ISTRI MEREMEHKAN PERGAULANNYA DENGAN SEPUPU LAKI-LAKI
Isteriku berumur 43 tahun, sedangkan sepupunya berumur 33 tahun. Dalam berinteraksi istriku terlalu longgar dan memberikan perhatian lebih kepada sepupu laki-laki. Pernah dia bergadang dengannya hingga jam 3 malam, pernah pula dia memfotonya saat sepupunya tidur, bahkan pernah dia menciumnya. Saya pernah menasehati bahwa hal itu tidak dibolehkan agama. Dia mengatakan, ‘Dia seperti saudara laki-lakinya dan dia cuma sepupu saja tidak lebih dari itu. Hal ini menimbulkan masalah dan banyak perselisihan, khawatir terjadi perceraian. Saya mempunyai 5 anak. Apakah yang dilakukan istriku itu benar, tolong minta penjelasannya?
Answer
Alhamdulillah
Islam telah memberikan ketentuan cara interaksi antara lelaki dengan wanita non mahram. Diperintahkan menundukkan pandangan, diharamkan berduaan, dilarang berjabat tangan, diharuskan menutup seluruh tubuhnya, dilarang mendayu dalam bersuara. Hal inilah yang dapat menjaga kebersihan masyarakat, keselamatan keluarga dan menutup pintu kejelekan dan fitnah. Anda jumpai nash-nash dalam hal itu dalam soal jawab no. 10744.
Tidak diragukan lagi bahwa istri anda telah melampaui batas dalam hal ini. Terjerumus apa yang diharamkan oleh Allah dengan mencium anak lelaki pamannya. Dan begadang malam hari berduaan bersamanya, menanggalkan hijab di hadapannya. Bahkan sekedar tidak menundukkan pandangan mata kepada lelaki yang bukan mahramnya – pada dasarnya –itu kemaksiatan terhadap perintah Allah Ta’ala. Terlalu longgar dalam masalah ini dengan alasan bahwa dia adalah sepupu seperti saudara lelakinya merupakan kesalahan besar. Berapa banyak keluarga yang terjerumus ke dalam musibah. Sepupu adalah non mahram bagi wanita seperti orang asing. Bisa jadi bahayanya lebih berat dibandingkan dengan lainnya, karena terlalu longgar berinteraksi dengannya. Masalah ini hukumnya sama dengan kerabat suami (ipar), saudara lelaki suami (ipar) sama dengan sepupu.
Oleh karena itu Nabi sallallahu’alaihi wa sallalm bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخولَ عَلَى النِّسَاءِ" فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ الله أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ ؟ قَالَ: " الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Janganlah kalian masuk ke para wanita. Seorang Anshar bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ‘Hamu (saudara lelaki suami)’. Beliau menjawab: ‘Saudara lelaki suami adalah kematian.” (HR. Bukari, no. 5232 dan Muslim, no. 2171)
Al-Laits bin Saad berkata, ‘Kata ‘Al-Hamu adalah saudara lelaki suami atau yang semisalnya dari kerabat suami seperti anak lelaki paman dan semisalnya.'
An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Syakh Muslim berkata,
'Adapun sabda Beliau sallallahu’alaihi wa sallam ‘Al-Hamu Al-Maut’ artinya adalah bahwa kekhawatiran padanya melebihi dari yang lainnya. Keburukannya dapat menjadi fitnah lebih besar, karena dia dapat menemui wanita (saudara iparnya) dan berduaan tanpa ada pengingkaran darinya, berbeda kalau orang asing. Maksud dari ‘Al-Hamu’ di sini adalah kerabat suami, selain ayah dan anak-anaknya. Kalau bapak dan anak-anak termasuk mahram bagi istrinya, dibolehkan berduaan dengannya dan tidak temasuk yang disifati dengan kematian. Akan tetapi yang dimaksudkan saudara lelaki (dari suami), anak saudara lelaki, paman (suami), anaknya dan semisalnya yang bukan mahram. Kebiasaannya orang-orang meremehkan masalah ini. Saudara lelakinya berduaan dengan istrinya, ini yang disebut kematian, dan dia lebih layak untuk dilarang dari orang asing, dengan alasan seperti yang telah kami sebutkan,’
Sebagai tambahan, silakan lihat soal no. 13261.
Kalau istri tidak menutup wajahnya di depan kerabatnya, mininal dilarang berduaan, berkata yang mendayu dan berjabatan tangan. Seharusnya anda menjelaskan batasan halal dan haram dalam masalah ini. Hendaknya anda memberikan nasehat kepada istri, dan anak lelaki pamannya. Serta melarangnya memudahkan sikap tercela ini. Karena Allah Ta’ala akan menanyakan kepada anda terhadap orang yang menjadi tanggung jawab anda, anda diperintahkan untuk menjaga dan menghalangi dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (سورة التحريم: 6)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-tahrim: 6)
Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ : الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan masing-masing akan ditanya tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan akan ditanya terhadap tanggung jawabnya. Seorang laki-laki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia akan ditanya terhadap tanggung jawabnya. Wanita bertanggung jawab di rumah suaminya.” (HR. Bukhari, 853. Muslim, 1829)
Beliau juga bersabda:
ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة
“Tidaklah seorang hamba diberi tanggung jawab oleh Allah untuk rakyatnya. Akan tetapi dia meninggal dalam kondisi menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR. Bukhari, 6731, Muslim, no. 142)
Semoga istri anda menerima apa yang diperintahkan agama, membatasi interaksinya dengan sepupunya sesuai yang diridhai Allah Ta’ala dan tidak membuat ulah kepada suaminya. Karena, kalau wanita yang berakal akan meninggalkan perkara mubah untuk mendapatkan kerelaan suaminya, maka meninggalkan yang haram itu lebih layak lagi baginya.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada semua apa yang dicintai dan diridoiNya.
Wallahu’alam .