhnya
Inilah islam yang sesungguhnya, islam yang mencitai segala yang telah Allah ciptakan, yang selalu melakukan apa yang Allah perintahkan. Maka manusia, sebagaimana jasmaninya hidup dengan makan dan minum, maka rohaninya pun hidup dengan ajaran agama, yang akan mengangkatnya ke derajat yang tinggi, dan menjauhkannya dari kehidupan hewani yang mengikuti syahwat semata, juga mengatur segala tingkah laku dan perasaannya.
Di dalam lembaran – lembaran dari buku kecil ini kita akan membahas satu sisi dari sisi – sisi kehidupan cinta Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama istri – istri Beliau, sungguh pengutusan Beliau layaknnya mentari yang menerangi dunia, khususnya para wanita, karena ajaran Beliau senantiasa mengangkat derajat para wanita, dan mewajibkan kepada para pengikutnya untuk selalu menghormati mereka, dan tidak berlaku dzalim kepada mereka.
Padahal para wanita sebelum datangnya islam, mereka berada dalam kehidupan yang sangat menyedihkan, sebagaimana yang digambarkan oleh amirul mukminin Umar bin Khottob رضي الله عنه:
" واللهِ إنْ كنَّا في الجاهِليِّة ما نَعُدُّ للنساءِ أمرًا، حتى أنزَلَ اللهُ فيهنَّ ما أنْزَلَ وقَسم لهنَّ ما قَسَمَ" . متفق عليه.
“ Demi Allah, sungguh dahulu kami di masa jahiliyah tidak menganggap wanita sebagai suatu yang patut untuk dimuliakan, sampai Allah menurunkan ayat tentang hak – hak mereka, dan menetapkan pembagian harta waris bagi mereka” (Muttafaq ‘alaihi).
Dan ketika islam datang, islam menjelaskan hak – hak wanita secara jelas, dan menerangkan bahwa diantara tanda kebaikan seorang laki – laki, dan bukti sempurnanya akhlak seorang laki – laki adalah perilaku baik yang ia berikan kepada wanita, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
" خيرُكم خيرُكم لِلنساءِ" رواه الحاكم وصححه الألباني.
“ Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya” (HR. Hakim, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Di bawah naungan islam, seorang wanita mendapatkan derajat yang amat tinggi, yang tak mampu diraih oleh para laki – laki, tak pula oleh seluruh wanita dalam agama lain, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mencintai wanita secara manusiawi, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
حبِّبَ إليَّ من دنياكُم: النِّساءُ والطِّيبُ وجُعِلَت قرَّةُ عيني في الصَّلاةِ. صحيح أحمد والنسائي والحاكم والبيهقي وصححه الألباني في المشكاة 5261.

“ Telah dijadikan kecintaanku kepada dunia kalian dalam dua hal: wanita dan wewangian, dan dijadikan kebahagiaanku di dalam sholat” (Hadist shohih diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Hakim, dan Baihaqi, dan dishohihkan oleh Al Albani dalam kitab Al Misykat, hadist no: 5261).
Demikianlah kecintaan Beliau kepada wanita, kecintaan yang diselimuti rasa kasih, dan sayang, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
"... استوصوا بالنِّساءِ خيرًا " رواه مسلم
“ Sampaikanlah pesan kebaikan kepada kaum wanita “ (HR. Muslim).
Kecintaan yang senantiasa menjaga hak – hak kaum wanita agar tidak hilang, kecintaan yang menyuruh agar kita senantiasa berlaku baik kepada mereka, menghormati mereka, dan tidak menghinakan mereka, kecintaan yang membuat seorang meperlakukan wanita dengan lemah lembut, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"أكْمَلُ المُؤمِنِينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً ، وخِيَارُكُمْ خياركم لِنِسَائِهِمْ" رواه الترمذي ، وَقالَ : (حديث حسن صحيح) وصححه الألباني.
“ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya” (HR. Tirmidzi, Beliau berkata: “ Hadist ini hasan shohih “, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Agama islam menempatkan para wanita di kedudukan yang sesuai, yang tidak mereka dapatkan sebelumnya, dan menjadikan para wanita setara dengan pria dalam segala perkara, kecuali dalam perkara – perkara yang dibedakan oleh syariat, seperti pembagian harta waris, persaksian di pengadilan, dan sebagainya,  sebagaimana yang terdapat dalam dalil – dalil dari alquran dan sunnah. Selebihnya agama islam menjadikan wanita setara  dengan para laki – laki, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم  bersabda:
" إنما النساء شقائق الرجال" صحيح رواه أحمد وابوداود والترمذي وصححه الألباني.
“Sesungguhnya para wanita adalah saudari kandung para laki – laki” (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Dan Tirmidzi, dan didhohihkan oleh Al Albani).
Bahkan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menjadikan wanita sebagai kenikmatan yang paling utama, yang diberikan oleh Allah di dunia ini, Beliau bersabda:
" الدُّنيا متاعٌ، وخيرُ متاعِ الدُّنيا المرأةُ الصَّالحةُ " رواه مسلم
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik – baiknya perhiasan dunia adalah seorang wanita sholihah” (HR. Muslim).
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم juga menjadikan wanita sebagai kunci kebahagiaan di dunia ini, Beliau bersabda:
"أربعٌ من السَّعادةِ المرأةُ الصَّالحةُ والمسكنُ الواسعُ والجارُ الصَّالحُ والمركِبُ الهنيءُ " رواه ابن حبان ، والحاكم وصححه الألباني في"الصحيحة" (282).
“Empat hal yang termasuk dalam kebahagiaan: wanita sholehah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan tunggangan yang nyaman” (HR. Ibnu Hibban dan Al Hakim, juga dishohihkan oleh Al Albani dalam ash shohihah (282)).
Dan Rasulu Allah  صلى الله عليه وسلم menjadikan penyempurna bagi setengah agama seorang dalam diri seorang wanita sholehah, yang senantiasa menuntun suaminya menuju kebaikan, Beliau bersabda:
" اذا تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي " رواه البيهقي صَحِيح الْجَامِع: 6148
“Apabila seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan setengah agamanya, maka hendaknya ia bertaqwa kepada Allah di separuh yang lainnya” (HR. Al Baihaqi, dalam shohih al jami’ no: 6148).
Sebagaimana Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mencintai seorang wanita sebagai manusia, Beliau pun mencintai mereka sebagai seorang ibu, Beliau mewajibkan umatnya untuk menghormati mereka,  senantiasa berbakti kepada mereka, dan selalu membantu dan memperhatikan mereka. Beliau juga menjadikan hal tersebut sebagai sebab dimasukkannya seorang hamba ke dalam surga, seorang yang bernama Jahimah As Sulami pernah mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan berkata kepadanya:
" يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك , فقال : هل لك من أم ؟ قال : نعم. قال : فالزمها, فإن الجنة تحت قدميها. "رواه النسائي وصححه الألباني
“Wahai Rosulloh, aku mendatangimu untuk pergi berjihad, dan aku ingin  meminta pendapatmu”, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Apakah engkau memiliki ibu?”, Jahimah berkata: “Iya”, Beliau pun bersabda: “Hendaknya engkau tetap bersamanya, karena surga ada di bawah telapak kakinya” (HR. Nasai, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Dan Beliau menjadikan para wanita sebagai orang yang lebih berhak untuk menpatkan bakti seorang anak dari pada laki – laki, sebagaimana yang diperitahkan oleh Rasulu Allah  صلى الله عليه وسلم kepada seorang lelaki yang bertanya kepadanya:
" يا رسولَ اللهِ، من أحقُّ الناسِ بحُسنِ صَحابتي؟ قال:" أُمُّك. قال: ثم من؟ قال: ثم أُمُّك. قال: ثم من؟ قال: ثم أُمُّك. قال: ثم من؟ قال: ثم أبوك." رواه البخاري
“Wahai Rasulu Allah, siapakah orang yang paling berhak untuk mendapatkan baktiku?”, Beliau bersabda: “Ibumu”, dia berkata: “Lalu siapa?”, Beliau bersabda: “Ibumu”, ia berkata: “Lalu siapa?”, Beliau bersabda: “Ibumu”, ia berkata: “Lalu siapa?”, Beliau bersabda: “Lalu bapakmu” (HR. Bukhari).
Sebagaimana Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mencintai wanita sebagai seorang ibu, ia pun mencintai mereka sebagai seorang istri, Beliau pernah berkata kepada ‘Amr bin Al Ash ketika ia bertanya:
" أيُّ الناسِ أحَبُّ إليك ؟ قال :" عائشةُ " . قلتُ : منَ الرجالِ ؟ قال : " أبوها " . قلتُ : ثم مَن ؟ قال : " عُمَرُ " . فعَدَّ رجالًا ، فسكَتُّ مَخافَةَ أن يجعَلَني في آخِرِهم ". رواه البخاري
“Siapakah manusia yang paling engkau cintai wahai Rasulu Allah?”, Beliau bersabda: “Aisyah”, aku (‘Amr) berkata: “ dari laki – laki?”, Beliau bersabda: “ Bapaknya (Abu bakar ,-pen)”, aku berkata: “Kemudian siapa?”, Beliau bersabda: “Umar”, lalu Beliau menyebut beberapa nama, kemudian aku diam karena takut aku menjadi orang yang paling terakhir Beliau sebut” (HR. Bukhari).
Dan sebagaimana Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mencintai seorang wanita sebagai istri, Beliau pun mencinta wanita sebagai seorang anak, Aisyah رضي الله عنها berkata:
" ما رأيتُ أحدًا أَشْبَهَ سَمْتًا ودَلًّا وهَدْيًا برسولِ اللهِ في قيامِها وقعودِها من فاطمةَ بنتِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قالت: وكانت إذا دَخَلَتْ على النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قام إليها فقَبَّلَها وأَجْلَسَها في مَجْلِسِهِ وكان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا دخل عليها قامت من مَجْلِسِها فقَبَّلَتْهُ وأَجْلَسَتْهُ في مَجْلِسِها..." رواه الترمذي وصححه الألباني
“Tak pernah ku melihat seseorang yang paling mirip dengan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sifat, perangai, dan gerak geriknya ketika ia berdiri maupun duduk dari pada Fathimah binti Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم”, Aisyah berkata: “Apabila Fathimah masuk menemui Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم Beliau menyambutnya,  menciumnya, dan mendudukkannya di tempat duduk Beliau, dan apabila Nabi صلى الله عليه وسلم masuk menemui Fathimah, dia akan bangkit menyambutnya, mencium Rasulu Allah, dan mendudukkannya di tempat duduknya…” (HR. Tirmidzi, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Segala perilaku baik yang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berikan kepada semua manusia, khususnya para wanita, bermula dari petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala untuk seluruh kaum muslimin agar mereka berlaku baik, lemah lembut, dan santun kepada wanita, dan juga menghormati mereka, Allah subhanahu wa ta’la berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ    
Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (QS Al Baqoroh: 228).
Dahulu para shabat nabi صلى الله عليه وسلم adalah orang yang bersegera untuk mengaplikasikan perintah Allah ini, lihatlah Ibnu Abbas, seorang ulama umat ini  رضي الله عنه, yang berkata:
" إني لأتزين لامرأتي كما تتزين لي وما أحب أن أستنظف كل حقي الذي لي عليها فتستوجب حقها الذي لها عليَّ لأن الله تعالى يقول: {وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة:228]] . ذكره القرطبي في " الجامع لأحكام القرآن "
“Sungguh aku berhias untuk istriku sebagaimana dia telah berhias untukku. Dan aku tidak ingin meminta semua hakku yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga dia akan menuntut haknya yang menjadi tanggung jawabku. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ    
Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (QS Al Baqoroh: 228)”. (Disebutkan oleh Al Qurthubi dalam kitab al jami’ li ahkamil quran).


Wasiat seorang ayah muslim untuk sang anak
Di malam pernikahannya
Sesungguhnya romantisme, perilaku baik, dan lemah lembut antara satu pasangan dengan lainnya, adalah metode seorang muslim yang sholih, ia berjalan di atas metode tersebut, mengaplikasikannya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya, hal itu ia lakukan sebagai bentuk kepatuhannya terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala, lihatlah imam ahlus sunnah wal jama’ah , ketika Beliau mewasiatkan kepada anaknya di malam pernikahan sang anak, dan mengajarkan hak – hak istrinya, Beliau berkata:
“Wahai ananda: sesungguhnya engkau tak kan menggapai kebahagiaan di rumah tanggamu kecuali dengan sepuluh perkara yang engkau berikan kepada istrimu, maka ingatlah perkara yang akan ku sebutkan ini, dan bersemangatlah untuk mengerjakannya:
Adapun yang pertama dan kedua:
Sesungguhnya wanita sangat menyukai pujian dan pengakuan cinta seorang lelaki, maka janganlah engkau pelit kepada istrimu dalam hal tersebut, apabila engkau berlaku pelit maka engkau telah menjadikan antara dirimu dengan istrimu sebuah pemisah yang sangat keras, yang akan mengurangi rasa cinta.
Dan adapun yang ketiga:
Sesungguhnya wanita membenci pria yang keras dan kasar, dan mereka akan menindas pria yang lemah dan lembek, maka tempatkanlah setiap sifat pada tempatnya, karena hal itu akan membuahkan cinta dan ketenangan.
Adapun yang keempat:
Sesungguhnya wanita suka apabila suaminya melakukan beberap hal, sebagaimana para suami suka istrinya melakukan hal – hal tersebut, seperti: bertutur kata lembut, berpenampilan baik, berpakain bersih, dan berwangi harum, maka hendaknya engkau menghiasi dirimu dengan sifat – sifat tersebut.
Adapun yang kelima:
Sesungguhnya rumah bagai kerajaan para wanita, mereka merasa bahwa di sanalah mereka berada di atas singgasananya, dan ia adalah ratunya, maka janganlah engkau hancurkan kerajaan tersebut, dan janganlah engkau menggulingkannya dari singgasananya, sungguh engkau apabila melakukan hal itu, maka engkau layaknya seorang yang mengusik ketenangannya, dan sesungguhnya seorang ratu tak pernah memiliki permusuhan yang lebih besar kepada seseorang, melebihi permusuhannya kepada orang yang mencoba untuk mengusik ketenangan kerajaannya, walaupun sang ratu menampakkan hal sebaliknya kepada orang yang dimusuhinya itu.
Adapun yang keenam:
Sesungguhnya seorang wanita suka untuk mendapatkan suami tanpa kehilangan keluarganya, maka janganlah engkau jadikan istrimu harus memilih antara dirimu dan keluarganya, karena ia walaupun memilih dirimu, akan tetapi ia akan hidup dalam kesedihan yang akan berefek buruk bagi kehidupan keseharianmu.
Adapun yang ketujuh:
Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, itulah rahasia keindahan yang ada pada dirinya, dan itu adalah daya tarik tersendiri baginya, itu bukanlah suatu aib, layaknya alis, ia indah apabila ia memiliki lengkungan, maka janganlah engkaau membebaninya apabila ia melakukan kesalahan, dengan beban yang tak sanggup ia pikul, dengan alasan ingin meluruskannya, sehingga yang terjadi malah engkau mematahkannya, dan patahnya ditandai dengan perceraian, dan jangan pula engkau membiarkannya ketika ia salah, sehingga ia bertambah bengkok, sehingga ia tidak lagi menerima dan mendengar segala perintahmu, akan tetapi jadilah orang yang ada di pertengahan antara dua hal tersebut.
Adapun yang kedelapan:
Sesungguhnya wanita memiliki tabiat untuk mengkufuri perbuatan baik seorang suami, dan mudah melupakan kebaikan mereka, apabila engkau berbuat baik kepadanya sepanjang hidupmu, lalu engkau melakukan satu kesalahan sekali saja, maka ia akan berkata: “Aku tidak pernah mendapati kebaikan darimu sedikitpun”, namun janganlah sifatnya tersebut membuatmu membencinya dan menjauhinya, karena apabila engkau membenci sifatnya itu, pasti ada satu sifatnya yang lain yang engkau sukai.
Adapun yang kesembilan:
Sesungguhnya wanita memiliki masa – masa yang membuatnya lemah, baik secara fisik maupun mental, sampai – sampai Allah subhanahu wa ta’ala menggugurkan kewajiban yang sebelumnya wajib ia kerjakan, pada masa – masa tersebut Allah menggurkan kewajiban sholat atasnya, dan menyuruhnya untuk menunda puasa apabila bertepatan dengan masa – masa tersebut, sampai kesehatannya kembali dan kondisinya stabil, maka jadilah engkau ketika menghadapi masa – masa tersebut seperti itu, sebagaimana Allah meringankan kewajiban yang telah Ia wajibkan atas wanita, maka hendaknya engkau mengurangi tuntutan dan perintahmu kepadanya.
Dan adapun yang kesepuluh:
Ketahuilah bahwasanya wanita adalah tawanan yang berada digenggamanmu, maka sayangilah ia, dan maklumi kelemahannya, niscaya ia akan menjadi perhiasan terindah dan kawan terbaik bagi dirimu.


Wasiat seorang ibu muslimah kepada sang putri
Di malam pernikahannya
Sebagaimana seorang laki – laki memiliki kewajiban untuk menciptakan romantisme islami, begitu pula wanita, mereka memilki kewajiban yang sama di pundak mereka, seperti berperilaku dan bergaul dengan suaminya dengan cara yang baik, lihatlah Ummu Iyas binti ‘Auf binti ‘Alam As Syaibani, ketika datang ‘Amr bin Hujr seorang raja dari kindah melamar putrinya, dan sebentar lagi akan memboyong putrinya, ia datang menemui anaknya dan menasehati sang putri akan beberapa hal yang menjadi asas kehidupan rumah tangga yang bahagia, dan kewajiban yang diemban seorang istri bagi suaminya.
Sang ibu berkata:”Wahai putriku, seandainya wasiat hanya sebatas ucapan indah tanpa makna, maka tak kan pernah aku berikan wasiatku ini kepadamu, akan tetapi wasiat adalah peringatan bagi orang yang lalai, dan bantuan bagi orang yang memiliki akal. Sesunggunya wanita apabila ia bisa tidak membutuhkan suami karena ia telah memiliki orang tua yang mampu, dan menyayangi dia, maka kamu termasuk wanita tersebut, akan tetapi wanita diciptakan bagi laki – laki, dan bagi wanita laki – laki diciptakan.
Duhai putriku, sesungguhnya engkau akan meninggalkan suasana yang disitulah engkau dilahirkan, dan engkau akan meninggalkan kehidupan yang engkau tumbuh di dalamnya, menuju ke tempat yang belum engkau ketahui, dan menuju teman hidup yang belum engkau kenal, yang nantinya ia akan menjadi pemilikmu, maka jadikanlah dirimu sebagai budak wanitanya, maka ia akan menjadi budak laki – lakimu, dan perhatikan dan jagalah sepuluh perkara untuknya maka ia akan menjadi simpanan berharga bagimu kelak:
Adapun yang pertama dan kedua:
Tunduk dan patuh kepadanya dengan sifat qonaah, serta mendengar dan taat dengan baik kepadanya.
Adapun yang ketiga dan keempat:
Perhatikanlah padangan dan ciumannya, jangan sampai matanya melihat sesuatu yang buruk dari dirimu, dan jangan sampai pula ia mencium darimu kecuali bau yang terharum.
Adapun kelima dan keenam:
Perhatikanlah waktu tidur dan makannya, karena panasnya lapar itu membakar, dan kurangnya tidur akan menimbulkan amarah.
Adapun ketujuh dan kedelapan:
Jagalah hartanya dan perhatikanlah kerabat dan anak – anaknya. Adapun kunci pengurusan harta adalah penempatan harta sesuai ukurannya, dan kunci perhatian anak – anak adalah pengurusan yang baik.
Adapun yang kesembilan dan kesepuluh:
Jangan sekali – kali engkau membantah perintahnya, dan janganlah sekali – kali engkau menyebarkan rahasianya, karena jika engkau menyelisihinya engkau telah membakar amarah di dadanya, dan apabila engkau menyebarkan rahasianya, engkau tak kan selamat dari pengkhianatannya.
Kemudian hati – hatilah engkau, jangan sampai engkau berbahagia di hadapannya tatkala ia bersedih, dan janganlah engkau bersedih di hadapannya tatkala ia berbahagia”.
Ini semua membuktikan kepada kita akan betapa tinginya kedudukan seorang wanita di bawah naungan syariat islam, dan hal ini juga merupakan bantahan bagi setiap orang yang mengatakan bahwa islam adalah agama yang yang medzalimi wanita.
bagaimana mungkin islam menjadi agama yang mendzalimi wanita dan merampas hak – haknya, sedangkan islam adalah agama yang mencintai wanita dan sering kali ia memberikan perintah untuk memperhatikan para wanita, dan pembahasan ini lah yang akan engkau dapati wahai pembaca yang mulia dalam lembaran – lembaran buku kecil ini.
Dalam buku kecil ini kita akan membahas tentang kisah cinta yang terjadi dalam kehidupan seorang Rasul pemberi rahmat dan hidayah Muhammad bin Abdillah صلى الله عليه وسلم bersama para keluaganya, di mana kedudukan Beliau sebagai seorang penyampai agama dan pimpinan umat tidak menghalangi Beliau untuk selalu memberikan perhatian kepada keluarganya, perhatian Beliau tersebut Beliau simpulkan dalam kalimat yang singkat namun bermakna padat, dan Beliau jadikan kalimat tersebut sebagai wasiat Beliau kepada segenap umatnya, Beliau bersabda:
" خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي " رواه البخاري
“Sebaik – baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya, dan aku lah orang yang paling baik kepada keluargaku”. (HR Bukhari).
Timbangan kebaikan seorang adalah kebaikan yang ia berikan kepada keluarganya, dan perilaku santun yang ia berikan kepada mereka. kebaikan itu lah yang akan membuahkan rasa cinta dan kasih sayang, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah sebaik baiknya manusia, kebaikan yang ia berikan kepada semua manusia, khususnya kepada keluarganya, membuat Beliau sebagai manusia yang mencapai tingkatan tertinggi dalam cinta dan kasih sayang. Diantara bukti atas hal tersebut, ketika turun kepada Beliau ayat takhyiir (ayat yang berisi perintah bagi Rasulu Allah untuk memberikan pilihan kepada istri – istrinya antara tetap menjadi istrinya atau memilih talak), ketika beberapa istri Beliau menuntut nafkah yang ada di luar batas kemampuan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, maka istri – istri Beliau pun lebih memilih dirinya dan mereka menolak segala keindahan kehidupan dunia, mereka ridha kepada diri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan kehidupan sederhana yang ia pilih dibanding kehidupan yang penuh dengan kekayaan. Aisyah رضي الله عنها berkata:
“Ketika Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم diperintahkan untuk memmberikan pilihan kepada para istrinya, Beliau memulainya dengan memberikan pilihan kepada diriku”, Beliau berkata:”Aku akan mengatakan sebuah perkara kepadamu, tidak usahlah kamu berburu – buru memberi keputusan sampai engkau meminta pendapat kedua orang tuamu”, ‘Aisyah berkata: “Sungguh Beliau tau bahwa orang tuaku tidak akan menyuruhkuh untuk meminta cerai darinya”, ‘Aisyah berkata: “kemudian Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا (29)
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. (QS. Al Ahzab: 28 – 29).
Maka aku pun berkata: “ Untuk apa aku meminta pendapat kedua orang tuaku? Sungguh aku lebih memilih Allah, rosulNya, dan kehidupan akhirat”, Aisyah berkata: “Kemudian seluruh istri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melakukan seperti yang aku lakukan” (HR. Muslim).
Hadist ini membuktikan bahwasanya kecintaan istri – istri Rasulu Allah dan kesetiaan mereka adalah hasil dari ketinggian akhlak yang dimiliki oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dan perilaku baik yang ia lakukan ketika Beliau bergaul bersama istri – istrinya, juga rasa cinta dan kasih sayang yang ia berikan kepada seluruh istri – istri Beliau, sehingga mereka berkeyakinan bahwa mereka tak kan pernah mendapatkan pasangan yang lebih baik dari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memiliki sembilan orang istri yang hidup di bawah naungannya dengan kehidupan tenang dan bahagia, seorang penulis berkebangsaan itali bernama Veccia Veglieri berkata dalam bukunya seraya membela islam dan pribadi Rasulu Allah yang banyak dituduh sebagai manusia bernafsu besar, dia berkata:
“Muhammad صلى الله عليه وسلم sepanjang masa mudanya, di mana pada masa tersebut umumnya nafsu seorang laki – laki sedang berada di puncaknya, di tambah lagi dengan keadaan masyarakat arab pada masa itu, yang mana pernikahan bukan lah suatu hal yang sakral dalam kehidupan mereka, dimana poligami adalah suatu hal yang biasa mereka lakukan, ditambah lagi dengan angka perceraian yang sangat tinggi kala itu, namun Muhammad tidak menikah kecuali dengan satu orang wanita saja yaitu Khadijah yang umurnya jauh di atas Beliau, selama 25 tahun Beliau menjadi seorang suami yang penuh rasa cinta yang tulus bagi Khadijah, tidaklah Beliau menikah lagi kecuali setelah wafatnya Khadijah. Dan pernikahan – pernikahan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم setelahnya ia lakukan karena alasan tertentu, baik dari segi sosial ataupun politik.
Beliau menikahi beberapa wanita dengan tujuan untuk memuliakan wanita – wanita yang bertakwa, atau demi membuat ikatan keluarga dengan beberapa keluarga dan kabilah lain demi membuka jalan dakwah agama islam. kecuali ‘Aisyah, Beliau tidak menikahi wanita karena ia perawan, muda, ataupun cantik, lalu apakah yang demikian membuat dia pantas disebut sebagai manusia bersyahwat tinggi??.
Beliau hanyalah seorang laki – laki biasa dan bukanlah tuhan, bisa jadi keiginan Beliau untuk mempuanyai banyak anak yang mendorong Beliau untuk menikah lagi, karena anak – anak yang telah dilahirkan Khadijah mereka semua sudah terlebih dahulu meninggal dunia.
Tanpa Beliau memiliki penghasilan yang besar, Beliau menanggung beban keluarga yang amat besar, akan tetapi Beliau selalu memperlakukan seluruh istrinya dengan sangat adil.
Beliau tidak pernah sama sekali membuat – buat alasan untuk berpisah dengan salah satu dari mereka, dan sungguh perlakuan Beliau kepada istrinya adalah bentuk pengikutan Beliau kepada sunnah – sunnah para nabi sebelum Beliau عليهم السلام seperti musa dan yang lainnya, namun tidak ada satu pun manusia yang mengkritisi poligami yang dilakukan oleh para nabi sebelum muhammad, apakah hal itu karena kita tidak mengetahui detail kehidupan mereka setiap harinya sebagaimana kita mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan keluarga Muhammad صلى الله عليه وسلم?”.
Sesungguhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah salah seorang yang memiliki kepribadian mulia dalam sejarah, yang memiliki andil yang sangat besar dalam merubah dunia, hal tersebut berdasarkan persaksian beberapa orang yang berlaku adil dari kalangan non islam, orang – orang yang telah banyak menyelami siroh Beliau, dan memperhatikan kedalaman risalah yang Beliau bawa, juga sejauh mana tersebar dan dampak apa yang diberikan oleh risalah tersebut, sebagaimana pepatah mengatakan: “Kebenaran adalah apa yang dipersaksikan oleh musuh”, Michael Hart mengatakan dalam bukunya “100 orang yang paling berpengaruh dalam sejaran manusia”:
“Sesungguhnya pilihanku untuk menjadikan Muhammad sebagai orang pertama dalam daftar orang yang paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia, terkadang menimbulkan kekagetan bagi beberapa pembaca, dan bisa jadi menimbulkan kontra bagi sebagian pihak lain, akan tetapi Beliau adalah satu – satunya manusia yang bisa merealisasikan keberhasilan yang sangat nampak, baik dari segi agama maupun dunia”.
Dan inilah apa yang kita saksikan di sekitar kita, betap cepat tersebarnya dakwah Beliau, dan betapa semangatnya para pengikut Beliau dalam berpengang teguh atas syariatnya, dan mengerahkan segala hal yang berharga ataupun tidak dalam rangka menyebarkan sunnah Beliau. Berapa banyak orang yang masuk ke dalam agamanya, dan betapa sedikitnya orang yang keluar dari agamanya, karena kebenaran apabila sudah masuk ke dalam hati dan menyatu ke dalam jiwa, maka ia tidak akan pernah pergi darinya.
Lihatlah Bilal seorang budak habasyah, ketika Beliau masuk islam, Beliau disiksa dengan cambuk, dan diletakkan di atas dadanya batu yang sangat besar, serta mukanya diseret diatas jalan makkah yang terdiri dari batu – batu yang keras dan panas, agar ia keluar dari agamanya, namun banyaknya siksaan yang ia terima tidaklah memberikan dampak kecuali bertambah kuatnya keimanan dan keteguhan di atas jalan keislaman, di mana Beliau senantiasa menyerukan kalimat – kalimat yang kekal “Ahad Ahad” (maksudnya tuhan yang maha esa, tuhan yang maha esa).
Dan lihat pula Sa’ad bin Abi Waqqash, Beliau dahulu adalah seorang yang amat patuh kepada ibunya, ketika ia masuk islam, ibunya pun berkata kepadanya: “Aku tidak akan makan, aku tidak akan minum, sampai aku mati, sehingga engkau akan dicela karenaku, dan orang – orang akan memanggilmu: ‘Wahai seorang yang telah membunuh ibunya’”, maka Sa’ad pun berkata: “Janganlah engkau melakukan hal itu wahai ibunda, karena sungguh aku tak akan meniggalkan agamaku ini karena sebab apapun”, Maka ibunya tak makan selama sehari, sehingga di pagi harinya ia merasa lelah, dan ia masih enggan untuk makan ataupun minum di hari berikutnya, sampai ia benar – benar merasakan kelelahan, sampai akhirnya Sa’ad berkata: “Ketika aku melihat hal yang demikian aku berkata kepada ibuku: ‘Demi Allah wahai ibundaku, kalau seandainya engkau memiliki seratus nyawa sekalipun, dan nyawa tersebut keluar satu persatu, sungguh aku tak akan meninggalkan agama ini karena sesuatu apapun, kalau engkau bersedia wahai ibunda, maka makanlah, namun apabila engkau bersedia untuk tidak makan maka lakukanlah, ketika Beliau melihat keteguhanku akhirnya Beliau pun mau makan”.


Perilaku rasulu allah صلى الله عليه وسلم
Kepada para istrinya
•    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ketika Beliau bersenang senang dengan keluarganya.
Agama islam mengajarkan kepada seorang muslim  untuk senantiasa memberikan hak bagi jiwanya berupa kesenangan yang hukumnya mubah, dan masih dalam kerangka syariat, agar ia senantiasa terhindar dari rasa bosan, sehingga ia bisa melanjutkan aktivitas ibadahya kepada Allah جل جلاله dengan semangat dan sungguh – sungguh.
Namun dengan syarat, kesenangan tersebut tidak berlebihan, sehingga membuat kehidupan seorang muslim penuh dengan kesenangan yang tidak ada manfaatnya, yang akan membuat seorang hamba lalai akan tujuan pencipataannya.
Dahulu sahabat Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengira bahwa agama islam adalah agama yang selalu serius dan sungguh – sungguh, yang tidak mentolerir kesenangan dan bersantai sama sekali, Handzalah bin Judzaim Al Hanafi berkata:
“Abu Bakar menemuiku dan berkata: ‘Bagaimana keadaanmu wahai Handzalah?’, aku berkata: ‘Sungguh Handzalah telah melakukan kemunafikan’, Abu Bakar berkata: ‘Subhanallah!! Apa yang telah engkau katakan?’, aku berkata: ‘Ketika kami bersama Rasulu Allah, dan Beliau mengingatkan kami akan neraka dan surga, sampai seakan kami melihat neraka dan surga di depan mata kami, namun apabila kami berpisah dengan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dan kami kembali bermain dengan istri – istri, anak – anak , dan pekerjaan – pekerjaan kami, kami banyak melupakan hal itu’. Abu Bakar pun berkata: ‘Demi Allah!, sungguh kami pun mendapati hal yang demikian’, maka aku dan Abu Bakar pun pergi menemui Rasulu Allah  صلى الله عليه وسلم, lalu aku berkata kepada Beliau: ‘Sungguh Handzalah telah melakukan kemunafikan wahai Rasulu Allah!’, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda: ‘Mengapa bisa demikian?’, aku berkata: ‘Wahai Rasulu Allah, apabila kami bersamamu, dan engkau ingatkan kami akan neraka dan surga, sampai seakan kami bisa melihat kedua hal tersebut dengan mata kami, namun apabila kami berpisah denganmu, dan berkumpul bersama istri, anak, dan pekerjaan kami, kami pun banyak melupakannya’, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Demi Tuhan yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh apabila kalian senantiasa berada dalam keadaan sebagaimana kalian bersamaku, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di atas tempat tidur dan jalan – jalan kalian, akan tetapi wahai Handzalah, sesaat demi sesaat’ Beliau mengatakannya tiga kali”. (HR Muslim).
Akan tetapi pandangan ini berubah, ketika agama islam menjadikan kebersamaan seorang manusia dengan keluarganya, dan menyusupi rasa senang kepada mereka sebagai ajaran agama, hal itu bukanlah aneh, karena agama islam adalah agama yang sangat lengkap, yang ajarannya mencakup jasad, ruh, jiwa, dan akal manusia, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"كلُّ شيءٍ ليسَ من ذكرِ اللهِ لهوٌ ولعبٌ، إلَّا أن يكونَ أربعةً : ملاعبةُ الرجل لِامرأتَهُ، و تأديبُ الرجلِ فرسَهُ، و مشي الرجلِ بينَ الغرضينِ، و تعليمُ الرجلِ السباحةَ" صحيح أخرجه أحمد والنسائي والبيهقي.
“Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikir kepada Allah adalah permainan yang melalikan kecuali empat hal : Candaan seorang suami bersama istrinya, seorang yang melatih kudanya, seorang yang berjalan antara dua tujuan, dan seorang yang mengajarkan berenang” (Hadist shohih diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, dan Baihaqi).
Dan pandangan demikian pun berubah, ketika para sahabat melihat Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melakukan sesuatu yang menunjukkan bolehnya bersenang senang, Jabir bin Samurah berkata: “Dahulu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidaklah Beliau beranjak dari tempat sholatnya setelah ia melaksanakan sholat subuh sampai terbit matahari, apabila matahari telah terbit, Beliau berdiri, dan ia berbincang bincang dengan para sahabatnya, mereka bercerita tentang keadaan di masa jahiliyah, sehingga mereka tertawa dan Rasulu Allah tersenyum”. (HR Muslim).
Bukan ini saja, namun agama islam juga mewajibkan seseorang untuk memberikan hak berupa kesenangan kepada dirinya, Rasulu Allah bersabda kepada Abd Allah bin Umar:
“Wahai Abd Allah, aku diberitahu bahwa engkau selalu mengerjakan puasa di siang hari dan sholat di malam hari?”, Abd Allah bin Umar berkata: “ Iya wahai Rasulu Allah”, maka Beliau bersabda: “Janganlah engkau berbuat demikian, namun berpuasa dan berbukalah. Dan sholat juga tidurlah, karena jasadmu meliki hak yang harus engkau tunaikan, dan matamu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, juga istrimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, serta hartamu memiliki hak yang harus engkau tunaikan”. (HR Bukhari).
1.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menghibur keluarganya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang semangat untuk memberikan kebahagiaan kepada keluarganya, agar rumah tangganya senantiasa diliputi kesenangan dan kebahagiaan, Beliau selalu memanfaatkan setiap momen yang sesuai, untuk menyusupi kebahagiaan kepada keluarganya dan mengusir rasa suntuk dan bosan dari mereka, ‘Aisyah istri Nabi صلى الله عليه وسلم berkata: “Sekelompok pemuda habasyah pernah memasuki masjid dan bermain di dalam masjid”, lalu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Wahai humaira (maksudnya: perempuan yang berwajah merah merona, -pent), apakah engkau mau melihat mereka?” aku berkata: “Iya”, maka Rasulu Allah berdiri di pintu, lalu aku pun menaruh leherku di pundak Beliau, dan aku sandarkan wajahku di pipi Beliau, diantara perkataan yang diucapkan para pemuda habasyah itu: “Wahai Abul Qosim semoga engkau dalam keadaan baik”, maka Rasulu Allah bersabda: “Apakah sudah cukup?”, maka aku berkata: “Jangan terburu buru wahai Rasulu Allah”, ia pun tetap berdiri untukku, kemudian Beliau bersabda lagi: “Apakah sudah cukup?”, maka aku berkata: “Jangan terburu buru wahai Rasulu Allah”, ‘Aisyah berkata: “Sungguh bukannya aku ingin melihat mereka, namun aku ingin memamerkan kepada seluruh wanita bagaimana kedudukan Rasulu Allah di sisiku, dan kedudukanku di sisinya”.
2.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memaklumi perbuatan keluarganya demi menjaga kebahagiaan mereka.
Allah telah mendidik Rasulu Allah dengan sangat baik, dan sudah menjadi tabiat Rasulu Allah bahwa Beliau tidak pernah mengoreksi kesalahan orang lain dengan cara yang tidak disukai orang tersebut, Beliau memaklumi perkara – perkara yang dilakukan keluarganya selama perkara tersebut tidak bertentangan dengan syariat agar ia tidak merusak suasana dan perasaan bahagia keluarganya, maksud memaklumi di sini, Beliau tidak memberikan komentar apapun terhadap sesuatu yang ia dapati dan ia ketahui, ‘Aisyah رضي الله عنها seorang istri nabi berkata: bahwa Abu Bakar pernah masuk menemuinya sedang di sisi ‘Aisyah terdapat dua anak perempuan, ketika Beliau sedang berada di hari – hari mina (maksudnya: tanggal 11, 12, 13 dari bulan dzul hijjah tau yang biasa disebut dengan hari tasyriq), kedua anak perempuan itu sedang memainkan rebana, sedang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menutupi wajahnya dengan pakainnya, maka Abu Bakar pun menghardik mereka berdua, Rasulu Allah pun menyingkap muka Beliau dan bersabda:
“Biarkan mereka wahai Abu Bakar, karena hari ini adalah hari ied (hari raya)”, dan hari tersebut adalah hari tasyriq.
‘Aisyah juga mengatakan: “Aku memperhatikan Nabi صلى الله عليه وسلم menutupiku dengan tirai, ketika aku melihat orang – orang habasyah, tatkala mereka sedang bermain di masjid, seketika datanglah Umar melarang mereka, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
“Biarkanlah mereka, teruslah bermain dengan aman wahai bani Arfidah”, maksudnya, tetaplah kalian bermain tanpa harus takut.
3.    Rasululah صلى الله عليه وسلم selalu berusaha membahagiakan keluarganya.
Di antara tanda kecintaan dan kelembuatan yang tulus adalah selalu berusaha untuk bisa memberikan kebahagiaan bagi orang yang engkau cintai, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang sangat bersungguh – sungguh untuk memberikan kebahagiaan kepada keluarganya, ‘Aisyah رضي الله عنها mengatakan: Bahwasanya dahulu ia pernah bermain boneka di sisi Nabi صلى الله عليه وسلم. Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. ‘Aisyah berkata: “ Ketika Rasululah shallallahu ‘alaihi wa salam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari Beliau. kemudian Beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu, lalu mereka pun bermain bersamaku” (HR muslim).
4.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menggoda istrinya.
Sebagaimana ajaran islam mencakup segala sesuatu yang baik bagi ruh dan jasad, ajaran islam pun mencakup segala hal yang baik bagi jiwa, ajaran tersebut menyusupi kebahagiaan dan kesenangan kedalam jiwa.
Rasulu Allah tidak memandang sebelah mata hal yang demikian, bahkan Beliau meperhatikan hal ini dengan sangat baik, Beliau sering kali mencandai sahabatnya, Beliau juga mencandai istrinya, dan ketika bercanda Beliau tidaklah mengatakan apapun kecuali kebenaran.
Dan sebagaimana yang sudah diketahui bersama bahwa candaan adalah suatu hal yang disukai jiwa manusia, karena ia bisa menghilangkan rasa jenuh dan bosan, dengan syarat candaan yang dilakukan masih dalam batasan syariat, yang tidak mengandung bohong ataupun menjelekkan orang lain, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
“Raslululloh pulang ke rumahku setelah Beliau selesai melaksanakan prosesi pemakan jenazah di baqi’, kala itu aku merasakan pusing, aku pun mengatakan: ‘Duhai betapa pusingnya kepalaku!’, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Aku lebih berhak mengatakan itu wahai ‘Aisyah, duhai betapa pusingnya kepalaku!”, Beliau bersabda: “Tak masalah bagimu, apabila kamu meniggal sebelum aku aku akan memandikanmu, mengkafanimu, lalu menyalatimu, dan aku akan menguburkanmu”, akupun berkata: “Sepetinya aku mengira setelah engkau melakukan seluruh perbuatan yang engkau sebutkan tadi, engkau akan pulang ke rumahku dan engkau akan tinggal di sana bersama beberapa istrimu”, maka seketika Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun tersenyum, kemudian mulailah Beliau merasakan sakit yang mengantarkannya kepada kematian” (HR Ad Darimi, dan dihasankan oleh Al Albani).
5.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم jalan – jalan bersama istrinhya.
Hampi – hampir kehidupan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak luput dari sesuatu yang membahagiakan jiwa, dahulu Beliau pernah keluar untuk berjalan – jalan bersama istrinya, kesibukan berdakwah dan mengemban risalah tidak membuat Beliau lalai dari memperhatikan hal yang satu ini.
‘Aisyah menceritakan kepada kita mengenai salah satu safarnya bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم :
“… Dahulu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, apabila malam telah datang, Beliau berjalan bersama ‘Aisyah, dan berbincang – bincang dengannya…” (HR Muslim).
6.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tertawa bersama keluarganya.
Tertawa adalah hal manusiawi yang dilakukan manusia, ajaran islam pun tak luput mengajarkan hal tersebut, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
" تبسُّمُكَ في وجْهِ أخيكَ لَكَ صدقةٌ " رواه الترمذي وهو صحيح
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR Tirmidzi, dan hadist ini adalah hadist shohih).
Demikianlah yang diajarkan oleh agama kami, seorang muslim seyogyanya menjadi seorang yang memiliki wajah berseri, bukan menjadi orang yang bermuka masam, merengutkan wajahnya sehingga membuat orang disekelilingnya menajadi jenuh, dahulu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tertawa dan membuat tertawa orang lain untuk mengusir rasa jenuh dari majlisnya, dan menyusupi suasana tenang dan bahagia, Beliau bersabda:
" لا تحقرَنَّ من المعروفِ شيئًا ، ولو أن تلقَى أخاك بوجهٍ طلِقٍ "  رواه مسلم
“Janganlah kalian sepelakan perkara yang makruf sekecil apapun perkara tersebut., walau hanya dengan menemui saudaramu dengan wajah yang berseri”. (HR Muslim).
7.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menciptakan suasan bahagia bagi keluarganya.
Diantara kebiasaan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah mencandai para sahabat yang ada di sekitarnya dan bergurau bersama mereka, begitu pula yang ia lakukan bersama keluarganya, Beliau melakukan hal itu untuk mengusir rasa penat dan jenuh yang ada pada mereka, juga untuk menyusupi rasa bahagia di jiwa mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها  berkata:
“Aku mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم membawa khazirah (makanan yang terbuat dari kurma, minyak, dan tepung) yang telah aku masak, maka akupun berkata kepada Saudah, sedang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berada di antara kita berdua: ‘Makanlah’, namun Saudah menolak untuk makan, maka akupun berkata: ‘Makanlah, atau kalau tidak niscaya aku akan melumuri mukamu dengannya’, namun ia enggan untuk makan, maka akupun memasukkan tanganku ke dalam khozirah dan aku lumuri mukanya, maka nabipun tertawa, lalu Beliau pun menurunkan pahanya yang ia sandarkan ke Saudah, kemudian ia berkata kepadanya: ‘Lumurilah wajahnya wahai Saudah’, maka Saudahpun melumuri wajahku, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun tertawa lagi, kemudian Umar pun lewat seraya berseru: ‘ Wahai Abd Allah, wahai Abd Allah’, Nabi صلى الله عليه وسلم mengira bahwa ia akan masuk menemuinya, maka ia bersabda kepada kedua istrinya: ‘Bangunlah dan bersihkanlah wajah kalian’, maka senantiasa aku menghormati Umar sebagaimana Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menghormati Beliau’” (HR Abu Ya’la Al Mushili dan dihasankan oleh Al Albani).
8.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ikut bermain bersama keluarganya.
Diantara hikmah Beliau صلى الله عليه وسلم, bahwasanya Beliau bergaul bersama semua orang dengan cara yang sesuai dan disukai oleh mereka, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan syariat, ‘Aisyah رضي الله عنها bercerita:
 Ketika Rasulu Allah pulang dari perang tabuk – atau khoibar – dan lemari Beliau tertutup dengan selembar tirai, maka berhembuskah angin sehingga menyingkap sedikit tirai yang menutupi boneka – boneka ‘Aisyah, maka Beliau pun bersabda: “Apa ini wahai ‘Aisyah?”, ‘Aisyah berkata: “Boneka – bonekaku”, Rasulu Allah melihat diantara bonek – boneka tersebut terdapat boneka kuda yang memiliki dua sayap yang terbuat dari kain, maka Beliau bersabda: “Apa ini yang ada di tengah?”, ‘Aisyah berkata: “Kuda”, Rasulu Allah bersabda: “Lalu apa ini yang ada diatasnya?”, ‘Aisyah berkata: “Kedua sayapnya”, Beliau bersabda: “Memangnya kuda mempunyai dua sayap?”, ‘Aisyah berkata: “Tidak kah kamu dengar bahwa Sulaiman memiliki kuda yang bersayap?”, ‘Aisyah berkata: “Maka ia pun tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya” (HR Abu Dawud, dan dishohihkan oleh Al Albani).
9.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ikut berbahagia dengan kebahagiaan keluarganya.
Diantara tanda kebaikan seorang pria kepada keluarganya adalah usahanya untuk selalu menyusupi kebahagiaan ke dalam hati mereka, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah orang yang bersegera dalam membahagiakan keluarganya, ‘Aisyah ummul mukminin berkata:
Suatu ketika Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم duduk, Beliau صلى الله عليه وسلم mendengar kegaduhan dan suara anak-anak, lalu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bangkit berdiri (untuk melihat apa yang terjadi), ternyata ada wanita habasyah menari dan anak-anak kecil mengelilinginya, lalu صلى الله عليه وسلم bersabda :” Wahai Aisyah kemarilah, lihatlah !”, maka akupun datang, dan aku sandarkan daguku ke pundak Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, aku menyaksikan wanita Habasyah itu diantara pundak dan kepala Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم (dari belakang Beliau صلى الله عليه وسلم), lalu Nabi صلى الله عليه وسلم berkata padaku : “Apakah engkau puas, apakah engkau puas (melihat pertunjukan ini)?” Aisyah menjawab : “Tidak”. Agar aku bisa memamerkan kedudukanku di sisi Beliau صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba muncul Umar bin al-Khattab. Aisyah berkata : ”Orang-orangpun bubar (melihat Umar datang) dari menyaksikan pertunjukan wanita Habasyah itu”. Aisyah radhiyallahuanha berkata : “Rasulu Allah صلى الله عليه وسلمbersabda : ‘Saya melihat syaitan-syaitan dari kalangan jin dan manusia lari dari Umar bin al-Khattab’”. Aisyah radhiyallahuanha berkata : “Lalu aku pulang”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani).
10.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berbincang – bincang dengan keluarganya.
Diantara kebiasaan Beliau صلى الله عليه وسلم adalah bercengkrama dan berbincang – bincang dengan keluarganya, melalui perbincangan tersebut Beliau mampu mensucikan jiwa keluarganya dari segala noda yang mungkin saja mereka dapati setelah kehidupan keseharian mereka, dan dalam perbincangan tersebut juga, terdapat efek positif yang besar, berupa bertambah kuatnya ikatan dan hubungan serta menambah benih – benih cinta di tengah keluarganya, Shofiyah binti Huyay salah satu istri nabi صلى الله عليه وسلم berkata:
Bahwasanya ia mengunjungi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ketika Beliau sedang melaksanakan I’tikaf (berdiam diri di masjid dengan tujuan beribadah kepada Allah) di masjid, di sepuluh malam terakhir dari bulan ramadhan, maka ia pun berbincang dengan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sesaat, kemudian ia pulang, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bangkit bersamanya hendak mengantarkannya, sesampainya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم di pintu masjid, yaitu pintunya Ummi Salamah, lewat lah dua orang laki – laki dari kalangan anshar, maka mereka pun mengucapkan salam kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun berkata kepada mereka: “Sebentar, sesungguhnya ini adalah Shofiyah binti Huyay”, maka mereka berdua pun mengatakan: “Subhanallah, wahai Rasulu Allah”, kedua orang itu pun merasa segan dengan ucapan Beliau. Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya syetan masuk kepada manusia lewat aliran darah, dan aku khawatir bila syetan telah membisikkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua” (HR Bukhori).
•    Cinta kasih Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Agama islam memperhatikan segala tabiat manusia yang telah diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala, diantara tabiat tersebut adalah rasa cinta antara seorang laki – laki dan perempuan, agama islam memandang rasa cinta tersebut sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak diacuhkan begitu saja, akan tetapi agama islam mengangkat rasa cinta tersebut agar ia tidak hanya menjadi pelampiasan syahwat, dan pandangan hewani yang kotor.
Oleh kerena itu agama islam menjadikan bagi manusia jalan keluar untuk mengungkapkan cintanya melalui pernikahan, yang senantiasa mengajarkan kesucian jiwa dan diri, yang membuahkan ketenangan jiwa dan kelanggengan cinta, yang memenuhi setiap hak kedua belah pihak, Allah ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS Ar Ruum: 21).
Oleh karena itu agama islam memerintahkan semua pengikutnya untuk menyegerakan pernikahan, ketika mereka merasa sudah memiliki kemampuan dan kesanggupan, juga menerangkan sebab – sebabnya, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
" يا معشرَ الشبابِ ! من استطاع منكم الباءةَ فليتزوجْ . فإنه أغضُّ للبصرِ ، وأحصنُ للفرجِ . ومن لم يستطعْ فعليه بالصومِ . فإنه له وجاءٌ" رواه مسلم.
“Wahai segenap pemuda, barang siapa diantara kalian yang sanggup untuk ba’ah (memberikan nafkah lahir maupun batin), maka menikahlah. Karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu menikah, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu bagaikan tameng (kendali bagi syahwat). (HR Muslim).
Agama islam juga melarang kependetaan (tidak menikah dengan tujuan beribadah), serta hidup membujang, dan melarang seorang untuk meninggalkan pernikahan dan segala kesenangan dunia, dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
Datang tiga orang ke rumah istri – istri Nabi صلى الله عليه وسلم, mereka bertanya tentang ibadah Nabi صلى الله عليه وسلم, setelah diceritakan kepada mereka, maka mereka merasa bahwa ibadah mereka itu sedikit, kemudian mereka berkata, “Di manakah posisi kami dibanding Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sedangkan Beliau telah diampuni segala dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang”. Maka salah seorang di antara mereka berkata: “Aku akan shalat malam selamanya”. Seorang lagi berkata: “Aku akan berpuasa sepanjang tahun tanpa berbuka”, dan yang lain berkata: “Aku akan menghindari wanita dan tidak akan menikah selamanya”. Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم datang dan bersabda: “Kaliankah yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (HR Bukhori).
Agama islam mengangkat rasa cinta antara laki – laki dan perempuan dan menjadikannya sebagai salah satu ibadah yang akan membuahkan pahala, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"... وفي بضعِ أحدكم صدقةٌ " . قالوا : يا رسولَ اللهِ ! أياتي أحدنا شهوتَه ويكون لهُ فيها أجرٌ ؟ قال : " أرأيتم لو وضعها في حرامٍ أكان عليه فيها وزرٌ ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلالِ كان لهُ أجرًا " رواه مسلم
 “…Dan salah seorang dari kalian bercampur (berjima’) dengan istrinya adalah sedekah”. Mereka bertanya : “Wahai Rasulu Allah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia mendapat pahala di dalamnya?” Beliau menjawab : “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala”. (HR Muslim).
Agama islam juga menganjurkan pernikahan, karena ia mengandung kepentingan yang sangat agung dalam kehidupan seorang muslim, agar pernikahan tersebut disamping menjadi jalan baginya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, juga menjadi sebab ketentraman dan ketenangan jiwanya, sehingga ia bisa menunaikan ibadah dengan tenang tanpa memiliki beban pikiran.
Setelah ini kami akan sebutkan beberapa penggalan kisah cinta Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama istri – istrinya:
1.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengkhianati keluarganya.
Rasululullah صلى الله عليه وسلم adalah suri tauladan dalam menjaga kesucian diri, Beliau menerangkan apa yang hendaknya dilakukan oleh seorang muslim ketika syetan melontarkan ke dalam dirinya godaan untuk melakukan perbuatan keji (zina), Jabir bin Abdillah berkata: bahwa Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
" إذا رأى أحدُكم امرَأةً فأعجبَتهُ ، فليأتِ أَهلَه، فإنَّ معَها مِثلَ الَّذي معَها " رواه الترمذي  وصححه الألباني في الصحيحة 235.
“Apabila seorang di antara kalian melihat seorang wanita yang membuatnya terkagum – kagum, maka hendaknya ia menggauli istrinya, karena apa yang ada pada wanita tersebut ada juga pada istrinya” (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam kitab As Shohihah 235).
2.    Kerinduan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Sesungguhnya bergegasnya seorang untuk segera kembali dari safarnya menuju keluarganya adalah bukti kecintaan dan kerinduannya kepada mereka, dan di dalamnya terdapat manfaat – manfaat yang bisa membuahkan ketenangan jiwa dan ketentraman hati, oleh karena itu petunjuk Rasulu Allah berkaitan dengan hal ini adalah ketika Beliau bersabda:
"السفرُ قطعةٌ من العذابِ ، يمنعُ أحدُكم نومَه وطعامَه وشرابَه، فإذا قضَى أحدُكم نهمتَه فليعجلْ إلى أهلِه"رواه البخاري
“Safar adalah potongan dari adzab, seorang (ketika safar) terhalangi dari tidur, makanan, dan minumannya, maka apabila seorang diantara kalian telah selesai menunaikan keperluannya, maka hendaknya ia bersegera pulang kepada keluarganya”. (HR Bukhori).
3.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم selalu memperbaharui rasa cinta dan kasihnya kepada keluarganya.
Hadiah memiliki kedudukan yang sangat tinggi, dan kedudukannya akan semakin tinggi apabila hadiah itu berasal dari orang yang kita cintai, oleh karena itu di antara petunjuk Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم yang jelas berkaitan dengan hal ini adalah sabda Beliau:
" تهادوا تحابوا " رواه البخاري في الأدب المفرد وصححه الألباني  
“Saling memberikan hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai”. (HR Bukhori dalam kitab Al Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Al Albani).
4.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menjaga pandangan dan anggota tubuhnya hanya untuk istrinya.
Menjaga anggota badan hanya untuk istri semata adalah tanda kepribadian yang luhur, dan syetan adalah makhluk yang sangat semangat dalam menggoda seseorang agar mereka melenceng dari kepribadian ini, juga senantiasa mengajak manusia kepada akhlak yang buruk.
“Sungguh telah ditentukan atas anak Adam (manusia) bagian zinanya yang tidak dapat dihindarinya : Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan adalah dengan meraba atau memegang (wanita yang bukan mahram, Pen.), zina kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah menginginkan dan berangan-angan, lalu semua itu dibenarkan (direalisasikan) atau didustakan (tidak direalisasikan) oleh kemaluannya”. Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dalam hadist yang muttafaq ‘alaih, dengan lafadz Muslim, juga diriwayatkan oleh imam Bukhori secara ringkas.
Dan sungguh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang suri tauladan yang baik dalam perkara ini, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
“Jika wanita mukminah berhijrah kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mereka diuji dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12). ‘Aisyah pun berkata, “Siapa saja wanita mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka telah sempurna baiatnya”. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sendiri berkata ketika para wanita mukminah mengikrarkan yang demikian: “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat kalian”. Namun -demi Allah- Beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun. Beliau hanya membaiat para wanita dengan ucapan Beliau. ‘Aisyah berkata: “Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan Beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka.  Ketika baiat, Beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata: “Aku telah membaiat kalian”. (HR Muslim).
5.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم terus terang mengungkakan rasa cintanya kepada istrinya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang tidak malu untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada istrinya, bahkan Beliau menganggap hal itu sebagai akhlak terpuji, dan perilaku baik kepada sang istri. Apalagi Beliau di utus di tengah – tengah masyarakat jahiliyah yang tidak menganggap kedudukan seorang wanita sama sekali, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
“Tidaklah aku cemburu kepada istri – istri Nabi صلى الله عليه وسلم sebagaimana cemburuku kepada Khadijah, padahal aku belum pernah bertemu dengannya”. ‘Aisyah berkata: “Apabila Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menyembelih seekor kambing Beliau akan mengatakan: ‘Kirimlah dagingnya ke kawan – kawan Khadijah”. Dan aku pernah membuatnya marah ketika suatu hari dan aku katakan: “Khadijah (lagi)?!!”, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Sungguh aku telah dikaruniai rasa cinta kepadanya”. (HR Muslim).
Dan ‘Aisyah رضي الله عنها juga mengatakan:
“Apabila Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menyebut nama Khadijah, ia akan memujinya dengan pujian – pujian yang sangat baik”, ‘Aisyah berkata: “Maka suatu hari aku merasa cemburu lalu aku katakan: ‘Betapa banyaknya engkau menyebut Khadijah, padahal sungguh Allah telah memberikanmu ganti yang lebih baik darinya!’. Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Tidak ada yang lebih baik darinya, sungguh ia telah beriman kepadaku ketika manusia kufur terhadapku, dia telah mempercayaiku ketika manusia mendustakanku, dia telah membantuku dengan hartanya ketika manusia tidak mau menolongku, dan aku dikaruniai anak melaluinya, ketika istri – istriku yang lain tidak dikaruniai anak”. (HR Ahmad, Syu’aib Al Arnauth berkata: “Hadist ini shahih, dan sanadnya hasan”).
6.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم selalu menjaga kebersihan dirinya ketika berkumpul bersama istrinya.
Agama islam menerangkan bahwasanya Allah itu indah dan mencintai keindahan, Allah itu dermawan dan mencintai kedermawanan, Allah juga bersih dan mencintai kebersihan, sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dan demikianlah perkara setiap muslim, hendaknya ia berada dalam kondisi terbaik, dan penampilan terbaik ketika bergaul bersama seluruh manusia, apalagi ketika bersama istrinya. Oleh karena itu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk senantiasa memperhatikan perkara ini, Beliau menegaskan:
" إذا أَتَى أحدُكم أهلَهُ ، ثم أرادَ أن يعودَ ، فليتوضأْ " رواه مسلم  
“Apabila seorang diantara kalian berjima (bersetubuh) dengan istrinya, dan ia ingin mengulangi lagi, maka hendaknya ia berwudhu terlebih dahulu”. (HR Muslim).
Beliau صلى الله عليه وسلم juga berkata:
"هذا أزكى وأطيبُ وأطهرُ " رواه أبو داود وحسنه الألباني
    “(Wudhu) ini lebih suci, lebih baik, dan lebih bersih (baginya)”. (HR Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani).
7.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم saling bertukar cinta dengan istrinya.
Sesungguhnya cinta sejati itu adalah cinta yang tidak pernah berubah seiring bertukarnya keadaanya dan waktu, dan demikianlah keadaan cinta Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
" كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ، صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، كِلاَنَا جُنُبٌ‏.‏ وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ‏.‏ وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَىَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ، فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ‏.‏" رواه البخاري
“Aku pernah mandi bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dari satu bejana ketika kami berdua junub. Beliau juga pernah memerintahkanku untuk memakai sarung, kemudian mencumbuku ketika aku sedang haidh. Dan Beliau pernah mnegelurakan kepalanya kepadaku ketika Beliau sedang i’tikaf, lalu aku mencucinya tatkala aku haidh”. (HR Bukhori).
8.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak menyebarkan rahasia keluarganya.
Sesungguhnya hubungan suami istri adalah salah satu rahasia dari rahasia – rahasia yang ditekankan oleh syariat untuk senantiasa dijaga dan tidak disebarkan, apalagi kalau sampai membuat orang yang mendengarnya mengkhayalkan hubungan tersebut melalui cerita yang didengarnya, karena hal itu bisa menghilangkan rasa malu dan kesantunan. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabada:
" إنَّ من أشرِّ النَّاسِ عندَ اللَّهِ منزلةً يومَ القيامةِ الرَّجُلَ يفضي إلى امرأتِهِ وتُفضي إليْهِ ثمَّ ينشُرُ سرَّها "  رواه مسلم
“Sesungguhnya diantara manusia yang memiliki kedudukan yang sangat buruk pada hari kiamat nanti adalah seorang laki – laki yang mencampuri (berjima’ dengan) istrinya, kemudian ia sebarkan rahasianya”. (HR Muslim).
9.    Panggilan manja Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم untuk istrinya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang berbudi pekerti luhur dan berhati lembut, Beliau hanya memperdengarkan keluarganya perkataan – perkataan yang menunjukkan rasa cinta dan kasihnya, Beliau memanggil setiap istrinya dengan nama – nama yang ia sukai, Beliau memanggil ‘Aisyah رضي الله عنها dengan panggilan “Humaira”, terkadang ia pun begitu menampakan sisi kecintaanyan dengan memberikan nama manja untuk istrinya, Beliau terkadang memanggil ‘Aisyah “Wahai ‘Aisy…” (HR Muslim).
10.    Kedekatan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dengan istrinya walau saat mereka berada di masa haidhnya.
Walau pun istri – istri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sedang berada pada masa haidhnya, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tetap duduk bersama mereka, makan bersama mereka, minum bersama mereka, dan mencumbui mereka tanpa menjimai (bersetubuh) mereka. Hal itu ia lakukakan untuk memenuhi kebutuhan dan perasaan mereka, juga untuk menerangkan hukum – hukum syariat yang berkaitan dengan perkara – perkara ini, dan apa yang diperbolehkan bagi seorang pria bersama istrinya ketika bertepatan dengan saat – saat tersebut.
Berbeda dengan ajaran – ajaran kitab suci umat nashrani, yang mensifati wanita yang sedang haidh sebagai najis, dan memerintahkan seorang suami untuk menjauhi istrinya ketika mereka berada dalam masa – masa haidh (Lihat kitab imamat 19:15), ‘Aisyah ummul mukminin رضي الله عنها berkata:
  كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُباشِرُني في شِعارٍواحِدٍ وأنا حائِضٌ ، ولكنَّه كان أملَكَكم لإِرْبِه ، أو يَملِكُ إِرْبَه"  رواه البيهقي .
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah mencumbuiku dalam satu selimut kala aku sedang haidh, akan tetapi Beliau adalah orang yang paling mampu menahan syahwatnya”. (HR Al Baihaqi).
11.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم selalu memperhatikan keadaan psikologis istrinya.
Kebutuhan seorang wanita kepada laki – laki, dan kebutuhan seorang laki – laki kepada wanita adalah kodrat manusia, yang senantiasa mereka miliki secara terus menerus, bukan hanya pada saat – saat tertentu saja, sebagaimana makhluk lainnnya, yang memiliki musim – musim kawin tertentu.
Kemudian kebutuhan tersebut berlangsung terus menerus, maka tidak boleh seorang suami meninggalkan istrinya ketika ia sedang datang bulan, akan tetapi ia hendaknya tetap tinggal bersama sang istri, ia boleh mencumbui istrinya, dan istrinya pun berhak mencumbui dirinya, selama tidak terlangsung persetubuhan, ‘Aisyah ummul mukminin berkata:
" كان النبيُّ صلى الله عليه وسلم يصلي من الليلِ وأنا إلى جنبِه ,وأنا حائضٌ وعلىَّ مِرْطٌ, وعليه بعضُه إلى جنبِه"  رواه مسلم
 “Rasulu Allah melaksanakan sholat malam, sedang aku berada di sampingnya, ketika aku dalam keadaan haidh dan aku memakai kain wool, sebagian tubuh Beliau terkena kain wool tersebut”. (HR Muslim).
12.    Kehangatan cinta Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama istrinya.
Segala perilaku Beliau صلى الله عليه وسلم adalah petunjuk bagi umatnya, di dalamnya terdapat keterangan berkaitan hukum – hukum fiqh. Dari perilaku Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم umatnya bisa mengetahui cara beragama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم.
Perilaku Beliau ketika mencumbui istrinya tatkala istrinya sedang haidh, dan tidur bersama mereka ketika mereka sedang haidh, memiliki kandungan hukum syariat, yang menerangkan kesucian tubuh seorang wanita (ketika haidh), juga kesucian ruangan yang mereka tempati, dan seorang suami boleh tidur bersama istrinya – yang sedang haidh – di dalam satu selimut, dan hukum – hukum lainnya yang bisa diambil dari perilaku Beliau tersebut,’Aisyah berkata:
" كانَ رسولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَتِكِئُ في حِجْرِي وأنا حائضٌ ، فيَقْرَأ القرآنَ " رواه مسلم
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah bersender di pelukanku ketika aku haidh, lalu Beliau membaca alquran”. (HR Muslim).
13.    Rasulu Allah mandi bersama istrinya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang selalu bersemangat untuk menyusupi kebahagiaan kepada keluarganya dalam setiap kesempatan, sekalipun pada saat – saat sang istri berhalangan untuk melakukan hubungan suami istri. Di mana umumnya tidak ada kehangatan dalam hubungan cinta suami istri pada masa – masa tersebut, akan tetapi Rasulu Allah mandi bersama istrinya, bahkan bercanda bersama mereka ketika sedang mandi bersama. ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
" كنتُ أغتسِلُ أنا ورسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِن إناءٍ واحدٍ ، أبادِرُه ويُبادِرُني حتى يقولَ دعي لي. وأقول أنا : دَعْ لي " رواه النسائي وصححه الألباني
“Aku pernah mandi bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم di bejana yang sama, Beliau mendahuluiku dan akupun mendahuluinya (sambil bercanda), sehingga Beliau berkata, “Sisakan untukku” dan akupun berkata, ‘Sisakan untukku’”. (HR Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani).
14.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mencium istrinya.
Kehangatan cinta adalah diantara sebab berlangsungnya hubungan rumah tangga, setelah taufiq dari Allah subhanahu wa ta’ala, dan menghilangkan segala duri yang berada di tengah jalan rumah tangga tersebut.
Melalui perilaku – perilaku sederhana, dan kata – kata yang singkat engkau bisa meraih cinta istrimu, dan mengobati rasa haus mereka akan cinta, sehingga hal tersebut menjadi sebab ketenangan jiwa mereka. Sebagaimana Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memperhatikan perkara – perkara sederhana ini dan tidak menelantarkannya, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
"  أهوى النبي صلى الله عليه وسلم ليقبلني ، فقلت : إني صائمة فقال : وأنا صائم ، فقبلني. رواه النسائي , أحمد وابن خزيمة وهو صحيح  
“Nabi صلى الله عليه وسلم menyondongkan tubuhnya hendak menciumku, maka aku katakan: ‘Aku sedang berpuasa’, Beliau pun berkata: ‘Dan akupun sedang berpuasa’, lalu Beliau menciumku”. (HR Nasai, Ahmad, dan ibnu Khuzaimah. Hadist ini shahih).
•    Sisi kemanusiaan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya.
Rasulu Allah Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah manusia biasa layaknya manusia – manusia lain, namun ia memiliki kelebihan berupa kenabian, dan kedudukannya menjadi tinggi dari manusia –manusia lain dengan risalah yang ia sampaikan, dia diutus untuk mengeluarkan manusia dari peribadatan kepada hamba, menuju peribadatan kepada Tuhan para hamba, juga untuk menyampaikan syariat Allah subhanahu wa ta’ala, itulah keutamaan yang Allah berikan kepada setiap orang yang ia kehendaki, sesuai firman Allah ta’ala:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS Al Kahfi: 110).
Rasulu Allah tidak memiliki sifat uluhiyah (hak untuk disembah) sedikitpun. Beliau tidak mengetahui perkara – perkara ghaib, Beliau juga tidak mampu memberi manfaat atau madharat, dan tidak pula memiliki kuasa atas alam semesta, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (188)
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS Al A’raf: 188).
Walaupun ia memiliki keutamaan, derajat, dan kedudukan yang tinggi, juga kemuliaan berupa risalah, Beliau enggan untuk dilebih – lebihkan, dan enggan untuk mendapat kedudukan selain kedudukan penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana yang telah Allah subhanahu wa ta’ala pilihkan baginya, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
" لا تُطْروني، كما أطْرَتِ النصارى ابنَ مريمَ، فإنما أنا عبدُه ، فقولوا: عبدُ اللهِ ورسولُه " رواه البخاري
“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang – orang nashrani berlebihan memuji (Isa) anak maryam, sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: ‘(bahwa) Aku hamba Allah dan rasulNya’”. (HR Bukhari).
Maka Rasululah صلى الله عليه وسلم memiliki sifat yang sama seperti sifat – sifat manusia lainnya, Beliau memiliki ajal sebagai mana yang dimiliki manusia lainnya, Beliau tidaklah kekal di dunia ini, Allah ta’ala berfirman:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (144)
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS Ali Imran: 144).
Beliau merasakan apa yang dirasakan oleh manusia lainnya, Beliau tertimpa sakit, dan juga berusaha untuk berobat, Abd Allah bin Mas’ud berkata:
" دخلتُ على رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهو يُوعَكُ, فقُلْت: يا رسولَ اللهِ، إنك لَتُوعَكُ وعْكًا شَديدً ؟ قال : " أجل، إني أُوعَكُ كما يُوعَكُ رجُلانِ منكم " . قُلْت : ذلك بأن لك أجرينِ ؟ قال : " أجل، ذلك كذلِك، ما مِن مُسلِمٍ يُصيبُهُ أذًى، شَوْكَةٌ فما فَوقَها، إلا كفَّرَ اللهُ بها سيآتِهِ، كما تَحُطُّ الشَّجَرَةُ ورَقَها " رواه البخاري.
“Aku masuk menemui Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ketika Beliau sedang menderita demam, maka aku berkata: ‘Wahai Rasulu Allah, sesunguhnya engkau menderita demam yang sangat parah’, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: “Iya, sesungguhnya aku menderita demam yang beratnya dua kali lipat dari apa yang dirasakan orang biasa di antara kalian”, aku berkata: ‘Apakah itu terjadi karena engkau mendapatkan pahala dua kali lipat orang biasa?’, Beliau bersabda: “Benar, tidaklah seorang muslim tertimpa gangguan, baik duri atau suatu yang lebih dari itu, kecuali Allah akan menghapuskan dengannya dosa – dosa muslim tersebut, sebagaimana sebatang pohon yang merontokkan dedaunannya”. (HR Bukhori).
Yang dimaksud dengan perkataan ibnu Masud “Engkau mendapat pahala dua kali lipat” dalam hadist tadi, dijelaskan melalui hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash: “Aku berkata: ‘Siapakah manusia yang paling berat cobaannya?’
Beliau bersabda:
"‏ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ ‏" صحيح أخرجه الترمذي.
“(Yang paling berat cobaanya adalah) Para nabi, kemudian orang yang semisal mereka, kemudian orang yang semisal mereka, seorang diuji sesuai dengan seberapa kuat agamanya, apabila agamanya kuat ia akan mendapat ujian semakin berat, namun apabila agamanya lemah maka ia akan mendapat ujian yang ringan, dan senantiasa ujian menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di atas muka bumi tanpa memiliki satu dosa pun”. (Hadist shahih diriwayatkan oleh At Tirmidzi).
Beliau صلى الله عليه وسلم juga mencintai dan membenci layaknya manusia biasa, Umar bin Khattab berkata: “Seorang laki – laki mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم dan meminta kepadanya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
“Aku tidak memiliki apapun, namun berhutanglah atas kami -terlebih dahulu-, sampai ketika kami mendapatkan sesuatu maka aku akan kasih kepadamu”, maka Umar bin Khattab pun berkata:”Wahai Rasulu Allah, ayah dan ibuku menjadi tanggunganmu, sesungguhnya Allah tidaklah membebanimu untuk ini, engkau telah memberikan semua yang engkau miliki, kalau engkau tidak memiliki apapun engkau tidak perlu memberatkan dirimu”, Umar berkata: “Maka Rasululullah صلى الله عليه وسلم tidak menyukai perkataan Umar, dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang apabila ia marah, hal tersebut akan tanpak dari raut mukanya”, maka berdirilah seorang dari kalangan Anshar dan berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tanggunganmu, berikanlah wahai Rasulu Allah, dan janganlah engkau takut mendapat sedikit harta dari Tuhan pemilik ‘Arsy (singgasana Allah)”, Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun tersenyum dan berkata: “Dengan inilah aku diperintahkan”. (HR At Thabari dalam Tahdzibil Atsar, dan Bazzar dalam Musnadnya).
Beliau bahagia, dan juga bersedih, ketika anaknya Ibrahim wafat, Beliau صلى الله عليه وسلم menangisi kepergiannya, maka berkatalah seorang dari kabilah Ma’iz:
“Kalaulah Abu Bakar ataupun Umar (Yang menangis), sungguh engkau adalah orang yang paling berhak untuk dimuliakan haknya”
Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
:" تدمعُ العينُ ويحزنُ القلبُ ولا نقولُ ما يسخطُ الرَّبَّ لَولا أنَّهُ وعدٌ صادقٌ وموعودٌ جامعٌ وأنَّ الآخرَ تابعٌ للأوَّلِ لَوَجَدْنَا عليكَ يا إبراهيمُ أفضلَ ممَّا وجدنا وإنَّا بِك لمحزونونَ" رواه ابن ماجه وحسنه الألباني
 “Air mata bercucuran, dan hati merasa sedih, namun kami tidak akan mengatakan perkataan yang mendatangkan kemurkaan Allah, kalaulah itu bukan janji yang benar, juga perkara yang ditepati, dan sesungguhnya setiap yang datang akan mengikuti orang yang sebelumnya, niscaya kami akan mendapati (ganti) atasmu wahai Ibrahim sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kami dapati, sungguh kami amat bersedih atas kepergianmu”. (HR Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani).
Beliau صلى الله عليه وسلم juga menangis dan tertawa, Usamah bin Zaid berkata: “Ketika seorang anak laki – laki dari seorang putri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengalami sakaratul maut, maka putri Beliau pun mengutus utusan untuk menemui Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, maka ia pun menitipkan salam untuk putrinya tersebut:
" أنَّ للَّهِ ما أخذَ ولَه ما أعطى وَكلُّ شيءٍ عندَه إلى أجلٍ مسمًّى فلتصبْر ولتحتسبْ"
“Sesungguhnya milik Allah lah segala apa yang Ia ambil, dan milikNya pulalah segala yang Ia beri, dan segala sesuatu memiliki ajal yang telah ditetapkan, maka hendaklah engaku bersabar dan mengharap pahala”.
Maka sang putri pun mengirim utusan kembali kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan memohonnya untuk datang menemuinya, maka Rasululah صلى الله عليه وسلم bergegas menemui putrinya tersebut, aku pun ikut pergi bersamanya, dan bersamanya pula Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, dan Ubadah bin Shamit, ketika kami masuk, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم membopong cucunya, sedang nafas sang cucu sudah tersengal – sengal sampai dadanya, - Usamah berkata: Aku kira, keadaannya layaknya griba (tempat air kecil yang terbuat dari kulit)-, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun menangis, lantas Ubadah bin Shamit pun berkata kepadanya: “Mengapa engkau menangis wahai Rasulu Allah?”, maka Beliau bersabda: “Ini adalah bentuk kasih sayang yang Allah jadikan dalam diri anak Adam, dan sesungguhnya Allah menyayangi hamba – hambanya yang penyayang”. (Muttafaq ‘Alaihi, dan  diriwayatkan pula oleh ibnu Majah dengan lafadz ini).
Beliau merasakan kebahagiaan sebagai mana Beliau merasakan sakit, ketika Ja’far datang kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dari tanah habasyah, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menciumnya di antara kedua matanya, kemudian Beliau bersabda:
" ما أدري أنا بقدومِ جعفرَ أُسَرُّ أو بفتحِ خيبرَ ؟"
“Aku tidak tau, apa yang lebih membuatku merasa senang, apakah dengan kedatangan Ja’far, atau dengan terbebasnya Khaibar?”, kedatangan Ja’far tersebut bertepatan dengan terbebebasnya Khaibar,) HR At Thabrani dan dishahihkan oleh Al Albani).
Beliau juga pernah lupa, Beliau pernah lupa ketika sedang melakukan shalat dan diingatkan oleh sahabatnya, Abd Allah bin Umar berkata:
“Nabi صلى الله عليه وسلم melaksanakan salah satu shalat di siang hari (shalat dhuhur atau ashar) sebanyak dua rakaat, maka Dzul Yadain berkata kepadanya: “Engkau lupa wahai Rasulu Allah atau rakaat shalat sudah dikurangi?” Beliau bersabda: “Aku tidak lupa dan rakaat shalat tidak pula dikurangi”, Dzul Yadain berkata: “Sesunguhnya engkau telah melaksanakan shalat sebanyak dua rakaat”, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menghadap kepada para sahabat dan bertanya: “Apakah benar seperti yang telah dikatakan oleh Dzul Yadain?”, mereka berkata: “Iya”, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun shalat dua rakaat, kemudian ia bertakbir setelahnya dan melakukan dua sujud sahwi”. (HR Bukhari).
Beliau صلى الله عليه وسلم tidak luput dari kesalahan dalam mu’amalah dan ijtihadnya pada perkara dunia, Beliau bisa salah dan benar, namun dalam perkara – perkara yang berkaitan dengan wahyu yang ia sampaikan dari Tuhannya Beliau tidak pernah salah, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah melewati sebuah kebun kurma, Beliau melihat suatu kaum yang sedang melakukan penyerbukan pohon kurma, maka Beliau bersabda: “Apa yang sedang mereka kerjakan?”, mereka berkata: “Mereka sedang melakukan penyerbukan antara bibit kurma jantan dan betina”, Beliau berkata: “Aku kira itu tidak akan mendatangkan manfaat apapun”, maka perkataan Beliau itu pun sampai kepada mereka sehingga mereka urung melakukan penyerbukan, dan mereka pun turun dari pohon – pohon kurma tersebut, setelah Nabi صلى الله عليه وسلم mengetahui keadaan mereka, Beliau pun bersabda: “Sesungguhnya itu hanyalah perasangkaku saja, apabila kalian mengira itu akan membuahkan manfaat maka kerjakanlah, karena aku hanyalah manusia biasa, sedangkan perasangka bisa benar dan bisa juga salah, akan tetapi apa yang aku katakan: “Allah berfirman demikian..”, maka aku tak akan pernah berdusta atas Allah”. (HR Muslim).
Ketika sedang bergaul dengan manusia, Beliau tetap menjadi seorang manusia biasa, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
"اللَّهمَّ ! إنَّما محمَّدٌ بشرٌ . يغضبُ كما يغضبُ البشرُ . وإنِّي قد اتَّخذتُ عندك عهدًا لن تخلفَنيه . فأيُّما مؤمنٍ آذيتُه ، أو سببتُه ، أو جلدتُه . فاجعلها له كفَّارةً ، وقُربةً تُقرِّبُه بها إليك يومَ القيامةِ " رواه مسلم
“Ya Allah, sesungguhnya Muhammad hanyalah manusia biasa, dia marah layaknya manusia marah, dan sesungguhnya aku telah mengambil janji dariMu yang tak kan pernah Kau ingkari, maka siapapun orang mukmin yang pernah aku ganggu, aku cela, atau aku pukul, maka jadikanlah itu semua sebagai penghapus bagi dosa mereka, dan sebagai pahala yang mendekatkan diri mereka kepadaMu pada hari kiamat”. (HR Muslim).
Dan Beliau juga layak nya manusia dalam setiap hukum yang Beliau tetapkan bagi atau atas mereka, Beliau bersabda:
“إنما أنا بشرٌ ، وإنكم تختصمون إليَّ ، ولعلَّ بعضَكم أن يكون ألحنَ بحُجَّتِه من بعضٍ ، وأقضي له على نحوٍ مما أسمعُ ، فمن قضيتُ له من حقِّ أخيه شيئًا فلا يأخذ ، فإنما أقطعُ له قطعةً من النارِ “ رواه البخاري
“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa, dan Kalian menyerahkan persengketaan kalian kepadaku. Namun bisa jadi sebagian dari kalian lebih lihai dalam berargumen daripada yang lain. Maka barangsiapa yang karena kelihaian argumennya itu, lalu aku tetapkan baginya sesuatu hal yang sebenarnya itu adalah hak dari orang lain. Maka pada hakekatnya ketika itu aku telah menetapkan baginya sepotong api neraka. Oleh karena itu hendaknya jangan mengambil hak orang lain”. (HR Bukhari).
Dalam kehidupan sosial pun Beliau layaknya manusia biasa, Beliau menikahi perempuan, dan menginginkan keturunan, keadaannya seperti keadaan para nabi sebelumnya, Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ (38)
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu). (Qs Ar Ra’d: 38).
Kami akan membahsa beberapa sisi pergaulan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم yang manusiawi bersama keluarganya:
1.    Rasulu Allah memaafkan kesalahan keluarganya.
Cemburu adalah kodrat manusia, Rasulu Allah menerima sifat cemburu yang terkadang datang dari istrinya dengan hati yang lapang, dan menyelesaikan masalah itu dengan hikmah dan lemah lembut, Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
Ketika Rasulu Allah sedang bersama beberapa istrinya, maka salah seorang ummahatul mukminin mengirim seorang pembantu yang membawa sebuah piring yang berisi makanan, maka istri yang sedang bersama Rasulu Allah itu pun memukul piring yang ada di tangan sang pembantu itu, sehingga piring tersebut jatuh dan pecah, maka Nabi pun mengumpulkan pecahan piring tersebut juga makanan yang tadi ada di atasnya, sambil bersabda: “Ibu kalian cemburu”, kemudian ia meminta sang pembantu untuk menunggu sampai ia memberikan kepadanya piring sang istri yang telah memecahkan piringnya tadi, Beliau mengganti piring yang pecah dengan piring yang masih bagus, dan menaruh piring yang pecah di rumah istri yang memecahkan piring tersebut”. (HR Bukhari).
2.    Rasulu Allah menepati janji dan membalas kebaikan istrinya.
Menepati janji, menjaga rasa cinta, dan tidak mengingkari kebaikan yang telah diberikan adalah sifat –sifat yang menunjukkan kebaikan dan keluhuran hati pemiliknya, demikian lah keadaan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم.
Apabila ia teringat istrinya Khadijah, maka ia akan memujinya dengan sebaik – baik pujian, ‘Aisyah berkata:
“Suatu hari aku cemburu kepadanya lantas mengatakan: ‘Betapa seringnya engkau mengingat Khadijah, perempuan yang kedua ujung bibirnya telah merah (maksudnya: tua, pen), sedang Allah telah memberikanmu ganti yang lebih baik darinya’, Beliau bersabda: “Dia (Khadijah), telah beriman kepadaku ketika manusia mengkufuriku, dia telah mempercayaiku ketika manusia mendustakanku, dia telah menolongku dengan hartanya ketika manusia enggan menolongku, dan Allah mengkaruniaiku anak melaluinya ketika aku tidak dikaruniai anak dari istri – istri yang lain”. (HR Ahmad, Syu’aib Al Arnauth berkata: “Hadist ini shahih, dan sanadnya hasan”).
3.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan pergaulannya yang santun dengan para istrinya.
Dalam seluruh kehidupan Beliau صلى الله عليه وسلم, dari sejak sebelum diutusnya Beliau sampai setelahnya, tidak pernah sekalipun diriwayatkan bahwa Beliau pernah memukul seorang wanita, ini perlakuan Beliau kepada seluruh wanita, lalu bagaimana kiranya yang ia lakukan kepada istrinya?.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa rumah tangga manapun tak kan pernah luput dari berbagai macam masalah, begitu pula kiranya keluarga Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, tak luput dari masalah, walaupun demikian, Beliau tidak pernah sama sekali memukul istrinya, atau hanya sekedar mengucapkan kata – kata kotor kepada mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata:
" ما ضرب رسول الله امرأة قط " صحيح أخرجه ابن حبان والبيهقي والنسائي
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah memukul wanita sedikitpun”, (Hadist shahih diriwayatkan oleh ibnu Hibban, Baihaqi, dan Nasai).
‘Aisyah  رضي الله عنها juga mengatakan:
"ما ضرب خادما قط و لا أمراة ، و لا ضرب رسول الله بيده شيا قط ، إلا أن يجاهد في سبيل الله ، و لا خير بين أمرين إلا كان أحبهما إليه أيسرهما حتى يكون إثما ، فإذا كان إثما كان أبعد الناس من الإثم ، و لا انتقم لنفسه من شيء يؤتى إليه حتى تنتهك حرمات الله عز وجل ، فيكون هو ينتقم لله عز وجل."
“Beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah memukul pembantu sedikitpun, dan tidak pula Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memukul apapun sedikit pun, kecuali ketika ia sedang bejihad di jalan Allah, dan tidaklah ia diberi pilihan antara dua hal, kecuali yang paling ia cintai adalah hal yang paling mudah dari kedua hal tersebut, selama hal itu bukan merupakan dosa, apabila hal itu merupakan dosa, maka ia akan menjadi orang yang paling jauh menghindarinya, dan tidak pernah ia membalas suatu perbuatan buruk yang dilakukan kepadanya, kecuali ketika perbuatan tersebut sampai melecehkan kehormatan Allah, maka ia akan membalas perbuatan itu karena Allah”.  (HR Muslim).
Bagaimana tidak demikian, sedangkan Beliau adalah nabi yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, Sahl bin Sa’ad As Sa’idi berkata:
“Aku menyaksikan Nabi صلى الله عليه وسلم ketika gigi seri Beliau patah, wajah Beliau terluka, dan perisai yang ada di atas kepala Beliau pecah, dan sungguh aku tau siapa yang membersihkan darah dari wajahnya, dan siapa yang membawakan air kepadanya, juga apa yang diletakkan di atas lukanya sehingga lukanya itu kering, yang memebersihkan darah dari muka Beliau صلى الله عليه وسلم adalah Fathimah, dan Ali رضي الله عنه membawakan air kepadanya dengan sebuah tameng, ketika Fatimah membersihkan darah dari wajah Beliau, ia membakar pelepah kurma sampai menjadi abu, lalu abu tersebut ia letakkan di wajah ayahnya sampai darahnya kering, kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pada saat itu bersabda:
اشتدَّ غضبُ اللهِ علَى قومٍ كَلَمُوا وجهَ رسولِ اللهِ.
“Memuncak kemarahan Allah atas kaum yang melukai wajah utusan Allah”. Lalu Beliau diam sesaat kemudian bersabda:
اللَّهمَّ اغفر لقومي فإنَّهم لايعلمونَ
“Ya Allah ampunilah kaumku karena mereka adalah orang yang tidak memiliki ilmu”. (HR Thabrani dalam Al Mu’jamul kabir dan dishahihkan oleh Al Albani).
4.    Belas kasih Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Pernikahan Rasululah صلى الله عليه وسلم dengan enam wanita memiliki sebab tersendiri. Diantaranya, rasa kasih dan sayang Beliau kepada orang – orang yang telah beriman kepadnya, dan mengikuti ajarannya, sehingga mereka mendapatkan cobaan dan tekanan karena mengikuti ajaran yang Beliau bawa.
Contohnya adalah pernikahan Beliau dengan Saudah binti Zam’ah رضي الله عنها, Saudah berumur 55 tahun ketika ia menikah dengan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, sedangkan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berumur 50 tahun, pernikahan ini telah membuat penduduk makkah kala itu terheran – heran, karena Saudah bukanlah wanita yang memiliki paras cantik, tidak pula ada yang ingin menikahinya, disamping itu ia juga memiliki 5 anak yang masih kecil, akan tetapi kemanusiawian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم  membuatnya merasa iba dengan keadaannya.
Karena Beliau merasa kasihan kepadanya, dan Beliau ingin memuliakannya, juga sebagai penghibur bagi dirinya yang baru pulang dari habasyah setelah suaminya meniggal dunia. Kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memiliki keinginan untuk menceraikannya setelah berlalu beberapa tahun usia pernikahan mereka, dengan tujuan agar Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bisa meringankan bebannya, berupa kewajiban dan tanggung jawab sebagai  seorang istri, ketika Saudah mengetahui keinginan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم  tersebut, ia berkata kepadanya: “Jangan engkau ceraikan aku, biarkan aku tetap menjadi istrimu, dan jadikanlah jatah hariku untuk ‘Aisyah, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melakukan apa yang ia minta, sehingga turunlah sebuah ayat yang berbunyi:
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) (QS An Nisa: 128).
Karena ia (Saudah) ingin dibangkitkan kelak sebagai istri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani).
5.    Kasih sayang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah memasuki masjid, dan ia mendapati tali yang membentang antara dua tiang masjid, lalu Beliau pun bertanya: “Tali apakah ini?”, mereka berkata: “Tali milik Zainab (istri Nabi صلى الله عليه وسلم), dia mengerjakan shalat, sampai ketika ia merasa lelah maka ia akan mengikatkan dirinya di tali tersebut”, maka Nabi pun bersabda: “Lepaskanlah tali ini, hendaknya seorang di antara kalian shalat, namun apabila ia merasa lelah maka duduklah”. (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Hibban).
Inilah agama rabbani (yang berasal dari tuhan), Beliau tidak ingin seorang dari keluarganya memberatkan diri mereka dengan perkara yang tidak mereka sanggupi dari perkara – perkara ibadah, sehingga hal itu tidak berimbas buruk kepada kehidupannya yang lain. Bagaimana tidak Beliau berlaku demikian?, sedangkan Beliau juga berkata kepada seorang sahabat yang menyibukkan dirinya dengan perkara ibadah dan meninggalkan segala kennikmatan dunia:
" فإنَّ لِعينِكَ عَليكَ حقًّا ، وإنَّ لجسدِكَ عليكَ حقًّا، وإنَّ لزَوجَتِكَ عليكَ حقًّا ، وإنَّ لضَيفِكَ عليكَ حقًّا ، وإنَّ لِصَديقِكَ علَيكَ حقًّا " صحيح رواه النسائي وصححه الألباني
“Sesungguhnya matamu memiliki hak atasmu – yang harus engkau penuhi -, dan jasadmu memiliki hak atasmu – yang harus engkau penuhi -, juga tamumu memiliki hak atasmu – yang wajib engkau penuhi -, serta sahabatmu memiliki hak atasmu – yang wajib engkau penuhi –“. (HR Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani).
6.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berusaha membuat istrinya ridha terhadap dirinya.
Beliau صلى الله عليه وسلم adalah orang yang paling murah hati dan sabar atas segala perbuatan manusia, khususnya apa yang dilakukan oleh istrinya. Terkadang ia mendapati perbuatan buruk istrinya kepadanya, namun Beliau tidak terlalu menghiraukannya, akan tetapi Beliau bersabar dan memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh istrinya, selama kesalahan tersebut tidak bertentangan dengan syariat.
Beliau menghadapi semua itu dengan senyuman, yang membawa rasa cinta, maaf, dan kasih sayang. Perhatikan betapa murah hatinya Beliau صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya, ketika ‘Aisyah mengangkat suara atasnya, tatkala mereka sedang berdiskusi mengenai suatu perkara, sampai suara ‘Aisyah didengar oleh Abu Bakar رضي الله عنه, maka ketika Abu Bakar masuk ke rumah untuk memukul ‘Aisyah, ia berkata: “Bukankah aku menyaksikanmu mengangkat suaramu atas Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم!”. Maka Nabi pun mencoba menghalangi usaha Abu Bakar tersebut, sehingga Abu Bakar pun keluar dalam keadaan marah, ketika Abu Bakar keluar, Nabi pun berkata kepada ‘Aisyah:
" كيف رأيتني أنقذتك من الرجل"
“Bagaimana?, kamu lihat aku tadi menyelamatkanmu dari orang itu (Abu Bakar)”.
Selang beberapa hari Abu Bakar kembali meminta izin untuk masuk menemui Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, ketika itu ia dapati Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sudah berbaikan dengan istrinya, maka ia pun berkata kepada mereka berdua: “Tidakkah kalian ikut sertakan aku dalam perdamaian kalian berdua, sebagaimana kalian menyertakanku dalam pertengkaran kalian berdua?”, maka Nabi pun bersabda: “Sudah kami lakukan, sudah kami lakukan”. (HR Abu Dawud).
7.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memberikan keringanan bagi keluarganya.
Metode Nabi صلى الله عليه وسلم dalam bergaul bersama manusia adalah dengan cara selalu member keringanan, dan berlemah lembut kepada mereka, dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata:
"أن إعرابيا دخل المسجد ... ثم لم يلبث أن بال في ناحية المسجد, فأسرع الناس إليه, فنهاهم النبي صلى الله عليه وسلم وقال: إنما بعثتم ميسرين ولم تبعثوا معسرين, صبوا عليه سجلا من ماء – أو قال ذنوبا من ماء."  صحيح أخرجه أبو داود
“Seorang arab badui masuk ke dalam masjid… kemudian ia kencing di salah satu pojok masjid, maka manusia pun bergegas hendak mengusir si badui itu, maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun melarang mereka dan bersaba: “Sesungguhnya kalian diutus sebagai pemberi keringanan, bukan sebagai orang yang mempersulit, tuangkanlah di atas bekas kencing orang tadi setimba air, atau seember air”. (Hadist shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud).
‘Aisyah ummul mukminin رضي الله عنها menceritakan tentang kelemah lembutan Rasulu Allah dan keringanan yang Beliau berikan kepada keluarganya:
"أهدي لي ولحفصة طعام وكنا صائمتين, فقالت إحداهما لصاحبتها: هل لك أن تفطري؟ قالت: نعم, فأفطرتا, ثم دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم, فقالت له: يا رسول الله! إنا أهدي لنا هدية فاشتهيناه فأفطرنا, فقال: لا عليكما, صوما يوما آخر مكانه.
رواه ابن حبان , وأبو داود [قال الألباني]: ضعيف, وقال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم
“Seorang memberikan kepadaku dan Hafshah makanan ketika kami berdua sedang berpuasa, maka salah satu dari kami berkata kepada yang lainnya: “Apakah kamu mau berbuka?” ia berkata: “Iya”, maka mereka berdua pun berbuka, kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم masuk, maka seorang diantara mereka berkata: “Wahai Rasulu Allah! Kami mendapatkan hadiah, dan kami tertarik untuk memakannya, maka kami pun membatalkan puasa kami”, Beliau bersabda: “Tidak mengapa, ganti puasa hari ini di hari yang lain”. (HR Ibnu Hibban, dan Abu Dawud, Al Albani berkata: “Hadist ini dhaif”, Syu’aib Al Arnauth berkata: “Sanad hadist ini shahih sesuai dengan syarat Muslim “).
8.    Kelembutan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dalam bergaul bersama keluarganya.
Sesungguhnya menyuapi istrimu makan dan minum bukan hanya dianggap sebagai perbuatan yang bertujuan untuk mendapatkan cinta, dan bukti perbuatan baik dan cintamu kepadanya saja, akan tetapi perbuatan itu juga dianggap sebagai shadaqah yang akan membuahkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Melalui perbuatan yang berhubungan agama maupun dunia ini, kehangatan dan keharmonisan rumah tangga berlanjut, menjadikan rumah tangga yang sedang dibangun dipenuhi dengan ketenangan hati dan pikiran, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqash:
" ولستَ تُنفقُ نفقةً تبتغي بها وجهَ اللهِ إلا أُجرْتَ بها، حتى اللقمةَ تجعلُها في فِي امرأتِكَ " رواه البخاري
“Dan tidaklah engkau memberikan nafkah dengan mengharap wajah Allah kecuali engkau akan mendapat pahala dengannya, sampai suapan yang engkau taruh di mulut istrimu sekalipun “. (HR Bukhari).
9.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak mengeluhkan sikap keluarganya.
Perhatian terhadap perasaan orang lain adalah bukti kesucian diri dan kemurnian hati. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang perhatian terhadap perasaan istrinya, Beliau tidak pernah mengeluhkan sesuatu kejadian yang terjadi tanpa kesengajaan mereka, ‘Ammar bin Yasir رضي الله عنه berkata:
"عرَّسَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ بأولاتِ الجيشِ ومعَهُ عائشةُ زوجتُهُ فانقطعَ عقدُها من جزعِ فحبسَ النَّاسُ ابتغاءَ عقدِها ذلِكَ حتَّى أضاءَ الفجرُ وليسَ معَ النَّاسِ ماءٌ فتغيَّظَ عليها أبو بَكرٍ فقالَ حَبستِ النَّاسَ وليسَ معَهم ماءٌ فأنزلَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ رُخصةَ التَّيمُّمِ بالصَّعيدِ قالَ فقامَ المسلمونَ معَ رسولِ اللَّهِ فضربوا بأيديهمُ الأرضَ ثمَّ رفعوا أيديَهم ولم ينفُضوا منَ التُّرابِ شيئًا فمسحوا بِها وجوهَهم وأيديَهم إلى المناكبِ ومن بطونِ أيديهم إلى الآباطِ".  رواه أحمد وأبو داود والنسائي وصححه الألباني
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم di salah satu safar Beliau pernah beristirahat (pada akhir malam) di daerah bernama Ulaatul jaisy, kala itu ia bersama istrinya ‘Aisyah, maka putuslah kalung ‘Aisyah yang terbuat dari manik – manik yang berasal dari kota dzufar di yaman, maka seluruh manusia pun tertahan demi mencari kalung tersebut sampai datang waktu subuh, sedangkan kala itu tidak ada yang memiliki air, maka Abu Bakar pun marah kepada ‘Aisyah karena hal itu dan berkata: “Engkau membuat seluruh orang tertahan sedang mereka tak memiliki air”, maka Allah pun turunkan keringanan berupa tayammum dengan debu”, ‘Ammar berkata: “Maka bangkitlah kaum muslimin bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم lalu mereka memukulkan tangan mereka di tanah, kemudian mereka mengangkatnya tanpa mereka hilangkan sedikitpun (debu yang ada di tangan mereka), kemudian mereka usapkan debu tersebut ke wajah mereka, dan tangan mereka sampai ke siku, juga telapak tangan mereka sampai ke ketiak”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasai, dan dishahihkan oleh Al Albani).
10.     Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berhias, memakai minyak wangi, dan membersihkan diri untuk keluarganya.
Tampilan yang indah, dan bau yang harum adalah hal yang disukai setiap jiwa, menenangkan hati, dan meneduhkan pandangan, ‘Aisyah رضي الله عنها istri Nabi صلى الله عليه وسلم berkata:
" كأنِّي أنظرُ إلى وَبيصِ الطِّيبِ في رأسِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ، وَهوَ مُحرِمٌ وفي روايةٍ وبيصِ طيبِ المسكِ في مَفرقِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ". متفق عليه واللفظ للبخاري
“Seakan aku bisa melihat kilauan minyak wangi yang ada di kepala Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ketika Beliau sedang ihram”, dalam riwayat yang lain: “Kilauan minyak wangi yang berasal dari minyak kasturi di sela – sela rambut Rasululah صلى الله عليه وسلم” (Muttafaq ‘alaihi, dengan lafadz Bukhari).
Dan ketika ‘Aisyah رضي الله عنها ditanya: “Apa yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم pertama kali ketika Beliau hendak memasuki rumahmu?”, ia menjawab: “Apabila Beliau hendak masuk ke dalam rumah, Beliau mengawalinya dengan bersiwak (membersihkan gigi)”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani).
Ini lah kebiasan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, Beliau wangi di setiap keadaannya, sampai ketika ia tidur, Beliau tidak lah tidur kecuali dalam keadaan suci dan bersih, pembantunya yang bernaman Anas bin Malik yang menjadi pembantu Beliau selama 10 tahun berkata:
" ما شممتُ عنبرًا قطُّ ولا مسكًا ولا شيئًا أطيبَ من ريحِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ . ولا مسستُ شيئًا قطُّ ديباجًا ولا حريرًا ألينَ مسًّا من رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ " رواه مسلم
“Tidak pernah aku mencium minyak ‘Anbar, tidak pula minyak kasturi atau apapun yang lebih wangi dari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم. Dan tidak pernah aku menyentuh sesuatu, baik kain ataupun sutra yang lebih lembut dari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم”. (HR Muslim).
11.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menampakkan cintanya bagi keluarganya.
Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم. Kecuali sifat malu yang menyebabkan seorang muslim kehilangan sesuatu baik perkara agama atau dunianya. Dan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah orang yang berterus terang menampakkan kecintaanya kepada keluarganya, sebagai petunjuk bagi para pengikutnya agar mereka senantiasa menyampaikan perasaan mereka kepada keluarga mereka, agar rasa cinta di antara mereka senantiasa terjaga, dan keharmonisan mereka senantiasa berlanjut, ‘Amru bin Al ‘Ash berkata:
" أتَيتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلتُ : أيُّ الناسِ أحَبُّ إليك ؟ قال : " عائشةُ " . قلتُ : منَ الرجالِ ؟ قال : " أبوها " . قلتُ : ثم مَن ؟ قال : " عُمَرُ " . فعَدَّ رجالًا ، فسكَتُّ مَخافَةَ أن يجعَلَني في آخِرِهم .  متفق عليه واللفظ  للبخاري
“Aku mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan berkata: “Siapa manusia yang paling engkau cintai?”, Beliau bersabda: “’Aisyah”, aku berkata: “Dari kalangan laki – laki?”, Beliau bersabda: “Bapaknya”, aku berkata: “Kemudian siapa?”, Beliau bersabda: “Umar”, kemudian Beliau menyebutkan beberapa nama, lalu aku diam karena aku takut kalau Beliau menjadikanku orang yang disebutkannya”. (Muttafaq ‘alaih, dengan lafadz Bukhari).
12.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan rasa takutnya atas apa yang menimpa keluarganya.
Rasa takut adalah tabiat manusia, dan itu adalah hal yang sudah menjadi kodrat hidup mereka, selama rasa takut itu bukan berlebihan, apabila sampai berlebihan maka rasa takut itu adalah penyakit. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم merasakan takut atas apa yang menimpa keluraganya, dan dia selalu berusaha agar keluarganya tidak ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan, Anas berkata:
" أنه أقبَل هو وأبو طلحةَ معَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ، ومعَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صَفِيَّةُ ، مُردِفُها على راحلتِه، فلما كانوا ببعضِ الطريقِ عثَرَتِ الناقةُ ، فصُرِع النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم والمرأةُ ، وإنَّ أبا طلحةَ - قال : أحسِب - اقتَحَم عن بعيرِه ، فأتى رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقال : يا نبيَّ اللهِ جعَلني اللهُ فِداك ، هل أصابك من شيءٍ ؟ قال : " لا ، ولكن عليك بالمرأةِ " . فألقى أبو طلحةَ ثَوبَه على وجهِه فقصَد قصدَها, فألقى ثَوبَه عليها ، فقامَتِ المرأةُ ، فشَدَّ لهما على راحلتِهما فركِبا.  البخاري
Bahwasanya dia bersama Abu Thalhah pernah berpergian bersama Nabi صلى الله عليه وسلم, dan bersama Nabi kala itu Shafiyah, Beliau memboncengnya di atas tunggangannya, ketika mereka sampai di suatu jalan, tergelincirlah unta tunggangan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, yang menyebabkan jatuhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan istrinya, maka seketika Abu Thalhah pun – Anas berkata: “Aku kira” – loncat dari tunggangannya, dan mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم lalu berkata: “Wahai Nabi Allah, biarkan Allah menjadikanku sebagai tebusanmu, apakah engkau tertimpa sesuatu?”, Beliau bersabda: “Tidak, akan tetapi sebaiknya engkau menolong sang wanita (istrinya)”, maka Abu Thalhah pun menutupi wajahnya dengan pakaian, lalu menuju ke tempat istri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, lalu ia melempar baju itu untuknya, maka berdirilah wanita itu, lalu Abu Thalhah memperbaiki pelana tunggangan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, lalu Rasululluah dan istrinya kembali menungganginya”. (HR Bukhari).
13.    Kesungguhan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dalam menyelamatkan keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang menyukai kebaikan bagi keluarganya, dan Beliau sangat bersungguh – sungguh untuk membekali keluarganya dengan kebaikan, khususnya kebaikan yang akan menyampaikan mereka kepada keridhaan Tuhan semesta alam, yang mendekatkan mereka ke surga, dan menjauhkan mereka dari neraka, inilah kemenangan yang telah Allah jelaskan dalam firmanNya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (185)
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imran: 185).
Beliau selalu menunjukkan kepada keluarganya jalan – jalan kebajikan dan selalu menuntun mereka kepadanya, Ummu Salamah istri Nabi berkata: “Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bangun pada suatu malam dalam keadaan takut, lalu Beliau bersabda:
" سُبحانَ اللهِ، ماذا أنزَل اللهُ منَ الخَزائنِ, وماذا أنزَل منَ الفِتَنِ! مَن يوقِظُ صَواحِبَ الحُجُراتِ - يُريدُ أزواجَه لكي يُصَلِّينَ - رُبَّ كاسيةٍ " رواه البخاري
“Maha suci Allah, betapa Allah sudah menurunkan limpahan rahmatNya, dan betapa Allah telah menurunkan fitnah (cobaan), bangunkanlah para penghuni hujurat (maksud Beliau: istri – istrinya agar mereka mengerjakan shalat), mungkin saja wanita yang tertutup auratnya di dunia akan telanjang di akhirat”. (HR Bukhari).
14.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah tiba – tiba masuk menemui keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang tidak menyukai rasa curiga dan kecemburuan yang berlebihan, Beliau suka melihat istrinya berada dalam keadaan paling indah dan tampilan paling sempurna, itu adalah bentuk kesungguhan Beliau untuk terus menghangatkan cintanya bersama mereka. Beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah datang secara tiba – tiba dan masuk menemui mereka setelah Beliau berpergian jauh, diantara kebiasaan Beliau adalah memberi kabar kepada keluarganya akan kedatangannya, sehingga keluarganya mendapatkan waktu yang leluasa untuk menyiapkan diri mereka, mereka bisa berhias, membersihkan diri, dan menyiapkan diri mereka untuk menyambut kedatangan Beliau, sehingga Beliau bisa mendapati keluarganya dalam penampilan terbaik, dan keadaan yang paling indah, yang senantiasa menambah hangatnya rasa cinta. Jabir bin Abdillah berkata:
“Kami pernah berpergian bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dalam suatu safar, ketika kami hendak memasuki kota Madinah, Beliau bersabda:
" أمْهِلوا حتَّى ندخُلَ ليلًا لِكي تمتَشِطَ الشَّعثَةُ, تستَحدَّ المُغيبَةُ " متفق عليه
“Jangan tergesa – gesa, sehingga kita masuk pada malam hari, agar wanita yang ditinggal suaminya bisa menyisir rambut mereka yang berantakan, dan mencukur bulu kemaluan mereka”. (Muttafaq ‘alaihi).
15.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengalah kepada istrinya dan mendahulukan mereka.
Beliau صلى الله عليه وسلم memiliki tabiat dermawan dan suka memberi. Beliau selalu mendahulukan keluarganya ketika mendapatkan sesuatu, baik hadiah atau lainnya, bagaimana tidak, sedang Beliau adalah orang yang bersabda:
" إذا أعطى اللهُ أحدَكم خيرًا فليبدأْ بنفسِه و أهلِ بيتِه " الطبراني وصححه الالباني
“Apabila Allah memberikan seorang diantara kalian kebaikan maka hendaknya ia mengawali dengan dirinya dan keluarganya”. (HR Thabrani, dan dishahihkan oleh Al Albani).
Perkataan Beliau bukan hanya omong kosong saja, namun Beliau pun contohkan melalui perlakuannya, Anas رضي الله عنه berkata:
أنَّ أُمَّ سُلَيمٍ بعثَت معه بقناعٍ فيه رُطَبٌ إلى النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم ، فجعل يقبضُ القبضةَ ، فيبعثُ بها إلى بعضِ أزواجِه ، ثم يقبضُ القبضةَ فيَبعثُ بها (إلى أزواجِه، ثم يَبعثُ بها)؛ وإنه لَيشتَهيه ، فعَل ذلك غيرَ مرَّةٍ خرجه أحمد  وابن حبان صححه الألباني
“Bahwa Ummu Sulaim (ibunda Anas) mengirimkan sebuah nampan yang berisi kurma kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, maka Beliau mengambil kurma tersebut segenggam lalu mengirimkannya kepada beberapa istrinya, kemudian Beliau mengambil lagi segenggam lalu mengirimkannya kepada istri yang lain, padahal sesungguhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم juga menginginkan kurma tersebut, Beliau melakukan hal itu bukan hanya sekali”. (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Al Albani).
16.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan sifat rendah hatinya kepada keluarganya.
Barang siapa yang merendahkan hatinya karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Kalimat inilah yang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sampaikan kepada para sahabatnya, dan Beliau juga mempraktekan kalimat tersebut ketika Beliau bergaul bersama seluruh manusia, begitu pula keluarganya, Anas bin Malik berkata, ketika dia menceritakan tentang kedatangan mereka bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dari Khaibar menuju Madinah, dan bersama Rasulu Allah istrinya Shafiyah رضي الله عنها, Rasulu Allah memasangkan kelambu bagi shafiyyah di atas untanya, lalu Beliau bersimpuh di dekat unta tersebut dan Beliau letakkan lutut Beliau, maka Shafiyah pun menginjakkan kakinya di lutut Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sehingga ia bisa menaiki unta”. (HR Bukhari).
17.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memberikan maaf atas kesalahan istrinya.
Beliau صلى الله عليه وسلم kadang menghadapi kecemburuan istrinya, namun Beliau tidak marah ketika ada istrinya yang cemburu, dan tidak pula menjelak – jelekkan istrinya karena tingkah laku mereka ketika sedang cemburu itu, akan tetapi Beliau menghadapi sifat tersebut dengan cara yang tenang, yang penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan, Anas bin Malik berkata:
" كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عند إحدَى أمَّهاتِ المؤمنين ، فأرسلت أخرَى بقصعةٍ فيها طعامٌ، فضربتُ يدَ الرَّسولِ ، فسقطت القَصعةُ ، فانكسرت ، فأخذ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم الكسرتَيْن ، فضمَّ إحداهما إلى الأخرَى ، فجعل يجمعُ فيها الطَّعامَ ، ويقولُ :" غارت أمُّكم ، كُلوا فأكلوا ! فأمسك حتَّى جاءت بقصعتِها الَّتي في بيتِها ، فدفع القِصَعَة الصَّحيحةَ إلى الرَّسولِ ، وترك المكسورةَ في بيتِ الَّتي كسرتها".  البخاري
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sedang berada di rumah salah satu ummahatul mukminin, lalu seorang istrinya mengirimkan nampan yang berisi makanan kepadanya, maka istrinya (sang nyonya rumah) pun memukul tangan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sampai nampan tersebut jatuh dan pecah, maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun mengambil kedua pecahan nampan tadi dan mengumpulkannya menjadi satu, lalu Beliau kumpulkan makanan yang tadi dikirim di atasnya, seraya bersabda: “Ibu kalian cemburu, makanlah”, lalu merekapun makan, kemudian Beliau meminta (utusan istrinya) menunggu sampai ia mendatangkan nampan milik istrinya yang telah memecahkan nampan tadi, lalu Beliau memberikan nampan yang masih bagus kepada utusan tersebut, dan membiarkan yang pecah di rumah istri yang memecahkannya”. (HR Bukhari).
18.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memahami keadaan psikologis istrinya.
Kelembutan hati, dan kepekaan Beliau صلى الله عليه وسلم membuat Beliau mengetahui semua perasaan istrinya, dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan, kemudian Beliau menghadapi perasaan negatif mereka dengan hati lapang dan memaafkannya, ‘Aisyah ummul mukminin رضي الله عنها berkata: sesungguhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda kepadanya:
" إني لأعلم إذا كنت عني راضية ، وإذا كنت علي غضبى " قالت : فقلت : من أين تعرف ذلك ؟ فقال :" أما إذا كنت عني راضية ، فإنك تقولين : لا ورب محمد ، وإذا كنت غضبى ، قلت : لا ورب إبراهيم " . قالت : قلت : أجل والله يا رسول الله ، ما أهجر إلا اسمك "  رواه البخاري
“Sungguh aku mengetahui kapan kamu ridha terhadapku, dan kapan kamu marah kepadaku”, ‘Aisyah berkata: “Maka aku berkata: ‘Darimana kamu tau hal itu?”, maka Beliau bersabda: “Adapun kalau kamu ridha terhadapku, maka kamu akan katakan: ‘Tidak, demi Tuhannya Muhammad’, sedangkan apabila kamu marah, kamu akan mengatakan: ‘Tidak, demi Tuhannya Ibrahim’”, ‘Aisyah berkata: “Aku berkata: ‘Benar, demi Allah, tidak ku tinggalkan kecuali namamu’”. (HR Bukhari).
19.    Keadilan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم telah mencapai puncak tertinggi keadilan, ketika Beliau bersama keluarganya, Beliau senantiasa berbuat adil kepada mereka baik ketika Beliau sedang berpergian ataupun menetap, ‘Aisyah berkata:
" كان رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم لا يفضل بعضنا على بعض في القسم من مكثه عندنا وكان قل يوم إلا وهو يطوف علينا جميعا فيدنو من كل امرأة من غير مسيس حتى يبلغ إلى التي هو يومها فيبيت عندها..."رواه أبو داوود وصححه الألباني
“Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah melebihkan seseorang diantara kami (istri – istri Beliau) dalam pembagian hari tinggalnya bersama kami, Beliau terkadang berkunjung ke semua istrinya, lalu mencumbui mereka tanpa menjimai mereka, hingga Beliau sampai di rumah istri yang mendapat giliran bermalam bersamanya”. (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani).
Sungguh Beliau tidak pernah menyepelekan keadilan yang telah Allah jadikan sebagai kodratnya tersebut, meski ketika Beliau sakit sekalipun, ‘Aisyah berkata:
" أن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يسأل في مرضه الذي مات فيه، يقول:
"  أين أنا غدا، أين أنا غدا " يريد يومَ عائشة، فأذن له أزواجه يكون حيث شاء، فكان في بيت عائشة حتى مات عِندَها" رواه البخاري
“Sesungguhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bertanya ketika Beliau menderita penyakit yang mengantarkannya kepada kematian, Beliau bersabda: ‘Dimana aku besok, dimana aku besok?’, yang Beliau inginkan adalah hari (gilirannya) ‘Aisyah, maka para istrinya pun mengizinkan Beliau tinggal dimanapun Beliau mau, maka tinggallah Beliau di rumah ‘Aisyah sampai Beliau meninggal dunia di rumahnya”. (HR Bukhari).
•    Kehidupan sosial Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya.

1.    Keramahan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Keramahan tidaklah terdapat pada sesuatu kecuali ia akan menghiasinya, dan tidaklah sifat ramah tersebut hilang dari sesuatu kecuali akan memperburuknya. Demikianlah petunjuk nabawi yang mulia, yang mengajarkan seluruh umatnya untuk senantiasa mengerjakanya. Beliau صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang ramah di setiap perkaranya, Beliau mencintai keramahan, dan memerintahkan keluarganya untuk bersikap ramah, Beliau tidak pernah menyuruh, memperdengarkan, atau membebankan keluarganya perkara – perkara yang tidak mereka sanggupi, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata: Bahwasanya Rasulu Allah صلى الله عليها وسلم bersabda kepadanya:
" يا عائشةُ أرفقي فإنَّ اللهَ إذا أراد بأهلِ بيتٍ خيرًا أدخل عليهم الرِّفقَ "   أخرجه أحمد وصححه الألباني الصحيحة: 523
“Wahai ‘Aisyah berlaku ramahlah, karena Allah apabila Ia menginginkan kebaikan bagi suatu rumah tangga, maka Ia akan susupi sikap ramah kepada mereka”. (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani dalam asshahihah: 523).
2.    Rasulu Allah membantu keluarganya.
Diantara kemuliaan Beliau صلى الله عليه وسلم, Beliau tidak pernah segan untuk membantu keluarganya, dan Beliau mengerjakan sebagian pekerjaan rumah tangga, untuk membantu mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها pernah ditanya:
" ما كان النبي صلى الله عليه وسلم يعمل في بيته ؟ قالت : يخصف نعله، ويعمل ما يعمل الرجل في بيته . وفي رواية : قالت : ما يصنع أحدكم في بيته : يخصف النعل ، ويرقع الثوب  ويخيط . [ صحيح رواه البخاري في الأدب المفرد]
Apa yang dikerjakan Rasulu Allah di rumahnya?, ‘Aisyah berkata: “Beliau menambal sendalnya, dan mengerjakan apa yang dikerjakan laki – laki di rumah mereka. Dalam riwayat yang lain ‘Aisyah berkata: “(Yang ia kerjakan adalah) Apa yang kalian para laki – laki kerjakan di rumahnya, Beliau menambal sendalnya, meperbaiki bajunya, dan menjahit”. (Hadist shahih diriwayatkan oleh Bukhari dalam al adabul mufrad).
3.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melayani dirinya sendiri.
Setiap orang memiliki kebutuhannya masing – masing. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berusaha untuk melayani dirinya sendiri untuk meringankan dan membantu beban keluarganya, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata, ketika dia ditanya:
" ماذا كان يعمل رسول الله صلى الله عليه وسلم في بيته ؟ قالت: كان بشرا من البشر يفلي ثوبه ، ويحلب شاته ، ويخدم نفسه" . [صحيح رواه البخاري في الأدب المفرد]
Apa yang biasa dikerjakan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم di rumahnya?, ‘Aisyah berkata: “Beliau melakukan sesuatu layaknya manusia biasa, Beliau memeriksa bajunya, memerah kambingnya, dan melayani dirinya”. (Hadist shahih diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al adabul mufrad).
4.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memberi nafkah kepada istrinya.
Memberikan dan menafkahkan harta adalah sifat yang berusaha Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tanamkan dalam diri para pengikutnya, Beliau bersabda:
"إن الله كريم يحب الكرماء جواد يحب الجودة".
“Sesungguhnya Allah mulia dan mencintai orang – orang yang mulia, Allah pun dermawan dan mencintai kedermawanan”. (HR Ibnu ‘Asakir dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat silsilah shahihah: 1378 dan 1626).
Beliau صلى الله عليه وسلم selalu memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya tanpa pernah berlaku kikir, Beliau bersabda:
" دينارٌ أنفقته في سبيلِ اللهِ . ودينارٌ أنفقته في رقبةٍ . ودينارٌ تصدقت به على مسكينٍ . ودينارٌ أنفقته على أهلِك . أعظمُها أجرًا للذي أنفقته على أهلِك " رواه مسلم
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau keluarkan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau shadaqahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau berikan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang engkau berikan kepada keluargamu” . (HR Muslim).
Bahkan Beliau صلى الله عليه وسلم menjadikan hal itu hak yang harus ditunaikan oleh seorang laki – laki kepada keluarganya, ketika seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulu Allah, apa hak istri kami yang harus kami tunaikan?”, Beliau bersabda:
" أن تطعمها إذا طعمت وتكسوها إذا اكتسيت أو اكتسبت"  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيُّ , وَابْنُ مَاجَهْ، وَصَحَّحَهُ الألباني
“Engkau memberikannya makan ketika engkau makan, dan engkau memberikannya pakaian ketika engkau memakai pakaian atau mendapatkannya”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani).
5.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan ketenangan keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم selalu berusaha untuk mencari ketenangan dan kenyamanan bagi keluarganya, dan berusaha merealisasikannya bagi mereka, khususnya ketika safar, dimana umumnya safar adalah masa – masa yang penuh dengan kesulitan dan keletihan, maka Beliau صلى الله عليه وسلم khawatir kesulitan perjalanan menimpa mereka, Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان في سفَرٍ ، وكان غُلامٌ يَحدو بهنَّ يُقالُ له أنجَشَةُ ، فقال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: " رُوَيدَك يا أنجَشَةُ سَوقَك بالقَواريرِ " رواه البخاري.
Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم berada dalam satu perjalanan, dan pada saat itu terdapat seorang pemuda - yang memimpin rombongan wanita  - yang sedang berhida dia bernama Anjasyah, maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabada: “Pelan – Pelan wahai Anjasyah, berhati – hati lah terhadap botol kaca – maksudnya para wanita – “. (HR Bukhari).
Hal itu karena sesungguhnya istri Beliau berada di haudaj(sekedup bagi wanita yang ada di atas punuk unta) yang terdapat di atas punggung unta, dan ketika seorang berhida – yaitu ketika seorang melantunkan bait –bait syair dengan suara keras – maka unta akan mulai berjalan dengan cepat, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun khawatir kalau itu akan membahayakan keluarganya.
6.    Kemurah hatian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم ketika menghadapi tingkah para istrinya.
Beliau صلى الله عليه وسلم menghadapi tingkah para istrinya dengan hati lapang, menghadapi sikap kasar istrinya dengan senyuman, dan membalas sikap cuek mereka dengan cinta, Beliau memaafkan dan mengampuni segala kesalahan yang keluar dari mereka selama tidak bertentangan dengan syariat, dan tidaklah bertambah kesalah yang dilakukan orang lain atasnya, kecuali itu akan menambah kemurah hatian Beliau atas mereka, Umar bin Khattab رضي الله عنه berkata:
“Awalnya kami orang – orang quraisy tidak pernah memberikan kesempatan kepada wanita untuk membantah kami, maka ketika kami datang kepada kaum anshar – hijrah kepada mereka –, ternyata mereka adalah kaum yang memberikan kesempatan kepada para wanita untuk membantah para pria, istri – istri kami pun mulai terpengaruh dengan kebiasaan para wanita anshar, maka aku pernah memarahi istriku, namun ia membantah balik dan mendebatku, aku pun mengingkari perbuatannya tersebut, istriku berkata: mengapa engkau mengingkari perbuatanku yang telah membantah perkataanmu? Sungguh demi Allah para istri – istri Nabi pun mendebat Beliau صلى الله عليه وسلم, sungguh salah seorang diantara mereka ada yang tidak berbicara kepadanya hari ini sampai malam, maka aku berkata: Sungguh celaka lah orang yang melakukan hal itu diantara mereka, maka aku pun memakai pakaianku, lalu pergi menemui Hafshah dan berkata kepadanya: Wahai Hafshah, apakah seorang diantara kalian – para istri nabi – ada yang marah kepada Beliau صلى الله عليه وسلم hari ini sampai malam?, Hafshah berkata: Iya, maka aku berkata: Sungguh ia telah celaka dan merugi, apakah kalian merasa aman jikalau Allah marah karena kemarahan rasulNya صلى الله عليه وسلم sehingga kalian binasa?, janganlah engkau banyak meminta macam – macam dari Nabi صلى الله عليه وسلم, dan janganlah engkau membantah Beliau, juga jangan engkau acuh tak acuh kepada Beliau, dan mintalah dariku apa yang kau inginkan”. (HR Bukhari).
7.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berusaha mewujudkan keinginan keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang segera berusaha untuk mewujudkan keinginan istrinya, dan memberikan kebahagiaan bagi mereka, ‘Aisyah pernah meminta kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan berkata: “ Wahai Rasulu Allah seluruh istrimu memiliki kunyah  selain aku, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Berkunyahlah dengan nama anakmu Abd Allah – maksudnya ibnu Zubair (anak dari Asma saudari ‘Aisyah), engkau Ummu Abdillah”, maka ‘Aisyah pun senantiasa dipanggil dengan kunyah ummu Abdillah sampai Beliau wafat sedangkan ia tidak memiliki anak sama sekali”. (HR Bukhari dalam kita aladabul mufrad dan dishahihkan oleh Al Albani).
8.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengobati keluarganya.
Setiap manusia perlu untuk diperhatikan segala kebutuhannya ketika mereka dalam keadaan sehat. Dan ketika mereka sedang sakit dan lemah, mereka lebih butuh lagi akan perhatian, sungguh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak melalaikan hal ini, Beliau صلى الله عليه وسلم selalu berusaha untuk memperhatikan keluarganya ketika mereka sakit, karena hal itu akan menenangkan pikiran dan mengangkat mental mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها  berkata:
"كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ إذا مرض أحدٌ من أهلِه ، نفثَ عليهِ بالمعوِّذاتِ. فلما مرض مرضَه الذي مات فيهِ ، جعلتُ أنفثُ عليهِ وأمسحُه بيدِ نفسِه . لأنها كانت أعظمُ بركةً من يدي ." رواه مسلم
“Apabila seorang diantara keluarga Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sakit, maka Beliau akan meniup mereka dengan membaca surat Al mu’awwidzat (yaitu surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas). Dan ketika Beliau tertimpa sakit yang mengantarkannya kepada kematian, aku pun meniup Beliau dengannya dan ku usapkan dengan tangan Beliau sendiri, karena kedua tangan Beliau lebih memiliki keberkahan dibanding tanganku”. (HR Muslim).
9.    Perhatian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada keluarganya.
Dengan banyaknya kesibukan dan tangguh jawab yang Beliau صلى الله عليه وسلم emban atas umat ini, Beliau tetap menyediakan waktu untuk memperhatikan keluarganya, Beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah menyia – nyiakan mereka dan menyibukkan diri dari mereka, Umar bin Khattab رضي الله عنه berkata:
كان صلى الله عليه وسلم إذا صلى الصبح جلس في مصلاه وجلس الناس حوله حتى تطلع الشمس ثم دخل على نسائه امرأة امرأة يسلم عليهن ويدعو لهن فإذا كان يوم إحداهن جلس عندها . رواه الطبراني في الأوسط
“ Apabila Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم selesai melakukan shalat subuh, Beliau akan duduk di tempat ia shalat, dan orang - orang pun duduk di sekelilingnya sampai terbit matahari, kemudian dia akan berkunjung ke seluruh istrinya satu persatu, Beliau mengucapkan salam kepada mereka, dan mendoakan mereka, apabila hari itu bertepatan dengan giliran salah seorang diantara mereka maka ia akan menetap di rumah istrinya tersebut. (HR At Thabarani dalam mu’jam al awsath).
10.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bermusyawarah dengan istrinya.
Metode dan kebiasaan Beliau صلى الله عليه وسلم adalah bermusyawarah dalam setiap perkara Beliau, baik perkara umum ataupun pribadi, dan Beliau صلى الله عليه وسلم juga bermusyawarah dengan keluarganya, dan mengambil faidah dari ide dan pendapat mereka, Beliau صلى الله عليه وسلم mengikutkan mereka bahkan dalam perkara – perkara yang sangat penting bagi umat, dari situlah Beliau صلى الله عليه وسلم melihat pendapat yang paling sesuai dan paling baik sebelum mengambil keputusan, dari ‘Urwah bin Zubair, dari Marwan bin Al Hakam, dan Miswar bin Makhromah, bahwa mereka berdua memberi tahu kepadanya… kemudian ‘Urwah menyebutkan hadist keduanya yang berkaitan dengan kisah Hudaibiyah, mereka berdua berkata: ketika Beliau صلى الله عليه وسلم selesai menulis – perjanjian antara kaum muslimin dengan orang – orang quraisy – Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“ Wahai segenap manusia! Berdirilah, sembelihlah hewan sembelihan kalian, dan bertahallullah (Mencukur rambut untuk keluar dari ihram) ”
Namun demi Allah tidak ada seorang pun yang berdiri karena kabar buruk yang telah menimpa mereka, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda lagi:
“ Wahai manusia! Sembelihlah hewan sembelihan kalian dan bertahallullah”
Namun demi Allah tidak ada seorang pun yang melakukannya, kemudian Beliau mengulangi untuk ketiga kalinya dan tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun masuk menemui Ummu Salamah, dan bersabda:
“Wahai Ummu Salamah, tidakkah kau melihat para manusia aku suruh mereka untuk melakukan seseuatu namun mereka tak melakukannya?”
Maka Ummu Salamah berkata:
“Wahai Rasulu Allah! Janganlah engkau mencerca mereka, karena sesungguhnya manusia telah ditimpa perkara yang sangat besar, setelah mereka mendapatimu menyetujui perjanjian itu – perjanjian hudaibiyah –, akan tetapi keluarlah wahai Rasulu Allah, jangan engkau berbicara dengan seorang pun sampai engkau datangi hewan sembelihanmu, lalu engkau sembelih dan bertahallul, sesungguhnya manusia apabila mereka melihatmu melakakukan hal itu, mereka akan melakukan seperti yang engkau lakukan”.
Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun keluar, dan tidaklah ia berbicara kepada seorang pun sampai ia datangi sembelihannya, lalu ia sembelih dan mencukur rambutnya, maka ketika manusia melihat Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah melakukan itu, mereka pun bangkit, lalu menyembelih hewan sembelihan yang telah mereka bawa, dan sebagian dari mereka ada yang membotaki rambut kepalanya, sedangkan sebagian yang lain hanya memendekkannya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
اللهم اغفرْ للمُحَلِّقين ، فقيل : يا رسولَ اللهِ ! وللمُقصِّرين ؟ فذكرها ثلاثةً ، وقال في الثالثة: وللمقصرين.   رواه البخاري
“Ya Allah! Ampunilah orang – orang yang membotaki kepala mereka, ada yang berkata: Wahai Rasulu Allah! Begitu juga dengan yang memendekkan?, kemudian Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali, dan bersabda di kali ketiga: “Dan bagi orang yang memendekkan rambutnnya”. (HR Bukhari).
11.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم meminta izin dari keluarganya.
Maha benar Allah subhanahu wa ta’ala ketika Ia mensifati Beliau dengan firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al Qalam: 4).
Diantara tanda keagungan akhlaknya, Beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah berlaku tidak adil kepada istri – istri nya walaupun ketika Beliau dalam keadaan sakit, Beliau tidaklah meninggalkan kewajibannya kecuali setelah mendapat izin dari seluruh istrinya, dan setelah mereka semua merelakan hak – hak mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها  berkata: bahwa Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengutus utusan untuk mengumpulkan istri – istrinya – ketika Beliau sakit –, maka mereka pun berkumpul, lalu Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
"  إني لا أستطيع أن أدور بينكن فإن رأيتن أن تأذن لي فأكون عند عائشة فعلتن فأذن له " رواه أبو داود وصححه الألباني
“Sesungguhnya aku tidak bisa lagi menggilir kalian, apabila kalian berkehendak mengizinkanku untuk tinggal bersama ‘Aisyah maka terserah kalian”, maka mereka pun mengizinkannya. (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani).
12.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم suka membahagiakan keluarganya.
Menyusupi kebahagiaan dan kesenangan kedalam hati setiap manusia adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat, apalagi jika hal itu dilakukan kepada orang – orang terdekat kita, ‘Aisyah ummul mukminin رضي الله عنها berkata: Ketika aku mendapati Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dalam keadaan senggang, aku berkata kepadany: Wahai Rasulu Allah, berdoalah kepada Allah untukku, Beliau bersabda:
" اللهمَّ اغفرْ لعائشةَ ما تقدَّم من ذنبِها وما تأخرَ وما أسرَّت وما أعلنت"
“Ya Allah, Ampunilah ‘Aisyah atas segala kesalahan yang telah ia lakukan atau pun yang akan ia lakukan, yang ia sembunyikan, ataupun yang ia tampakkan”
‘Aisyah pun tertawa sampai kepalanya tertunduk karenanya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
أيسرُّكِ دعائِي فقالت وما لي لا يسرُّني دعاؤُكَ  فقال:"  واللهِ إنها لَدعوتِي لأمتي في كلِّ صلاةٍ" رواه ابن حبان والحاكم وصححه الألباني في "الصحيحة" (2254).
“Apakah doaku tandi membuatmu bahagia?, ‘Aisyah berkata: “Mengapa aku tidak bahagia dengan doaMu?”, Beliau bersabda: “Demi Allah, itulah doaKu bagi umatKu di setiap shalat”. (HR Ibnu Hibban, Al Hakim, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam asshahihah no: 2254).
13.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mendidik keluarganya.
Di samping pergaulan yang lembut dan baik yang dilakukan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dengan keluarganya, Beliau juga seorang yang bijaksana dalam pergaulan dan perlakuannya. Diantara pergaulan baik yang Ia lakukan adalah bentuk pendidikan dan hukuman yang Ia berikan kepada istrinya ketika mereka melakukan kesalahan yang tidak bisa diremehkan, Beliau memarahi, menakut nakuti, memperingatkan, dan melarang mereka. ‘Aisyah رضي الله عنها berkata: Aku berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم:
" حسبُك مِن صفيةَ - زوجِ النبيِّ - كذا وكذا - تعني ! إنها قصيرةٌ - فقال النبيُّ :" لقد قلتِ كلمةً لو مُزِجتْ بماء البحرِ لَمَزَجتْه " رواه أَبُو داود والترمذي صححه الألباني
“Cukuplah kamu dari Shafiyah – salah satu istri Nabi صلى الله عليه وسلم – sesungguhnya dia demikian dan demikian – maksudnya: pendek -, maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabda:
“Sungguh engkau telah mengatakan perkataan, yang apabila perkataan tersebut dicelupkan di lautan maka ia akan merusaknya”. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani).
14.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menangani segala permasalahan keluarganya.
Cara Beliau صلى الله عليه وسلم dalam menyelesaikan dan menangani permasalahan keluargannya sesuai dengan hukum – hukum syariat, yang menjadikan keluarganya senantiasa berdiri di atas batasan – batasannya, dan ridha terhadap hukum tersebut. Beliau juga berbicara kepada mereka dengan argumen dan tutur kata yang menyelesaikan masalah mereka, Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
"بلغ صفيةَ أنَّ حفصةَ قالت : بنتُ يهوديٍّ، فبكت، فدخل عليها النبيُّ - صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ - وهي تبكي، فقال:" ما يبكيك ؟ !"، فقالت : قالت لي حفصةُ: إني ابنةُ يهوديٍّ، فقال النبي صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ :" إنك لابنةُ نبيٍّ وإنَّ عمَّك لنبيٌّ، وإنكِ لتحت نبيٍّ ؛ فبم تفخرُ عليكِ ؟ ! ثم قال: اتقي اللهَ يا حفصةُ " رواه الترمذي وصححه الألباني
“Shafiyah mendapatkan kabar bahwa Hafshah memangilnya dengan sebutan: “Anak seorang yahudi”, maka Shafiyah pun menangis, lalu Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم masuk menemuinya ketika ia sedang menangis, maka Beliau bersabda: “Apa yang membuatmu menangis?”, ia berkata: “Hafshah mengatakan kepadaku, bahwasanya aku ini anak seorang yahudi, maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Sesungguhnya engkau adalah anak seorang nabi, pamanmu juga nabi, dan kamu seorang istri nabi, lantas apa yang bisa ia banggakan atasmu?”, kemudian berliau bersabda: “Bertaqwalah kamu kepada Allah wahai Hafshah”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani).
15.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menerima udzur keluarganya.
Kesalahan itu wajar terjadi, apalagi dari seorang yang engkau pergaul bersamanya setiap hari, dan menerima udzur mereka adalah tanda kebaikan hati, dan kesucian diri, dan siapakah orang yang memiliki jiwa yang lebih suci darimu wahai Rasulu Allah, Beliau pernah menunggu ‘Aisyah yang jalan terlambat darinya, lalu Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
" ما حبَسَكِ ؟" قالت يا رسولَ اللهِ: كنتُ أسمعُ قراءةَ رجلٍ ما سمعتُ أحسنَ صوتًا منه، فقام صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم حتى استمع إليه طويلًا ثم رجع فقال:" هذا سالمٌ مَولى أبي حذيفةَ الحمدُ للهِ الذي جعل في أُمَّتي مثلَه"     أخرجه البزار وأورده الهيثمي في "المجمع" وقال: رواه البزار، ورجاله رجال الصحيح.
“Apa yang menahanmu wahai ‘Aisyah?”, ‘Aisyah berkata: “Wahai Rasulu Allah, aku mendengar bacaan seseorang, aku tidak pernah mendengar bacaan yang lebih baik darinya, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bangkit sehingga Beliau bisa mendengarnya lebih lama, lalu Beliau bersabda: “Ini adalah Salim maula Abi Hudzaifah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara umatku seorang seperti dirinya”. (HR Al Bazzar, dan disebutkan oleh Al Haitsami dalam kitab almajma’ dan berkata: “diriwayatkan oleh Al Bazzar, seluruh perawinya adalah rijalus shahih).
16.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menyusupi kebahagiaan kedalam keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم suka memperdengarkan kepada keluarganya perkataan – perkataan yang memberikan kebahagiaan dan kesenangan kepada mereka, yang menurunkan ketenangan dan ketentraman dalam hati mereka, ‘Aisyah رضي الله عنها berkata, bahwa Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda kepadanya:
"أما ترضين أن تكوني زوجتي في الدنيا والآخرة ؟ قلت: بلى ، قال: فأنت زوجتي في الدنيا و الآخرة " رواه الحاكم في المستدرك   صححه الألباني
“Apakah kamu ridha apabila engkau menjadi istriku di dunia dan di akhirat?”, ‘Aisyah berkata: “Iya”, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Kamu adalah istriku di dunia dan di akhirat”. (HR Al Hakim dalam almustadrak dan dishahihkan oleh Al Albani).
17.    Kelembutan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya.
Derajat pergaulan yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dengan orang – orang di sekelilingnya berada di puncak kelembutan dan kehalusan, akhlak Beliau amatlah tinggi dan sempurna, sebagaimana yang telah disifati oleh Tuhannya, Allah berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al Qalam: 4).
Dan keluarganya adalah orang yang paling banyak merasakan akhlak Beliau tersebut, ‘Aisyah ummul mukminin رضي الله عنها  bercerita tentang pergaulan Rasululah صلى الله عليه وسلم bersamanya:
"كنتُ أشربُ منَ القدَحِ وأنا حائضٌ فأناولُهُ النَّبيَّ فيضعُ فاهُ على موضعِ فيَّ فيشربُ منْهُ وأتعرَّقُ منَ العرقِ وأنا حائضٌ فأناولَهُ النَّبيَّ فيضعُ فاهُ على موضعِ فيَّ." صحيح أخرجه النسائي
“Aku pernah minum dari sebuah bejana ketika aku sedang haidh, kemudian aku berikan sisa minumanku kepada Nabi, lalu Beliau meletakkan bibirnya persis di tempat mulutku menempel, kemudian Beliau minum, dan aku pernah memakan daging ketika aku sedang haidh, kemudian aku berikan sisa daging itu kepada Nabi, lalu Beliau meletakkan mulutnya persis di tempat mulutku menempel”. (Hadist shahih diriwayatkan oleh An Nasai).
18.    Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memaklumi kesalahan keluarganya.
Beliau صلى الله عليه وسلم adalah orang yang halus dan sering memaklumi dalam setiap perkaranya, Beliau memaafkan kesalahan seseorang walaupun orang itu mengerjakannya dengan sengaja, dan memaklumi kesalahan mereka baik mereka teman ataupun lawannya, dan keluarganya adalah orang yang paling banyak merasakan hal tersebut darinya, Beliau صلى الله عليه وسلم pernah masuk ke rumah istrinya setelah lelah melakukan pekerjaan harian dan bersabda:
" هل عندكم غداء؟ " فيقولون: لا، فيقول:" إني صائم" أخرجه النسائي  وصححه الألباني
“Apakah kalian memiliki sesuatu – untuk dimakan - ?”, mereka berkata: “Tidak”, kemudian Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: “Kalau begitu aku berpuasa”. (HR Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani).
Beliau tidak membentak, dan tidak pula menghardik mereka, akan tetapi Beliau menerima hal itu dengan hati lapang dan memaklumi perbuatan mereka.


Penutup:
Hubungan antara laki – laki dan perempuan dalam agama islam, adalah hubungan cinta, penghormatan, kasih sayang, dan saling menghargai, mencintai wanita sebagai seorang istri, menyayangi mereka sebagai seorang anak, menghargai dan menghormati mereka sebagai seorang ibu, bahkan seorang wanita dalam agama islam, setiap bertambah umur mereka maka bertambah pula penghormatan bagi mereka.
Di dalam agama islam tidak ada permasalah antara laki – laki dan perempuan, setiap orang dari mereka diciptakan untuk melengkapi yang lainnya, setiap mereka memiliki sifat yang berbeda dengan yang lainnya, seorang laki – laki memiliki kekurangan yang hanya bisa disempurnakan oleh wanita, dan wanita pun memiliki kekurangan yang hanya bisa disempurnakan oleh laki – laki, oleh karena itu syariat islam mewajibkan atas wanita kewajiban – kewajiban yang sesuai dengan kodrat penciptaan mereka, baik secara fisik ataupun mental, dalam perkara syariat ataupun sosial, sebagaimana syariat islam juga memberikan kewajiban kepada laki – laki sesuai dengan keadaan mereka. Sebaliknya syariat islam juga menetapkan bagi laki – laki hak – hak yang sesuai dengan tabiat mereka, sebagai mana syariat islam juga mentapkan hak – hak yang dimiliki dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang wanita sesuai dengan tabiat mereka.
Dari keseimbangan yang telah ditetapkan oleh islam inilah akan terwujud kenyamanan, ketenangan, ketentraman, kecintaan, dan kasih sayang antara mereka berdua, Allah ta’ala berfirman:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ (72)
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? (QS An Nahl: 72).
Agama islam, ketika ia membolehkan sesuatu bagi seorang laki – laki, dan mengharamkannya atas wanita, atau membolehkan bagi wanita beberapa hal, dan mengharamkannya atas laki – laki, hal itu berdasar kodrat penciptaan mereka baik secara fisik ataupun mental, karena termasuk dari kedzaliman, apabila engkau membebankan kepada seseorang baik laki – laki maupun perempuan, sesuatu yang tidak mampu mereka emban, contohnya mobil, sebuah mobil yang membutuhkan bahan bakar diesel, tidak akan jalan apabila ia diberi bensin, walaupun bensin itu lebih cepat terbakar atau sebaliknya.
Inilah akhlak kami bersama keluarga kami, kami ambil akhlak tersebut dari suri tauladan kami Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang telah menjadikan bagi kami pahala dan ganjaran baik ketika kita melakukannya kepada para manusia, khususnya keluarga kami, juga menetapkan atas setiap perlakuan buruk yang kami lakukan kepada manusia secara umum, dan kepada keluarga secara khusus, dosa dan hukuman.
Inilah akhlak islami, sebuah perealisasian nyata dalam kehidupan di dunia, bukan hanya sekedar goresan tinta di atas kertas, ataupun angan - angan yang tertulis dalam kisah – kisah romantis dan penuh khayalan yang jauh dari perlakuan orang – orang yang menulisnya!
Katakan kepadaku dengan nama Tuhanmu, apakah kamu pernah mendapati pergaulan baik yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersama keluarganya, sesungguhnya cukup hanya dengan meneladani Beliau, kita bisa menyelesaikan segala permasalahan suami istri yang muncul, karena ketidak tahuan setiap pasangan akan hak – hak yang dimiliki oleh pasangannya, hak – hak yang telah diterangkan oleh syariat islam, yang telah menjadikan semua orang yang menyepelekannya sebagai orang yang bermaksiat, dan berhak mendapat hukuman, juga menetapkan bagi setiap orang yang mematuhi aturan tersebut dan menunaikannya karena patuh atas perintah Allah, sebagai sebab datangnya rahmat dan ampunan.
Segala masalah yang terjadi di dunia ini, dan apa yang terjadi di tengah – tengah kaum muslimin bersama keluarga mereka, adalah akibat dari tidak mengikuti Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم yang mulia, dan tidak mentaati segala petunjuknya, inilah akhlak islami, akhlak yang sempurna dan pergaulan yang baik kepada semua yang ada di sekelilingmu sebagai manusia.

 www.islamland.com