Larangan Memukul Wanita dalam Islam

Larangan Memukul Wanita dalam Islam

Larangan Memukul Wanita dalam Islam

تحريم ضرب النساء في الإسلام باللغة الإندونيسية

 

 

Ahmad Al Amir   &   Tsekora Vivian

 

 

Penerjemah

European Islamic Research Center (EIRC)

& Muhammed Fikri Aziz

 

www.islamland.com

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Muhammad sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, mengutusnya sebagai da’i yang menyeru kepada Allah atas izinNya dan sebagai lentera yang terang benderang, juga memuliakan para sahabatnya, dan memeberikan mereka keutamaan yang besar, semoga shalawat dan salam dari Allah senantiasa tercurahkan kepada Muhammad, para keluarga, dan para sahabatnya.

Amma ba’du:

Saya menulis buku ini sebagai bantahan atas syubhat yang diutarakan oleh orang-orang yang terkena tipu daya syetan, dan disesatkan olehnya. Sering kali permasalahan memukul wanita dalam Islam diangkat dalam beberapa kesempatan, dan kami perhatikan banyak sekali situs-situs yang memfatwakan hal itu tanpa didasari ilmu dan pengetahuan, yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kebencian kepada Islam untuk berusaha menfitnah agama ini dengan perkara yang sama sekali tidak diajarkan oleh agama Islam, maka aku ingin menyuguhkan kepada saudaraku para pembaca yang mulia mengenai sikap agama Islam berkaitan dengan memukul istri, dan perbedaan yang jelas antara agama Islam dengan agama selainnya, karena agama ini adalah satu-satunya agama yang menjelaskan larangan memukul wanita baik ketika mereka masih kecil, atau sudah besar, maka marilah bersama-sama kita telaah masalah ini secara terperinci, kemudian baru silahkan kalian simpulkan berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang ada.

 

                  Penulis

 

 

 

BAB I

Pembagian hukum perbuatan dalam syariat agama Islam

Sesungguhnya amalan dan perbuatan manusia dalam syariat Islam, hukumnya terbagi menjadi beberapa jenis, supaya kita memahami hukum suatu perbuatan apakah ia mubah atau haram, adapun jenis hukum tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Fardhu: ini adalah derajat taklif tertinggi, yang artinya, segala hal yang diperintahkan oleh syariat dan harus dikerjakan melalui dali yang qoth’i yang tidak terdapat syubhat padanya, seperti perintah untuk mengerjakan shalat, puasa, membaca alquran, hukum hal ini: wajib dikerjakan, hal ini akan menghasilkan pahala bagi orang yang mengerjakannya, dan orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman.
  2. Mustahab: artinya, segala hal yang diperintahkan oleh syariat, namun tidak harus dilaksanakan, orang yang mengerjakannya akan mendapat pahala, dan orang yang meninggalkannya tidak mendapat dosa, seperti, membersihkan gigi dengan siwak sebelum shalat.
  3. Mubah: segala perkara yang apabila dikerjakan tidak akan menghasilkan pahala, dan jika ditinggalkan tidak menghasilkan dosa, seperti, jalan, mengendarai kendaraan, dan perkara-perkara lainnya yang diizinkan dari perbuatan-perbuatan yang biasa kita kerjakan di keseharian kita.
  4. Makruh: artinya, segala hal yang dilarang oleh syariat, namun tidak harus ditinggalkan, maka seorang yang meninggalkannya karena patuh, akan mendapat pahala, namun orang yang mengerjakannya tidak mendapat dosa, akan tetapi disunnahkan untuk meninggalkan segala hal yang berkaitan dengan yang makruh ini, walaupun jika melakukannya tidak mendapat dosa, karena kebiasaan dan keseringan mengerjakan hal yang makruh akan meneybabkan pelanggaran atas batasan-batasan yang telah Allah tetapkan, dan mengerjakan perkara-perkara yang haram, adapun alasan mengapa hal yang makruh jika dikerjakan tidak memberikan dosa bagi pelakunya, walaupun hal tersebut makruh, karena keterdesakan yang amat besar, dan keadaan hidup seorang manusia, sehingga ia terpaksa mengerjakan hal yang dimakruhkan tersebut, contohnya: Allah ta’ala memakruhkan talak (perceraian), akan tetapi tidak mengharamkannya, untuk memberi keluasan bagi para hambaNya jika memang mereka terdesak dan sangat membutuhkan hal itu.
  5. Haram: yaitu, segala hal yang dilarang oleh syariat, dan harus ditinggalkan, dengan dalil qoth’i yang di dalamnya tidak terdapat syubhat, orang yang melakukannya akan mendapatkan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena patuh kepada Allah akan mendapatkan pahala, seperti: keharaman meminum khamr.

 

Perbedaan antara halal dan haram:

Mengetahui perkara yang halal, dan membedakan antara yang halal dan yang haram adalah tonggak berdirinya agama Islam, dan bukti keimanan, karena hal itu berhubungan dengan amalan hati, sebagaimana ia pun berhubungan dengan amalan anggota tubuh.

Hukum asal segala sesuatu itu halal atau mubah, tidak ada yang diharamkan kecuali apa yang telah dijelaskan dalam nash-nash yang shahih dan sharih (jelas) akan pengharamannya.

Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah ta’ala, karena Allah lah pencipta, pengatur, pemberi kemudahan, dan kenikmatan, Allah berhak menghalalkan apapun yang Ia kehendaki bagi para hambanya, dan mengharamkan atas mereka apapun yang ia kehendaki, akan tetapi Allah ta’ala atas rahmat dan kasih sayang kepada para hambanya, Allah menjadikan halal dan haram, karena sebab yang bisa dimengerti, demi kemaslahatan manusia itu sendiri, sehingga Allah tidak menghalalkan kecuali sesuatu yang baik, dan tidak mengharamkan kecuali yang buruk.

 

Perpindahan hukum suatu perbuatan dari yang satu ke yang lainnya:

  1. Berpindahnya hukum sesuatu yang mubah menjadi haram, atau sebaliknya:

Terkadang perbuatan yang mubah bisa berubah menjadi haram, apabila terdapat sebab-sebab yang mengubahnya dari perbuatan yang baik, dan diridhai oleh setiap jiwa, menjadi perbuatan yang buruk dan berbahaya bagi manusia, sebagai contoh, hukum berjalan-jalan adalah mubah, akan tetapi bisa jadi hukumnya berubah dari mubah menjadi haram, apabila pemimpin setempat mengeluarkan peraturan yang melarang jalan-jalan setelah jam 10 malam, di sebagian jalan atau kota, karena alasan keamanan, yang bisa mengakibatkan kecelakaan bagi seseorang.

Dan perbuatan yang haram terkadang bisa berubah menjadi mubah, apabila terdapat sebab-sebab yang mengharuskan hal itu diperbuat dalam keadaan darurat, demi menjaga jiwa seseorang, seperti meminum khamr, khamr adalah suatu yang haram dalam syariat, akan tetapi hukumnya bisa menjadi mubah ketika seseorang tersesat di tengah padang pasir, sampai ia hampir mati karena kehausan, sedang ia tidak 4mendapati minuman apapun kecuali khamr, maka saat itu, ia boleh meminum khamr tersebut sekedarnya, sehingga ia bisa menyelamatkan hidupnya, tanpa berlebihan.

  1. Berpindahnya hukum seseuatu yang wajib menjadi haram, atau sebaliknya:

Terkadang perbuatan yang wajib berubah menjadi haram, dan terkadang perbuatan yang haram berubah menjadi wajib, seperti penjelasan yang lalu, contohnya shalat, hukumnya wajib, akan tetapi hal itu akan berubah menjadi haram ketika seorang melaksanakan shalat di dalam rumahnya, di tengah bencana gempa, yang mana seorang yang melakukan shalat tersebut yakin, kalau ia tidak segera keluar dari rumahnya ia akan mati!!! Mendzalimi orang lain, dengan cara memotong kakinya adalah perbuatan yang haram, akan tetapi jika seorang dokter tidak mendapatkan cara lain untuk menyelamatkan seorang pasien yang sakit, kecuali dengan memotong kakinya, jika tidak ia akan mati, maka dalam keadaan seperti ini, memotong kaki orang yang sakit itu hukumnya wajib atas sang dokter, jika ia tidak melakukannya, maka sang dokter berdosa, bersalah, dan layak dihukum karena tidak memotong kaki orang yang sakit tadi.

  1.  berpindahnya hukum sesuatu yang makruh menjadi mustahab, dan berpindahnya hukum sesuatu yang mustahab / mandub menjadi haram:

Perbuatan yang makruh terkadang bisa berubah menjadi mustahab, bahkan menjadi wajib, contohnya cerai, dalam hukum Islam, perceraian hukumnya makruh, dan dibenci oleh Allah azza wa jalla, akan tetapi dalam beberapa keadaan, ketika seseorang tidak menceraikan istrinya, bisa jadi hal itu akan menjerumuskannya kepada perkara yang diharamkan secara syariat, yang mana hal tersebut tidak bisa dihindari kecuali dengan bercerai, seperti misalnya sang istri tidak bisa menjaga kehormatan, dan tidak bisa dinasehati lagi, maka saat itu kita katakan, bahwa jalan terbaik adalah dengan menceraikannya, dengan demikian perkara yang makruh berubah menjadi mustahab.

Dan terkadang perbuatan yang mustahab bisa berubah menjadi haram, contohnya menggunakan siwak, hal ini merupakan perkara yang mustahab, sewaktu-waktu bisa berubah menjadi makruh, bahkan haram, ketika gigi-gigimu keropos, dan engkau tau, kalau engkau tetap bersiwak, hal itu akan menyebabkan gigimu tanggal, maka dalam keadaan seperti ini, bersiwak berlawanan dengan suatu kaidah dalam syariat Islam:

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Kesimpulan:

Kesimpulan dari penjelasan yang lalu, bahwa agama Islam bukanlah agama yang buta, dan tidak menimbang keadaan manusia, dan kemampuan mereka di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi yang sebenarnya buta adalah hati para musuh Islam yang ingin menyebarkan syubhat dan kebohongan tentang Islam, mereka ingin mematikan cahaya Allah ta’ala, namun Allah enggan kecuali untuk menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang kafir benci.

Semoga anda wahai pembaca yang budiman mengetahui, bahwa agama Islam bukanlah agama yang dzalim, akan tetapi agama Islam adalah agama yang adil, dan adil sendiri adalah salah satu nama dari nama-nama Allah ta’ala, pengharaman dan penghalalan dalam agama Islam, dibangun atas keadilan bukan atas kebutaan, adapun kedzaliman dalam segala bentuknya, maka hal itu diharamkan dalam syariat agama Islam.

 

 

 

BAB II

Bermuamalah dengan istri sesuai petunjuk alquran dan sunnah

Dalam nash-nash alquran kita dapati Allah subahanhu wa ta’ala telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada istri, memuliakannya, bergaul dengannya dengan cara yang ma’ruf, walaupun ketika tidak lagi memiliki rasa cinta di hati, Allah berfirman dalam alquran:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An Nisa: 19).

Rasulullah ﷺ bersabda:

لا يفرك مؤمن مؤمنة , إن كره منها خلقا رضي منها آخر

“Janganlah seorang mu’min membenci seorang mu’minah, pabila ia membenci salah satu perangainya, maka ia menyukai perangainya yang lain”. (HR Muslim).

Allah juga menjelaskan bahwa wanita memiliki hak atas suaminya, sebagaimana suami memiliki hak atas istrinya, Allah ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS Al Baqarah: 228).

Dan diantara wasiat Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal adalah, agar memperhatikan wanita, memuliakan mereka, tidak mendzalimi, dan juga tidak merampas hak-hak mereka, Rasulullah ﷺ bersabda:

إستوصوا بالنساء خيرا

“Perlakukanlah wanita dengan baik”. (HR Muslim).

Beliau juga bersabda:

أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم

“Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya”. (HR Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, Tirmidzi mengatakan: “Hadits hasan shahih”).

Dari ‘Aisyah رضي الله عنها berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

خيركم خيركم لاهله وأنا خيركم لاهلي

“ Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku”. (HR Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).

Rasulullah ﷺ juga memerintahkan untuk bersabar atas segala kesalahan istri, memaklumi, dan memaafkan mereka, seraya mengasih tau tabiat yang diberikan oleh Allah kepada wanita, beliau bersabda:

إن المرأة خلقت من ضلع , لن تستقيم لك على طريقة , فإن استمتعت بها استمتعت بها وفيها عوج , وإن ذهبت تقيمها كسرتها , وكسرها طلاقها

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak akan pernah bisa lurus, apabila kau bersenang-senang dengannya, engkau bersenang-senang, sedang mereka masih tetap bengkok, dan apabila kau paksa ia untuk lurus, engkau akan mematahkannya, dan patahnya ditandai dengan perceraian”. (HR Muslim).

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

استوصوا بالنساء خيرا, فإنهن خلقن من ضلع وإن أعوج شئ في الضلع أعلاه, فإن ذهبت تقيمه, كسرته, وإن تركته, لم يزل أعوج, فاستوصوا بالنساء خيرا

“Perlakukanlah wanita dengan baik, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, apabila kau coba meluruskannya engkau akan mematahkannya, namun apabila engkau biarkan, ia akan tetap bengkok, maka perlakukanlah wanita dengan baik”. (HR Bukhari).

 

Apakah Rasulullah pernah memukul salah seorang istrinya?

Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap muslim, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk mengikuti sunnah beliau, Allah ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab: 21).

Beliau adalah contoh tertinggi, dan makhluk yang paling mulia, Allah ta’ala mengutusnya dengan membawa agama yang lurus dan santun, Tuhannya telah mendidiknya dengan baik, beliau memiliki segala perangai baik, dan akhlak yang terpuji, Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al Qalam: 4).

Beliau mengaplikasikan akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari, beliau bersabda:

إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR Malik dalam kitab “Muwattha’”, dan Bukhari dalam kitab “Al Adabul Mufrad”).

‘Aisyah رضي الله عنها istrinya, yang lebih mengetahui tentang pribadi Rasulullah ﷺ dari siapapun, menceritakan tentang diri Rasulullah , beliau berkata:

كان خلقه القرءان

“Akhlak beliau adalah alquran”. (HR Ahmad).

Maksudnya: beliau senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan di dalam alquran, dan meninggalkan larangan yang ada di dalamnya, tidak ada satu pun akhlak mulia yang diperintahkan oleh alquran, kecuali Nabi ﷺ merupakan orang yang paling sempurna bentuk perealisasiannya, dan tidak ada satu akhlak buruk pun yang dilarang oleh alquran, kecuali Nabi ﷺ merupakan orang yang paling menghindarinya.

Belum pernah terjadi sedikitpun dalam kehidupannya, ia memumukul seorang wanita atau anak kecil sedikit pun!!!

Bahkan seorang yang mengikuti biografi kehidupannya, dan menelaah hadits-haditsnya yang mulia, niscaya akan mendapati dengan jelas, bahwa Rasulullah ﷺ melarang dan mengharamkan dengan keras hal tersebut, istrinya ‘Aisyah رضي الله عنها bercerita tentang beliau:

ما ضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا قط بيده ولا امرأة ولا خادما إلا أن يجاهد في سبيل الله . وما نيل منه شيء قط . فينتقم من صاحبه . إلا أن ينتهك شيء من محارم الله . فينتقم لله عز وجل

“Rasulullah ﷺ tidak pernah sedikit pun memukul sesuatu dengan tangannya, tidak wanita, dan tidak pula pembantu, kecuali ketika beliau sedang berjihad di jalan Allah, dan tidaklah pernah beliau didzalimi, lantas ia membalas orang yang melakukannya, kecuali jika sampai melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah, maka ia akan membalas karena Allah”. (HR Muslim).

Bahkan musuh-musuh yang senantiasa berusaha untuk menghalangi dakwah beliau, mereka tidak mendapati dari pribadi Rasulullah ﷺ kecuali sebagaimana yang telah kami sebutkan.

Mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh orang yang paling dekat dengan beliau, dan paling sering menemani beliau, tidak diragukan lagi, jika seseorang sering menemani orang lain, maka ia akan mengetahui pribadi orang yang ditemani itu dan akhlaknya, Anas bin Malik رضي الله عنه pembantu yang telah berkhidmat bagi Rasulullah ﷺ selama 10 tahun, mengatakan:

خدمت رسول الله صلى الله عليه وسلم عشر سنين, فما قال لي: أف قط, وما قال لشئ صنعته : لم صنعته ؟ ولا لشئ تركته : لم تركته ؟ وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم من أحسن الناس خلقا

“Aku berkhidmat bagi Rasulullah ﷺ selama 10 tahun, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku: ‘uf’ sama sekali, dan tidak pernah beliau mencela apa yang aku kerjakan dengan mengatakan: ‘Mengapa kau kerjakan demikian?’, dan apa yang aku tinggalkan dengan mengatakan: ‘Mengapa kau tinggalkan hal ini?’, Rasulullah ﷺ adalah salah seorang yang paling baik akhlaknya”. (HR Muslim dan Tirmidzi).

 

 

BAB III

Hukum memukul wanita dalam Islam

Sesungguhnya sumber syariat agama Islam adalah nash-nash dari kitab Allah dan sunnah NabiNya ﷺ yang shahih, dari keduanya kita mengambil dali, dan melalui keduanya kita mengetahui hukum memukul wanita dalam agama Islam, apakah ia wajib, musthab, mubah, makruh, atau haram, dari hadits yang diriwayatkan dari jalan Iyas bin Abdillah berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

(لا تضربوا إماء الله), فجاء عمر إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : (ذئرن النساء على أزواجهن), فرخص في ضربهن فأطاف بآل رسول الله صلى الله عليه وسلم نساء كثير يشكون أزواجهن, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لقد طاف بآل محمد نساء كثير يشكون أزواجهن ليس أولئك بخياركم).

“Janganlah kalian pukul hamba-hamba wanita Allah”, maka datanglah Umar kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Sebagian istri durhaka kepada suaminya”, maka Rasulullah ﷺ mengizinkan para suami untuk memukul istri-istri mereka, maka para wanita pun banyak mendatangi keluarga (istri) Rasulullah ﷺ guna mengadukan perilaku suami-suami mereka, maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Telah datang banyak wanita kepada keluarga (istri) Rasulullah, mengadukan perilaku suami-suami mereka, meraka bukanlah orang yang baik diantara kalian”. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad Darimi, Al Albani berkata: “ Shahih”).

Dari hadits tersebut kita bisa mengetahui:

Bahwa hadits tersebut tidak disampaikan oleh Rasulullah ﷺ dalam satu kesempatan, akan tetapi disampaikan dalam tiga kesempatan yang berbeda:

Kesempatan pertama: Rasulullah ﷺ bersabda: “Jangan kalian pukul hamba- hamba wanita Allah”, sampai disini selesailah kesempatan yang pertama.

Oleh karena itu, semua orang yang saat itu mendengar sabda Rasulullah ﷺ itu pun mengetahui, bahwa hukum memukul wanita adalah haram, karena Rasulullah ﷺ melarang hal tersebut, dan pelakunya berdosa karena ia melanggar larangan yang telah diberikan oleh Rasulullah .

Kesempatan kedua: kedatangan Umar bin Khattab رضي الله عنه di kesempatan yang berbeda dengan kesempatan pertama, untuk mengadukan perilaku sebagian wanita, beliau berkata: “Para wanita durhaka kepada suami mereka”, maksudnya: mereka mulai berani, membantah, dan melawan suaminya, saat ini lah Rasulullah ﷺ mengizinkan para suami untuk memukul para wanita, berdasarkan keadaan dan kebutuhan hidup yang mana kehidupan manusia tidak akan sempurna tanpanya, akan tetapi bagaimana cara memukul wanita? Inilah yang akan kita jelaskan dalam pembahasan berikutnya.

Kesempatan ketiga: setelah Rasulullah ﷺ mengizinkan para suami untuk memukul istri-istri mereka yang membangkang dan berani menentang suaminya, banyak wanita yang mendatangi Rasulullah ﷺ guna mengadukan perilaku suami-suami mereka, maka Rasulullah ﷺ bersabda: “ Telah datang banyak wanita kepada keluarga Muhammad, mengadukan perilaku suami-suami mereka, maka mereka bukanlah sebaik-baik kalian”.

Pada kesempatan terakhir inilah, menjadi jelas hukum final memukul wanita dalam agama Islam, yaitu makruh, atau haram, ketika sang istri melanggar aturan-aturan Allah subhanahu wa ta’ala –inilah yang akan kita bahas di kesempatan yang akan datang– namun apakah hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk memukul wanita? Atau memuji orang yang memukul istrinya? Sesungguhnya di dalam ucapan Rasulullah ﷺ tersebut terdapat celaan, dan beliau menafikan kebaikan dalam diri seorang yang memukul istrinya!!!

Para sahabat telah memahami maksud dari ucapan Rasulullah ﷺ dan meyakini, bahwa orang yang memukul istrinya tidak akan mendapat keridhaan dan pujian Rasulullah , dan tidak diragukan lagi, bahwa sesuatu yang tidak diridhai oleh Rasulullah ﷺ hukumnya makruh bahkan bisa sampai haram.

 

Apakah mungkin hukum memukul wanita berubah dari makruh menjadi haram?

Kita telah saksikan bersama tahapan dan hukum asla memukul wanita dalam Islam, yang mana pada asalnya hukum memukul wanita adalah haram, kemudian berubah menjadi mubah karena sebab sebab tertentu, kemudian berubah lagi menjadi makruh, akan tetapi kapan memukul wanita bisa menjadi haram? Hukum memukul wanita bisa menjadi haram ketika hal itu dilakukan secara dzalim tanpa sebab, segala bentuk kedzaliman dilarang dalam agama Islam, Allah ta’ala berfirman dalam alquran melarang segala bentuk kedzaliman:

ومن يظلم منكم نذقه عذابا كبيرا

“Dan barang siapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar.” (QS Al Furqan: 19).

Rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jauhilah kedzaliman, karena kedzaliman akan mengakibatkan kegelapan pada hari kiamat”. (HR Muslim).

Dari Anas رضي الله عنه berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

اتقوا دعوة المظلوم و إن كان كافرا فإنه ليس دونها حجاب

“Hati-hatilah dari doa orang-orang yang terdzalimi, walaupun ia seorang kafir, karena tidak ada penghalang bagi doa tesebut (untuk dikabulkan)”. (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani).

Agama Islam melarang segala bentuk menggangu orang lain siapapun itu, baik melalui perkataan, sebagaimana firman Allah ta’ala:

‏‏إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS An Nuur: 23).

Ataupun melalui perbuatan, dengan memukul ataupun yang lainnya tanpa alasan yang benar, sesuai firman Allah:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ المُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS Al Ahzab: 58).

Ataupun perbuatan dzalim yang dikerjakan dengan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (QS Al Baqarah: 188).

Hukum ini berlaku bagi semua manusia, baik laki-laki, ataupun perempuan, kecil ataupun besar, muslim ataupun kafir, dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Rasulullah :

المسلم من سلم الناس من لسانه ويده والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم

“Seorang muslim sejati adalah, orang yang membuat manusia merasa selamat dari perbuatan buruk lisan dan tangannya, dan seorang mu’min sejati adalah, orang yang membuat manusia merasa aman atas darah dan hartanya”. (HR Nasai, syeikh Al Albani mengatakan: “Hadits hasan shahih“.).

Barang siapa yang mengatakan bahwa agama Islam menyuruh untuk mendzalimi dan memukul wanita, maka ia telah melakukan fitnah yang sangat keji.

 

Hukuman syar’i bagi orang yang memukul istrinya:

Hukum peradilan dalam agama Islam, tidak menganggap remeh masalah pemukulan wanita, dan kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istri-istri mereka, agama Islam berlaku adil, dan menghukum para suami yang memukul istri mereka secara dzalim, ia juga akan dikenakan hukuman syar’I ketika perkara tersebut diangkat ke pengadilan, sebagai permisalan adalah kasus berikut:

  1. Surat kabar “Riyadh” memberitakan dalam situs resmi mereka, pada tanggal 12/12/2012 kasus sebagai berikut:

Pengadilan khusus pidana provinsi Qatif Arab Saudi, memvonis seorang suami yang memukul istrinya secara dzalim dengan hukuman 30 kali pukulan di depan khalayak, guna menjadikan hal itu pelajaran bagi seluruh suami yang mendzalimi istrinya, pengadilan juga menghukum sang suami untuk belajar selama 10 hari, di salah satu sekolah khusus yang mengajarkan tata cara bergaul dengan istri dan cara mengatur rumah tangga, setelah itu ia harus mengikuti tes tertulis yang hasilnya disertakan di lampiran kasus.

Sama halnya dengan pengadilan-pengadilan lain di setiap negara Islam, yang akan menghukum suami yang menganiaya istrinya dengan memukul, anehnya, sampai ada beberapa wanita yang mengancam suaminya dengan memukuli dirinya sendiri, kemudian ia pergi ke kantor polisi dan melaporkan bahwa yang memukul adalah suami mereka, padahal suami mereka berlepas diri dari tuduhan tersebut.

Kasus ini membuktikan bahwa seorang muslim yang berakal dan mengikuti ajaran-ajaran Islam, tidak akan ridha atas kedzaliman dan penganiayaan terhadap wanita, sebagaimana agama kita tidak mengajarkan hal yang demikian, maka ia pun mengharamkannya, dan menjadikannya sebagai salah satu kedzaliman yang diharamkan, bahkan agama Islam memerintahkan kita untuk memaafkan, mengampuni, bersabar, dan berusaha untuk membayar keburukan dengan kebaikan.

Perlu diketahui, bahwa agama Islam tidak membolehkan begitu saja memukul wanita, akan tetapi mengizinkannya dalam keadaan yang memang harus dikerjakan demi menjaga kerukunan rumah tangga, itu pun dengan syarat, supaya hal itu hanya dilakukan sesekali saja, demi merealisasikan satu tujuan, yaitu menjaga keutuhan rumah tangga, dan akhlak masyarakat pada umumnya.

 

 

 

BAB IV

Hukum-hukum syariat ketika seorang istri membangkang

Seorang akan mengatakan, bukankah seorang suami harusnya measehati istrinya ketika ia membangkang, bukan malah memukulnya, maka kami katakan, inilah hukum yang ditetapkan oleh Allah ta’ala, Allah berfirman dalam alquran:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (mmebangkang), Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS An Nisa: 34).

Rasulullah ﷺ bersabda pada saat haji wada’:

ألا واستوصوا بالنساء خيرا , فإنما هن عوان عندكم , ليس تملكون منهن غير ذلك , إلا أن يأتين بفاحشة مبينة , فإن فعلن فاهجروهن في المضاجع واضربوهن ضربا غير مبرح , فإن أطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا . ألا إن لكم على نسائكم حقا , ولنسائكم عليكم حقا

“Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita, karena mereka (bagaikan) tawanan di sisi kalian, kalian tidak memiliki kuasa atas mereka sedikit pun selain itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan nista yang nyata, dan apabila mereka melakukan itu, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya kepada mereka, ketahuilah, bahwa kalian memiliki hak yang harus ditunaikan oleh istri-istri kalian, dan istri-istri kalian memiliki hak yang harus kalian tunaikan”. (HR Tirmidzi, syeikh Al Al Bani mengatakan: “ Hadits hasan”).

Demikianlah Allah mengajarkan kita hukum yang sesuai dengan keadaan para hambaNya, dan demikuan pula Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita, cara untuk mengatasi pembangkangan istri, dan mengurutkannya menjadi beberapa tahapan:

  1. Tahapan pertama:

Seorang suami hendaknya menggunakan nasehat sebagai jalan mengoreksi istrinya yang tidak mentaatinya, sebelum ia menghajr (mendiamkan istri) di atas kasur. Urutan ini wajib hukumnya menurut jumhur ahli fiqih, maka seorang suami harus mengambil hati istrinya dengan cara melembutkan perkataan kepada mereka, dan mengucapkan kata-kata yang menjelaskan rasa cinta dan kedudukan sang istri di hati suami, bahwa ia ingin menasehatinya, dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menasehati dan mengoreksi kesalahan sang istri.

Perlu diketahui, bahwa nasehat tidak pernah keluar dan diterima dari hati yang kering dan kasar, akan tetapi nasehat yang diterima adalah nasehat yang disampaikan dengan ucapan yang lembut, dan pergaulan yang baik, seperti membelikan hadiah untuk sang istri, sehingga istrinya menerima nasehat dari suaminya dengan hati yang ridha, dan akal yang baik.

Tentunya seorang istri yang baik, dan memiliki akhlak yang mulia, akan menerima nasehat dari suaminya, menaruh nasehat tersebut di keningnya, seraya mengingat kebaikan rumah tangga dan anak-anaknya. Adapun jika seorang istri adalah wanita yang buruk, dan memiliki tabiat yang jelek, maka nasehat tiadk akan bermanfaat bagi orang yang seperti itu, maka ketika itu seorang suami mulai berpindah kepada tahapan kedua yang telah diperintahkan oleh Allah ta’ala, yaitu menghajr (mendiamkan) istrinya di atas kasur.

  1. Tahapan kedua:

Seorang suami menggunakan cara hajr (mendiamkan) istrinya di atas kasur, dengan berpaling dari sang istri ketika mereka di atas kasur, dan tidak memberikan hak biologis kepadanya maksimal selama 3 hari, sesuai sabda Rasulullah :

لا يحلُّ لمسلمٍ أن يهجرَ أخاه فوق ثلاثٍ

“Tidak boleh seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari 3 hari”. (Muttafaq ‘alaihi).

Hal itu guna memberikan pengertian kepada istri akan ketidak ridhaan suaminya atas perbuatan yang telah ia kerjakan, cara ini bisa dikatakan sebagai masa yang diberikan kepada sang istri untuk mengoreksi dirinya dan memanfaatkan waktu yang diberikan-yaitu 3 hari-untuk berfikir, karena apabila seorang suami mendiamkan istrinya lebih dari itu, maka sama saja ia menyiksa istrinya, bukan mengoreksinya. Apabila sang istri bisa mengoreksi dirinya dan kembali berbuat baik, maka sang suami harus berhenti mendiamkan istrinya, dan memaafkannya. Namun apabila sang istri masih membangkang dan enggan untuk berlaku baik, berarti cara ini belum memberikan efek baginya, maka saat itu sang suami boleh berpindah ke tahapan yang ketiga.

  1. Tahapan ketiga:

Apabila suami sudah berusaha untuk menasehati istrinya yang membangkan dengan ucapan yang baik, dan memberi hadiah keapdanya, namun hal itu belum memberikan efek, kemudian berusaha menggunakan cara kedua, dengan mendiamkan sang istri diatas kasur, dan menampakkan ketidak ridhaannya kepada dirinya, namun hal itu juga belum memberikan efek yang berarti, maka saat itu, seorang suami diizinkan untuk mendidik istrinya dengan cara memukul, namun dengan pukulan yang tidak melukai, dan meninggalkan bekas.

Para ulama bersepakat, bahwa urutan ketiga tahapan ini hukumnya wajib dalam menanggulangi masalah ketidak taatan istri, yaitu mulai dari nasehat, kemudian hajr (mendiamkan) istri, kemudian memukul.

Atha’ berkata: Aku berkata kepada Ibnu Abbas: “Bagaimana pukulan yang tidak melukai itu?”, Ibnu Abbas mengatakan: “Memukulnya dengan siwak atau yang sejenisnya”.

Hasan al Bashri mengatakan: “Maksudnya pukulan yang tidak meninggalkan bekas”.

Demi Allah, saudaraku para pembaca yang mulia, rasa sakit apa yang dihasilkan oleh sepotong siwak (yang panjang dan besarnya saja tidak sampai menyamai pensil)?!! Maka mana mungkin memukul dengan siwak dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga?

 

Apabila engkau menganggap seorang suami yang memukul istrinya dengan siwak sebagai orang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, maka mari sama-sama kita lihat bersama, betapa banyak film-film Hollywood dan sebagainya yang menggambarkan kepada kita, bagaimana seorang marah kepada orang lain, seorang laki-laki marah kepada wanita, seorang direktur marah kepada bawahannya, ketika ia marah, ia letakkan jari telunjuknya di dada orang lain, dan membentaknya, bahkan sering kali ia tusukkan jari telunjuk atau pulpennya ke dada orang lain, sering pula kita dapati seorang yang menampar pipi orang lain. Dalam banyak kesempatan, kita dapati seorang istri memiliki masalah dengan suaminya, sampai ia tega menampar pipi sang suami dengan sangat keras, atau sebaliknya, suami menampar istrinya dengan keras, kemudian pergi begitu saja. Semua ini tidak dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga oleh orang-orang barat, akan tetapi hanya sebagai luapan emosi yang dirasakan oleh seorang suami atau istri sehingga mereka tega menampar pipi pasangannya, malah mereka menganggap orang yang melakukan hal itu sebagai pasangan suami istri modern. Perlu diketahui bahwa memukul wajah dalam agama Islam hukumnya haram, namun anehnya, orang-orang menuduh agama Islam, bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan.

Meskipun agama Islam membolehkan seseorang suami yang sudah berusaha untuk menggunakan cara pertama dan kedua, untuk beralih ke cara ketiga, akan tetapi aama Islam juga telah memberikan hak bagi wanita, sebelum sampai ke tahap ini, untuk menuntut cerai, atau yang biasa disebut dengan khulu’. Apabila ia merasa tidak bisa lagi menerima suaminya, maka ia berhak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya: inilah yang akan kita bahas bersama in syaa Allah.

Perlu diketahui, bahwa tahapan-tahapan ini, yang dimulai dengan memberikan nasehat, kemudian hajr, kemudian memukul, bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sering terjadi sehari-hari antara suami istri, akan tetapi cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang besar, sebagai contoh, jika seorang suami menyuruh istrinya: “Tolong hari ini masakkan untuk kami nasi dan ikan”, lantas istrinya lupa, malah memasak nasi dan ayam, apakah kita menyikapinya dengan ayat tersebut, menasihati, menghajr, atau memukulnya??

Tentu tidak, karena hal ini adalah masalah yang biasa terjadi, harus diselesaikan dengan damai, dan tanpa makian. Namun apabila seorang istri adalah perempuan yang buruk akhlaknya, keras kepalanya, dan suaminya mulai memperhatikan gelagat kemaksiatan istrinya, maka saat inilah kita dihadapkan dengan wanita pembangkang, yang butuh dikoreksi demi kesembuhannya, sebagaimana orang sakit yang membutuhkan obat. Mari kita bayangkan bersama saudaraku pembaca yang budiman, seorang wanita yang terus menerus membangkang dan congkak, juga terus menerus melakukan perbuatan-perbuatan buruk, yang akan berakibat pada hancurnya rumah tangga, dan perceraian. Bisa jadi suaminya sudah berusaha sejak lama untuk menasehati dan menghajrnya di atas tempat tidur, akan tetapi hal itu tidak memberikan efek yang berarti. Mana kiranya yang lebih baik dilakukan, menceraikannya, atau memukulnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan??!!! Apabila memukul itu ibarat buta sebelah, dan perceraian itu buta seluruhnya, maka buta sebelah itu lebih baik dari pada buta seluruhnya, karena apabila seorang suami meninggalkan istrinya dalam keadaan seperti itu, hal itu akan menyebabkan rusaknya rumah tangga, dan lebih dari itu rusaknya msayarakat pada umumnya.

 

 

 

BAB V

Arti dan definisi kata ضرب (memukul) dalam agama Islam

Sebelum para aktifis HAM di dunia internasional menentang adanya kekerasan rumah tangga atas istri dan anak, agama Islam sudah terlebih dahulu menentang hal tersebut dan mengharamkannya, agama Islam juga menyiapkan hukuman bagi orang yang melakukannya dengan hukuman di dunia dan akhirat. Larangan tersebut bukan hanya berlaku pada perbuatan, akan tetapi mencakup ucapan dan kata-kata yang tidak pantas, maka dengan demikian, aturan agama Islam lebih global dari pada aturan komisi HAM yang hanya menetapkan hukuman di dunia saja.

Sejak 1400 tahun yang lalu, Rasulullah ﷺ sudah menjelaskan:

المسلم من سلم الناس من لسانه ويده, والمؤمن من أمنه الناس على دمائهم وأموالهم

 “Seorang muslim sejati adalah orang yang membuat manusia selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang mu’min sejati adalah orang yang membuat manusia merasa aman atas darah dan hartanya”. (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Nasai, syeikh al Albani megatakan: “Hasan shahih”).

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

ليس المؤمن بالطعان ولا اللعان ولا الفاحش ولا البذئ

“Seorang mu’min bukanlah orang yang sering mencela, tidak sering melaknat, tidak mengucapkan kata-kata kotor, dan tidak pula mengucapkan kata-kata keji”. (HR Bukhari dalam kitab “Al Adabul Mufrad”, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al Albani).

Seorang boleh saja bertanya, bagaimana bisa Islam tidak menyuruh kekerasan, namun secara bersamaan agama Islam juga mengizinkan suami untuk memukul istrinya yang membangkang?!

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menjelaskan terlebih dahulu, perbedaan maksud dari kata ضرب (Memukul) di kehidupan kita saat ini, dengan maksud dari kata tersebut menurut syariat Islam.

Dalam masa sekarang ini, ketika seorang mendengar bahwa seorang suami telah memukul istrinya, maka yang tergambar dipikirannya adalah perbuatan keji dan kasar, yang dilakukan oleh suami yang dzalim ini, yang ia berikan kepada istrinya, dengan cara menonjok, dan menendang, kita juga terpikir keadaan istri yang terdzalimi itu, dengan keadaan badan yang dipenuhi dengan luka, lebah dan cedera yang bermacam-macam. Inilah yang dapat dimengerti dari kata “Memukul” pada zaman ini, gambaran itu kita dapatkan dari kebiasaan yang kita dapati di keseharian kita, ketika mendapati seorang laki-laki yang keji dan mendzalimi istrinya.

Namun jika saya katakan, bahwa saya telah memukul lonceng, apakah itu berarti saya memukul pintu sekeras-kerasnya??!! Atau ketika saya katakan bahwa saya akan memukul[1] sebuah permisalan untukmu, apakah hal itu berarti aku menonjuk missal tersebut dengan kuat??!! Kalau begitu, kata ضرب (memukul) artinya bisa berubah-ubah, sesuai pemakaian, maksud, dan pribadi orang yang mengatakannya, semua itu memberi gambaran kepada kita maksud dari kata ضرب (memukul).

Oleh karena itu, maksud dari kata ضرب (memukul) dalam agama Islam, sangat berbeda dengan arti kata “Memukul” di zaman ini, arti kata “Memukul” yang biasa digunakan pada saat ini hukumnya haram, dan merupakan kesalahan yang terancam mendapat hukuman yang berat dalam agama Islam, maka karena itu, tidak mungkin kedua definisi ini bergabung, karena yang satu berlawanan dengan yang lainnya. Jika kita ingin berlaku adil, maka kita harusnya mengatakan, bahwa memukul istri itu tidak ada dalam agama Islam, dan agama Islam pun tidak mengizinkan untuk menghinakan dan berbuat buruk kepadanya, atau hanya mengucapkan kata-kata yang buruk kepadanya.

Akan tetapi yang dimaksud dengan kata ضرب (memukul) dalam Islam adalah, pukulan yang sangat pelan, sama halnya ketika seorang memukul lonceng, yang tujuannya hanya sebatas memberi pengertian kepada istri bahwa dirinya bersalah karena tidak menunaikan hak suaminya, dan suaminya berhak menasehati dan mengoreksi istrinya.

Agama Islam telah menetapkan tahapan-tahapan bagi suami untuk mengoreksi istrinya yang tidak mentaati perintahnya, yaitu tahapan-tahapan sebelum masuk ke tahap pemukulan, agama Islam menjadikan pukulan sebagai jalan keluar terakhir bagi wanita-wanita yang belum jera dengan hukuman di tahpan-tahapan sebelumnya. Agama Islam telah menetapkan batasan-batasan syari bagi seorang suami, yang apabila ia langgar, ia akan berdosa karena telah melanggar batasan-batasan Allah, dan dengannya ia berhak mendapatkan hukuman di dunia maupun di akhirat, adapun batasan-batasan tersebut adalah:

 

Batasan-batasan memberi pelajaran istri dengan pukulan:

  1. Bertahap dalam menyelesaikan masalah. Dengan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan masalah melalui tahapan pertama dan kedua, yaitu dengan menasehati, kemudian menghajr (mendiamkan) istri di atas tempat tidur.
  2. Memukul dengan kayu siwak atau sejenisnya. Yang ukuran dan panjangnya tidak sampai sama dengan batang pensil.
  3. Tidak memukul wajah, atau tempat-tempat sensitive di tubuhnya. Karena agama Islam melarang untuk memukul wajah, baik yang dipukul laki-laki, maupun wanita, bahkan hewan sekalipun. Wajah adalah bagian yang mulia, dan melukai wajah, bisa berefek pada panca indra yang ada di dalamnya. Sebagaimana ia juga dilarang untuk melukai tempat-tempat sensitif pada tubuh wanita, itulah batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang melanggar batasan-batasan tersebut, maka ia berdosa.
  4. Tidak memberi pelajaran kepada istri di depan halayak. Seorang suami tidak boleh memukul istrinya di hadapan manusia, lebih khusus lagi anak-anaknya, karena dalam hal ini terdapat penghinaan atas wanita, itu yang pertama, kemudian hal itu akan berimbas pada buruknya pendidikan yang diberikan kepada anak, didikan macam apa yang diberikan oleh seorang suami yang memukul istrinya di depan mereka?!
  5. Pukulan yang diberikan bukanlah pukulan yang melukai, atau menyisakan bekas yang tampak di tubuh sang istri, seperti sampai mengeluarkan darah, atau menyisakan bekas di tubuhnya seperti luka, atau patah tulang. Seorang suami yang memukul istrinya sampai berbekas, luka, patah, atau berdarah, maka ia adalah seorang yang berdosa, dia merupakan seorang suami yang kasar, dan keras, seorang suami yang niatnya bukan memperbaiki kesalahan sang istri, akan tetapi ingin membalas dendam, dan melukainya. Dan sesuai syariat agama Islam yang santun, suami yang seperti itu harus diintrogasi dan dihukum.

 

 

 

BAB VI

Hukum memukul wanita dalam agama-agama yang lain

Kasus memukul wanita bukanlah terjadi pada waktu dan tempat tertentu saja, tidak pula terikat dengan satu zaman atau masyarakat tertentu, akan tetapi kasus ini ada pada setiap masyarakat di setiap zaman tanpa terkecuali, dan barang siapa yang ingin menelaah masalah kedudukan wanita di masa-masa yang lalu, maka ia akan dapati banyak sekali buku yang membahas masalah ini, tentang kedudukan wanita di tengah masyarakat Yunani, Romawi, Cina, dan India kuno….dst, juga pembahasan bagaimana sikap agama yahudi dan nashrani dalam menyikapi masalah memukul wanita, yang merupakan masalah yang sering terjadi pada masyarakat-masyarakat terdahulu, bahkan sekalipun di masayarakat al Masih sendiri, dan apakah al Masih عليه السلام pernah membicarakan perihal pengharaman memukul wanita??!! Dan apakah dalam kitab-kitab suci umat nashrani, baik di perjanjian lama, ataupun perjanjian baru, ayat - ayat yang membahas pengharaman atau makruhnya memukul wanita??!! Setelah diteliti, kita dapati bahwa itu semua tidak ada.

Apabila seorang yang beragama Kristen memukul istrinya, apakah ia dianggap berdosa dan bersalah karena perbuatannya dari segi agama, dan apa hukuman yang ditetapkan dalam kitab suci untuknya? Tentu saja orang itu tidak berdosa, karena tidak ada ayat yang menunjukkan hal itu dalam kitab suci, baik dalam perjanjian lama, ataupun perjanjian baru!!

Ia pun tidak dianggap bersalah menurut ketentuan hukum yang berlaku, dan ia tidak berhak dihukum, kecuali nampak bekas-bekas penganiayaan atas istrinya, seperti patah, memar, atau lecet, adapun jika bekas-bekas tersebut tidak nampak pada tubuh sang istri, maka bagaimana caranya sang istri membuktikan pukulan yang diberikan kepadanya!! Atau dengan kata lain, pukulan yang tidak meninggalkan bukti fisik tidak akan membuatnya dihukum, baik menurut agama, atau bahkan menurut hukum negeri yang berlaku sekalipun!!

Dan mari kita lihat bersama dalam agama Yahudi, dan juga Budha, apakah dalam agama-agama itu terdapat ayat yang mengharamkan memukul wanita?!

Tentu saja tidak ada ayat atau petunjuk pada agama manapun yang mengharamkan memukul wanita, kecuali dalam agama Islam saja!!! Bahkan ketika memukul wanita berubah dari yang tadinya berhukum haram, menjadi makruh, hanya agama Islam saja yang menjelaskan larangan memukul wanita!! Adapun agama yang lainnya, tidak sedikitpun menjelaskan masalah ini baik dengan mengharamkan, ataupun memakruhkannya.

Sebagaimana tidak ada satu pun agama yang memberi batasan-batasan dalam masalah memukul wanita kecuali Islam, atau dengan kata lain, ketika seorang suami yang beragama nashrani kehilangan control atas dirinya, lalu ia memukul istrinya, adakah batasan-batasan yang tidak boleh ia langgar? Apakah agama Kristen menjelaskan batasan-batasan bagi seorang suami dalam memukul istrinya, seperti tidak boleh memukul wajah, atau tidak boleh meninggalkan bekas pada tubuh sang istri…dst? Tentu saja hal itu tidak ada.

Seorang yang memperhatikan zaman yang kita berada di dalamnya, akan mendapati bahwa di sana terdapat darta yang menyebutkan kasus pemukulan suami pada istrinya, dalam masyarakat yang beragama yahudi, Kristen, atau masyarakat lainnya selain kaum muslimin, periksalah sendiri data- data yang terdapat pada kantor polisi dan kasus-kasus yang ada pada pengadilan-pengadilan di Amerika, dan Eropa, niscaya engkau akan dapati jumlah suami yang sangat banyak, yang melakukan tindak kekerasan kepada istri dan anak-anak mereka!!!

Bahkan sekalipun di masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam, dahulu orang Arab mencambuk istri dan budaknya, dan hal itu adalah perkara yang biasa, dan tidak terlarang dalam syariat dan hukum manapun, ketika Rasulullah ﷺ diutus, beliau mengkritik dengan keras perkara ini, beliau bersabda:

يعمد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد فلعله يضاجعها من أخر يومه

 “Seorang diantara kalian tega mencambuk istrinya layaknya seorang budak, namun ia gauli-baca: setubuhi-istrinya di malam hari”. (Muttafaq ‘alaihi, dan lafadznya milik Bukhari).

Dalam hadits ini Nabi ﷺ mengkritisi seorang laki-laki yang memukul istrinya di siang hari, kemudian ketika datang waktu malam ia ingin menggaulinya!! Dengan kata lain, bagaimana bisa ia memperlakukan istrinya dengan keras di siang hari, namun kemudian ia mengharam kasih sayang dan meyuruh istrinya untuk melayaninya di malam hari!!

 

Beberapa kutipan mengenai kedudukan wanita dalam Injil di perjanjian lama dan perjanjian baru

Biasanya orang -orang Kristen akan mengatakan kepada kita, bahwa Yesus merupakan pembela pertama bagi hak-hak wanita, ia merupakan orang yang memberikan para wanita hak-hak mereka yang tidak diberikan oleh agama-agama lainnya, bahwa Alkitab telah berlaku adil dan mengangkat derajat mereka!! Namun apakah pengakuan ini terbukti??!!

Kita semua mengetahui bahwa Bible melarang seorang wanita untuk masuk ke dalam sanctuary yang ada di dalam gereja, yang di dalamnya terdapat altar suci, baik wanita itu masih kecil, remaja, ataupun dewasa, larangan tersebut tidak ada kaitannya dengan usia, namun berkaitan dengan jenis kelamin. Bible tidak menyebutkan, baik dalam perjanjian lama ataupun perjanjian baru, keterangan apapun yang membolehkan wanita untuk memasuki sanctuary. Bahkan penahbisan pun terlarang bagi wanita, seorang wanita tidak diizinkan untuk berbicara atau mengajarkan seseorang di dalam gereja, wanita tidak boleh mengemban jabatan apapun dalam masalah kegerejaan, mereka hanya bisa menjadi seorang diakon, yang hakikatnya derajat mereka hanya sebatas pembantu, bukan pendeta!!

Bible telah menjelaskan kepada kita macam-macam jabatan kegerejaan, yang semuanya dibatasi hanya untuk laki-laki saja, baik jabatan patriark pertama, seperti Nuh, Ayyub, Ibrahim, Ishak, dan Ya’kub, atau jabatan imamat Harun, imamat melkisedek, imamat para rasul, dan penerus mereka para uskup, yang semuanya hanya boleh dijabat oleh laki-laki, kalaupun wanita boleh mengemban jabatan kegerejaan, niscaya Maryam yang suci akan menjadi wanita pertama yang mengembannya, akan tetapi sesuai dengan ajaran agama Kristen, seorang wanita tidak boleh mengemban jabatan apapun!!

Kami akan tunjukkan beberapa teks dari bible, yang menunjukkan keadaan wanita dan kedudukan mereka:

  1. Seorang wanita akan dihukum karena kesalahan seorang laki –laki:

Dalam kitab Yeremia (23 : 34): “Adapun nabi atau imam atau rakyat yang masih berbicara tentang Sabda yang dibebankan oleh TUHAN, kepada orang itu dan kepada keluarganya akan Kulakukan pembalasan”.

  1. Hukuman bagi seorang wanita pezina adalah dibakar dengan api:

Dalam kitab Imamat (21 : 9): “Apabila anak perempuan seorang imam membiarkan kehormatannya dilanggar dengan bersundal, maka ia melanggar kekudusan ayahnya, dan ia harus dibakar dengan api”.

  1. Tangan wanita dipotong tanpa alasan yang masuk akal:

Dalam kitab Ulangan (25 : 11-12): “Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya”.

  1. Janda yang dicerai, atau suaminya meninggal sama seperti pelacur:

Dalam kitab Imamat (21 : 10-15): “Imam yang terbesar… Seorang janda atau perempuan yang telah diceraikan atau yang dirusak kesuciannya atau perempuan sundal, janganlah diambil, melainkan harus seorang perawan dari antara orang-orang sebangsanya, supaya jangan ia melanggar kekudusan keturunannya di antara orang-orang sebangsanya, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan dia”.

  1. Kepatuhan mutlak seorang wanita kepada suaminya:

Efesus (5: 22-24): “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus kepala jemaat. Dialah yang menyelematkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu”.

  1. Seorang wanita harus tetap diam ketika berada di dalam pertemuan jemaat:

Di dalam Korintus I (14: 34-35): “Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat”.

  1. Wanita adalah sebab kesalahan:

Timotius I (2: 11-15): “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan”.

  1. Kekuasaan laki-laki atas wanita:

Dalam Petrus I (3: 1-6): “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, etapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya, sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya”.

Dan dalam kitab Kejadian (3: 16): “Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu”.

  1. Seorang wanita yang berzina harus dirajam sampai mati:

Dalam kitab Ulangan (22: 13-21): “Apabila seseorang mengambil isteri dan setelah menghampiri perempuan itu, menjadi benci kepadanya, menuduhkan kepadanya perbuatan yang kurang senonoh dan membusukkan namanya dengan berkata: Perempuan ini kuambil menjadi isteriku, tetapi ketika ia kuhampiri, tidak ada kudapati padanya tanda –tanda keperawanan– maka haruslah ayah dan ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada para tua-tua kota di pintu gerbang. Dan ayah si gadis haruslah berkata kepada para tua-tua itu: Aku telah memberikan anakku kepada laki-laki ini menjadi isterinya, lalu ia menjadi benci kepadanya, dan ketahuilah, ia menuduhkan perbuatan yang kurang senonoh dengan berkata: Tidak ada kudapati tanda-tanda keperawanan pada anakmu. Tetapi inilah tanda-tanda keperawanan anakku itu. Lalu haruslah mereka membentangkan kain itu di depan para tua-tua kota. Maka haruslah para tua-tua kota itu mengambil laki-laki itu, menghajar dia, mendenda dia seratus syikal perak dan memberikan perak itu kepada ayah si gadis karena laki-laki itu telah membusukkan nama seorang perawan Israel. Perempuan itu haruslah tetap menjadi isterinya; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi. Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, aka haruslah si gadis dibawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati”.

Dan dalam kitab Ulangan (22: 22): “Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel”.

Dan juga di dalam kitab Ulangan (22: 23-24): “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati”.

  1. Derajat wanita lebih rendah dari pada laki-laki:

Korintus I (11: 3-10): “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah. Tiap-tiap laki-laki yang berdoa atau berbubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat”.

  1. Ajaran Didascalia apostolorum berkaitan dengan wanita:

Didascalia Apostolorum, pasal 3 dengan judul “Ketundukan seorang wanita kepada suaminya, dan bahwa ia harus mencintai dan berlaku sederhana” mengatakan:

“Seorang wanita haruslah patuh kepada suaminya, karena ia merupakan pemimpinnya, … wahai wanita, takutlah kalian kepada suami kalian, malulah kalian di hadapan mereka, dan berterima kasihlah hanya kepada mereka setelah Allah, dan sebagaimana yang telah kita katakan, hiburlah ia dengan pelayananmu, sehingga suamimu pun akan merangkulmu, … apabila engkau ingin menjadi wanita yang beriman dan diridhai oleh Allah, maka janganlah kamu berhias untuk laki-laki asing, dan jangan pula memakai pakaian-pakaian tipis yang hanya cocok dikenakan oleh para pezina, sehingga anda diikuti oleh laki-laki hidung belang. Walaupun kamu tidak memiliki niatan untuk berzina ketika mengenakannya, namun kamu akan tetap dianggap berdosa karena telah memakainya, sebab engkau telah membuat orang-orang mengarahkan pandangannya dan nafsu kepadamu, lantas mengapa kau tak menjaga dirimu, agar ia tidak jatuh ke dalam dosa, dan tidak membiarkan orang lain jatuh kepada keraguan (atau kecemburuan) karena sebabmu, apabila engkau sengaja melakukan hal ini, maka engkau pun akan terjatuh ke dalam dosa, karena engkau telah menjadi sebab hancurnya laki-laki tersebut. Jika kau menyeret seorang untuk berdosa sekali, nantinya orang itu akan menyeret banyak orang lainnya ke dalam banyak dosa, sebagaimana yang dikatakan oleh Bible: “Bila kefasikan datang, datanglah juga penghinaan dan cela disertai cemooh”. (Amsal: 18:3). Siapapun yang melakukan hal itu akan hancur karena dosa dan menjerumuskan jiwa-jiwa orang bodoh tanpa belas kasih. Hendaknya wanita mengetahui apa yang dikatakan oleh Bible bagi seorang yang menyebabkan fitnah di tengah manusia seperti itu, dikatakan: “Bencilah wanita-wanita yang keji melebihi kebencianmu kepada kematian, karena merekalah yang akan menjerumuskan orang-orang bodoh”, dan dalam ayat lain: “Seperti cacing yang memakan kayu, demikianlah seorang wanita yang jahat menghancurkan suaminya”, Bible juga mengatakan: “Lebih baik tinggal di ujung atap dari pada harus serumah dengan seorang wanita yang pengkhianat”. Janganlah kalian menjadi seperti mereka wahai wanita Kristen, jika kalian ingin menjadi orang-orang beriman, perhatikan lah saja suamimu seorang dan bahagiakanlah ia. Dan jika kau berjalan di tengah jalan, maka tutuplah kepalamu dengan kain, karena jika kau tutupi dirimu dengan kehormatan, maka engkau akan terjaga dari pandangan orang-orang yang buruk, jangan kau hiasi wajahmu yang telah diciptakan oleh Allah, karena pada wajahmu tidak ada satu pun yang akan mengurangi keindahanmu, sebab segala yang diciptakan oleh Allah sangatlah indah, dan tidak perlu lagi diperindah, dan segala sesuatu yang ditambahkan kepadanya, maka akan mengubah kenikmatan Tuhan. Ketika kau berjalan, arahkan wajahmu dan pandanganmu ke bawah, dan kau dalam keadaan tertutup dari setiap sisi, menjauhlah dari segala hubungan yang tidak pantas, seperti berada di satu tempat mandi bersama laki-laki, karena hal itu sering menjadi sebab terjerumus ke dalam dosa, seorang wanita beriman tak boleh mandi bersama laki-laki. Apabila ia telah menutupi wajahnya, maka ia harus menutup wajahnya dari pandangan laki-laki asing… yang harus kau lakukan jika kamu beriman, adalah menghindar dari segala sikap ingin tahu, dan segala pandangan-pandangan mata… “Sesungguhnya hidup di gurun pasir, lebih baik dari pada tinggal bersama wanita yang pengkhianat dan sering berkata keji”.

 

 

 

Bab VII

Fenomena Memukul Wanita di Tengah Masyarakat Kristen barat

Banyak musush-musuh Islam yang berusaha untuk menyebarkan syubhat seputar agama Islam, diantaranya masalah memukul wanita, mereka menggunakan jurus andalan mereka, yaitu “Gunting ajaib”, dengan membawakan penggalan ayat-ayat alquran, dan hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang menguatkan syubhat mereka, contohnya mereka menggunakan kalimat “Memukul” dalam agama Islam, namun tidak menyebutkan kalimat yang tertulis sebelum dan setelahnya, tujuannya untuk menyusupi syubhat dusta tentang agama Islam, dengan perantara tipu muslihat mereka yang sangat jauh dari hakikatn yang ada, mereka tidak membawakan bukti secara lengkap, namun hanya sepenggal saja, sehingga akan emnimbulkan kesalah pahaman dan kerancuan, tujuan mereka adalah memfitnah agama Islam, dan menampakkan kelebihan dan kemajuan yang mereka miliki dalam bergaul khususnya dengan wanita, namun sejatinya mereka tidak memperhatikan realita yang ada, seperti yang berikut:

Pertama: Sesungguhnya agama Islam adalah satu-satunya agama yang memperhatikan hubungan yang penuh cinta kasih antara dua pasangan suami isteri, Islam adalah satu-satunya agama yang melarang segala bentuk penganiayaan baik melalui perkataan maupun perbuatan, Allah ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (QS Ar Ruum: 21).

Perlu diketahui, bahwa rasa cinta dan kasih sayang ini tidak akan pernah didapat kecuali melalui hubungan yang sah secara syariat.

Kedua: Sesungguhnya agama Islam adalah satu-satunya agama yang mengkritik segala bentuk pemukulan dan penghinaan kepada wanita, juga sikap meremehkan mereka sejak 4000 tahun yang lalu, dan menganggap hal itu sebagai kehinaan bagi laki-laki yang melakukannya.

Jika kita periksa dalam kitab-kitab suci orang Nashrani, baik dalam perjanjian lama, maupun baru, tidak akan kita dapati sedikitpun petunjuk yang melarang memukul wanita.

Ketiga: Agama Islam memerintahkan untuk memperlakukan wanita dengan baik, seluruh ayat alquran, dan hadits-hadits yang berkaitan dengan hubungan antara suami dan istri, semuanya berisi anjuran untuk memperlakukan masing-masing pasangan dengan baik, Allah ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS Al Baqarah: 228).

Keempat: agama Islam menetapkan atas segala perlakuan baik kepada sesama, khususnya kepada pasangan sebagai amalan yang akan menghasilkan pahala, Rasulullah ﷺ bersabda:

ولست بنافق نفقة تبتغي بها وجه الله إلا آجرك الله بها، حتى اللقمة تجعلها في امرأتك

“Dan tidaklah kau nafkahkan hartamu karena mengharap wajah Allah-baca: Ikhlas-kecuali Allah akan membalasnya, sekalipun hanya satu suapan yang kau masukkan ke mulut isterimu”. (Muttafaq ‘alaihi).

Kelima: Islam menjadikan memukul wanita itu sebagai pengecualian, bukan sebagai peraturan, itupun dengan menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang suami sebelum ia jadikan memukul sebagai jalan keluar dari suatu masalah, sehingga memukul adalah suatu pengecualian, dan jalan keluar terakhir yang harus dilakukan demi menghindari mafsadat yang lebih besar, hal itu karena wanita tidak semuanya sama dalam setiap masa, masyarakat, dan keluarga.

Apa yang bisa digunakan untuk memperbaiki keadaan seorang wanita di suatu masyarakat, belum tentu memiliki efek yang sama bagi wanita lainnya, dari masyarakat, dan zaman yang lain, sekuat apapun usaha yang telah dilakukan, inilah bukti kesempurnaan agama Islam, karena ia memperhitungkan segala kemungkinan yang ada.

Keenam: Kasus kekerasan dalam rumah tangga merebak luas di tengah negara-negara maju saat ini, berapa banyak laki-laki Kristen yang menganiaya isterinya secara terang-terangan di hadapan orang lain, di bandara, di rumah makan, di bar, atau bahkan di jalan-jalan umum, di hadapan orang-orang yang lewat, hal ini bukan rahasia lagi, bahkan sudah sering tersebar baik melalui televisi atau radio.

Berapa banyak wanita yang tinggal di Amerika, Kanada, Eropa, dan Australia yang mendatangi kantor polisi untuk meporkan kekerasan yang dilakukan oleh suami-suami mereka, dan dakwaan ini pastinya tidak akan diakui kecuali jika terdapat bukti fisik, sebagaimana yang telah kita jelaskan, baik berupa patah tulang, atau lebam di bawah mata, atau wajah akibat pemukulan, dan bagi orang-orang yang melihat statistic resmi yang dikeluarkan kantor kepolisian yang ada di Amerika, Eropa, dan Australia pasti akan mengakui kenyataan ini.

 

Merebaknya Kasus Pemukulan Wanita

Di Tengah Masyarakat Barat

Untuk membuktikan hal itu di tengah-tengah masyarakat eropa yang mengaku sebagai bangsa yang maju dan modern, khususnya dalam masalah kemanusiaan, bukan dalam hal materi semata, sebagai berikut:

  1. Merebaknya yayasan-yayasan, baik nasional maupun swasta di negara-negara Eropa yang menangani kasus penganiayaan atas isteri, dan kekerasan dalam rumah tangga, dan semuanya kewalahan dalam menangani kasus kekerasan yang dilakukan para suami kepada isteri-isteri mereka.
  2. Berita-berita yang sering kali dibawakan oleh media-media masa, baik televisi maupun radio, yang menceritakan secara aktual kekerasan yang dilakukan oleh orang yang tinggal di sebelah rumah kepada istrinya.
  3. Pertanyaan yang sering kali diberikan kepada masyarakat barat, diantaranya:

Apakah kau pernah memukul isterimu walaupun hanya sekali?

Apakah kau pernah melihat atau mendengar bahwa ayahmu memukul ibumu?

Apakah sebelumnya kau pernah mendengar, bahwa kerabatmu pernah memukul isterinya?

Apakah sebelumnya kau pernah mendengar, bahwa tetanggamu pernah memukul isterinya?

Maksud dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah untuk membuktikan merebaknya kasus kekerasan yang dilakukan seorang suami yang beragama Kristen kepada isteri-isteri mereka baik di Eropa, Amerika, Kanada, dan Australia, karena hal ini merupakan fenomena yang sering terjadi di tengah-tengah mereka.

Pada akhirnya, seorang yang adil akan mengakui kemuliaan agama Islam, bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang memuliakan wanita, mengagungkan mereka, dan menjaga mereka dari segala hal yang mengancam kemuliaan mereka, dan senantiasa memberikan mereka kehormatannya, dan melarang dengan keras segala bentuk kedzaliman kepada mereka, Rasulullah ﷺ bersabda:

 

إني أحرج عليكم حق الضعيفين اليتيم والمرآة

“Aku menghawatirkan atas kalian dua hak orang yang lemah, anak yatim dan wanita”. (HR Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah, hadits ini juga disebutkan dalam Shahihul Jami’ no: 2447).

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] Kata ضرب ( memukul ) dalam bahasa arab sering digunakan sebagai predikat dan objeknya adalah permisalan, maksudnya: memberikan sebuah permisalan.