Bilal bin Rabah Usaha Islam dalam Memerangi Rasisme

Bilal bin Rabah Usaha Islam dalam Memerangi Rasisme

Bilal bin Rabah
Usaha Islam dalam Memerangi Rasisme

الإسلام ومكافحة التمييز العنصري باللغة الإندونيسية
قصة إسلام الصحابي الجليل بلال بن رباح رضي الله عنه

Abd Ar-Rahman As-Syiiha

Penerjemah
European Islamic Research Center (EIRC)
& Muhammed Fikri Aziz
Editor: Siti Hanna Ghina Maisun
 
www.islamland.com

 

 

Bilal bin Rabah
Usaha Islam dalam Memerangi Rasisme
Di masa merebaknya kebodohan dan hukum rimba, ketika berhala-berhala disembah, bangkai-bangkai dikonsumsi, banyak yang melakukan perbuatan nista, hubungan silaturrahmi terputus, dan merebaknya sifat rasis, manusia terbagi-bagi menjadi beberapa kasta sosial, setiap kasta memiliki ciri dan keistimewaan yang diada-adakan, orang yang kuat mendzalimi yang lemah, si kaya memakan harta si miskin, manusia saling memperbudak antara satu sama lain.
Kemudian dunia menjadi terang benderang setelah diutusnya Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang mulai menyerukan dakwah yang begitu cepat menyebar layaknya api membakar kayu bakar, lalu beliau mulai mengubah anggapan-anggapan yang tersebar pada waktu itu, beliau mengembalikan kepala menjadi di atas dan kaki menjadi di bawah, melawan hawa nafsu dan keinginan banyak orang, sehingga beliau mendapat perlawanan dari orang-orang yang sering berlaku dzalim dengan cara memakan harta orang lain dengan cara yang batil, hal itu bukan karena alasan apapun, melainkan karena beliau datang membawa syariat tauhid, yang menyeru untuk membebaskan manusia dari beribadah kepada selain Allah, tujuannya adalah untuk membebaskan manusia dari segala cengkraman kekuasaan dan perbudakan. Syariat yang memerangi kebodohan, mengharamkan segala perbuatan nista, yang nampak ataupun yang tersembunyi, syariat yang mengharamkan kedzaliman dan kelaliman, menghapus segala kasta dan batasan yang sempat tersebar di tengah masyarakat saat itu, yang membatasi manusia sesuai perbedaan warna kulit, jenis, ataupun ras, syariat yang mendudukkan manusia di derajat kemuliaan yang telah Allah sediakan bagi mereka, dan mengeluarkan mereka dari kehinaan dan kerendahan yang telah diberikan oleh orang-orang yang merampas hak-hak mereka.
Orang-orang sebelum diutusnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم banyak yang menyembah manusia, batu yang dipahat, atau kayu yang diukir. Mereka memperbudak saudaranya sesama manusia dengan peraturan keji yang mereka buat-buat (baik peraturan yang berkaitan dengan perekonomian atau kehidupan sosial), peraturan yang menghancurkan kehormatan, dan merampas hasil jerih payah saudara mereka sesama manusia. Agama Islam datang untuk memerangi segala peraturan dan hukum yang dzalim ini, hukum yang mengklasifikasikan manusia menjadi kasta- kasta sosial tertentu, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يا أيها الناس ألا إن ربكم واحد وإن أباكم واحد ألا لا فضل لعربي على أعجمي ولا لعجمي على عربي ولا لأحمر على أسود ولا أسود على أحمر إلا بالتقوى
“Wahai manusia, ketahuilah, bahwa Tuhan kalian satu, dan bapak kalian satu, ketahuilah bahwa tidak ada keutamaan bagi seorang arab atas orang ajam ( nonarab ), orang ajam atas orang arab, kulit putih atas kulit hitam, dan tidak pula si hitam atas si putih kecuali dengan ketakwaan” .
Kitab-kitab suci agama hindu telah menetapkan adanya perbedaan antara setiap manusia sesuai dengan kasta dan tingkatan mereka sejak lahir, kitab-kitab tersebut menyebutkan bahwa Brahma menciptakan kelompok Brahmana dari mulutnya, menciptakan kelompok Ksatria dari lengannya, dan menciptakan kelompok Waisya dari pahanya, sedangkan kelompok Sudra ia ciptakan dari kakinya, kitab-kitab suci tersebut juga membagi profesi manusia sesuai dengan kasta-kasta ini, mereka menganggap orang-orang yang termasuk dari kasta-kasta rendah sebagai orang-orang yang najis dan hina, sehingga mereka tidak berhak untuk mendapatkan kecuali hanya pekerjaan dan jabatan rendahan saja, dan mereka tidaklah diciptakan melainkan hanya untuk mengabdi kepada para Brahmana saja.
Demikian pula yang terjadi di bangsa Yunani dan Romawi kuno, mereka meyakini bahwa diri mereka diciptakan dari asal yang berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya, oleh karena itu mereka menyebut bangsa-bangsa selain mereka dengan sebutan Barbar, perbedaan ini dijelaskan oleh seorang filsuf besar mereka yang bernama Aristoteles, ia berkata:
“Sesungguhnya para Dewa menciptakan dua jenis manusia, jenis yang ia bekali dengan akal dan keinginan, yaitu orang-orang Yunani yang diciptakan dengan bentuk yang sempurna, untuk menjadi penguasa di muka bumi dan pemimpin bagi seluruh manusia, dan jenis yang kedua adalah orang-orang yang hanya diberi kekuatan jasmani dan hal-hal yang berhubungan dengan jasmani saja, mereka adalah orang Barbar (orang-orang selain dari bangsaYunani) Dewa telah menciptakan mereka secara tidak sempurna semata-mata hanya untuk menjadi budak bagi orang-orang yang terpilih”.
Sebagaimana juga yang diyakini oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani sebelum datangnya Islam, bahwa mereka adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah, mereka memiliki kedudukan khusus yang berbeda dengan orang-orang selain mereka, mereka menganggap diri mereka berbeda, oleh karena itu mereka memandang rendah orang-orang selain mereka, mereka menamakan orang-orang selain mereka dengan istilah Joyum, yang artinya orang-orang kafir yang najis…!! Mereka menganggap orang-orang selain mereka sebagai budak bagi mereka, karena berasal dari kelompok rendahan, hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam alquran, Allah berfirman:
وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إلاَّ مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِماً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الأمِّيينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi Kami terhadap orang-orang ummi. mereka berkata Dusta terhadap Allah, Padahal mereka mengetahui.”  
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dan berkata:
“Maksudnya: yang membuat mereka enggan untuk menunaikan hak yang menjadi kewajiban mereka, karena mereka mengatakan: ‘Dalam agama kami tidak mengapa hukumnya jika kami memakan harta orang-orang Ummi (yaitu orang-orang arab) karena Allah telah menghalalkannya bagi kami’.
Mereka memandang orang-orang selain mereka sebagai orang-orang rendahan, karena Allah menciptakan orang-orang selain mereka hanya untuk menjadi budak bagi orang-orang Yahudi, maka Allah pun menjelaskan hakikat mereka, dan menjelaskan bahwa setiap makhuk itu sama, tidak ada perbedaan antara mereka, juga menjelaskan bahwa keyakinan tersebut hanya sebatas angan-angan dalam diri mereka saja, Allah berfirman:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).”
Begitupula halnya dengan orang-orang Arab pada masa jahiliyah sebelum datangnya Islam, mereka menganggap diri mereka sebagai manusia yang sempurna, adapun orang-orang selain mereka, atau yang mereka sebut dengan sebutan ‘Ajam, adalah orang-orang yang penuh kekurangan. Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم jelaskan kekeliruan keyakinan dan kesalahan pikiran mereka, bahkan ucapannya tersebut dijadikan sebagai pelita yang menunjukkan bagaimana cara menghormati orang lain dan tidak menghinakan mereka, sesuai dengan ajaran yang diberikan oleh syariat agama Islam, yang datang untuk menghancurkan keyakinan-keyakinan dan pengkotak-kotakan ini, dari Ibnu Umar رضي الله عنه ia berkata: Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
رأيت غنماً كثيرة سوداء دخلت فيها غنم كثيرةً بيض" قالوا: فما أولته يا رسول الله؟ قال:" العجم يشركونكم في دينكم وأنسابكم" قالوا: العجم يا رسول الله!! قال:" لو كان الإيمان معلقا بالثريا لناله رجال من العجم وأسعدهم به الناس
“Aku bermimpi melihat sekelompok kambing hitam yang banyak, bercampur dengan sekelompok kambing putih yang banyak”, para sahabat berkata: “Bagaimana engkau tafsirkan mimpi tersebut wahai Rasulu Allah?”, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Orang-orang ‘ajam akan mengikuti agama dan nasab-nasab kalian”, para sahabat berkata: “Orang-orang ‘ajam wahai Rasulu Allah!!”, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jikalau keimanan itu tergantung di bintang, niscaya orang-orang ‘ajam akan bersegera meraihnya, dan sungguh mereka lah orang-orang yang paling bergembira dengannya”.  
Manusia itu terdiri dari berbagai macam latar belakang, setiap mereka memiliki karakteristiknya masing masing sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala, kesempurnaan hanyalah milik Allah, adapun aib dan kekurangan, maka itu sudah menjadi kodrat seluruh anak Adam kecuali para nabi dan rasul عليهم السلام, keyakinan ini sangat dipegang teguh oleh seluruh kaum muslimin, sehingga mereka bisa berlaku adil kepada selain mereka dan memperlakukan orang lain sesuai dengan ajaran ini. Al-Mustawrid Al-Qurasyi mengatakan di hadapan ‘Amr bin al’Ash, aku mendengar Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Hari kiamat datang, sedang saat itu orang-orang Romawi (maksudnya orang Eropa) adalah orang yang paling banyak”, ‘Amr bin al’Ash pun berkata: “Pastikan lagi apa yang telah engkau katakan”, ia berkata: “Aku hanya mengatakan apa yang aku dengar dari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم”, maka ‘Amr pun berkata: “Apabila memang seperti itu, sungguh mereka-orang-orang romawi itu-memiliki empat sifat: mereka adalah orang yang paling logis ketika menghadapi fitnah (ujian), orang yang paling cepat sadar setelah tertimpa musibah, orang yang paling cepat bangkit setelah mendapat kekalahan, dan orang yang paling baik kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang lemah, mereka juga memiliki sifat baik yang kelima, yaitu raja-raja mereka tidak pernah mendzalimi rakyatnya sendiri”. (HR Muslim).
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم datang untuk menghapus kasta-kasta yang tercela ini, kebebasan yang diajarkan oleh syariatnya adalah kebebasan muthlak bagi seluruh manusia sesuai dengan batasan-batasan syariat yang dikerjakan oleh para khulafaur rasyidin setelahnya, mereka tidak membeda-bedakan antara raja dan rakyat jelata, si kaya dan si miskin, Anas رضي الله عنه berkata: bahwa seorang dari penduduk Mesir datang kepada Umar bin Khattab dan berkata: “Wahai Amiirul mukminin, aku berlindung kepadamu dari kedzaliman”, Umar berkata: “Engkau telah berlindung kepada orang yang mampu memberimu perlindungan”.
Laki-laki itu berkata: “Aku pernah berlomba bersama Ibnu ‘Amr bin Al-’Ash (pada saat itu ‘Amr merupakan gubernur yang ditunjuk Umar untuk memimpin Mesir) lalu aku pun mengalahkannya, lantas ia memukulku dengan cambuk dan berkata: ‘Aku adalah anak Al-Akramain’”.
Maka Umar pun menulis surat kepada ‘Amr bin Al-Ash menyuruhnya untuk datang ke Madinah dan membawa anaknya, lantas ia pun melakukannya.
Kemudian Umar berkata: “Dimana si orang Mesir itu? Ambillah cambuk dan cambuklah Ibnu ‘Amr bin al’Ash”.
Lantas orang itu pun menyambuknya, Umar pun berkata: “Pukullah anak dari Al-Akramain”.
Anas berkata: “Orang Mesir itu pun memukulnya, dan demi Allah, hal itu lah yang kami sukai , dan ia tidak berhenti sampai kami berharap ia menghentikan pukulannya”.
Kemudian Umar berkata kepada orang Mesir itu: “Pukul juga kepala botaknya ‘Amr”.
Lantas ia pun berkata: “Wahai Amirul mukminin, sesungguhnya anaknya lah yang telah memukulku, dan aku telah membalasnya”.
Maka amirul mukminin berkata: “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan Ibunya melahirkan mereka dalam keadaan merdeka”.
‘Amr berkata: “Wahai amirul mukminin, aku tidak mengetahui hal ini dan ia pun tidak mendatangiku”. (HR Ibnu Abdil Hakam).
Demikianlah seruan untuk menyetarakan setiap manusia, keadaan seseorang setara dengan saudaranya sesama manusia yang lain, apapun perbedaan yang ada antara keduanya, semuanya setara, baik laki-laki maupun perempuan, putih maupun hitam, arab ataupun ajam, hal itu telah dijelaskan secara gamblang di dalam alquran, dan telah disampaikan pula oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.”
Asal setiap manusia itu satu, semuanya kembali kepada Adam sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah tuhan kami, Allah berfirman:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.”
Kemudian Allah jadikan Adam sebagai permulaan bagi tersebarnya manusia di muka bumi, Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”
Seluruh manusia datang dari satu bapak, dan satu ibu, maka tidak ada keutaman bagi seseorang diatas orang yang lain dari segi penciptaan, karena manusia pertama yang Allah ciptakan adalah Adam bapak dari seluruh manusia, kemudian darinya Allah cipatakan istrinya Hawa ibu dari seluruh manusia, kemudian dari mereka berdualah manusia berkembang biak dan tersebar sampai Allah menetapkan untuk menghancurkan seluruh makhluk dan menegakkan hari kiamat, lantas mengapa sebagian manusia merasa lebih atas sebagian yang lainnya, dan saling memperbudak satu sama lain, padahal mereka bermula dari asal yang sama. Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
ان الله عز وجل قد أذهب عنكم عبية الجاهلية وفخرها بالآباء مؤمن تقي وفاجر شقي والناس بنو آدم وآدم من تراب  
“Sesungguhnya Allah telah menghapuskan dari kalian segala keburukan jahiliyah dan kesombongan mereka dengan bapak-bapak mereka, yang ada hanyalah seorang mukmin yang bertakwa, atau seorang fajir yang celaka, manusia adalah anak Adam, dan Adam berasal dari tanah”.
Dan Allah ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلَّا أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.”
Setiap manusia yang pernah ada, dan manusia yang akan datang, asal muasal mereka satu, dahulu mereka berada dalam satu agama, dan satu bahasa, akan tetapi bersamaan dengan bertambah banyaknya jumlah mereka, akhirnya mereka pun tesebar di muka bumi, dan terpencar di daerah-daerah yang berbeda, sehingga akhirnya berbeda-beda pulalah bahasa, warna, dan tabiat mereka, hal itu merupakan efek dari adaptasi mereka kepada lingkungan-lingkungan tempat tinggal mereka, perbedaan ini juga diikuti dengan perbedaan dalam cara berfikir, cara bertahan hidup dan keyakinan, oleh karena itu Allah mengutus para rasul untuk mengembalikan mereka kepada asal yang satu, yaitu beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukannya dengan suatu apapun, Allah berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”  
Agama Islam tidak memperhatikan tampilan manusia secara dzahir, karena Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
رب أشعث أغبر ذي طمرين تنبو عنه أعين الناس لو أقسم على الله لأبره
“Bisa jadi seorang yang rambutnya kasar berdebu, menggunakan pakaian lusuh dan usang, yang tidak disukai oleh pandangan mata manusia, namun apabila ia bersumpah atas nama Allah, Allah akan kabulkan sumpahnya (hal itu karena tingginya derajat orang itu di hadapan Allah)”.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بالأبواب لو أقْسَمَ عَلَى اللهِ لأَبَرَّهُ
“Bisa jadi seorang yang berambut kasar, yang hina di hadapan manusia, namun jika ia bersumpah dengan nama Allah, Allah akan kabulkan sumpahnya”. (HR Muslim).
Ketika ada beberapa manusia yang akan memanfaatkan perbedaan yang ada pada manusia ini, baik dalam warna, ras, ataupun jenis, untuk menyebarkan keyakinan akan kasta-kasta yang tercela, maka syariat Islam pun berusaha untuk memutus jalan mereka, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم jelaskan sebab terjadinya perbedaan teresebut, beliau bersabda:
إن الله تعالى خلق آدم من قبضة قبضها من جميع الأرض فجاء بنو آدم على قدر الأرض منهم الأحمر والأسود والأبيض والأصفر وبين ذلك والسهل والحزن والخبيث والطيب
“Sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan Adam dari segenggam tanah yang dikumpulkan dari segala jenis tanah di bumi, maka anak Adam pun datang dengan membawa sifat dari masing-masing tanah tersebut, ada yang merah, hitam, putih, kuning, dan lain sebagainya, ada pula yang lembut, ada yang kasar, dan juga ada yang buruk dan ada yang baik”.
Seluruh manusia, tanpa melihat jenis, warna, bahasa, dan negaranya, berada dalam keadaan yang sama rata, karena semua orang di hadapan Allah sama, hanya satu hal saja yang bisa menjadi nilai pembedan antara mereka, yaitu seberapa jauh mereka dalam berusaha untuk mempraktekkan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah, dan sebanyak apa kebaikan yang telah ia kerjakan demi kemaslahatan diri mereka juga orang-orang di sekitar mereka, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Allah menciptakan manusia dengan bermacam-macam suku dan bangsa, bukan untuk melebihkan beberapa bangsa atas bangsa yang lainnya, bukan juga untuk melebihkan satu suku dari suku yang lainnya, akan tetapi Allah membagi-bagi seperti ini supaya hal itu menjadi sarana mereka untuk saling mengenal dan membedakan antara satu sama lain, sebagaimana layaknya setiap manusia memiliki nama yang hanya dimiliki oleh dirinya seorang tujuannya agar ia dikenal dan bisa dibedakan dengan yang lainnya.
Allah ta’ala juga berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Kemuliaan ini, sifatnya umum bagi setiap manusia tanpa kecuali, tidak dikhususkan bagi jenis atau golongan tertentu.
Allah ta’ala berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat.”
Seluruh manusia tanpa kecuali, diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, mengurus bumi, dan menunaikan tugas mereka sebagai khalifah Allah sebagaimana yang Allah jelaskan dalam ayat ini, kemudian Allah menjadikan perbedaan derajat antara mereka dalam hal rejeki, akhlak, kebaikan, keburukan, tampilan, bentuk, dan warna, bukan dalam asal muasal penciptaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.”
Berdasarkan kesetaraan yang telah ditetapkan Islam ini, maka seluruh manusia setara dalam hal:
1.    Terjaganya hak-hak syar’i bagi seluruh manusia, tanpa melihat jenis, ras, ataupun warnanya, juga hak untuk mendapatkan kebebasan yang terikat dengan batasan-batasan agama, yang membedakannya dengan kebebasan hewani yang muthlak, yang saat ini bisa dilihat bersama nilai buruk yang dihasilkannya, yang berefek pada merosotnya masyarakat yang berawal dari ketidak tahuannya mereka akan siapa bapak-bapak mereka, hal itu karena tersebarnya keberukan, dan penuhnya penjara-penjara dengan narapidana yang ditahan karena kasus yang berkaitan dengan akhlak, harta, masalah sosial, dan lain sebagainya, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يا أيها الناس ألا إن ربكم واحد وإن أباكم واحد ألا لا فضل لعربي على أعجمي ولا لعجمي على عربي ولا لأحمر على أسود ولا أسود على أحمر إلا بالتقوى
“Wahai segenap manusia, sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, dan bapak kalian itu satu, sesungguhnya tidak ada keutamaan bagi orang arab atas orang ajam, tidak pula orang ajam atas orang arab, si merah atas si hitam, dan si hitam atas si merah melainkan dengan ketakwaan”.
2.    Seluruh manusia setara di hadapan hukum-hukum syariat, tidak ada perbedaan karena perbedaan jenis, ras, ataupun warna kulit, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
أَيُّهَا الناس إنما أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إذا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وإذا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عليه الْحَدَّ وأيم اللَّهِ لو أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Wahai segenap manusia, sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian, bahwasanya apabila seorang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka akan biarkan saja, namun apabila orang yang hina diantara mereka mencuri, mereka akan menghukumnya, sungguh demi Allah, jikalau Fathiman putri Muhammad mencuri, pasti aku akan potong tangannya”.
3.    Mereka juga setara dalam hal tanggung jawab, balasan, dan pahala, Allah ta’ala befirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan) nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan) nya pula.”
4.    Mereka juga setara dalam hak mereka sebagai manusia, tidak boleh seorang diganggu karena alasan warna, jenis, madzhab, ataupun keyakinannya, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”
5.    Darah, harta dan kehormatan mereka juga harus sama-sama dijaga, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
فإن دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذا في شَهْرِكُمْ هذا في بَلَدِكُمْ هذا لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فإن الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ من هو أَوْعَى له منه
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian, haram hukumnya (untuk dianiaya) antar sesama kalian, sebagaimana diharamkannya hari kalian ini (maksudnya hari arafah), di bulan kalian ini (maksudnya bulan dzulhijjah), dan di negeri kalian ini (maksudnya Makkah), hendaknya orang yang menyaksikannya menyampaikan kepada orang yang tidak menyaksikannya, karena bisa jadi orang yang menyaksikannya menyampaikan kepada orang yang lebih paham dari pada dirinya”.
6.    Semua orang juga sama-sama berhak untuk mendapat jabatan apapun selama ia memang berhak menerimanya, memiliki kemampuan, dan memenuhi syarat, dari Adi Al-Kindi berkata: Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wahai segenap manusia, barang siapa diantara kalian yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, kemudian ia menyembukan sesuatu dari pekerjaan tersebut walaupun sebesar jarum jahit, atau lebih, maka ia adalah seorang pencuri, dan kelak ia akan membawanya pada hari kiamat di atas punggungnya”, maka berdirilah seorang laki-laki yang hitam (seakan aku melihatnya sekarang, dan aku rasa ia dari kalangan Anshar) dan berkata: “Wahai Rasulu Allah, berhentikanlah aku dari pekerjaan yang telah engkau berikan kepadaku”, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berkata: “Mengapa begitu?”, ia berkata: “Aku telah mendengar ucapan yang berusan engkau ucapkan” (maksudnya ia takut akan ancaman yang barusan diucapkan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم), Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Dan aku katakan kepadanya sekarang: barang siapa yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, maka hendaknya ia membawa hasil dari pekerjaan tersebut baik sedikit ataupun banyak, jadi apa yang telah diberikan kepadanya, maka ia berhak untuk mengambilnya, dan apa yang dilarang atasnya, janganlah diambil”.
7.    Mereka juga sama-sama berhak menggunakan segala hal yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
8.    Mereka juga setara dalam peribadatan kepada Allah sebagai satu-satunya tuhan yang berhaka disembah, karena agama Islam turun bagi seluruh manusia dengan segala perbedaan yang mereka miliki, baik dari segi warna, jenis, dan ras, semua sama-sama hamba Allah, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Bahkan syariat beliau صلى الله عليه وسلم melarang dari segala perkara yang akan menjurus kepada fanatisme kelompok yang tercela, dari Watsilah bin alAsqa’ ia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulu Allah, apa itu ashabiyah (Fanatisme baik terkait golongan, kelompok, ataupun suku) ?. Beliau bersabda: “Engkau membantu kaummu dalam kedzaliman”.
Wala dan bara (loyalitas) seseorang hanya atas agamanya, bukan atas asas suku ataupun ras, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah bersabda:
“Barangsiapa yang berperang di bawah panji buta, berperang karena ashabiyah, dan marah karena ashabiyah, maka ia terbunuh dalam keadaan jahiliyah”.
Timbangan kebaikan dalam agama Islam bukanlah kedudukan ataupun nasab, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepada Shuhaib Ar-Ruumi (dari romawi), Salman Al-Farisi (dari Persia), dan Bilal Al-Habasyi (dari Etiopia), bahkan ia mengabarkan bahwa mereka termasuk para penghuni surga.
Di waktu yang bersamaan, Rasulu Allah menunjukkan kemurkaan, dan permusuhan kepada pamannya Abu Lahab, yang disebut dalam alquran dan akan tetap dibaca sampai hari kiamat, dimana di situ Allah mengancam Abu Lahab dengan azab yang pedih, Allah ta’ala berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ، مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ، سيصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Kita lihat di dalam Alquran, rujukan pertama umat Islam yang telah diturunkan kepada segenap manusia, nama Luqman Al-hakim, seorang budak berkulit hitam yang berasal dari Habasyah, Allah karuniai ia dengan kebijaksanaan, sampai turun satu surat penuh di dalam alquran dengan namanya, hal itu merupakan pujian dan keutamaan baginya, mengingat banyak sekali surat di dalam alquran yang dinamakan dengan nama-nama sebagian nabi dan rasul Allah yang jujur lagi suci, seperti contohnya surat Nuh, Ibrahim, Ali Imran (keluarga Imran), Maryam, Yusuf, Yunus, Muhammad, dst… Surat tersebut senantiasa dibaca oleh kaum muslimin di dalam setiap shalat mereka, baik di pagi maupun sore hari, hal itu semata hanya untuk mengokohkan asas kesetaraan antara seluruh manusia dalam hati setiap kaum muslimin, dan terus menerus mereka ingat di otak-otak mereka.
Habasyah adalah suatu tanah di Afrika, penduduknya berkulit gelap, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pernah memerintahkan para sahabatnya, pada masa awal dakwah beliau, ketika orang-orang Quraisy mengganggu dan menyiksa para sahabat dan pengikutnya, untuk berhijrah ke sana, beliau bersabda kepada mereka: “Sesungguhnya di tanah Habasyah terdapat seorang raja, yang tidak ada satu pun orang didzalimi di sisinya, maka pergilah kalian ke negerinya, sampai Allah memberikan jalan keluar dari ujian yang sedang kalian rasakan”.
Dan ketika raja Najasyi meninggal, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda kepada para sahabatnya: “Shalatilah ia”, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulu Allah, apakah kita menshalatkan seorang budak dari Habasyah?!, maka Allah pun menurunkan ayat:
وإن من أهل الكتاب لمن يؤمن بالله وما أنزل إليكم وما أنزل إليهم خاشعين لله لا يشترون بآيات الله ثمناً قليلا
“Dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.”
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Mintakanlah ampunan untuk saudara kalian”, lalu beliau memerintahkan para sahabat untuk membuat dua shaf di mushalla, lalu bertakbir empat kali.
Asas kesetaraan dalam agama Islam bukanlah sebatas angan-angan dan bualan yang diberikan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم kepada kaumnya, akan tetapi beliau pun mempraktekkan dan melakukannya sendiri, lihatlah Usamah bin Zaid maula (mantan budak) Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, sedangkan ia merupakan seroang laki-laki berkulit hitam legam, dan berhidung pesek, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah memeluknya bersama Hasan, anak dari putri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم Fatimah رضي الله عنها dan berkata: “Ya Allah, cintailah mereka berdua, karena sesungguhnya aku mencintai mereka berdua”.
Aisyah, isteri Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, juga mengatakan: “Tidak seyogyanya seseorang membenci Usamah setelah aku mendengar Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barang siapa yang mencintai Allah dan RasulNya, maka hendaknya ia mencintai Usamah”.
Beliau juga bersabda: “Barang siapa yang mencintaiku, hendaknya ia juga mencintai Usamah”.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang amalannya sama dengan apa yang ia ucapkan, Aisyah berkata: Pernah Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم hendak menyeka ingus Usamah, maka aku pun berkata: “Biar aku saja yang melakukannya”,  beliau bersabda: “Wahai Aisyah, cintailah ia, karena aku mencintainya”.
Bahkan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menjadikan mantan budak yang berkulit hitam itu sebagai panglima perang bagi kaum muslimin untuk berhadapan dengan pasukan Romawi, dan memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat para sahabat senior, sehingga membuat beberapa orang sahabat merasa bahwa hal itu berlebihan bagi Usamah, ketika Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengetahui pembicaraan para sahabatnya tersebut, beliau menaiki mimbar, bertahmid, kemudian memuji Allah subhanahu wa ta’ala dan bersabda: “Apabila kalian mengingkari kepemimpinannya (maksudnya Usamah) maka sebelumnya kalian telah mengingkari kepemimpinan ayahnya, sungguh demi Allah, dia adalah seorang yang pantas dan berhak untuk menjadi seorang pemimpin, sungguh dahulu ayahnya (yaitu Zaid bin Haritsah) adalah seorang yang paling aku cintai, dan orang ini-maksudnya Usamah-adalah diantara orang yang paling aku cintai setelahnya”.
Namun Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم terlebih dahulu meninggal sebelum pasukan Usamah bergerak untuk berperang melawan Romawi, kemudian sepeninggalannya Abu Bakar As-Shiddiq diangkat menjadi khalifah setelah Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, dan ia pun bersih keras untuk tetap melaksanakan wasiat Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, maka Umar bin Khattab pun berkata kepadanya: “Sesungguhnya orang-orang Anshar berpendapat hendaknya pasukan ini dipimpin oleh orang yang lebih dewasa dari Usamah”, maka Abu Bakar pun marah dan berkata: “Celakalah engkau wahai Ibnul Khattab, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah menunjuknya dan engkau memerintahkanku untuk melengserkannya, demi Dzat yang jiwaku berada di genggamannya, bahkan jikalau hewan-hewan buas menyerangku, niscaya aku akan tetap mengirim pasukan Usamah”.
Akhirnya panglima yang masih beliau itu pun berangkat dari kota Madinah bersama pasukannya, ia pun ditemani oleh Abu Bakar yang hendak melepas kepergiannya, ketika Usamah mengendari kudanya, ia melihat Abu Bakar berjalan kaki, Usamah pun merasa malu dengan keadaan ini, ia pun berkata kepada Abu Bakar: “Wahai khalifah Rasulu Allah, demi Allah, kendarailah kuda ini dan aku akan turun”, namun Abu Bakar berkata: “Demi Allah janganlah kamu turun, dan aku pun tidak akan naik, aku hanya ingin menginjakkan kakiku sesaat di jalan Allah”.
Kemudian Abu Bakar meminta izin kepada Usamah untuk berkenan meninggalkan Umar di Madinah untuk membantunya dalam mengurusi masalah kaum muslimin, dengan demikian Abu Bakar memeberi contoh terbaik dalam meminta izin kepada seorang pemimpin walaupun ia masih belia.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mulai melaksanakan asas kesetaraan dengan dirinya sendiri, beliau merupakan salah satu orang yang paling mulia nasabnya, keluarga beliau merupakan keluarga yang paling mulia, kabilah beliau adalah kabilah yang paling utama bagi bangsa arab, tidak ada seorang pun yang menyangsikan kedudukan mereka, namun walau demikian, beliau bersabda: “Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan dalam memuji Isa putra Maryam, sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah bahwa aku hamba dan utusan Allah”.
Bahkan orang sekelas beliau rela menikahi sepupunya, Zainab bintu Jahsy, yang telah menjadi janda setelah diceraikan oleh mantan budaknya, Zaid.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah melakukan segala cara demi mengokohkan salah satu asas mulia dari syariat Islam ini dalam jiwa para pengikutnya, dengan mengawasi keadaan mereka, dan menanyakan tentang mereka semua tanpa membeda-bedakan antar sesama mereka, Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: Dahulu ada seorang wanita (atau pemuda) berkulit hitam yang sering membersihkan masjid, lalu suatu hari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم tidak lagi mendapatinya, maka beliau pun menanyakan perihal tentangnya, para sahabat berkata: “Dia telah meninggal”, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tidakkah kalian memberitahukannya kepadaku?”, seakan para sahabat meremehkan perkara wanita itu (atau pemuda itu), beliau pun kembali bersabda: “Tunjukkan kepadaku di mana kuburannya”, lalu para sahabat pun menunjukkan kuburan orang tadi, lantas Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun menshalatinya, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kuburan ini penuh dengan kegelapan atas orang yang berada di dalamnya, dan sesungguhnya Allah meneranginya untuk mereka dengan shalatku kepada mereka”.
Bahkan beliau lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri, sebagai bentuk kezuhudan beliau atas kenikmatan dunia, tanpa membeda-bedakan orang yang beliau kasihi, baik dari warna kulit ataupun jenis, Hakim bin Hizam mengatakan: “Nabi Muhammad adalah orang yang paling aku cintai di masa jahiliyah, ketika beliau memproklamirkan kenabiannya, dan keluar menuju Madinah, Hakim bin Hizam pun ikut keluar, dan di tengah perjalanan ia menemukan sebuah hullah (pakaian yang terdiri dari selendang dan sarung) milik Dzi Yazin (salah satu raja dari raja-raja Yaman) yang dijual seharga 50 dirham, lalu ia pun membelinya untuk dihadiahkan kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, kemudian ia pun mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan membawa hullah tadi, ketika ia ingin memberikannya kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sebagai hadiah, beliau menolaknya”, (Ubaidullah berkata: Aku mengira Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya kami tidak menerima apapun dari kaum musyrikin, akan tetapi kami akan mengambilnya dengan bayaran”), “Aku pun memberikan hullah itu kepadanya (dan menerima bayarannya), kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم sampai ke kota Madinah, dan aku melihatnya berada di atas mimbar dengan memakai hullah tersebut, sungguh tidak ada suatu apapun yang lebih indah dibanding dengan diri beliau yang sedang memakai pakaian tersebut saat itu”, kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memberikan pakaian tersebut kepada Usamah bin Zaid, lalu Hakim melihat pakaian itu dipakai oleh Usamah, ia pun berkata: “Wahai Usamah, engkau memakai hullah milik Dzi Yazin?!”, Usamah berkata: “Iya, sungguh aku lebih baik dari pada Dzi Yazin, ayahku pun lebih baik dari pada ayahnya, dan ibuku lebih baik dari pada ibunya”.
Apa kiranya yang membuat Usamah mengucapkan perkataan tersebut?? Sungguh sebabnya adalah Islam, yang telah menyetarakan antara seluruh manusia, tanpa melihat jenis, dan warna mereka, Islam memberikan hak-hak mereka yang diantaranya kebebasan berekspresi yang dahulu dilarang atas mereka.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dahulu juga duduk-duduk bersama para sahabatnya, berbincang-bincang, dan bercanda bersama mereka, beliau juga menanyakan keadaan mereka, dan mendengar segala keluhan mereka, beliau mengoreksi perilaku-perilaku mereka yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, baik perilaku tersebut berupa perbuatan ataupun perkataan, khususnya perilaku meremehkan kedudukan orang lain, Al-Ma’rur bin Suwaid berkata: “Aku bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah, ketika itu ia sedang memakai pakaian, dan budaknya juga memakai pakaian yang sama dengannya, maka aku menanyakan hal tersebut kepadanya, lalu ia pun berkata: “Aku pernah mencela seseorang dengan mengejek ibunya, maka Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepadaku: ‘Wahai Abu Dzar, apakah kau cela ia dengan mengejek ibunya?, sesungguhnya dalam dirimu terdapat salah satu sifat dari sifat-sifat jahiliyah, budak-budak kalian adalah saudara kalian, Allah menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, maka hendaknya ia memberikannya makanan seperti apa yang ia makan, dan memeberikannya pakaian seperti apa yang ia pakai, janganlah ia membebankan kepadanya apa yang mereka tidak mampu mengerjakannya, dan apabila kalian membebankan kepada mereka suatu perkara, bantulah mereka”.
Lihat saja Bilal bin Rabah رضي الله عنه, seorang budak Habasyah berkulit hitam, yang dengan kedudukan dan derajat tingginya hanya menjadikan beliau seorang yang makin tawadhu dan menghargai hak orang lain, banyak orang yang mendatanginya dan menyebut karunia yang telah Allah berikan kepadanya, ketika orang-orang memberikan pujian itu, ia pun semakin sadar akan haknya sendiri, sehingga ia bisa menahan diri dari sifat sombong, ia berkata sambil air matanya membasahi kedua pipinya: “Sesungguhnya aku hanyalah seorang yang berasal dari Habasyah, dan dulu aku pernah menjadi budak”.
Dan ketika ia mendengar, bahwa ada beberapa orang yang menganggap dirinya lebih baik dari pada Abu Bakar (khalifah pertama setelah Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم) orang yang paling baik setelah para nabi dan rasul, Bilal berkata: “Bagaimana mungkin kalian menganggap diriku lebih utama darinya, sungguh aku hanyalah satu buah kebaikan dan sekian banyak kebaikan yang telah ia kerjakan”.
Beliau adalah seorang yang pernah memasuki Ka’bah, kemudian meludahi berhala-berhala yang ada di dalamnya, dan berkata: “Sungguh celaka dan merugilah orang yang menyembah kalian”.
Dialah orang yang dikatakan oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bahwa ia termasuk dari para penduduk surga, suatu hari Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم bersabda setelah melaksanakan shalat subuh: “Wahai Bilal, beritahukan kepadaku sebaik-baik amalan yang engkau kerjakan di dalam Islam, sungguh aku mendengar suara terompahmu di hadapanku di dalam surga”, Bilal berkata: “Sebaik-baik amalan yang aku kerjakan ialah bahwa setiap kali aku berwudhu, baik di malam ataupun siang hari, pasti aku akan shalat setelahnya sebanyak yang aku bisa lakukan”.
Beliau bersama para sahabat lain yang semisalnya merupakan orang-orang mustad’afin (lemah) yang perkaranya disebut di dalam alquran yang akan senantiasa dibaca sampai hari kiamat.
“Pernah pemuka Quraisy mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم ketika beliau sedang duduk bersama Bilal alHabasyi, Salman Al-Farisi, Shuhaib Ar-Ruumi, dan yang lainnya, seperti Ibnu Ummi ‘Abd, Ammar, Khabbab yang berasal dari kalangan orang-orang lemah di kalangan kaum mukminin, ketika pemuka Quraisy itu mendapati mereka berada di samping beliau, mereka menghinakannya, lalu mereka mendatangi Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan mengatakan kepadanya: “Kita ingin kau sediakan waktu khusus untuk duduk bersama kami, sehingga orang-orang Arab lainnya bisa mengetahui kedudukan kami, karena sesungguhnya utusan-utusan orang arab senantiasa mendatangimu, dan kami malu jika mereka melihat kami duduk-duduk bersama para budak itu, maka apabila kami mendatangimu, maka suruhlah mereka pergi, dan jika kami telah selesai, maka duduklah bersama mereka semaumu!!”.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم menjawab: “Iya”, Mereka berkata: “Tulislah kesepakatan tersebut untuk kami”.
Maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memanggil Ali dan memerintahkannya untuk menulis kesepakatan tersebut, awalnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم hanya ingin menarik hati mereka, karena hal itu bisa menjadi penguat bagi Islam dan para pengikutnya, akan tetapi asas agama tetaplah asas, tidak ada kompromi dalam hal tersebut… maka Allah pun menurunkan wahyu kepadanya , Allah berfirman:
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ (52) وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ (53) وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (54)
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim). Dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?" apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka serta merta Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم melempar surat perjanjian tadi dari tangannya lalu memanggil kami, kami pun datang, kemudian beliau bersabda: “Salamun ‘alaikum (Semoga keselamatan atas kalian), Tuhan kalian telah menetapkan rahmat-Nya atas diri-Nya”.
Kami duduk bersama beliau, dan apabila beliau hendak pergi, beliau berdiri dan meninggalkan kami, maka Allah wahyukan kepadanya:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini.”
Maka setelahnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم duduk bersama kami, sampai ketika masuk waktu di mana beliau hendak pergi, kami pun berdiri dan meninggalkannya, baru kemudian beliau berdiri”.
Siapakah si Habasyah ini, yang dulunya ia pernah menjadi budak, lalu saat ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi dengan keIslamannya!!

Marilah sama-sama kita dengar kisah orang itu, sebagaimana yang telah ditulis oleh Khalid Muhammad Khalid رحمه الله, ia berkata :
Dia adalah Bilal bin Rabah, muadzin pertama yang menyerukan panggilan kebenaran dalam Islam.
Dia adalah Bilal, orang yang menghancurkan berhala-berhala.
Dia adalah Bilal, siapa yang tidak tau Bilal, seorang yang telah membuat tenang hati dan perasaan seluruh kaum muslimin di seantero dunia.
Beliau adalah salah satu mu’jizat Islam yang besar..
Setiap sepuluh orang muslim, dari sejak agama Islam bermula sampai sekarang, bahkan sampai hari yang ditetapkan Allah, kita akan dapati setidaknya 7 orang diantara kesepuluh orang tadi yang mengenal siapa Bilal..
Dengan kata lain, ada sekitar 200 juta orang dari berbagai masa yang telah mengetahui Bilal, menghafal namanya, dan mengetahui sepak terjangnya, persis sebagaimana mereka mengenal dua khalifah terbesar dalam Islam: Abu Bakar dan Umar!!
Engkau bisa menanyakan seorang anak kecil yang masih di masa-masa awal sekolahnya, di Mesir, Pakistan, atau Cina..
Di kedua sisi Amerika, Eropa, dan Rusia..
Di Iraq, Suriah, Iran, dan Sudan..
Di Tunisia, Maroko, dan Jazair..
Di pedalaman Afrika, dan pegunungan Asia..
Di setiap tempat di bumi ini yang ditempati oleh kaum muslimin, engkau bisa bertanya kepada anak kecil manapun: “Siapa itu Bilal nak?”.
Niscaya mereka akan mengatakan: “Dia adalam muadzin Rasulu Allah.. Dia adalah seorang budak yang pernah disiksa oleh tuannya dengan batu yang sangat panas demi mengeluarkannya dari agamanya, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah ucapan: ‘Ahad.. Ahad..’”
Ketika kau dapati kekekalan yang telah diberikan oleh Islam kepada Bilal.. maka ketahuilah bahwa Bilal ini, sebelum datangnya Islam, tidak lebih dari seorang hamba sahaya, ia menggembalakan unta-unta tuannya demi mendapat segenggam kurma, ia lakukan itu seumur hidupnya, dan apabila mati, ia akan dilupakan begitu saja.
Akan tetapi ia jujur dengan keimanannya, kemuliaan agama yang ia ikuti mengaruniainya kenikmatan selama ia hidup di dunia, tergores dalam sejarahnya kedudukan yang tinggi dalam Islam, ia disandingkan bersama orang-orang besar nan mulia.
Banyak sekali orang-orang besar, orang-orang yang memiliki kedudukan dan kekayaan, yang tidak mendapatkan kekekalan layaknbya yang didapatkan oleh Bilal Al-Habasyi!!
Bahkan banyak sekali pahlawan sepanjang sejarah yang tidak memiliki ketenaran layaknya yang didapatkan Bilal..
Kulitnya yang hitam, nasabnya yang rendah, dan kehinaannya di hadapan manusia sebagai budak, tidak menghalanginya (ketika ia memilih agama Islam) dari derajat yang tinggi yang memang pantas untuk ia dapatkan karena kejujuran dan keyakinannya.
Sebelumnya manusia mengira, bahwa seorang budak seperti Bilal, berasal dari sesuatu yang asing.. Dia tidak memiliki keluarga, kekuatan, dan tidak memiliki apapun dalam kehidupannya, dia milik tuannya yang telah membelinya dengan harta yang ia keluarkan, yang hidup di tengah hewan gembalaan milik tuannya.
Manusia mengira orang yang seperti ini, tidak mungkin mendapat sesuatu ataupun menjadi seseorang yang mulia.. Namun ia bisa mematahkan sangkaan-sangkaan seluruh manusia, ia buktikan ia mampu untuk menerima keimanan, yang tidak ada suatu apapun yang sebanding dengannya.. Kemudian ia menjadi muadzin Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan Islam, padahal itu adalah pekerjaan yang didamba-dambakan oleh setiap orang yang memiliki kedudukan diantara para pemuka yang telah masuk Islam dan mengikuti Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم.
Benar.. Dialah Bilal bin Rabah!
Kepahlawanan seperti apa.. Dan keagungan seperti apa yang telah dituliskan Islam bagi seorang Bilal bin Rabah?!
Dia adalah seorang yang berasal dari Habasyah, anak dari seorang budak wanita berkulit hitam yang bernama Hamamah.. Ia merupakan seorang budak milik Umayyah bin Khalaf alJumahi di Makkah, yang ibunya pun merupakan salah satu dari sekian banyak budak wanita yang dimiliki Umayyah.
Ia hidup layaknya seorang budak, hidupnya berlalu dengan hampa, dia tidak memiliki hak apapun, dan tidak memiliki angan-angan yang bisa dikejar.
Kabar mengenai Muhammad masuk ke telinganya, ketika orang-orang Makkah mulai membicarakan kabar tentangnya, dan ia pun mendengar kabar tentang Muhammad dari pembicaraan tuannya bersama tamu-tamunya, apalagi Umayyah bin Khalaf merupakan salah satu pemuka bani Jumh, kabilah yang Bilal merupakan salah satu budak yang dinaungi olehnya.
Tuannya pernah berbincang-bincang bersama teman-teman dan orang-orang yang berasala dari kabilahnya tentang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, pembicaraan yang dipenuhi keburukan dan kejelekan.
Dan telinga Bilal, bisa menanggkap dari pembicaraan buruk tersebut, sifat-sifat yang menggambarkan agama baru ini beserta ajaran yang ia bawa berupa tauhid, dakwah kepada perangai yang baik, kesetaraan dan juga kebebasan.. Ia merasa hal itu merupakan sifat-sifat baru yang ada di tempat tinggalnya.. Sebagaimana ia juga bisa mengetahui dari pembicaraan yang jelek tersebut, pengakuan mereka akan tingginya derajat Muhammad, kejujurannya, amanahnya, dan kecemerlangan otaknya!!
Benar, ia mendengar mereka kaget, dan bingung dengan apa yang dibawa oleh Muhammad!!
Sebagian mereka berkata kepada yang lain: “Muhammad tidak pernah berbohong sedikitpun, tidak pula seorang dukun, dan tidak juga seorang yang gila.. Jika kita tidak memiliki jalan keluar lagi selain menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan itu, kita tidak akan bisa mencegah orang lain untuk mengikuti agamanya!!
Bilal mendengar mereka berbicara tentang amanah Muhammad..
Tentang kesetiaannya..
Tentang perangai dan akhlaknya..
Tentan kepintaran dan kecemerlangan akalnya..
Ia mendengar mereka berbisik-bisik tentang sebab yang membawa mereka memusuhinya, sebab itu tidak lain adalah:
Pertama, loyalitas mereka kepada agama nenek moyang mereka.
Kedua, mereka tak ingin melukai kehormatan orang-orang Quraisy, padahal kehormatan tersebut awalnya mereka dapatkan karena alasan agama, karena tempat tinggal mereka layaknya ibu kota ibadah dan pusat haji di seluruh jazirah Arab, kemudian rasa iri kepada bani Hasyim, karena seorang diantara mereka terpilih menjadi seorang Nabi dan Rasul..
Suatu hari Bilal bin Rabah mendapat cahaya Allah, ia mendengar rintihan hati kecilnya sendiri, lantas ia pun memutuskan pergi menuju Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan masuk ke dalam Islam.
Kehidupan Bilal setelah ia masuk Islam, mulai makan, minum, dan tidur, bukanlah kehidupan yang dipenuhi ketenangan layaknya sebelum ia masuk Islam.
Tidak lama akhirnya kabar masuk Islamnya Bilal tersebar, dan sampai ke telinga orang-orang di Kabilah Jumah.. Orang-orang yang kepalanya dipenuhi kesombongan!! Mereka berubah menjadi syetan-syetan yang senantiasa menekan Umayah bin Khalaf, dan menganggap keIslaman salah satu budaknya sebagai kehinaan yang mencoreng muka mereka semua.. Bagaimana bisa salah seorang budak Habasyah yang mereka miliki masuk ke dalam Islam dan mengikuti Muhammad??!!
Umayyah pun berkata kepada dirinya: “Tidak mengapa, sesungguhnya matahari yang terbit hari ini akan tenggelam bersamaan denan tenggelamnya keIslaman budak yang durhaka ini!!”
Akan tetapi nyatanya hal itu tidak tejadi, akan tetapi tenggelamnya matahari malam bersamaan dengan semakin tenggelamnya seluruh berhala-berhala yang disembah orang-orang Quraisy, beserta orang-orang yang melindungi mereka!
Sedangkan Bilal, ia memiliki sepak terjang yang bukan hanya membawa kejayaan bagi Islam saja, namun bagi manusia seluruhnya..
Ia tetap tegar di tengah penyiksaan layaknya tulang yang kuat..
Seakan Allah menjadikannya sebuah contoh, bahwa hitam legamnya kulit dan perbudakan tidak bisa mengalahkan keagungan ruh seseorang yang telah mendapat keimanan, berlindung kepada Tuhannya, dan berpegang teguh kepada haknya..
Bilal telah memberikan pelajaran yang berharga untuk orang-orang yang berada di zamannya, begitu juga orang-orang yang ada di setiap tempat.. Setiap orang yang berada di atas agama yang sama dengannya.. Sebuah pelajaran yang menjelaskan bahwa kemerdekaan hati dan kebebasannya tidak bisa dibeli dengan harta sepenuh bumi sekalipun, juga tidak bisa digoyahkan dengan siksaan sebesar apapun..
Orang-orang yang menampakkan keIslamannya di masa-masa awal dakwah ada 7 orang, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar, Ammar, ibunya Sumayyah, Shuhaib, Bilal, Al-Miqdad.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memiliki pamannya Abu Thalib yang senantiasa menjaga dan membela beliau, sedang Abu Bakar Allah menjaga dirinya dengan perantara kaumnya, adapun sisanya, mereka disiksa oleh orang-orang musyrikin, mereka dipakaikan baju besi, lalu mereka dipanggang di tengah panasnya matahari, tidak ada seorang pun yang luput dari siksaan ini kecuali Bilal, bagi mereka diri Bilal sangatlah hina, sehingga mereka membiarkan dirinya diarak oleh anak-anak kecil sepanjang jalan-jalan di kota Makkah, sedang ia terus mengulang ucapan “Ahad.. Ahad..” (artinya: Satu.. Satu.. maksudnya Allah itu satu –pent).
Pernah ia direbahkan di tanah dalam keadaan telanjang bulat di atas batu yang sangat panas, agar ia keluar dari agamanya dan berkhianat, namun ia menolak untuk melakukannya.
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan agama Islam, telah menjadikan seorang budak Habasyah ini sebagai guru bagi seluruh manusia dalam menghormati keyakinan jiwa, dan berjuang membela kebebasan juga kemerdekaannya.
Orang-orang kafir juga pernah mengeluarkannya di tengah siang, di mana saat itu batu yang besar bisa berubah menjadi api yang mematikan..
Kemudian mereka lemparkan ia ke kerikil yang panas membara dalam keadaan telanjang, kemudian mereka bawakan batu yang sangat panas, yang hanya bisa diangkat oleh sekelompok orang, kemudian mereka letakkan diatas perut dan dadanya.
Siksaan yang kejam ini terus berlanjut setiap hari, sampai beberapa orang yang ikut menyiksanya tidak tega, sehingga mereka pun akhirnya membebaskannya, dengan syarat ia mau memuji tuhan-tuhan sesembahan mereka walaupun hanya dengan satu kalimat, demi menjaga kesombongan mereka, sehingga orang-orang Quraisy tidak mengatakan bahwa mereka kalah di hadapan keteguhan budak yang mereka miliki..
Akan tetapi, walau satu kalimat ini sekali pun, yang dengannya Bilal boleh saja melakukannya secara terpaksa, sehingga ia bisa menyelamatkan jiwanya, tanpa kehilangan keimanannya, walau satu kalimat ia enggan untuk mengucapkannya!!
Ya.. ia tetap enggan mengucapkannya, dan tetap mengulang-ulang ucapan “Ahad.. Ahad..”
Mereka berkata kepadanya: “Katakanlah sebagaimana yang kita katakan”
Ia menjawabnya dengan tegas dan penuh kebanggaan: “Sesungguhnya lisanku tidak bisa mengucapkannya!!”
Bilal tetap disiksa ditengah panasnya matahari dan batu yang besar, dan ketika matahari akan tenggelam, mereka mendirikannya, dan mengikat lehernya dengan tali, kemudian mereka suruh anak-anak mereka mengaraknya mengitari jalanan-jalanan dan gunung-gunung kota Makkah, sedang Bilal, lisannya tidak mengucapkan sepatah kata pun melainkan “Ahad.. Ahad..”.
Dan ketika malam sudah datang, mereka kembali menawarkan padanya: “Besok katakanlah ucapan yang memuji tuhan-tuhan kami, katakan bahwa tuhanku adalah Laata dan Uzza, sehingga kami bisa membebaskanmu, kami sudah letih menyiksamu, sampai seakan kami ikut tersiksa!!”.
Namun ia menggelengkan kepalanya dan berkata: “Ahad.. Ahad”
Maka Umayyah bin Khalaf pun menusuknya dengan penuh kemurkaan, dan berteriak: “Keburukan apa yang telah mendatangi kami melalui perantaramu wahai budak yang buruk?!! Demi Laata dan Uzza, aku akan menyiksamu dan menjadikan dirimu sebagai pelajaran bagi tuan-tuan dan budak-budak lainnya”.
Namun Bilal menjawabnya dengan keyakinan dan keimanan: “Ahad… Ahad..”
Kemudian orang-orang yang tadi mengasihi dan memberikan tawaran kepadanya pun kembali merayunya dan berkata:
“Sudahlah wahai Umayyah.. demi Laata dan Uzza, ia tidak akan lagi disiksa setelah hari ini, sungguh Bilal termasuk dari kami, ibunya adalah budak wanita kami, sungguh ia tidak akan terima jika keIslamannya hanya akan menjadi gunjingan bagi orang-orang Quraisy”.
Namun Bilal memicingkan matanya kepada muka-muka mereka yang dipenuhi makar, ia pun menunjukkan senyuman layaknya sinar sang fajar, dan mengatakan dengan tenang ucapan yang membuat mereka bergetar: “Ahad.. Ahad..”
Kemudian datanglah pagi, dan ketika waktu sudah mendekati siang, Bilal kembali digiring menuju tanah yang gersang, ia tetap teguh dan senantiasa mengharap pahala dari Allah, kemudian Abu Bakar mendatangi mereka, ketika mereka sedang menyiksanya, beliau berteriak kepada mereka: “Tidakkah kalian takut kepada Allah? Apakah kalian akan membunuh seorang yang mengatakan bahwa Allah adalah tuhanku?? Sampai kapan??”
Umayyah menjawab: “Engkau telah merusaknya, maka aku pun hendak menyelamatkannya dari keyakinanmu!!”
Kemudian Abu Bakar kembali berteriak: “Silahkan ambil bayaran yang melebihi harganya, dan biarkan ia bebas..”
Seakan Umayyah mulai mencium bau kemenangan..
Jiwanya senang ketika ia mendengar Abu Bakar akan membayarnya dengan harga yang lebih, karena ia sendiri sudah mulai putus asa untuk memaksa Bilal menuruti keinginannya, dan mereka adalah para pedagang, mereka benar-benar tau, bahwa menjualnya lebih baik dari pada harus kehilangannya karena mati.
Akhirnya mereka pun menjual Bilal kepada Abu Bakar yang langsung membebaskannya, sehingga Bilal bisa menjadi layaknya orang yang merdeka.
Ketika Abu Bakar membopong Bilal untuk membawanya kepada kebebasannya, Umayyah berkata kepadanya:
“Ambillah ia, demi Laata dan Uzza, jikalau engkau hanya membayarnya dengan satu uqiyah saja, niscaya aku akan menjualnya”.
Abu Bakar merasa, bahwa ucapan tersebut merupakan bukti keputusasaan dirinya, maka ia pun memutuskan untuk tidak menjawabnya.
Akan tetapi, karena hal itu berkaitan dengan kehormatan orang yang telah menjadi saudaranya ini, ia pun akhirnya menjawab ucapan Umayyah, ia berkata:
“Demi Allah, sekalipun kalian enggan untuk menjualnya kecuali dengan 100 uqiyah, niscaya aku akan tetap membayarnya!!”
Kemudian ia pun membawa temannya itu menuju Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم untuk mengabarinya tentang kebebasan Bilal, dan sungguh hal itu merupakan berita yang besar!
Kaum muslimin, orang-orang yang beriman kepada Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم senatiasan disiksa oleh orang-orang Quraisy di Makkah, mak Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun memerintahkan mereka untuk hijrah ke Madinah, supaya mereka bisa hidup dengan aman, dan jauh dari gangguan orang-orang musyrikin Quraisy.
Setelah Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan kaum muslimin menetap di Madinah, Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun mulai mensyariatkan adzan sebagai seruan untuk mengerjakan shalat.
Namun siapa yang akan menjadi muadzin 5 kali sehari? Yang takbir dan tahlilnya akan memecah keheningan ufuk?
Dialah Bilal, yang sejak 13 tahun senantiasa berteriak di tengah siksaan yang menyiksa dan memanggangnya “Ahad… Ahad..”
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم telah menjatuhkan pilihannya pada Bilal untuk menjadi muadzin pertama dalam Islam.
Dan dengan suaranya yang lantang dan menyentuh hati, ia memenuhi dunia ini dengan keimanan, juga memenuhi setiap pendengaran dengan keindahan ucapan yang ia serukan:
Allahu akbar… Allahu akbar..
Allahu akbar… Allahu akbar..
Asyhadu allaa ilaaha illalaah..
Asyhadu allaa ilaaha illalaah..
Asyhadu anna Muhammadar rasulullaah..
Asyhadu anna Muhammadar rasulullaah..
Hayya alas shalaah..
Hayya alas shalaah..
Hayya alal falaah..
Hayya alal falaah..
Allahu akbar… Allahu akbar..
Laa ilaaha illallaah…
Akan tetapi hati orang-orang musyrik tidak tenang, mereka menganggap agama baru ini senantiasa berkembang dan bertambah pengikutnya, sampai akhirnya meletuslah peperangan antara kaum muslimin dan pasukan Quraish yang datang untuk menyerang kota Madinah.
Meletuslah peperangan yang sangat hebat, dan Bilal termasuk orang yang berada di dalamnya, di tengah peperangan pertama yang terjadi dalam agama Islam, perang Badr, peperangan yang selogan Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم selama berada dalam peperangan tersebut adalah: “Ahad.. Ahad..”
Dalam peperangan ini, orang-orang Quraisy mengegrahkan segala hal yang mereka miliki, sampai-sampai para pemuka mereka pun ikut berperang.
Awalnya Ummayyah bin Khalaf hendak mengurungkan niatnya untuk ikut berperang, dialah mantan majikan Bilal, yang dahulu pernah menyiksa Bilal dengan kejam.
Awalnya ia hendak kembali ke Makkah, kalau bukan karena temannya, Uqbah bin Abi Mu’aith, yang mengetahui kabar keinginan Umayyah itu, ia pun mendatanginya seraya membawa tempat wewangian dengan tangannya, lalu ia masuk dan duduk di sisi Umayyah yang saat itu sedang berada di tengah kaumnya, Uqbah pun melempar wewangian itu dan berkata: “Wahai Abu Ali, berhiaslah dengan wewangian ini, sungguh engkau adalah wanita!!!”
Lalu Umayyah pun teriak dan berkata: “Semoga Tuhan menghinamu.. dan menghina apa yang kau lakukan..”
Kemudian ia pun merasa bahwa tidak ada jalan lain, melainkan ikut berperang bersama orang-orang Quraisy.
Dahulu Uqbah bin Abi Mu’aith adalah salah satu orang yang paling lantang menyemangati Umayyah untuk terus menyiksa Bilal dan orang-orang Muslim yang lain selainnya.
Dan pada hari ini pun, ia yang membuat temannya itu keluar menuju pertempuran Badr yang akan menjadi akhir bagi kehidupannya.
Uqbah pun demikian, ia menemui ajalnya dalam peperangan Badr pula!
Awalnya Umayyah termasuk dari orang-orang yang enggan berperang, kalau bukan karena ucapan dan hinaan Uqbah sebagaimana yang telah kita jelaskan, niscaya Umayyah tidak akan ikut berperang!!
Akan tetapi Allah telah menetapkan ketentuanNya, maka Umayyah pun akhirnya ikut pergi berperang, kedatangannya ditunggu oleh salah seorang hamba dari hamba-hamba Allah yang siap memberinya perhitungan, sudah saatnya ia membayar segala hutang-hutangnya, setiap keburukan pasti akan mendapat balasannya, sebagaimana kau berbuat maka demikian pula yang akan kau dapat!!
Uqbah yang senantiasa menyemangati Umayyah untuk menyiksa kaum mukminin yang tidak bedosa, ia pula lah yang akan menggiringnya menuju kematian..
Dengan tangan siapa?
Dengan tangan Bilal sendiri..!!
Tangan yang pernah dibelenggu oleh Umayyah dengan rantai, tangan yang dimiliki oleh seorang yang disiksa dan dipukuli olehnya.
Dengan tangan ini sendiri, di hari ini, di tengah pertempuran Badr, pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah, bersamaan dengan kesombongan orang-orang Quraisy atas kaum mukminin.
Hal ini benar-benar terjadi..
Ketika peperangan mulai berkecamuk antara kedua pasukan, di satu sisi kaum muslimin menggetarkan padang pertempuran dengan teriakan “Ahad.. Ahad..”, hati Umayyah pun bergemuruh, seakan ia didatangi pertanda..
Kalimat yang dulunya diucapkan berulang-ulang oleh seorang budak yang sedang disiksa, pada hari ini berubah menjadi selogan dan lambang agama dan umat baru!!
“Ahad.. Ahad..!!”
Apakah demikian?? Apa secepat ini.. dengan perkembangan yang sehebat ini??
Pedang kedua pasukan mulai saling berbenturan, peperangan pun semakin berkecamuk..
Ketika peperangan hampir selesai, Umayyah bin Khalaf mendapati Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, ia pun meminta perlindungannya, ia memohon agar Abdurrahman berkenan menjadikannya sebagai tawanan, dengan harapan, ia bisa tetap hidup.
Abdurrahman pun menerima tawaran tersebut, ia pun menjaganya, ketika ia sedang membawa Umayyah melewati padang peperangan menuju tempat para tawanan..
Di tengah jalan Bilal menyadari hal tersebut, sontak ia pun berteriak dan berkata:
“Pemimpin orang kafir adalah Umayyah bin Khalaf.. Aku tidak akan selamat jika ia tidak selamat..”
Ia pun menghunus pedangnya hendak memenggal kepala Umayyah yang dipenuhi dengan kesombongan dan keangkuhan, Abdurrahman bin Auf pun berkata kepada Bilal:
“Wahai Bilal.. Dia adalah tawananku..”
Tawanan?? Sedang peperangan masih berkecamuk??
Tawananan?? Sedang pedang yang dibawanya masih berlumuran darah karena telah melukai jasad kaum muslimin..??
Tidak.. itulah yang ada di pikiran Bilal… Umayyah tertawa dengan penuh kesombongan..
Ia menunjukkan kesombongan yang besar.. Sampai-sampai ia tidak bisa mengulangi kesombongan yang sama setelah hari ini!!
Bilal pun berfikir bahwa ia tidak akan mampu dengan sendirinya menyerang orang yang sedang dilindungi saudaranya Abdurrahman bin Auf, maka ia pun memanggil kaum muslimin:
“Wahai para penolong Allah.. Pemimpin orang-orang kafir adalah Umayyah bin Khalaf.. aku tidak akan selamat jika ia selamat..!!”
Maka kemudian kaum muslimin pun menyerangnya layaknya ombak yang mengibaskan pedang-pedang mereka, mereka mengepung Umayyah dan anaknya yang iktu berperang bersama orang-orang Quraisy, sedang Abdurrahman bin Auf tidak lagi bisa melakukan apa-apa.. Bahkan ia tidak bisa melindungi baju besinya sendiri yang terlepas karena saking banyaknya orang yang menyerang Umayyah.
Bilal pun menghampiri jasad Umayyah yang tumbagn setelah diserang oleh sekumpulan pedang dan memandanginya dengan seksama, kemudian ia berlari menjauh darinya seraya mengumandangkan: “Ahad.. Ahad..”
Saya rasa kita tidak berhak mengingatkan Bilal tentang masalah memaafkan orang lain dalam keadaan seperti ini.
Jikalau pertemuan antara Bilal dengan Umayyah terjadi pada keadaan lain, mungkin kita bisa meminta Bilal untuk memaafkannya, dan orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan layaknya Bilal, pasti tidak akan segan untuk memberikan maaf.
Akan tetapi pertemuan mereka terjadi di tengah peperangan, setiap kedua belah pihak memiliki keinginan untuk mengalahkan yang lainnya.
Pedang-pedang terus beradu, korban pun banyak yang berguguran, kematian datang silih berganti, kemudian Bilal melihat Umayyah yang telah memberikan bekas penyiksaan di setiap jengkal tubuhnya.
Di mana ia melihatnya dan bagaimana itu terjadi..?
Ia melihat Umayyah di tengah kancah pertempuran, sedang pedangnya terus membunuh dan menebas kepala setiap kaum muslimin yang ia temui, jikalau yang ia temui adalah kepala Bilal, niscaya ia akan tebas dan melemparnya jauh-jauh..
Dalam keadaan yang seperti ini, kedua orang itu bertemu, maka bukan suatu kebijaksanaan jika kita bertanya kepada Bilal: “Mengapa engkau tidak memaafkannya dengan baik??”
Hari demi hari datang silih berganti, sampai akhirnya kota Makkah berhasil dibebaskan..
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun akhirnya bisa memasuki kota Makkah dengan penuh rasa syukur sambil bertakbir, bersama 10.000 kaum muslimin.
Ia pun langsung menuju ke Ka’bah.. Tempat yang suci, yang telah dipenuhi dengan berhala oleh orang-orang Quraisy dari taun ke tahun!!
Kebenaran telah datang dan kebathilan telah sirna..
Sejak hari ini, tidak aka nada lagi Uzza.. Laata.. dan tidak pula Hubal.. setelah hari ini tidak aka nada seorang pun yang menundukkan kepalanya kepada batu ataupun berhala.. Dan jiwa -jiwa manusia tidak akan beribadah melainkan kepada Allah Tuhan yang tidak ada sekutu bagiNya, satu-satuNya, yang maha besar lagi maha tinggi..
Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun memasuki Ka’bah bersama dengan Bilal..
Ketika mereka masuk, mereka mendapati sebuah patung yang diukir layaknya nabi Ibrahim عليه السلام yang sedang  mengundi nasib menggunakan anak panah, maka Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun marah dan bersabda: “Semoga Allah membinasakan mereka.. Bapak kami tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah.. ‘Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.’ ( QS Ali Imran: 67 ).
Kemudian beliau menyuruh Bilal untuk memanjat ke atas masjid dan mengumandangkan adzan.
Kemudian Bilal pun mengumandangkan adzan.. Betapa indahnya masa, tempat, dan momen itu!!
Kehidupan di Makkah pun sontak berhenti, ribuan kaum muslimin berdiri dengan tenang, mereka berada di dalam kekhusyuan dan menghayati setiap kalimat yang terdapat dalam lantunan adzan yang dikumandangkan Bilal.
Kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم berkhutbah untuk para penduduk Makkah, beliau bersabda: “Wahai orang-orang Quraisy.. Sesungguhnya Allah telah menghapus dari kalian kecongkakan jahiliyah.. Dan kesombongan mereka dengan nasab ayah-ayah mereka.. Seluruh manusia berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah..”
Dari Abdullah bin Umar رضي الله عنهما, bahwa Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم memberikan khutbah pada saat pembebasan kota Makkah, beliau bersabda: “Wahai segenap manusia, sesungguhnya Allah telah menghapuskan dari kalian kecongkakan jahiliyah, dan kesombongan mereka dengan ayah-ayah mereka, manusia hanya terbagi menjadi dua golongan: orang yang baik, bertakwa, dan mulia di sisi Allah azza wa jalla, dan orang yang buruk, celaka, dan hina di sisi Allah azza wa jalla, manusia semuanya adalah anak Adam, dan Allah menciptakan Adam dari tanah, Allah berfirman: {Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan} sampai {sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal} (QS alHujurat: 13)”.
Diriwayatkan pula, bahwasanya di akhir khutbah kemenangannya, beliau berkata:
“Wahai penduduk Makkah, perbuatan apa yang kiranya akan ku lakukakn atas kalian?”.
Mereka berkata: “Perbuatan baik, wahai saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia”.
Beliau berkata: “Pergilah, sungguh kalian semua orang-orang bebas”.
Saat itu orang-orang musyrik yang berada di rumah-rumah mereka, seakan tak percaya.
Inikah Muhammad dan para pengikutnya yang miskin, yang kemarin dipaksa keluar dari rumah-rumah mereka ini?
Apakah ini benar-benar terjadi, sedang ia saat ini membawa 10.000 orang yang beriman??
Benarkah ini orang-orang yang kita perangi, kita usir, dan kita bunuh orang-orang yang mereka cintai??
Apakah benar ucapannya yang tadi ia ucapkan, padahal leher-leher kami sudah pasrah menunggu keputusannya, namun yang ia katakan adalah: “Pergilah, sungguh kalian semua bebas!!”.
Kemudian Bilal bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, ia menyaksikan setiap sepak terjang Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, ia mengumandangkan adzan yang menyerukan shalat, ia turut menjaga dan memelihara setiap ajaran agama ini, agama yang telah mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, dari perbudakan menuju kebebasan.
Panji agama Islam pun naik, bersamaan dengannya, menanjak pula keadaan kaum muslimin, dan semakin hari, Bilal semakin dekat dengan hati Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم yang telah memberinya kabar gembira, bahwa ia termasuk dari para penghuni surga.
Akan tetapi keadaan Bilal tetap sebagai seorang yang mulia dan rendah hati, dia memandang dirinya hanya sebagai “Orang Habasyah yang kemarin ia adalah seorang budak”.
Wahai Bilal.. Kau tak lagi menjadi budak.. Bahkan saat ini, di bawah naungan agama Islam, kau telah menjadi seorang pemuka, bukankah Umar bin alKhattab, khalifah kedua Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, ketika kau dibebaskan dari perbudakan, ia mengatakan: “Abu Bakar adalah pemuka kami, dan ia telah membebaskan seorang pemuka kami”.
Kemudian Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun kembali ke rahmat Allah dalam keadaan ridha dan diridhai, lalu setelahnya Abu Bakar asShiddiq mengemban jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin.
Bilal pun pergi mendatangi khalifah Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم dan berkata kepadanya:
“Wahai khalifah Rasulu Allah.. Sesungguhnya Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم besabda: ‘Berjihad sehari semalam, lebih baik dari pada puasa, dan shalat malam selama sebulan penuh, jika ia mati, pahala amalannya tidak akan pernah terputus, rizkinya pun tidak akan pernah terputus, dan dia akan diselamatkan dari fitnah (ujian) di dalam qubur”.
Abu Bakar berkata: “Apa yang kau inginkan wahai Bilal?”.
Ia berkata: “Aku ingin terus berperang di jalan Allah sampai aku mati..”
Abu Bakar berkata: “Lalu siapa yang akan mengumandangkan adzan bagi kami?”
Bilal berkata, sedang matanya mengucurkan air mata: “Sungguh aku tak akan menjadi muadzin bagi seseorang pun setelah Rasulu Allah”.
Abu Bakar berkata: “Tetapla di sini, dan jadilah muadzin kami wahai Bilal”.
Bilal berkata: “Wahai amiirul mukminin, jikalau engkau membeliku dan membebaskanmu untuk dirimu sendiri, maka kau bebas menahanku, namun jikalau engkau membeliku, dan membebaskanku hanya karena Allah, maka biarkanlah aku dan amalan yang kan ku kerjakan karena Allah”.
Abu Bakar berkata: “Sungguh aku membebaskanmu karena Allah wahai Bilal.. Sungguh aku membebaskanmu karena Allah wahai Bilal..”
Bilal pun memutuskan untuk pergi menuju Syam, dan tinggal di sana sebagai seorang mujahid, dan adzan terakhir yang ia kumandangkan adalah ketika amiirul mukminin, Umar berziarah ke negeri Syam, kaum muslimin meminta Umar untuk memerintahkan Bilal, supaya ia mau mengumandangkan adzan bagi kaum muslimin sekali lagi saja.
Amirul mukminin pun memanggil Bilal, saat itu telah masuk waktu shalat, ia pun meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan.
Bilal pun bangkit lalu mengumandangkan adzan.. Maka para sahabat yang pernah merasakan kehidupan bersama Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم pun menangis, ketika Bilal saat itu masih menjadi muadzin Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم.
Mereka menangis dengan tangisan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.. Dan Umar adalah orang yang paling larut dalam tangisnya!!
Bilal terus berdakwah dan berjihad di negeri Syam, sampai ia didatangi kematian, saat ia sedang merasakan sakit yang membawanya kepada kematian, istrinya menagis di sampingnya dan berseru: “Duhai betapa sedihnya.
Sedang Bilal, setiap kali ia membuka matanya berkata: “Duhai.. Betapa bahagianya..”
Kemudian ia menghembuskan nafas-nafas terakhirnya, sambil mengatakan: “Besok aku akan bertemu dengan orang-orang yang aku cintai, Muhammad dan para sahabatnya… Besok aku akan bertemu orang-orang yang aku cintai, Muhammad dan para sahabatnya..”
Pada umur yang mendekati enam puluh sekian tahun, ia pun mendapati ajalnya, dan dikuburkan di Al-Baab As-Shaghiir di pekuburan Damasyqus, saat itu tanahnya mendapat kehormatan, tuk menjadi penaung bagi salah seorang pembesar agama Islam, yang senantiasa teguh dan kokoh layaknya gunung dalam berkorban demi kebenaran, semoga Allah meridhaimu wahai Bilal.


Penutup:
Katakan kepadaku demi Tuhanmu, betapa indahnya kemuliaan dan keagungan yang diberikan agama ini bagi hati orang-orang yang mengikutinya, sungguh itu adalah suara kebenaran, yang senantiasa menyelimuti relung hari, dan menjadikannya terus bergantung kepada Allah ta’ala, patuh kepada kebesaranNya, melupakan setiap kesakitan dan kesulitan yang ia dapatkan di jalan Allah, bahkan ia menganggap hal itu sebagai kenikmatan, sebagaimana para pengikut syahwat mendapat kenikmatan ketika mereka melampiaskan syahwat-syahwat mereka, akan tetapi, betapa jauhnya perbedaan kenikmatan yang dihasilkan oleh syahwat, yang hanya akan meyisakan penyesalan, dan kerugian, dengan kenikmatan yang akan berujung kepada kenikmatan abadi, sungguh mereka telah memilih jalan yang benar, yang akan mengantarkan mereka kepada kebahagiaan yang ada di sisi Allah, sesungguhnya mencapai kebahagiaan sebagaimana yang telah mereka dapatkan tidaklah sulit, akan tetapi hal itu butu keberanian, dan keinginan untuk berubah, mereka benar-benar mengetahui, bahwa jalan yang akan mengantar mereka ke surga adalah dengan mengikut Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, seorang rasul yang tidak pernah berdusta, ataupun berkhianat sekalipuun, dengarlah apa yang dikatakan oleh orang musyrik, sebelum ia masuk ke dalam agama Islam, Abu Sufyan bin Harb pernah mengatakan:
Sesungguhnya Heraklius, mengutus kepadanya utusan, ketika ia sedang berada di tengah rombongan orang-orang Quraisy, saat itu mereka sedang berdagang di negeri Syam, ketika Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم mengadakan gencatan senjata dengan Abu Sufyan dan orang-orang kafir Qusraisy. Utusan itu mendatanginya ketika mereka sedang berada di Iiliya, mereka pun diundang ke istana Heraklius, dan di sekitarnya terdapat para pembesar Romawi, kemudian ia memanggil mereka dan memanggil pula penerjemah resminya, lalu berkata: “Siapa diantara kalian yang paling dekat nasabnya (garis keturunan) dengan orang yang mengaku sebagai nabi ini?”, Abu Sufyan berkata: “Aku pun berkata: Aku yang paling dekat nasabnya dengan orang itu”, ia berkata: “Dekatkan ia kepadaku, dan bawa pula kawan-kawannya, dan letakkan mereka di belakangnya”.
Kemudian ia berkata ke penerjemahnya: “Katakan kepada mereka, bahwa aku akan bertanya kepada orang ini, tentang orang yang mengaku sebagai nabi, jika ia berbohong, maka dustakanlah ia”, (Abu Sufyan berkata: “sungguh demi Allah, kalau bukan karena aku malu jika mereka mendapatiku berdusta, niscaya aku akan memberikannya berita dusta”) kemudian pertanyaan pertama yang ia berikan adalah:
“Bagaimana nasabnya diantara kalian?”
Aku menjawab: “Dia merupakan orang yang memiliki nasab yang mulia di tengah-tengah kami”.
Ia berkata: “Apakah ada diantara kalian sebelumnya yang mengaku mengemban perakar ini (maksudnya menjadi nabi)?”
Aku berkata: “Tidak”, ia berkata: “Apakah diantara orang tuanya yang pernah menjadi raja?”
Aku berkata: “Tidak”, ia berkata: “Apakah pengikutnya terdiri dari para pemuka, atau rakyat jelata?”
Aku berkata: “Pengikutnya hanyalah rakyat jelata”.
Ia berkata: “Apakah pengikutnya bertambah atau malah berkurang?”
Aku berkata: “Mereka terus bertambah”.
Ia berkata: “Apakah seorang diantara mereka ada yang murtad (keluar) dari agamanya karena ia membencinya?”, aku berkata: “Tidak”,
Ia berkata: “Apakah kalian pernah menuduh orang itu sebagai pendusta sebelum ia mengaku sebagai nabi?”, aku jawab: “Tidak”.
Ia berkata: “Apakah ia pernah berkhianat?”, aku berkata: “Tidak, saat ini kita berada di masa yang kami tidak tau, apa yang ia sedang lakukan”, (Abu Sufyan mengatakan: “Tidak ada kalimat yang bisa aku katakan selain ini”).
Kemudian ia kembali bertanya: “Apakah kalian memeranginya?”, aku menjawab: “Iya”.
Ia bertanya: “Lalu bagaimana peperangan kalian?”, aku menjawab: “Dalam peperangan kita sebanding, terkadang dia menang, dan terkadang kita yang menang”.
Ia bertanya: “Apa yang ia perintahkan?”, aku menjawab: “Ia berkata: ‘Beribadahlah kalian hanya kepada Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan apapun, tinggalkanlah segala apa yang dikatakan oleh Orang-orang tua kalian’, ia juga memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, berbuat jujur, menjaga kehormatan diri, dan menjalin tali silaturrahmi”.
Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: “Katakan kepadanya, aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, dan kau katakan, bahwa ia memiliki nasab yang mulia, demikianlah para rasul yang telah diutus, mereka semua berasal dari keluarga yang mulia dari kaumnya
Lalu kau bertanya kepadamu apakah ada orang sebelumnya yang mengemban urusan ini (menjadi nabi), lalu kau menjawab tidak, jika kau berkata ada orang yang pernah mengaku hal yang sama sebelumnya, berarti dia hanya seorang yang ikut-ikutan saja.
Lalu aku bertanya kepadamu apakah ada salah seorang diantara orang tuanya yang pernah menjadi raja, lalu kau menjawab tidak, jikalau ada salah satu orang tuanya yang pernah menjadi raja, maka dia hanyalah seorang yang berambisi untuk memiliki kekuasaan para pendahulunya.
Kemudian aku bertanya kepadamu, apakah kalian pernah menuduhnya sebagai pendusta sebelum ia mengaku sebagai nabi, lalu kau berkata tidak, sungguh aku tau bahwa ia tidak akan pernah berbohong kepada manusia, apalagi berbohong atas Allah.
Kemudian aku bertanya, apakah orang-orang yang mengikutinya para pemuka, atau hanya rakyat jelata, kau katakan bahwa yang menjadi pengikutnya hanyalah rakyat jelata, demikian pula dengan pengikut para Rasul terdahulu.
Lalu aku bertanya, apakah mereka bertambah atau berkurang, kau katakan bahwa mereka bertambah, demikianlah perkara keimanan, ia akan terus bertambah sampai sempurna.
Kemudian aku bertanya, adakah seroang yang murtad karena membenci agamanya, kau jawab tidak, demikianlah keimanan jika telah merasuki relung kalbu.
Kemudian aku bertanya kepadamu, apakah ia pernah berkhianat, kau katakan tidak, demikian pula para rasul terdahulu, mereka tidak pernah berkhianat.
Kemudian akau bertanya, apa yang ia perintahkan, kau menjawab, ia memerintahkan kalian untuk beribadah hanya kepada Allah tidak mempersekutukannya dengan suatu apapun, dan meninggalkan segala peribadatan kepada berhala, ia juga memerintahkan kalian untuk mengerjakan shalat, berbuat jujur, dan menjaga kehormatan, jikalau apa yang kau katakan itu benar, sungguh ia akan menguasai tanah yang saat ini ada di bawah kakiku, sungguh aku tau kelak akan ada nabi yang keluar, namun aku tidak pernah menyangka jika dia berasal dari kalian, jika aku tau bahwa aku bisa menemuinya, pasti akan aku usahakan, dan jika aku ada di sisinya, niscaya akan ku basuh kedua kakinya”.
Kemudian ia menyuruh seseorang untuk membawa surat yang telah dikirim oleh Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, yang diantar oleh Dihyah ke pemimpin Bushro, lalu surat itu diberikan kepadanya, kemudian ia membacanya, tertulis di dalamnya:
“Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad, hamba dan utusan Allah, kepada Heraklius penguasa Romawi, semoga keselamatan tercurah kepada orang yang mengikuti petunjuk, amma ba’du:
Sesungguhnya aku menyerumu untuk masuk kedalam agama Islam, masuk Islamlah, maka kau akan selamat, dan Allah akan memberikan padamu pahala dua kali lipat, namun jika kau menolak, maka kau akan mengemban dosa orang-orang arisiyyiin ( pengikut arianisme ).
Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS Ali Imran: 64)”.
Abu Sufyan berkata: “Ketika ia mengatakan apa yang tadi ia katakan, dan setelah ia selesai membaca surat itu, para pemuka di sekitarnya pun mengangkat suara-suara mereka, lalu kami pun disuruh keluar, maka aku berkata kepada para kawanku ketika kami diperintahkan untuk keluar: ‘Sungguh perkara Ibnu Abi Kabsyah akan dimenangkan (maksudnya Nabi صلى الله عليه وسلم), sungguh ia ditakuti oleh raja bani Al-Ashfar (maksudnya Romawi)’, dan aku senantiasa yakin, bahwa Nabi akan berhasil, sampai akhirnya Allah memasukkan hidayah Islam kepadaku.
Dan Ibnu An-Nadzuur adalah salah satu pembesar Iiliya, dan sahabat dari Heraklius, dia adalah uskup bagi orang-orang Nashrani di Syam, ia menceritakan, bahwa ketika Heraklius mendatangi Iiliya, ia sangatlah gelisah, sampai sebagian pemuka aga yang ada di sisinya berkata: “Kami melihat keadaan tuan sangat muram”, Ibnu Mandzuur berkata: Heraklius adalah seorang ahli nujum, yang selalu memperhatikan bintang-bintang, ketika para pemuka agama itu bertanya kepadanya, ia pun menjawab: “Ketika aku melihat ke bintang, aku dapati akan keluar seorang raja yang berkhitan, siapa kiranya diantara umat ini yang berkhitan?”, mereka berkata: “Tidak ada seorang pun yang berkhiatan selain orang orang Yahudi, janganlah kau menggelisahkan mereka, kirimlah surat ke suluruh negeri yang kau kuasai, perintahkan mereka untuk membunuh semua orang Yahudi yang ada di sana”, saat itu, seorang utusan yang dikirim oleh penguasa Ghassan datang kepada heraklius, yang memberitahukan kabar mengenai Rasulu Allah صلى الله عليه وسلم, setelah orang itu selesai bercerita, Heraklius berkata: “Pergilah, dan periksalah, apakah orang ini berkhitan atau tidak”, merekapun menuruti perintah tersebut, setelah diperiksa, ternyata dia memang berkhitan, Heraklius pun bertanya mengenai orang-orang arab, maka ia diberitahukan bahwa mereka semua berkhitan, maka Heraklius pun berkata: “Inilah penguasa umat ini telah muncul”.
Kemudian Heraklius mengirim surat kepada temannya yang ada di Rumiyah, ia adalah orang yang memiliki keilmuan yang sama dengannya, lalu Heraklius pun b=pergi ke Homs, sebelum ia sampai ke Homs, ia mendapat balasan dari temannya itu, dan ternyata ia pun menyetujui pendapat Heraklius, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم telah lahir, dan ia memang benar-benar seorang nabi.
Heraklius kemudian mengundang para pembesar Romawi supaya datang ke tempatnya di Homs, setelah semuanya datang di majlis tersebut, Heraklius memerintahkan supaya semua pintu dikunci.
Kemudian ia berkata: “Wahai bangsa Romawi, maukah kalian semua mendapatkan kemenangan dan petunjuk, sedang kerajaan kalian tetap utuh di tangan kalian? Jika ia, maka berbaiatlah kalian kepada Nabi ini”.
Mendengar ucapan itu, mereka pun lari menuju pintu layaknya keledai liar, namun mereka dapati pintu-pintu tersebut telah terkunci.
Ketika Heraklius melihat keadaan yang demikian, harapannya agar mereka beriman pun putus, lalu ia memerintahkan mereka untuk kembali ke tempatnya masing-masing, seraya berkata:
“Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan tadi, sekedar menguji keteguhan hati kalian atas agama kalian, kini saya telah melihat keteguhan itu”.
Lalu mereka pun sujud di hadapan Heraklius dan mereka ridha kepadanya, demikianlah akhir kisah Heraklius.
Diriwayatkan oleh Shalih bin Kaysan, Yunus, dan Ma’mar, dari Zuhri.


وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين