Hukum Syariat dalam Agama Islam, Kristen, dan Yahudi

Hukum Syariat dalam Agama Islam, Kristen, dan Yahudi

Hukum Syariat dalam Agama Islam, Kristen, dan Yahudi
الشريعة في الإسلام والنصرانية واليهودية باللغة الإندونيسية


Ditulis oleh:
Syeikh/ Ahmad al-Amir

Dikoreksi oleh:
DR. Abd Rahman bin Abd al-Karim as-Syeehah

Penerjemah:
EUROPEAN ISLAMIC RESEARCH CENTER (EIRC)
المركز الأوروبي للدراسات الإسلامية
& Muhammad Fikri Aziz
Editor:
Siti Hanna Ghina Maisun
 

WWW.ISLAMLAND.COM

 


Daftar Isi
Pendahuluan
Bab I
Pengertian Syariat dari Segi Bahasa (Etimologi), dan Kesalahan Media dalam Mengartikannya.
Tujuan Dibentuknya Hukum (Undang-Undang).
Hukum Abadi dan Membuat-Buat Hukum.
Ketidakstabilan Hukum Buatan Manusia.
Sanksi yang Tidak Efektif dalam Hukum Buatan Manusia.
Kejahatan yang Dikodifikasikan Dalam Hukum Buatan Manusia.
Bab II
Syariat Islam, Tujuannya, dan Hukuman di Dalamnya.
Tuntutan untuk Menegakkan Syariat Islam di Negara-Negara Barat Non - Muslim.
Bab III
Mana Hukuman yang Paling Menjerakan Pelaku Kesalahan dan Hukuman yang Paling Mengasihinya juga Orang Lain? Hukum Islam atau Hukum Buatan Manusia?
Hukum Membalas Orang yang Menyerang dan Hukum Membela Diri.
Bab IV
Poligami, Gonta-Ganti Pacar, Gonta-Ganti istri, dalam Pandangan Hukum Buatan Manusia.
Bab V
Perbedaan Antara Syariat Islam dan Demokrasi.
Syariat Islam dan Kebebasan Berpendapat.
Bab VI
Jihad dan Kebebasan Berkeyakinan dalam Syariat Agama Islam.
Jihad dalam Kitab Suci.
Bab VII
Syariat Agama Islam dalam Menanggulangi Radikalisme.
Syariat Agama Islam dalam Menganggulangi Rasisme.
Bab VIII
Contoh Syariat Agama Kristen dan Yahudi dari Kitab Suci Mereka.
Penutup
Pendahuluan
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Manusia adalah salah satu makhluk Allah, mereka adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari dunia yang amat luas ini, mereka memiliki peran dan tugas yang terbatas, jika mereka melenceng sedikit saja dari peran yang telah ditentukan oleh kitab-kitab langit yang telah diturunkan kepada mereka, niscaya hal itu akan mengakibatkan kekeliruan di dunia ini.
Hal ini benar-benar bisa disaksikan dan dirasakan, ketika manusia melakukan apa yang dilarang, dan meninggalkan apa yang telah diperintahkan atas mereka, serta menuruti nafsu dan syahwat mereka, saat itu akan muncul kerusakan yang menimpa langit dan bumi, mulai dari merebaknya penyakit-penyakit yang belum pernah didengar oleh orang-orang sebelum mereka, banyaknya peperangan yang akan menghabisi ladang dan keturunan, dan munculnya masalah-masalah yang menimpa lingkungan hidup mereka seperti pencemaran lingkungan dan pemanasan global –yang jika hal tersebut terus menerus terjadi akan merubah bumi menjadi sebuah planet yang tidak lagi bisa dijadikan tempat tinggal bagi manusia–, semua ini merupakan hasil dari ulah tangan manusia, seperti percobaan nuklir, eksploitasi sumber daya, dan pabrik-pabrik yang bekerja melebihi apa yang dibutuhkan, semua ini dilakukan semata-mata hanya untuk mencari keuntungan materiil, demi memuaskan nafsu dan syahwat manusia, walau pun itu harus mengorbankan saudara-saudara mereka sesama manusia, mereka akan mengenakan pakaian, tak peduli walaupun saudaranya telanjang, mereka akan menikmati semuanya, tak peduli walau saudaranya harus mati, maka Maha Benar Allah Yang Maha Agung, Ia berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Ruum: 41).
Allah ta’ala menjelaskan, bahwa manusia tidak diciptakan secara sia-sia, dan ditinggalkan begitu saja, Allah berfirman:
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ. فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ.
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (QS al-Mukminuun: 115-116).
Allah juga menjelaskan, bahwa hikmah dari pencipataan mereka di dunia ini adalah untuk menjadi pemimpin di dunia, dari generasi ke generasi, untuk beribadah kepada Allah, satu-satunya tiada sekutu bagiNya, Dia lah tuhan yang sebenarnya tidak butuh akan peribadatan mereka, namun semata-mata hanya untuk menguji mereka, siapa diantara mereka yang paling baik amalannya, Allah ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku, aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS ad-Dzaariyaat: 56-58).
Allah pun menjelaskan sumber energi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, yang tanpanya jasad-jasad mereka tak akan hidup, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS al-Baqarah: 172).
Sebagaimana Allah juga menjelaskan kepada mereka sumber energi yang tanpanya ruh-ruh mereka tak akan hidup, jiwa mereka tak akan tenang tanpa keimanan, dan tak akan pernah nyaman tanpa beribadah kepada Tuhan yang menciptakannya, juga tak kan pula tentram tanpa mempraktekkan syariatNya, Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.
“(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’ad: 28).
Agar manusia bisa merealisasikan penyembahan kepada Allah, sebagai satu-satunya Tuhan, Allah kirimkan kepada mereka para utusan, agar mereka bisa mencontohnya, Allah turunkan kepada mereka kitab-kitab (syariat) agar mereka mendapat hidayah dengannya, agar kitab-kitab itu menjadi pelita yang akan menunjukkan mereka kepada jalan kebajikan, dan melarang mereka dari keburukan, juga mengatur perkara-perkara kehidupan mereka, sehingga mereka menggunakan jasad dan ruh mereka untuk melaksanakan tujuan dari penciptaannya, Allah ta’ala berfirman:
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS al-Baqarah: 213).
Utusan yang terakhir adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang dengannya Allah menutup para RasulNya, dan dengannya pula Allah sempurnakan agamanya, beliau datang dengan membawa agama yang mencakup syariat (hukum) ilahi yang universal, luas cakupannya, dan cocok untuk dikerjakan di setiap waktu dan tempat, syariat yang akan mengatur kehidupan manusia, dan membuat mereka bahagia di dunia dan di akhirat, berbahagialah orang yang mengambil syariat tersebut, dan celakalah orang yang menolaknya, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا. وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا. وَيَدْعُ الْإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ ۖ وَكَانَ الْإِنسَانُ عَجُولًا.
”Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih, dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS al-Israa: 9-11).
Inilah syariat agama Islam, yang dengan keluasannya, keuniversalannya, dan kebaikannya, mampu menyelesaikan segala permasalahan manusia, hal ini telah diakui oleh orang-orang yang berlaku adil dari kalangan non-Muslim, khususnya para orientalis, kebenaran adalah apa yang dipersaksikan oleh musuh, di mana lisan-lisan mereka mengucapkan kebenaran yang tidak bisa mereka tutup-tutupi, kami akan sebutkan ucapan mereka supaya hal itu menjadi argument bagi orang-orang yang mengikuti mereka, bisa jadi kata-kata ini sampai kepada orang-orang yang hatinya bersih dari sikap fanatisme dan taklid buta, sehingga ia bisa mengatahui hakikat yang selama ini tidak mereka dapatkan mengenai syariat yang indah ini, kemudian hati mereka menjadi yakin akan kebenarannya.
William Montegmery Watt mengatakan : “Petunjuk-petunjuk alquran yang sangat erat berkaitan dengan Arab, tidak lantas menghalangi Islam untuk menjadi tren universal, atau Islam memiliki sifat universal, atau risalah agama Islam, yang pada awalnya ditujukan kepada penduduk Makkah dan Madinah, memiliki kandungan hukum yang sifatnya universal”.
Ia juga berkata: “AlQuran diterima dengan luas, terlepas dari bahasa yang digunakannya, karena ia memiliki hubungan dengan setiap permasalahan manusia”.
Ia juga berkata: “Islam sendiri telah membuktikan, bahwa ia merupakan agama yang berbeda dengan dua agama sebelumnya (Yahudi dan Kristen), dan kami katakan dengan jujur: ‘Sesungguhnya agama Islam benar-benar mengungguli kedua agama itu, dan lebih tinggi derajatnya dari pada keduanya!’.
Syariat agama Islam sangatlah berbeda dengan hukum apapun, hukum yang dimiliki Islam sangatlah unik, karena sesungguhnya syariat Islam adalah sejumlah perintah ilahi yang diturunkan demi mengatur kehidupan setiap Muslim dari segala sisi kehidupan”.
Inilah agama kami, dan inilah syariat kami, yang kami harapkan semua manusia bisa memeluk agama ini, karena agama dan syariat ini tidaklah diturunkan melainkan untuk mereka, dan sebagai rahmat bagi mereka, maka kami sampaikan kepada setiap orang yang membaca kitab ini dari kalangan non-Muslim firman Allah ta’ala:
وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم.
“Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (QS Muhammad: 38).

    DR. Abd Rahman bin Abd Karim asSyeehah

 

 

 

 

 


Bab I
Pengertian Syariat dari Segi Bahasa (Etimologi).
•    Kesalahan Media dalam Mengartikan Kalimat “Syariat”.
•    Tujuan dari Diberlakukannya Hukum.
•    Hukum Abadi dan Hukum Buatan.
1.    Kegagalan Hukum Buatan Manusia dalam Menyelesaikan Kriminalitas.
2.    Pentingnya Keberadaan Syariat Ilahi.
3.    Hukum Buatan Manusia dan Hukum Rimba.
•    Ketidakstabilan Hukum Buatan Manusia.
1.    Euthanasia.
2.    Jual Beli Narkoba.
3.    Hukum Mati.
•    Sanksi yang Tidak Efektif dalam Hukum Buatan Manusia.
1.    Doktrin “Pengorbanan Manusia” dalam Undang-Undang Buatan Manusia
•    Kejahatan Yang Dikodifikasikan dalam Hukum Buatan Manusia.

 


Pengertian Syariat dari Segi Bahasa (Etimologi)
Dalam bahasa Arab, syariat berarti, undang-undang, cara, ataupun jalan. Yang dimaksud dengan syariat (hukum) rimba adalah, hukum yang menetapkan bahwa yang kuat adalah yang menang, syariat-syariat (hukum-hukum) gereja adalah undang-undang yang telah ditetapkan untuk gereja dan hal-hal yang berkaitan dengannya, syariat Hamurabi adalah undang-undang yang telah ditetapkan oleh raja Hamurabi penguasa kerajaan Babil kuno, dan syariat para Fira’aun adalah undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan bangsa Mesir kuno untuk mengatur negara mereka.
Adapun jika kata syariat disandingkan dengan kata “Agama” baik Yahudi, Kristen, ataupun Islam, maka maksudnya di sini adalah, peraturan yang telah ditetapkan Allah bagi manusia, yang terdiri dari aqidah (keyakinan), hukum-hukum, dan undang-undang yang mengatur segala urusan duniawi mereka, yang akan menuntun mereka kepada kebahagiaan di akhirat kelak, perlu diketahui, bahwa yang kami maksud dengan syariat agama Yahudi dan Kristen di sini adalah syariat asli, yang telah Allah turunkan kepada kedua Nabi-Nya, yaitu Musa dan Isa alaihimas shalatu was salam, sebelum kedua syariat tersebut diubah oleh manusia, dan kedua syariat tersebut telah dihapus dan digantikan oleh syariat agama Islam, yang senantiasa Allah jaga dari perubahan dan penyelewengan, Allah ta’ala berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS alMaidah: 48).

Kesalahan Media dalam Mengartikan Kalimat Syariat
Kata “Syariat” jika diterjemahkan ke dalam bahasa lain, maka artinya adalah “hukum”, inilah arti asalnya, dan inilah terjemahan yang benar, akan tetapi beberapa media barat yang memang sejak awal didirikan demi merusak citra agama Islam dan syariatnya yang mulia, mereka mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk menyesatkan manusia dan menjauhkan mereka dari agama ini, dengan cara menyalahartikan kalimat “Syariat Agama Islam”.
Ketika mereka memaparkan suatu topik yang memiliki kaitan dengan syariat Islam, mereka tidak mengartikan kata “Syariat” dengan arti yang benar dalam bahasa mereka, yaitu “Hukum (Law)”, akan tetapi mereka menulisnya dengan kata “Syariat” saja sebagaimana ia disebutkan dalam bahasa Arab, mereka menulisnya dengan cara mentranskrip suara saja, mereka menulis kata “Syariat” dengan huruf latin, dan membacanya layaknya kata “Syariat” dalam bahasa Arab!!
شريعة = Sharia / Sharia = Law / Sharia Law =Law Law.
Dan alasan mengapa mereka tidak menerjemahkan kata “Syariat” dengan “Hukum Islam”, karena kata “Hukum” menunjukkan sesuatu yang menertibkan dan mengatur perkara-perkara manusia, maka media-media yang menyesatkan ini mencoba untuk membedakan antara kata “Hukum” dan kata “Syariat”, dan memisahkan kedua kata ini, mereka berusaha mengesankan di otak setiap orang yang mendengar kata “Syariat” bahwa kata tersebut menggambarkan budaya Barbar yang tidak beraturan, dan tidak mampu mengatur kebutuhan manusia. Sebaliknnya, ketika mereka menerjemahkan kata “Syariat Musa”, mereka akan menerjemahkannya “Hukum Musa”, dan ketika mereka menerjemahkan kata “Syariat-syariat gereja”, mereka akan menerjemahkannya “Hukum-hukum gereja” dan seterusnya!!
Sebagaimana ketika mereka membuat sebuah dokumenter tentang syariat Islam, mereka akan memalingkan kamera-kamera mereka dari kaum Muslimin yang ada di seluruh penjuru dunia, yang jumlahnya mencapai 2 milyar Muslim, lalu pergi membawa kamera-kamera mereka dalam suatu perjalanan jauh melewati samudra dan benua sampai ke pegunungan Kandahar, dimana di situ tinggal satu suku yang paling miskin, padahal jumlah mereka tidak sampai sekian ribu orang saja, mereka tidak memiliki sesuatu untuk dimakan, dan tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan, bahkan mereka juga tidak memiliki ketersediaan air bersih yang memadai, namun sayangnya, media-media itu bukannya mengajak seluruh dunia untuk memberikan bantuan kemanusiaan untuk mereka, mereka malah memberitakan kepada dunia bahwa itu adalah potret kehidupan seorang Muslim, dan seluruh perilaku yang mereka tunjukkan mewakili Islam!!
Di waktu yang bersamaan, mereka menggambarkan orang-orang Nasrani sebagai masyarakat modern, yang memiliki pendidikan tinggi, dan kemajuan teknologi, mereka berusaha untuk menggambarkan bagi seluruh dunia, akan ketertinggalan kaum Muslimin, yang mana hal itu karena mereka mengikuti ajaran agama Islam, dan menggambarkan kemajuan orang-orang Nasrani, yang mana hal itu karena mereka mengikuti ajaran-ajaran Kristen!!
Media-media itu lupa, atau pura-pura lupa, bahwa seorang yang ingin membandingkan antara kehiduan suatu masyarakat Muslim yang ada di pegunungan Kandahar, dengan suatu masayarakat Kristen, harusnya ia membandingkannya dengan masyarakat-masyakat Kristen yang miskin pula yang tersebar di seluruh negara Eropa!! Dimana banyak sekali negara Eropa yang merasa kesulitan untuk mengajak orang-orang Rom (Gipsy) untuk menetap di satu tempat tinggal, namun mereka menolak menetap di satu tempat tertentu karena mereka lebih memilih kehidupan nomaden.
Orang-orang suku Gipsy ini sering kali mendapatkan diskriminasi dan didzalimi di negara mereka sendiri, namun semua ini pura-pura dilupakan oleh media, mereka memalingkan kamera-kamera mereka dari fakta ini untuk menutup-nutupinya dari dunia, kalaulah suku Gipsy itu beragama Islam, niscaya seluruh media sudah mengarahkan kameranya kepada mereka dan mengatakan bahwa mereka adalah potret agama Islam, dan ajaran syariat Islamlah yang telah membuat mereka hidup nomaden, pindah dari satu tempat ke tempat lain!!
Sebagaimana media juga lupa menggambarkan kepada kita ulama-ulama Muslimin yang ada saat ini, baik yang ada di Eropa, Amerika, Australia, Asia, atau Afrika, yang telah menuntun dunia dalam banyak bidang, baik keilmuan, ekonomi, atau politik, belum lagi ulama-ulama Muslimin terdahulu, yang telah menerangi dunia dengan ilmu mereka, di masa yang dikenal di Eropa sebagai abad pertengahan atau masa-masa kelam, ketika itu Eropa berada dalam keterpurukan dalam setiap aspek, sejak sekitar tahun 400 M sampai tahun 1400 M, saat itu gereja memerangi setiap hal yang memiliki hubungan dengan ilmu dan ulama, sampai seorang sejarawan Inggris Edward Gibbon mengatakan ucapannya yang terkenal mengenai masa itu: “Seribu tahun terjerembab dalam barbarisme dan agama” .
Dalam syariat agama Islam, setiap Muslim diperintahkan untuk mengklarifikasi setiap berita yang sampai kepada mereka, dan tidak boleh menetapkan sebuah hukum melainkan setelah memastikan kebenaran kabar tersebut, inilah yang kita harapkan untuk dilakukan pula oleh orang selain kita, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS alHujurat: 6).

Tujuan Dibentuknya Hukum (Undang-Undang).
Satu-satunya tujuan dari ditetapkannya hukum, dan ditulisnya undang-undang adalah, demi mengatur kehidupan manusia, baik dari segi sosial, ekonomi, politik dll, juga untuk menerangkan hak dan kewajiban masing-masing orang dalam suatu masyarakat, baik kepada dirinya, orang lain, atau kepada masyarakat pada umumnya, dan menetapkan batasan-batasan bagi kebebasan setiap orang, karena kebebasan seorang manusia bukanlah kebebasan yang mutlak, akan tetapi terbatas dengan hak-hak ornag lain, dengan kata lain, kebebasan tersebut tidak sampai mencederai kebebasan individu dan hak orang lain, jika sampai itu terjadi, maka itu dianggap sebagai suatu tindak kriminal, oleh karena itu setiap hukum dan undang-undang menetapkan hukuman bagi orang yang mencederai hak orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka timbangan kesuksesan atau kegagalan suatu hukum adalah sejauh apa ia bisa merealisasikan tujuan-tujuan yang tadi disebutkan, dan menyediakan hukuman yang senantiasa menjaga keberadaan hukum tersebut dan diberikan kepada orang yang menyalahinya, perlu diketahui, tidak mesti tujuan dari hukuman tersebut adalah sebatas melukai orang yang melakukan kesalahan saja, akan tetapi hukuman yang diberikan haruslah memiliki tujuan demi merealisasikan perkara-perkara berikut:
1.    Mengoreksi kesalahan, sebagaimana yang terdapat pada hukuman berupa kewajiban membayar ganti rugi bagi orang yang dirugikan.
2.    Mengevaluasi orang yang melakukan kesalahan, juga memberikannya suatu keahlian tertentu, sehingga ia bisa menjadi orang baik yang senantiasa diterima oleh masyarakat.
3.    Memberikan efek jera bagi orang yang melakukan kesalahan, supaya ia tidak mengulangi kesalahan yang sama atau yang lainnya lagi.
4.    Memberikan efek jera bagi orang lain: supaya mereka tidak mengikuti perilaku orang yang bersalah tadi, setelah mereka melihat hukuman yang didapatkannya.

Hukum Abadi dan Hukum Buatan
Kegagalan Hukum Buatan Manusia dalam Menanggulangi Kriminalisme
Dalam kehidupan kita saat ini, kita banyak mendapati lembaga-lembaga hukum, badan-badan peradilan, perguruan-perguruan tinggi hukum, parlemen lokal dan internasional, juga dewan-dewan konsultatif, ditambah lagi pasukan-pasukan penegak hukum seperti jaksa, hakim, para ahli hukum konstitusional, arbiter internasional dll, belum lagi ditambah keberadaan pasukan kepolisian, dan juga jutaan narapidana dan tahanan, kita juga mendapati banyak sekali usaha untuk menciptakan suatu hukum yang bisa merealisasikan tujuan yang tadi kita sebutkan, namun apakah kita sudah bisa menciptakan hukum tersebut yang bisa menahan seseorang untuk tidak mendzalimi hak orang lain?!! Atau sampai sekarang kita masih hidup di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan tindak kriminal yang terjadi di banyak negara di dunia?? Atau dengan kata lain, apakah hukum-hukum buatan manusia berhasil membuahkan dunia yang aman, atau bisakah ia memberantas tindak kriminal dan masalah-masalah yang kita hadapi, yang semakin hari, semakin bertambah?!! Kalau begitu, dunia ini sangat membutuhkan suatu hukum yang bisa merealisasikan hal tersebut, akan tetapi bagaimana caranya?
Pentingnya Keberadaaan Hukum (Syariat) Ilahi
Bukankah pada zaman dahulu kala, tidak didapati lembaga-lembaga hukum, peradilan, atau pengawasan yang bertugas untuk merumuskan hukum dan mempraktekkannya demi mengatur kehidupan manusia?!! Kalau begitu, maka kemungkinannya Allah telah menurunkan suatu hukum ilahi yang menertibkan dan mengatur segala kebutuhan manusia, sehingga tidak dibutuhkan para ahli hukum untuk memperbaharui atau mengembangkan hukum tersebut, atau mungkin yang dipakai dahulu kala adalah hukum rimba, yang kuat memakan yang lemah!!
Diantara tanda keadilan dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah dengan cara menurunkan syariat (hukum) kepada mereka, hukum tersebut tidak berubah dengan berubahnya zaman ataupun tempat, suatu tindak kriminal menurut hukum tersebut tetap dianggap sebagai tindak kriminal, tidak akan pernah berubah menjadi kebaikan, yang benar menurut hukum tersebut tetap dianggap benar, tidak mungkin menjadi salah, seluruhnya memiliki derajat yang sama dihadapan syariat, adapun peraturan-peraturannya bisa berubah-ubah antara satu masa ke masa yang lain, melalui perantara para Rasul yang diutus oleh Allah untuk menunjukkan manusia dan menuntun mereka kepada syariat Allah yang mengatur segala kebutuhan hidup mereka, setelah orang-orang Yahudi merubah syariat yang diturunkan kepada mereka, Allah utus kepada mereka Nabi Isa untuk memperbaharui syariat Allah bagi mereka, dan setelah orang-orang Nasrani meninggalkan dan merubah syariat yang diturunkan kepada mereka, Allah tutup syariat ilahi dengan diutusnya Muhammad صلى الله عليه وسلم, Allah utus dirinya dengan syariat yang sesuai dan baik untuk diterapkan di setiap zaman dan setiap tempat, syariat tersebut tidak akan berubah selamanya, dialah syariat penutup, Allah ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ.
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS alJatsiyah: 18).
Hal itu nampak dari keseimbangan antara hukuman dan kesalahan yang ditentukan dalam syariat, ia jadikan hukuman yang berat bagi kesalahan yang akan menghasilkan bahaya dan efek buruk yang sangat besar bagi masyarakat, syariat yang tidak tunduk di hadapan hawa nafsu dan kemunafikan, yang memperlakukan setiap orang yang berhak mendapat hukuman dengan sama, yang tidak akan gugur dari orang yang memiliki kedudukan atau kekuasaan yang tinggi di tengah manusia hanya karena kekuasaannya, tidak juga dari orang kaya karena kekayaannya, hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم:
“Sesungguhnya yang membuat orang-orang sebelum kalian binasa, bahwa jika orang yang memiliki kedudukan mulia diantara mereka mencuri, mereka akan membiarkannya, namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah, mereka akan tegakkan hukuman atasnya, sungguh demi Allah, jikalah Fatimah binti Muhammad mencuri, aku akan potong tangannya”. (HR Bukhari).
Hukum Buatan Manusia dan Hukum Rimba
Faktanya, hukum buatan manusia saat ini hanyalah bentuk lain dari hukum rimba, hal itu karena beberapa orang yang ada di parlemen atau orang-orang yang ditetapkan untuk merumuskan hukum adalah orang-orang rusak, yang tamak akan kekuasaan dan kekayaan, sehingga mereka menetapkan suatu undang-undang yang lahirnya terlihat baik, namun nyatanya hanya ditetapkan demi kebaikan mereka, dan memanfaatkan rakyat jelata untuk meraih tujuan-tujuan mereka!! Oleh karena itu Allah, Tuhan yang telah memberikan kenikmatan kepada kita, telah menurunkan suatu hukum yang adil dan bijaksana, yang tidak membedakan antara orang yang terhormat dan rakyat jelata, antara si kaya dan si miskin, si putih dan si hitam, atau kasta tertentu dan kasta yang lainnya, dia adalah undang-undang yang jauh dari hawa nafsu, kedzaliman, dan ketamakan!! Allah ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS alMaidah: 50).

Ketidakstabilan Hukum Buatan Manusia
Seorang yang memperhatikan proses perumusan hukum dan undang-undang, ia akan dapati bahwa hukum dan undang-undang tersebut hanya sebatas buatan manusia yang sewaktu-waktu butuh direvisi, dimana ketetapan undang-undang yang ada tidak bisa bertahan sepanjang waktu, bisa jadi sesuatu yang dianggap sebagai bentuk kriminal di masa tertentu, berubah menjadi perbuatan yang baik di masa berikutnya, ataupun sebaliknya, contohnya, baju renang yang dikenakan wanita di Amerika pada tahun 1850 dan 1920 berbentuk baju panjang yang menutup seluruh tubuhnya, jika wanita yang ada saat itu mengenakan pakaian renang wanita yang dikenakan pada zaman ini, sudah pasti dia akan ditangkap dan dihukum, sebagaimana hukum buatan ini berubah-ubah seiring berubahnya zaman, hukum ini pun bisa berubah dari satu tempat ke tempat lain, contohnya, hukum yang ada di negara-negara Uni Eropa, setiap negara memiliki hukum yang berbeda dengan negara yang lainnya walaupun berada di satu kesatuan daerah, bahkan di satu negara sekalipun seperti Amerika Serikat, hukum yang ada di satu bagian negara berbeda dengan hukum yang ada di bagian negara yang lainnya, oleh karena itu, bisa disimpulkan, bahwa hukum buatan manusia dibuat sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu politikus yang merumuskannya bagi manusia, diantara contoh hal tersebut adalah:
Eutanasia.
Yang hakikatnya adalah bunuh diri dengan bantuan orang lain, hal ini terbagi menjadi tiga macam:
1.    Euthanasia sukarela: yaitu yang dilakukan atas persetujuan dari pasien, hal ini diakui undang-undang di beberapa negara di Eropa dan Amerika.
2.    Euthanasia non sukarela: yaitu yang dilakukan tanpa persetujuan pasien, seperti aturan yang ada di Belanda untuk membunuh anak-anak yang baru lahir dalam keadaan tertentu sesuai dengan protokol Groningen .
3.    Euthanasia paksaan: yaitu yang dilakukan atas perlawanan dari kehendak sang pasien.
Kesimpulannya, ada beberapa orang yang mendukung Euthanasia, dan ada pula yang menentangnya, masing-masing memiliki dalil dan alasan, beberapa negara mengesahkan Euthanasia dalam undang-undang mereka, sementara sebagian yang lain menganggapnya sebagai tindak kriminal.
Ada beberapa kasus euthanasia yang dianggap sebagai pembunuhan, misalnya kasus yang dialami dr. Nigel Cox, beliau menyuntikkan kepada pasiennya Lilian Boyes potassium chlorice yang berbahaya demi menghentikan detak jantungnya, ia beralasan bahwa hal tersebut ia lakukan demi mengurangi rasa sakit yang diderita pasiennya itu, pengadilan telah menetapkan hukuman baginya selama satu tahun, dan setahun berikutnya beliau diberi izin untuk membuka praktek kedokterannya kembali seakan tak pernah terjadi kasus apapun.
Jual Beli Narkoba.
Ada beberapa negara Eropa yang melegalkan jual beli dan penggunaan narkoba dengan syarat dan takaran tertentu dalm undang-undang mereka, sementara itu di beberapa negera Eropa lainnya, penjualan dan penggunaan narkoba sangatlah dilarang, dan anehnya, ada satu negara yang melegalkan penjualan narkoba, akan tetapi hanya bagi warga negaranya saja, sementara para turis dilarang untuk menggunakannya, hal itu demi membatasi masuknya narkoba dari negara lain, keputusan ini ditentang oleh mayoritas pemilik kafe yang menjajakan narkoba di negara tersebut, mereka mengatakan bahwa hal itu bisa menekan angka penjualan dan pemasukan mereka.
Hukuman Mati.
Ada beberapa negara-negara di Eropa dan Amerika yang menentang adanya hukuman mati, sementara itu ada pula negara-negara baik di Eropa dan Amerika yang masih mempraktekkan hukuman ini.
Jika seperti itu: manakah ketetapan pasti yang bsia kita jadikan timbangan untuk menentukan mana perbuatan yang dianggap sebagai tindak kriminal dan mana yang bukan?! Mana yang benar dan mana yang salah?!
Kesimpulan: seluruh orang yang berakal sepakat, bahwa kebenaran hanyalah satu, dan kebenaran tersebut tidaklah berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat, begitu juga dengan etika, kebajikan, keburukan dan dosa tetaplah sama, tidak berubah seiring dengan berubahnnya tempat dan waktu, selamanya tidak mungkin suatu kebaikan berubah menjadi keburukan ataupun sebaliknya!!

Sanksi yang Tidak Efektif dalam Hukum Buatan Manusia
Ketika memperhatikan hukum yang telah ditetapkan sepanjang sejarah, sebagaimana hukum yang ada di peradaban Fir’aun, Cina, India, Yunani, Romawi kuno, atau hukum yang ada di suku suku Afrika dan Indian, kita akan dapati bahwa hukum yang mereka tetapkan adalah sia-sia, hukuman-hukuman yang ada saat itu mereka tetapkan secara semabarang atas terdakwa, seperti contohnya hukuman mati yang ditetapkan hanya karena sebab sepele, dan berbagai macam cara penyiksaan yang dilakukan kepada orang yang divonis hukuman mati, terkadang mereka didipenggal dengan menggunakan guillotine, sebagaimana yang terjadi pada raja Louis XVI pada tahun 1793, terkadang dengan cara memancung kepalanya menggunakan kapak, lalu memotong-motong jasadnya menjadi empat bagian, sebagaimana yang terjadi pada sir Thomas Armstrong di Britania Raya pada tahun 1684, terkadang dengan cara mengeluarkan isi perutnya dan memotong-motong tubuhnya hidup-hidup, kemudian mencabut jantungnya lalu dipenggal kepalanya, sebagaimana yang terjadi pada Balthasar Gerard tahun 1584 di Belanda, terkadang dengan menyembelihnya menggunakan pisau, menyalibnya diatas kayu lalu membakarnya hidup-hidup, sebagaimana yang dipraktekkan oleh inkuisisi Spanyol, Portugal, dan Romawi dibawah pengawasan para imam, terkadang dibunuh dengan cara dilempar hidup-hidup ke sekelompok singa yang kelaparan di tengah colosseum, memanggangnya hidup-hidup di dalam besi panas, disula, dan terkadang membunuhnya dengan cara disetrum menggunakan kursi listrik, sebagaimana yang terjadi pada Lynda Lyon Block tahun 2002 di Amerika Serikat, terkadang dengan cara ditenggelamkan, sebagaimana yang terjadi pada para revolusioner di Perancis pada tahun 1793, terkadang dibunuh dengan cara dihancurkan kepalanya menggunakan pemukul besi atau dengan cara menimpakan batu besar ke dadanya, sebagaimana yang dilakukan kepada Giles Corey di tahun 1692 di Amerika Serikat, dan terkadang dengan cara melemparnya ke dalam minyak panas, seperti yang dilakukan kepada Richard Rice, pada tahun 1531 di Britania Raya, terkadang dibunuh di dalam ruangan yang penuh dengan gas beracun, dikubur hidup-hidup, seperti yang dilakukan oleh pasukan Jepang pada rakyat Nanking dalam pembantaian Nanking di perang dunia kedua, terkadang dengan cara membelah badannya menjadi dua dengan gergaji besi, terkadang dengan cara digantung, lalu dipenggal dan dipancung kepalanya menggunakan pisau, sebagaimana yang dilakukan pada Geremia Brandreist di tahun 1817, terkadang dengan mengikat tubuhnya ke empat kuda sampai tubuhnya robek menjadi empat bagian sebagaimana yang dilakukan para penjajah Spanyol kepada Tupac Amaru di Peru pada tahun 1781, terkadang dengan cara mengulitinya hidup-hidup secara perlahan-lahan, sebagaimana yang terjadi pada Joseph Marchand tahun 1835 di Vietnam, dan terkadang dengan cara dihukum gantung, ditembak, dan cara-cara keji lainnya yang terkadang mereka lakukan tanpa berlandaskan undang-undang!!!
Oleh karena itu hukum ilahi adalah hukum yang penuh rahmat, ia tidak menetapkan hukuman secara semena-mena, dan tidak pula membiarkan kita mengikuti hawa nafsu para penguasa dan perumus undang-undang, bahkan kepada hewan sekalipun, syariat Islam mewajibkan para pengikutnya untuk berbuat baik kepada mereka ketika hendak menyembelihnya untuk dimakan, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh, maka bunulah dengan cara yang baik, dan apabila kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, hendaknya kalian menajamkan mata pisaunya, dan membuat tenang hewan sembelihannya”. (HR Muslim)

Doktrin “Pengorbanan Manusia” dalam Undang-Undang Buatan Manusia.
Masyarakat Amerika tengah, yaitu suku Aztec, memiliki keyakinan tentang pengorbanan manusia, hal itu berlangsung sejak abad 14 sampai abad 16 Masehi, suku Aztec berkuasa di daerah yang sekarang dikenal dengan negara Meksiko, dimana para pemuka agama akan menghadirkan manusia yang akan dijadikan korban, mereka akan diletakkan di atas batu besar, lalu kemudian seorang pemuka agama akan membelah dadanya hidup-hidup, dan mengeluarkan jantungnya, lalu ia mengangkat jantung korbannya tersebut tinggi-tinggi ke langit demi mendapat keridhaan dewa matahari yang mereka sebut dengan Huitzilopocthli –Na’udzubillah–, atau demi mendapat keridhaan dewa hujan yang mereka sebut dengan Tlaloc, atau demi mendapat keridhaan dewa api yang mereka sebut dengan Huehuetoetl, untuk dewa ini mereka akan mengadakan upacara keagamaan dengan cara melemparkan korban hidup-hidup ke tengah api, dan sebelum sang korban mati, mereka akan mengeluarkannya dari api, lalu membelah dadanya, dan mengeluarkan jantungnya.
Dan diantara keyakinan suku tersebut, bahwa dewa yang bernama Xipe Totec, ia telah menguliti kulitnya sendiri demi memberikan manusia kesuburan, oleh karena itu ia senantiasa meminta manusia untuk mengorbankan kulitnya demi mengganti kulit sang dewa yang telah dikuliti, dan untuk hal itu, para pemuka agama akan mengadakan acara penghormatan kepada dewa tersebut dengan cara menguliti manusia, kemudian mereka akan mengenakan kulit korbannya tersebut sebagai pakaian selama dua puluh hari, lalu setelahnya ia akan melemparkan kulit tadi ke api!!
Banyak sekali contoh pengorbanan manusia yang terjadi di Afrika, contohnya perayaan tahunan yang diadakan di kerajaan Dahomey, yang saat ini dikenal dengan Republik Benin di Afrika Utara, mereka akan mendatangkan para tahanan dan tawanan perang, lalu menyembelihnya sebagai bagian dari upacara perayaan, mereka juga akan membunuh ribuan tawanan saat raja mereka mati, pada tahun 1727 M mereka telah membunuh 4000 orang dalam satu hari!!
Di peradaban Cina kuno, para budak akan dikubur hidup-hidup ketika tuan mereka mati, dan di tahun 621 SM raja Mu penguasa daeran Qin wafat, lantas 177 budaknya pun ikut dikubur hidup-hidup bersamanya.
Dan di suku Slavic, di abad ke-12, mereka mengorbankan seluruh tawanan perang mereka sebagai persembahan bagi tuhan mereka yang disebut Perun.
Di negara-negara timur Asia, yang penduduknya banyak menganut keyakinan Budha, di zaman ini kita bisa dapatkan di internet, betapa kejinya perlakuan mereka, di setiap awal tahun Cina, beberapa orang Budha akan mendatangkan seorang gadis, setelah mereka meminta izin dari kedua orang tuanya, lalu mereka akan memandikan gadis tersebut, membersihkannya, lalu mengikat kedua tangannya ke belakang, kemudian menusuk lehernya menggunakan pisau sebagaimana mereka menikam seekor babi, mereka juga menaruh bejana di bawah leher gadis tersebut sehingga darahnya tidak jatuh keluar dari bejana, kemudian mereka akan memotong-motong jasad gadis tadi lalu membagikan dagingnya kepada orang-orang faqir!!
Ini adalah beberapa gambaran dari hukum dan keyakinan bodoh yang tidak sesuai dengan akal sehat, bisa dikatakan tidak ada satu peradaban pun atau negara yang selamat dari keyakinan yang keji ini, keyakinan untuk mengorbankan manusia demi mendapatkan keridhaan para dewa, barang siapa yang ingin mencari tau lebih banyak lagi maka ia bisa mencari di sejarah pengorbanan manusia yang ada di dunia ini, agar ia bisa melihat sendiri bagaimana hal itu bisa tersebar di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Australia, Afrika, dan Asia!!
Kitab perjanjian lama telah menyebutkan kebiasaan buruk ini, ia pun mengutuk perbuatan tersebut, dan menjelaskan bahwa balasan bagi hal itu adalah rajam, hal itu karena orang-orang Kanaan memiliki kebiasaan untuk mengorbankan anak-anak mereka sebagai persembahan bagi dewa yang disebut dengan Molokh, sebagaimana hal itu disebutkan di dalam kitab Imamat (20/1-2): “Tuhan berfirman kepada Musa: Engkau harus berkata kepada orang Israel: Setiap orang, baik dari antara orang Israel maupun dari antara orang asing yang tinggal di tengah-tengah orang Israel, yang menyerahkan seorang dari anak-anaknya kepada Molokh, pastilah ia dihukum mati, yakni rakyat negeri harus melontari ia dengan batu”. Hal ini merupakan adat istiadat orang Kanaan, yaitu mengorbankan anak-anak sebagai persemabahn bagi dewa yang bernama Molokh –Na’udzubillah–.
Oleh karena itu, diantara tanda kasih sayang Allah kepada makhluknya, Ia turunkan hukum dari langit yang bersebrangan dengan hukum-hukum bodoh yang dibangun atas asas merendahkan manusia, dan menjadikan mereka sebagai korban sesembahan, sebagaimana yang dipraktekkan di seluruh belahan bumi!! Allah ta’ala berfirman:
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ.
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (QS alAn’aam: 151).
Dan maha benar Allah, ketika ia berfirman mengenai RasulNya Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang telah Ia utus dengan agama kebenaran yang mencakup segala perkara yang akan memperbaiki keadaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat, orang yang berbahagia adalah orang yang beriman kepadanya, dan mengamalkan syariatnya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS alAnbiyaa: 107).
Ibnu Abbas yang memiliki gelar sebagai penerjemah alQuran mengatakan:
Sesungguhnya Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai rahmat bagi seluruh dunia, baik yang beriman ataupun yang kafir. Adapun orang yang beriman, maka Allah telah memberikan mereka hidayah melalui perantaranya, dan kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga lantaran sudah beriman kepadanya dan mengamalkan segala yang telah disampaikan Allah kepadanya, sedangkan orang yang kafir, maka Allah menangguhnya dengan Nabi-Nya hukuman mereka di dunia ini, tidak seperti umat-umat yang telah dihancurkan sebelum mereka karena telah mendustakan para Rasul sebelumnya.
Allah mengutusnya kepada manusia, untuk menyeru mereka supara beribadah kepada Allah, satu-satunya tuhan dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan untuk menghapus segala hal dan adat istiadat yang banyak tersebar di zaman Jahiliyah.

Kejahatan yang Dikodifikasikan dalam Hukum Buatan Manusia
Banyak sekali tindak pidana dan perbuatan-perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana, namun malah dilegalkan dan dikodifikasikan di dalam beberapa hukum buatan manusia, seperti aborsi dan membunuh janin!! Bagi yang belum mengetahui bagaimana cara mereka membunuh janin bisa kalian lihat hal itu di internet dengan cara melakukan aborsi, yang mana hal itu dilakukan oleh para dokter spesialis senior, dan dibantu oleh para perawat, yang harusnya mereka memiliki sifat rasa kasih sayang kepada pasien!! Dan anehnya, perbuatan keji ini dilakukan karena permintaan dari ibu sang janin sendiri, atau kedua orang tuanya sekaligus, yang mengajukan permintaan kepada dokter untuk membunuh darah daging mereka, hanya karena alasan sepele, hal itu menunjukkan kebobrokan moral mereka, mereka melakukan hal itu dengan alasan tidak siap menyambut kedatangan sang anak, karena mereka masih ingin bersenang-senang, berkeliling dunia, menikmati kebebasan, sebelum mereka terikat dengan tanggung jawab mengasuh anak kecil, ataupun karena sebab materi, sosial dll!!
Perilaku ini banyak sekali tersebar di negara maju, dan di negara-negara miskin di Asia dan Afrika lebih parah lagi, khususnya apabila janin yang dikandung adalah perempuan, mereka menganggap anak perempuan sebagai beban materi bagi keluarga, berbeda dengan anak laki-laki, yang mereka anggap sebagai tulang punggung bagi keluarga, mereka bisa bekerja meringankan beban sang ayah, dan menjadi sumber pemasukan bagi keluarga. Kami banyak melihat para bapak di beberapa negara miskin di Asia timur yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup sebagaimana yang pernah dilakukan oleh orang-orang kafir di Makkah dahulu sebelum Islam datang, sebagaimana yang diceritakan oleh Allah ta’ala:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ.
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah, ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS anNahl: 58-59).
Hal seperti ini juga sempat dikodifikasi dalam beberapa undang-undang kuno, contohnya, undang-undang Romawi, dimana disebutkan dalam poin keempatnya bahwa: “Seorang anak yang cacat harus segera dibunuh”, hal ini pun banyak tersebar di peradaban Yunani kuno, dimana seorang ibu setelah melahirkan akan menyerahkan anaknya kepada sang bapak, apabila sang bapak ridha maka anak itu akan hidup, namun jika tidak, ia akan membunuhnya, sebagaimana hal itu disebutkan dalam Papirus Oxyrhynchus yang ditemukan di kota Bahnasah (yang dulu bernama kota Oxyrhynchus) di Mesir, dijelaskan bahwa kebiasaan tersebut banyak tersebar di kalangan orang-orang Romawi, dimana dalam papirus itu ada sebuah surat yang dikirim oleh seorang laki-laki kepada istrinya, ia berkata: “Jika anak yang dilahirkan laki-laki, maka biarkan ia hidup, namun jika perempuan, maka bunuhlah ia” .
Adapun syariat agama Islam, maka syariat yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, agama Islam telah melarang perbuatan keji itu, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian untuk durhaka kepada para Ibu, membunuh anak-anak perempuan kalian hidup-hidup, pelit dan tamak, dan Allah juga tidak menyukai bagi kalian untuk menyebarkan kabar burung, banyak bertanya, dan menghambur-hamburkan harta”. (Muttafaq ‘Alaihi),
Agama Islam juga menjelaskan tentang hak janin ketika ia masih ada di kandungan ibunya, dan diantara hak-hak janin yang paling penting adalah, hak untuk hidup, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS alAn’aam: 151).
Juga menghapus segala perbedaan dan bermuamalah kepada anak, baik laki-laki maupun perempuan, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Berlaku adillah kepada anak-anak kalian dalam pemberian”. (HR Bukhari).


Bab II
Syariat Islam, Tujuannya, dan Hukuman di Dalamnya
•    Syariat Islam
•    Tujuan Syariat Islam.
1.    Menjaga Agama.
2.    Menjaga Jiwa.
3.    Menjaga Akal.
4.    Menjaga Harta.
5.    Menjaga Keturunan.
•    Hukuman dalam Syariat Islam.
•    Tuntutan untuk Menegakkan Syariat Islam di Negara-Negara Non-Muslim
1.    Pengadilan Syariat Islam di Negara-Negara Non-Muslim.
2.    Apakah Boleh Menuntut Negara-Negara Non-Islam Untuk Mempraktekkan Syariat Islam?

 

 

 

 

 

Syariat Islam
Sebagaimana yang tadi kita sampaikan, bahwa syariat Islam adalah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan diturunkan untuk para manusia, mulai dari hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah ta’ala, dan hubungan antara mereka dengan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka, mulai dari manusia, hewan, dan lingkungan hidup, diantara hukum-hukum tersebut ada yang mengatur masalah ibadah, ada yang mengatur masalah hubungan ekonomi, perdagangan, sosial, dan hukum-hukum yang mengatur asas yang dibangun diatasnya sebuah negara, juga mengatur peran kekuasaan legislatif, kehakiman, dan eksekutif.

Tujuan Syariat Islam
Tujuan syariat Islam (Maqashid Syariah) maksudnya adalah tujuan yang ingin dicapai dan menjadi alasan adanya hukum Islam, tujuan ini adalah alasan mengapa ditetapkannya suatu hukum dan hukuman, diantara tujuan umum dari syariat agama Islam adalah:

1.    Menjaga Agama.
Sesungguhnya menjaga agama merupakan tujuan syariat Islam yang paling penting, Allah ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS alIsraa:23).
Syariat Islam telah menetapkan balasan yang sangat besar bagi orang yang membantu manusia untuk menjaga agama mereka, baik dengan cara mengajarkan agama ini, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari alQuran dan mengajarkannya”. (HR Bukhari).
Mendirikan bangunan yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya manusia untuk mempelajari perkara-perkara agama mereka, seperti membangun masjid-masjid, untuk tempat beribadah dan belajar, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barang siapa yang membangun satu masjid karena Allah, walaupun sebesar sarang burung bertelur, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga”. (HR Ibnu Hibban).
Menjaga agama merupakan kewajiban yang paling wajib dalam agama Islam, oleh karena itu agama Islam senantiasa mewujudkannya melalui hal berikut:
•    Menutup segala kemungkinan yang akan mengakibatkan gangguan eksternal yang bertujuan memperburuk citra Islam.
•    Mengharamkan dan memerangi segala bentuk penistaan agama Islam di dalam satu negara, contohnya, orang-orang yang ingin menistakan agama Islam atau kemuliaan Nabi kaum Muslimin صلى الله عليه وسلم melalui gambar-gambar karikatur, dengan alasan kebebasan berpendapat dan sebagainya, kebebasan berpendapat bukan berarti bebas mencela, menghujat, dan menistakan agama dan ras.
•    Mengharamkan dan memerangi segala bentuk bid’ah dalam agama, hal itu karena agama ini telah sempurna, tidak perlu lagi ditambah, Allah ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS alMaidah: 3).
Maka barang siapa yang menambahkan perkara-perkara baru dalam agama Islam, maka ia telah memasukkan sesuatu yang bukan termasuk darinya, dan bid’ah merupakan wasilah (sarana) menghancurkan agama, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِباً لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
“Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS alAn’aam: 144).

2.    Menjaga Jiwa.
Allah ta’ala telah menciptakan jiwa manusia, dan mengharamkan segala hal yang mengganggu mereka, baik gangguan yang berasal dari individu kepada dirinya sendiri, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا.
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS anNisaa: 29).
Atau gangguan yang ia berikan kepada orang lain, baik orang yang beriman ataupun orang kafir, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ.
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS alIsraa: 33).
Barang siapa yang membunuh orang lain dengan sengaja, maka ia akan dijatuhi qishash oleh hakim, dan pintu maaf masih bisa terbuka dari wali korban sehingga mereka boleh menggagalkan vonis tersebut, berdasarkan firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS alBaqarah: 178).

3.    Menjaga Akal.
Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia atas seluruh makhluk yang lain dengan nikmat akal, dan syariat Islam mewajibkan hukum-hukum yang dengannya kenikmatan tersebut akan senantiasa terjaga, lantas ia mengharamkan segala sesuatu yang akan membahayakan ataupun menghilangkannya, seperti khamr (minuman keras), dan narkoba yang akan menghilangkan dan merusak akal, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS alMaidah: 90).
Dalam agama Islam, khamr disebut sebagai induknya keburukan, saking besarnya bahaya yang bisa ditimbulkan melaluinya, baik atas individu ataupun masyarakat pada umumnya, ia merupakan kepala segala keburukan dan awal dari segala kejelekan.

4.    Menjaga Harta.
Harta adalah modal kehidupan, Allah menjadikannya sebagai sarana pokok untuk menjaga kehidupan, dengannya kemashlahatan bisa diraih, rizki pun bisa didapatkan, sehingga seorang bisa memiliki makanan, pakaian, meraih pendidikan, dan tempat tinggal, Allah ta’ala telah menjelaskan jalan-jalan yang telah disyariatkan untuk mendapatkan harta, mengembangkannya, dan kemana ia harus dikeluarkan, oleh karena itu Allah mengharamkan segala sesuatu yang akan menghancurkan dan menghilangkan harta di jalan yang tidak dibenarkan, juga mengharamkan segala bentuk penindasan dan memakan harta manusia dengan cara yang batil, baik dengan cara riba, sogok menyogok, mencuri, berjudi, dan taruhan, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS anNisaa: 29).
Atau mengeluarkan harta ke jalan yang akan merugikan seorang, baik dirinya sendiri, atau orang lain, atau mengeluarkan harta secara berlebihan tanpa ada keperluan, juga mewajibkan dalam harta tersebut hak-hak yang harus diberikan kepada orang lain, baik kerabat, demi menjaga silaturrahmi, atau kepada yang lainnya dalam bentuk sedekah dan kebaikan, Allah ta’ala berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً.
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS alIsraa: 26-27).

5.    Menjaga Keturunan.
Agama Islam mengharamkan segala sesuatu yang akan mengakibatkan kacaunya garis keturunan seperti zina, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS alIsraa: 32).
Sebagaimana agama Islam juga mengharamkan segala sesuatu yang akan mengakibatkan berhenti atau terputusnya garis keturunan seperti homoseksual atau lesbianisme, Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَام وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ.
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras, dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS alBaqarah: 204-205).

Hukuman dalam Syariat Islam
Agama Islam menetapkan hukuman-hukuman tertentu demi menjaga undang-undang yang telah diturunkan Allah demi mengatur kehidupan manusia, dan demi memastikan setiap manusia mempraktekkan hukum tersebut dan menghargainya,maka ditetapkanlah undang-undang yang mengatur balasan berupa hukuman bagi orang yang menyelisihi undang-undang tersebut, maka Allah pun menetapkan hudud (hukuman), dan hal itu tidaklah ditetapkan dalam Islam, melainkan demi menjaga kebenaran, banyak orang yang tidak bisa membedakan antara syariat Islam dan hudud, mereka mengira bahwa syariat Islam hanya berisi hudud (hukuman) saja, seperti memotong tangan pencuri, membunuh seorang pembunuh, dll, pemikiran ini sangat keliru, karena hudud (hukuman) adalah perlakuan yang akan diberikan kepada seorang yang melanggar syariat Islam untuk menjaga syariat tersebut dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang melanggarnya, dengan menegakkan hukuman ini, keberlangsungan hidup manusia akan terjaga, begitu juga dengan jiwa, harta, kehormatan, dan akal mereka, hukuman ini merupakan jaminan terjaganya kehidupan manusia, layaknya sebuah benteng yang melindungi suatu kota dari gangguan yang ada di luarnya, baik para pencuri yang ingin merampok kekayaannya, dan mengganggu para penduduk yang ada di dalamnya, dan maha benar Allah yang berfirman:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS alBaqarah: 179).
Perlu diketahui, bahwa hudud (hukuman) bukanlah perkara yang baru ada di syariat Islam saja, bahkan Allah juga pernah menetapkan hukuman-hukuman di syariat-syariat langit lainnya, Allah pernah menetapkan hudud di dalam kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa عليه السلام, Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيْهَا هُدًى وَنُوْرٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّوْنَ الَّذِيْنَ أَسْلَمُوْا لِلَّذِيْنَ هَادُوْا وَالرَّبَّانِيُّوْنَ وَالأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوْا مِنْ كِتَابِ اللهِ وَكَانُوْا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلاَ تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُوْا بِآيَاتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلاً وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ. وكتبنا عليهم فيها أن النفس بالنفس والعين بالعين والأنف بالأنف والأذن بالأذن والسن بالسن والجروح قصاص فمن تصدق به فهو كفارة له ومن لم يحكم بما انزل الله فأولئك هم الظالمون.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS alMaidah: 44-45).
Allah juga memerintahkan untuk menegakkan hudud di dalam kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa عليه السلام, Allah berfirman:
وقفينا على آثرهم بعيسى ابن مريم مصدقاً لما بين يديه من التوراة وآتينه الإنجيل فيه هدى ونور ومصدقاً لما بين يديه من التوراة وهدى وموعظة للمتقين. * وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الْإِنجِيلِ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
“Dan Kami iringkan jejak mereka (Nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), Dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa, dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS alMaidah: 46-47).
Siapa yang Mengemban Tugas untuk Menegakkan Hudud (Hukuman)?
Perkara menegakkan dan mempraktekkan hudud atas orang yang melanggar syariat, dengan cara melakukan kemaksiatan yang mengharuskannya menerima hukuman diemban oleh seorang pemimpin yang Muslim, atau orang yang mewakilinya, masyarakat umum tidak memiliki hak untuk menegakkan hudud tersebut, karena agama Islam adalah agama yang teratur, bukan agama yang serampangan, tidak pernah ada hukuman yang ditegakkan di zaman Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم melainkan dengan izin dari beliau, karena beliaulah yang mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin saat itu, maka para pemimpin yang datang setelah beliau memiliki tangung jawab yang sama, Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS alMaaidah: 49).
Perkara-Perkara yang Bisa Menggugurkan Hudud (hukuman)
1.    Mundur dari pengakuan
Jumhur (Abu Hanifah, Syafi’I, dan Ahmad) berpendapat, bahwa seorang yang mundur dari pengakuannya mengenai satu kejahatan bisa diterima, dan hukumannya pun digugurkan, dan ketika ia kabur dibiarkan dengan harapan ia akan kembali .
Ma’iz bin Malik رضي الله عنه, seorang yatim yang ada di bawah pengawasan Hazzal alAslami رضي الله عنه, pernah berzina dengan seorang budak wanita yang ada di kampungnya, maka Hazzal رضي الله عنه pun memerintahkannya untuk menemui Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم dan mengakui dosanya, setelah Ma’iz mengakui perbuatannya dan mengulangi pengakuannya sebanyak empat kali, Nabi صلى الله عليه وسلم pun memerintahkan untuk menegakkan had (hukuman) atasnya, namun ketika hukuman tersebut sedang dilakukan, ia merasa takut, lantas ia pun kabur, namun dihentikan oleh Abdullah bin Unais, dan mereka pun kembali menegakkan hukuman atasnya, ketika kisah itu diceritakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda: “Tidakkah kalian tinggalkan ia, mungkin saja ia bertaubat, dan Allah pun menerima taubatnya, wahai Hazzal, jika engkau menutupi aibnya dengan pakaianmu, maka itu lebih baik bagimu dari pada apa yang telah engkau lakukan”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan oleh alAlbani), dan Hazzal adalah orang yang menyuruh Ma’iz untuk mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم dan mengakui dosanya, sedangkan sabda beliau: “Jikalau engkau menutupi aibnya dengan pakaianmu”, merupakan kinayah agar ia menjaga Ma’iz supaya tidak mengakui kesalahannya sehingga ia tidak sampai menerima hukuman, alBaji mengatakan: “Menutupi aibnya dengan cara memerintahkannya untuk bertaubat dan merahasiakan kesalahnnya, adapun penyebutan pakaian dalam sabda tadi sebagai bentuk hiperbola”.
2.    Syubhat.
Hukuman tidaklah ditegakkan hanya karena perasangka, ketika ada syubhat, maka hukuman pun ditangguhkan, Umar bin Khattab berkata: “Sungguh menangguhkan suatu hukuman lantaran sebuah syubhat, lebih aku cintai dari pada harus menegakkannya hanya karena syubhat”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah), oleh karena itu, barang siapa yang mencuri sebuah harta, karena ia mengira dirinya memiliki hak dalam harta tersebut, maka hukuman tidak bisa ditegakkan atasnya.
3.    Taubat.
Jika seorang yang melakukan kesalahan telah bertaubat sebelum ia ditangkap, maka hukuman akan digugurkan darinya, adapun jika ia bertaubat setelah ia ditangkap, maka hukuman tetap akan ditegakkan, Allah berfirman:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS alMaaidah: 34).
Taubat yang dimaksud dalam ayat ini adalah taubat yang berkaitan dengan para begal (hukuman karena memerangi orang yang tidak berhak diperangi), dan hukuman karena murtad (keluar dari agama Islam), ini yang disepakati oleh para fuqaha. Adapun hukuman-hukuman lainnya, seperti zina, dan mencuri, maka ada dua pendapat dalam masalah ini, pendapat pertama mengatakan bahwa hukuman akan gugur jika orang yang melakukannya bertaubat sebelum tertangkap, adapun pendapat kedua mengatakan bahwa taubat sebelum ditangkap tidak menggugurkan hukuman. Adapun hukuman yang ditetapkan karena qadzaf (menuduh orang lain berzina), para fuqaha sepakat bahwa hukumannya tidak bisa digugurkan, baik pelakunya sudah atau belum ditangkap, dalam masalah ini perlu penjelasan lebih dalam lagi, bagi siapa yang ingin mencari tau lebih jauh, maka ia bisa merujuk ke buku-buku fiqih Islam dalam masalah ini.
4.    Mundur dari Kesaksian.
Apabila saksi mundur dari persaksiannya setelah jatuhnya vonis dan sebelum eksekusi, maka hal itu bisa menggugurkan hukuman dari terdakwa.
5.    Interferensi.
Jika satu kesalahan yang sama terjadi berulang kali sebelum ditegakkannya hukuman, (contohnya mengulangi pencurian sebelum ditangkap), maka cukup menegakkan satu kali hukuman saja.
Kondisi-Kondisi yang mewajibkan untuk Diterapkannya Suatu Hukuman
1.    Taklif (Berakal dan Baligh).
Hudud tidak bisa ditegakkan atas anak kecil, orang gila, dan idiot, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم:
“Pena catatan amal diangakat dari tiga orang: dari orang gila yang kehilangan akalnya sampai ia sembuh, dari orang tidur sampai ia terbangun, dan dari anak kecil sampai ia baligh.”, (HR Ahmad, Abu Dawud, Hakim, dan dishahihkan oleh alAlbani).
2.    Kesalahan yang Dilakukan atas Keinginan Sendiri Tanpa Adanya Paksaan.
Allah ta’ala berfirman:
مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ.
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS anNahl: 106).
3.    Sehat dan Memiliki Kemampuan.
Hudud tidak akan ditegakkan atas orang sakit ataupun lemah sampai ia sehat.
4.    Mengetahui Bahwa yang Ia Kerjakan Merupakan Perkara yang Haram.
Disunnahkan Untuk Menutupi Aib Seorang Muslim
Barang siapa yang mendapati saudaranya sesama Muslim melakukan suatu kemaksiatan, maka ia memiliki pilihan untuk melaporkan hal tersebut ikhlas karena Allah, atau menutupi aib saudaranya sesama Muslim, dan yang kedua inilah yang paling baik, (perlu penjelasan lebih panjang berkaitan dengan hal ini, bagi yang ingin mencari tau lebih banyak bisa merujuk ke buku-buku fiqih Islam), Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barang siapa yang menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).
Syubhat bahwa Hukuman dalam Islam Keji
Media-media barat banyak memberitakan bahwa hukuman yang ditetapkan Islam bagi beberapa kesalahan (hukuman mati, potong tangan, dan rajam) adalah hukuman yang keji dan tidak sesuai dengan zaman kita sekarang.
Jawaban atas syubhat ini:
Semua orang sepakat bahwa kejahatan ini memiliki efek berbahaya bagi masyarakat, dan kita harus memerangi hal itu dengan cara menetapkan hukuman atas pelakunya, adapun yang diperselisihkan adalah jenis hukumannya! Hendaknya setiap orang bertanya kepada dirinya: apakah hukuman yang telah ditetapkan Islam lebih baik dan lebih berhasil memotong dan menekan angka kejahatan tersebut, ataukah hukum buatan manusia, yang malah menjadikan kejahatan tersebut semakin tersebar?! Anggota tubuh yang rusak harus diamputasi demi menyelamatkan bagian tubuh yang lainnya!
Setiap akal sehat manusia mengetahui, bahwa setiap hukuman harus terkesan berat supaya memberikan efek jera bagi orang yang melakukannya, jika tidak, maka tujuan dari hukuman itu pun tidak akan tercapai.
Tidak menegakkan hukuman semata-mata karena menganggap hukuman tersebut kejam adalah bentuk kedzaliman kepada masyarakat, lalu bagaimana seorang bisa merasa aman atas jiwa, harta, dan kehormatannya, menegakkan hudud (hukuman) adalah bentuk kasih sayang kepada masyarakat dan kepada orang yang melakukan kesalahan itu sendiri, contohnya, seorang dokter yang melakukan operasi, lalu ia mengambil bagian dari tubuh pasien demi mengobati pasien tersebut, secara dzahir perbuatan itu kejam bagi bagian yang diambil, akan tetapi hakikatnya itu adalah bentuk kasih sayang bagi anggota tubuh yang lainnya supaya bisa selamat, begitu juga dengan hudud, ia mengambil bagian yang rusak dari masyarakat, supaya mereka selamat.

Hubungan antara Syariat Islam dan Hukum Buatan Manusia
Hukum asal segala sesuatu dalam syariat Islam adalah halal dan diperbolehkan, berdasarkan firman Allah ta’ala:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً.
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS Luqman: 20).
Kecuali perkara-perkara yang dijelaskan dalam syariat akan keharamannya, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم:
“Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya maka ia halal, dan apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya maka ia haram, dan apa yang tidak dijelaskan maka itu berupa kemudahan, maka terimalah kemudahan dari Allah tersebut, karena sesungguhnya Allah tidak pernah lupa”, kemudian beliau membaca firman Allah:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا.
“Dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (QS Maryam: 64). HR Hakim, Baihaqi, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Silsilah Shahihah, hadits no: 2256).
Maka syariat Islam tidak mengharamkan seluruh hukum buatan manusia yang bisa mengatur kehidupan mereka, bahkan membolehkannya, selama tidak bertentangan dengan hukum kemaritiman, hukum ketenagakerjaan, dll, akan tetapi syariat Islam mengharamkan hukum yang mengkodifikasikan kesalahan dan perkara-perkara haram yang jelas-jelas bisa mengakibatkan efek buruk bagi manusia, baik dari segi akal, harta, sosial, akhlak, ataupun kesehatan, keharaman ini ditetapkan demi kebaikan manusia itu sendiri, karena Allah ketika menetapkan hukum, tidak butuh kepada manusia, kemaksiatan mereka tidak akan merugikan Allah, dan ketaatan mereka pun tak akan menguntungkan Allah, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ.
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS alA’raaf: 33).

Tuntutan untuk Menegakkan Syariat Islam di Negara Non-Muslim
Pengadilan Syariat Islam di Negara-Negara Non-Muslim
Ada kampanye media dan pers yang mengingkari keberadaan pengadilan-pengadilan yang berlandaskan syariat Islam di beberapa negara-negara barat non-Muslim, meskipun dewan tersebut disahkan secara undang-undang di negara tersebut. Pada hakikatnya pengadilan ini bukan layaknya pengadilan-pengadilan yang kita kenal, akan tetapi yang dimaksud pengadilan di sini adalah suatu lembaga yang membantu kaum Muslimin dalam masalah pernikahan, perceraian, pembagian harta waris, dll, contohnya, ketika seorang membunuh orang lain, maka pengadilan-pengadilan ini tidak bisa memberikan hukuman bagi orang itu, akan tetapi akan dialihkan kepada kepolisian untuk diadili oleh lembaga hukum yang ada di negara setempat. Akan tetapi, kampanye media dan pers tadi ingin menakut-nakuti masyarakat bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ancaman bagi negara mereka, hal itu adalah omong kosong yang tidak memiliki kebenaran, ungkapan yang hanya dilandasi kebodohan dan kebencian yang mendarah daging kepada Islam dan para pengikutnya, mereka membuat manusia mengira bahwa lembaga ini menegakkan hukuman-hukuman yang dijelaskan oleh syariat Islam tanpa diketahui oleh kepolisian!! Padahal di sisi lain, lembaga-lembaga semacam ini bagi orang non-Muslim juga banyak tersebar di negara-negara Muslim, diantara bentuk toleransi syariat Islam, ia mengizinkan orang-orang non-Muslim yang tinggal di negara-negara Islam untuk berhukum dengan syariat mereka dalam banyak permasalahan, seperti pernikahan, perceraian, dll. Mereka tidak akan dipaksa menggunakan syariat Islam yang diterapkan kepada kaum Muslimin dalam masalah-masalah tadi kecuali jika mereka ingin dengan sendirinya untuk mengangkat hal itu ke pengadilan negara Islam untuk mengadili mereka. Bahkan ada beberapa perkara yang dianggap sebagai perbuatan buruk dalam Islam, namun tidak diterapkan atas non-Muslim, seperti minum minuman keras dan memakan daging babi, kedua hal tersebut tidak dianggap sebuah kesalahan oleh orang non-Muslim, walaupun sebenarnya kedua hal tersebut merupakan perkara yang diharamkan dalam keyakinan mereka, banyak sekali dalil yang menunjukkan hal itu.
Dan diantara contoh kejinya kampanye yang buruk ini, salah satu pembawa acara di salah satu stasiun televisi bertanya kepada kaum Muslimin yang hidup di negaranya: mana yang menurutmu lebih utama, hukum Islam, atau hukum negara ini? Dan orang Muslim yang ditanya tadi menjawab dengan polosnya: “Hukum Islam lebih utama”. Jawaban ini wajar, karena pertanyaan yang ditanyakan bukanlah pertanyaan yang tepat, dan tidaklah hal itu terjadi melainkan karena kebencian yang mendarah daging dari sang pembawa acara. Karena maksud dari jawaban orang Muslim tadi adalah, bahwa ucapan Allah lebih utama dan didahulukan dari pada ucapan manusia, bukan berarti ia tidak menghormati hukum yang berlaku di negara tersebut!! Karena hukum Islam melarangnya untuk mencuri, membunuh, berlaku curang kepada manusia, dan hal-hal itu juga dilarang di hukum buatan yang berlaku di negeri tersebut, tidak ada yang berlawanan, dan seorang Muslim yang memberikan jawaban tadi, jika hukum di negaranya yang non-Muslim melegalkan zina, minum minuman keras, aborsi, atau memakan daging babi, maka akan mengikuti hukum Allah dalam masalah-masalah itu, ia tidak akan minum minuman keras, tidak akan berzina, tidak membunuh janinnya dengan cara diaborsi, bukan berarti ia akan melawan hukum yang ada di negara itu, adapun hukuman-hukuman lainnya, seperti hukum potong tangan atas pencuri, ataupun hukuman mati, maka tidak bisa diterapkan bagi seorang Muslim yang hidup di tengah-tengah negara non-Muslim, hal itu karena keadaan mereka tidak memenuhi syarat untuk bisa ditegakkannya hukum tersebut, karena masalah hudud (hukuman) hanya bisa diemban oleh seorang pemimpin Muslim, dan keadaannya di negara tersebut sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku di sana, dan seorang Muslim diperintahkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ia sepakati, di sini kami sedang berbicara tentang seorang muslim yang tinggal di negara non-Muslim, bukan di negara Islam.
Bahkan seorang Muslim yang hidup di negara non-Islam harus menghargai dan mematuhi undang-undang yang ada di negara tersebut, selama undang-undang itu tidak memerintahkannya untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala, dan jika negara tersebut memaksanya untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah, maka ia wajib hijrah dari negara yang tidak menghargai kebebasan beragama dan hak-hak manusia itu, sebagai contoh, jika undang-undang negara tersebut memerintahkan seorang wanita Muslimah untuk menanggalkan hijabnya, maka wajib atas Muslimah tersebut untuk hijrah dari negara itu secepatnya, sehingga ia bisa menyelamatkan dirinya dari hukum yang konyol ini, dan ia tidak boleh melawan pemerintahan yang ada dengan cara yang keji dan sebagainya, adapun jika undang-undang negara tersebut berlawanan dengan hak-hak seorang Muslim yang menetap di dalamnya, namun tidak sampai memerintahkan mereka untuk bermaksiat kepada Allah, maka di sini seorang Muslim diperbolehkan untuk melawan undang-undang tersebut dengan cara damai, melalui parlemen-parlemen, surat kabar, dan sebagainya selama dilakukan dengan cara damai, untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan undang-undang tersebut!! Contohnya, ketika undang-undang negara melarang pembangunan masjid yang bisa digunakan sebagai tempat kaum Muslimin menegakkan shalat, atau negara melarang kaum Muslimin untuk melakukan poligami, sementara mereka membolehkan seorang suami memiliki selingkuhan, dalam hal ini seorang Muslim wajib menempuh jalur hukum, seperti lewat parlemen, atau menggunakan surat kabar untuk menyuarakannya supaya ia bisa mendapatkan hak-hak agama yang telah diwajibkan Allah atasnya seperti shalat, atau perkara yang dihalalkan Allah bagi mereka seperti poligami.
Apakah Boleh Menuntut Negara-Negara Barat untuk Mempraktekkan Syariat Islam?
Ada orang-orang Islam yang hidup di tengah-tengah negara barat, dan ada pula orang-orang yang baru masuk Islam, mereka membawa bendera hitam yang bertuliskan dua kalimat syahadat dan lembaran-lembaran yang bertuliskan “Syariat untuk Inggris” contohnya, apakah perbuatan ini benar atau salah?
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tadi, mari sama-sama kita perhatikan pertimbangan berikut:
•    Orang-orang yang melakukan hal itu biasanya tidak bisa membedakan antara syariat dan agama Islam, dalam artian, mereka melakukan hal tersebut dengan anggapan bahwa mereka sedang mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama Islam, akan tetapi secara bersamaan, cara yang mereka lakukan membuat orang lain beranggapan bahwa mereka ingin menerapkan hukum Islam atas mereka, atau dengan makna lainnya, manusia mengira mereka ingin mempraktekkan hukuman-hukuman yang dijelaskan dalam syariat Islam atas mereka.
•    Syariat Islam adalah hukum bagi negara Islam, maka tidak diwajibkan untuk menutut negara non-Muslim untuk mempraktekkannya, dimana kita tidak pernah mendapati dalam sejarah Islam seluruhnya, mulai dari zaman Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم, dan zaman para Khulafaur Rasyidin, bahwa salah satu dari mereka menuntut negara non-Muslim untuk mempraktekkan hukumnya kaum Muslimin!! Karena bagaimana mungkin suatu negara yang tidak menganut agama Islam, dan mayoritas penduduknya beragama Kristen dan Yahudi, sedang pemimpin mereka juga seorang nasrani atau Yahudi, mereka bisa mempraktekkan suatu syariat yang bukan syariat mereka?!
•    Tuntutan untuk menetapkan syariat Islam sebagai undang-undang harus disampaikan melalui jalur hukum, seperti melalui parlemen, karena ia merupakan satu-satunya bagian yang bisa mengesahkan undang-undang, dan jika tuntutan tersebut disampaikan lewat tulisan-tulisan di jalan-jalan, maka hal itu akan menarik kebencian para penduduk lain, dan efek yang dihasilkan malah berbeda dari yang diharapkan, dan bisa berimbas buruk bagi kegiatan dakwah itu sendiri.

Bab III
Hukum Islam, Hukum Buatan Manusia, dan Keberhasilan dalam Merealisasikan Tujuan.
•    Hukuman bagi Pencuri, antara Potong Tangan dan Penjara.
•    Hukuman bagi Seorang Pencuri dalam Kitab-Kitab Suci Lain.
•    Membela Diri menurut Syariat Islam.
•    Membela Diri menurut Kitab Suci.
•    Membela Diri menurut Hukum Buatan Manusia.

 

 

 

 

 

 

 

Hukum Islam, Hukum Buatan Manusia, dan Keberhasilan dalam Merealisasikan Tujuan
Setiap undang-undang tidaklah ditetapkan melainkan untuk merealisasikan dua tujuan yang paling utama, yaitu:
•    Memberi efek jera: dengan cara menghalangi orang yang pernah melakukan kesalahan agar tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, juga mencegah manusia yang lain agar mereka tidak mengikuti kesalahan yang pernah ia lakukan.
•    Mengasihi individu dan masyarakat: mengasihi satu individu dengan cara menghalanginya agar tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, sehingga kasih sayang tersebut diberikan kepada individu tadi agar ia tidak melakukan kesalahan, juga tidak sampai mendapat hukuman karena melakukannya, dan diberikan pula kepada masyarakat pada umumnya, agar mereka terbebas dari ulah orang yang ingin merugikan mereka.
Ada satu pertanyaan: mana hukum yang lebih membuat jera, dan secara bersamaan juga paling mengasihi manusia, hukum Islam, atau hukum buatan manusia?!
Mari kita lihat beberapa contoh, diantaranya hukuman atas tindak pidana pencurian, antara hukum Islam, dan hukum buatan manusia, dan mari sama-sama kita lihat, mana yang lebih berhasil dalam merealisasikan kedua tujuan utama yang tadi kita sebutkan!!

Hukuman bagi Seorang Pencuri, antara Potong Tangan, dan Penjara Beberapa Tahun
sebelumnya, kita harus mengetahui bahwa yang namanya hukuman bukanlah suatu yang baik, karena jika begitu, maka hukuman yang diberikan tidak akan mampu memberikan efek yang diharapkan darinya yaitu “Memberi efek jera”, jika demikian, maka ketika kita membandingkan hukuman seorang pencuri, antara potong tangan, dan penjara, maka kita sedangan membandingkan antara dua hal yang sama-sama buruk, karena pada hakikatnya kedua hal tadi sama-sama bentuk hukuman, namun kita ingin memilih mana yang paling baik dan paling sedikit efek negatifnya dari kedua hal yang buruk ini.
Ketika kita melihat dari sisi perspektif yang rasional, dan logis, juga memandang visi jauh ke depan, tanpa memperhatikan perspektif emosional, maka kita akan dapati bahwa hukuman potong tangan lebih membuat jera dari pada hukuman penjara, dan lebih baik dalam memangkas dan menekan tingkat kriminal, karena seorang yang akan mencuri, ketika ia mengetahui bahwa tangannya akan dipotong karena perbuatannya, maka dia akan berfikir bahwa mengerjakan hal tersebut bukanlah tindakan yang masuk akal, dengan demikian ia akan mengurungkan niatnya demi menyelamatkan tangannya, bersamaan dengan itu, harta manusia yang akan dicurinya pun selamat, adapun hukuman penjara, walaupun tetap dianggap sebagai hukuman, akan tetapi ia tidak memiliki efek jera yang menghalangi seorang pencuri untuk mengerjakan kejahatannya, karena penjara hanyalah hukuman sementara, dalam beberapa waktu tertentu saja, setelahnya ia akan dibebaskan, dan bisa jadi mencuri untuk kedua kalinya, karena sang pencuri merasa hukuman yang ia terima ringan-ringan saja, Allah ta’ala berfirman:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS alMaaidah: 38).
Allah ta’ala berfirman: “Sebagai siksaan dari Allah”, maksudnya hukuman, ia akan dihukum dengan hukuman yang datang dari Allah, bukan dari manusia, maka para manusia hendaknya mematuhi hal itu, karena Allah lebih tau apa yang paling baik bagi mereka dan paling sesuai dengan keperluan mereka di dunia, bersamaan dengan efek jera yang dihasilkan dari hukuman potong tangan ini, ia juga lebih memngasihi seluruh manusia dari pada hukuman penjara!! Dengan efek jera yang dihasilkan, manusia akan merasakan keamanan, sehingga mereka akan hidup di tengah lingkungan yang tenang, jiwa mereka aman, tanpa takut harta dan kepemilikan mereka dicuri orang lain, di samping itu, hukuman ini juga lebih mengasihi para pelaku pencurian dari efek buruk yang bisa didapatkan dari hukuman penjara, sebagai mana yang telah diketahui, bahwa lingkungan penjara berisi para narapidana dengan latar belakang kasus yang bermacam-macam, keburukan ini akan menghancurkan para narapidana itu sendiri, juga para masyarakat pada umumnya, diantara efek buruk tersebut adalah:
1.    Bertambahnya kriminalitas dari para narapidana.
Diantara efek buruk penjara adalah, ditahannya seorang narapidana, walaupun kesalahan yang ia lakukan kecil, di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan kriminalitas, ia belajar dari lingkungannya itu seni-seni kriminal yang bermacam-macam, karena penjara layaknya sebuah kampus, di sana para narapidana saling berbagi pengalaman mereka, seorang narapidana kelas bulu, berkumpul dengan para narapidana kelas kakap, lalu mereka belajar darinya tindak kriminal lain yang jauh lebih besar, kemudian narapidana kelas bulu ini kelak akan kembali ke masyarakatnya dengan membawa mental sebagai narapidana kelas kakap yang akan memberikan bahaya lebih besar kepada masyarakat, dan para narapidana ini masih saling memiliki hubungan bahkan setelah mereka keluar dari penjara, sehingga hal itu bisa menciptakan jaringan kejahatan yang baru yang berisi pembunuh, penjual narkoba, apoteker, programmer, dan ahli nuklir sekaligus, mereka tidak berkumpul melainkan setelah mereka bertemu di penjara karena alasan dan besaran kasus yang berbeda-beda!! Perkara yang berbahaya ini membuat para ahli senantiasa berfikir untuk memisahkan antara satu tahanan dengan tahanan lainnya di dalam penjara, hal ini menunjukkan kegagalan penjara sejak dari langkah pertama, karena hal tersebut sangat sulit untuk dipraktekkan, karena memisahkan antara satu tahanan dengan tahanan lainnya kan mengakibatkan banyak masalah psikologis, dan membengkaknya anggaran penjara, dan hal itu nantinya akan berimbas kepada masyarakat, karena merekalah yang akan dituntut untuk membayar pajak lebih tinggi demi membangun dan memperluas penjara demi memisah antara satu tahanan dengan tahanan lainnya!!!
2.    Mematikan para narapidana secara perlahan, dari segi psikis, dan spiritual.
Hukuman penjara biasanya akan menghancurkan jiwa seorang narapidana secara psikis dan spiritual ketika ia masuk ke dalam penjara secara keseluruhan sesaat setelah mereka masuk penjara, ia dikurung disel layaknya hewan yang berbahaya, benar-benar diasingkan dari masyarakat luar, ketika ia keluar dari penjara, ia akan kembali kepada masyarakan dalam keadaan lebih terisolasi dan lebih berbahaya lagi, karena ia akan merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan masyarakat yang ada, dia juga akan kembali kepada masyarakat dengan berbagai masalah psikologi yang sangat berbahaya bagi masyarakat!!
3.    Mematikan narapidana secara perlahan dari segi ekonomi.
Ekonomi seorang narapidana akan hancur sesaat ketika ia masuk ke dalam tahanan, jika ia seorang pegawai, maka ia sudah pasti akan dipecat dari pekerjaannya, jika ia seorang pedagang, atau usaha, maka pedagangan dan usahanya akan bangkrut sehingga mengakibatkan ambruknya ekonomi keluarga, para pegawai akan kehilangan pekerjaan mereka, dan akhirnya ketika mereka kembali kepada keluarga dan masyarakatnya, ia hanya akan menjadi beban ekonomi bagi mereka, tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan!!
4.    Mematikan narapidana secara perlahan dari segi sosial.
Hukuman penjara akan menghancurkan kehidupan sosial seseorang, kiranya, kehidupan sosial macam apa yang akan didapatkan seorang yang telah ditahan, dan terisolasi jauh dari istri, anak, kerabat, dan sahabatnya?!
5.    Hukuman merata yang dirasakan keluarga narapidana.
Keluarga para narapidana juga akan merasakan hukuman secara psikis dan sosial karena salah satu anggota keluarga mereka dipenjara jauh dari mereka, seorang istri akan kehilangan suaminya, ibu kehilangan anaknya, dan anak-anak akan kehilangan bapak mereka tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan!! Bagaimana mungkin seorang narapidana bisa memenuhi kebutuhan psikis, ekonomi, seksual, dan sosial istrinya? Bagaimana mungkin ia bisa mendidik anak-anaknya dan memberi kasih sayang kepada mereka? Dan bagaimana mungkin ia bisa merawat ibu dan bapaknya jika keduanya sakit?! Ini jika yang menjadi tahanan adalah seorang laki-laki, adapun jika yang ditahan adalah perempuan, sedang ia memiliki anak yang masih menyusui, tidak ada yang bisa merawat dan mengurus mereka, betapa buruknya hati seorang yang telah memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya yang masih kecil, lalu dengan mudahnya mereka menitipkan anak-anak itu ke panti-panti asuhan!! Lantas didikan seperti apa yang akan didapatkan anak-anak kecil tadi, yang telah dipisahkan jauh dari ibunya? Mungkin mereka memberi anak tadi makan, minum, pakaian, namun mereka tidak akan bisa memberikan kasih sayang dan pendidikan yang sama dengan kasih sayang dan pendidikan para ibu!! Tidak diragukan lagi, keadaan seperti ini hanya akan menghasilkan satu generasi baru yang memiliki gangguan dari segi psikis dan etika, yang efeknya baru terlihat di kemudian hari, dan berimbas buruk bagi masyarakat.
6.    Kematian perlahan para narapidana dari segi politik.
Hukuman penjara adalah kematian perlahan namun pasti bagi para narapidana, padahal bisa jadi sebenarnya ia tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan padanya, di salah satu negara, seorang dari kelompok oposisi dituduh menyelewengkan harta, banyak sekali negara yang mengatakan bahwa tuduhan tersebut hanyalah tuduhan palsu yang berasaskan siasat politik semata, demi menghancurkan citra orang ini di depan masyarakat, dan demi merealisasikan hal tersebut hanya ada dua pilihan yang dimiliki oleh pemerintah yang ada, membunuh orang tadi, atau membunuh karekternya dengan cara memenjarakan dan mengisolasinya dari masyarakat umum.
7.    Menambah beban ekonomi negara dan masyarakat yang sudah berbaik hati membayar pajak.
Biaya pembangunan penjara, perawatan, dan gaji para pekerja yang ada di sana, dari pimpinan, sipir, juga biaya servis mobil tahanan yang membawa narapidana pulang pergi dari pengadilan menuju penjara, begitu juga biaya pulang pergi para pimpinan penjara dari rumah ke tempat kerja mereka, dan biaya makan dan kehidupan para narapidana selama masa tahanan, semuanya ditanggung oleh para penduduk terlebih dahulu sudah dicuri kekayaannya, dengan cara menambahkan pajak atas pemasukan mereka, sehingga kebutuhan-kebutuhan tadi terpenuhi, dengan kata lain, pencuri sudah merampok hartanya sebelum dipenjara, dan setelah dipenjara pun ia masih merampok harta orang ini, namun dengan cara tidak langsung, dan karena hal ini, seorang yang tadinya baik, akan berubah menjadi pencuri karena ia mendapat tekanan seperti ini, bukannya ia menghabiskan hartanya demi pendidikan anak-anaknya, dan memperbaiki keadaan rumah tangganya, ia malah harus mengeluarkan hartanya demi memberi makan pencuri yang telah merampok dirinya!! Sebaliknya, jika saja biaya yang dikeluarkan demi memenuhi segala kebutuhan tahanan tadi, dialihkan kepada masyarakat yang memiliki pendapatan terbatas, niscaya tidak ada satupun orang yang akan mencuri!! Ditambah lagi hukum buatan manusia ini, melalui hukuman penjara telah menciptakan sekelompok narapidana, dan satu pasukan yang bertugas menjaga mereka, dari pimpinan sampai sipir, yang keduanya hanya akan menambah angka pengeluaran, alih-alih menjadi sumber pemasukan demi mengangkat ekonomi masyarakat!!
Inilah beberapa efek buruk yang dihasilkan dari hukuman penjara bagi individu dan masyarakat, oleh karena itu, jika seorang pencuri diberi pilihan, apakah tangannya dipotong, atau dipenjara, ia akan memilih mengorbankan satu tangannya dari pada kehidupannya hancur seluruhnya, baik dari segi sosial, ekonomi, psikis, spiritual, sampai politik! Begitu juga jika pilihan yang sama diberikan kepada salah satu anggota dari partai oposisi tadi, niscaya dia akan memilih untuk di[otong tangannya dari pada harus dipenjara, dengan demikian hukum potong tangan lebih menyayanginya dan akan menyiksa orang-orang yang memfitnahnya, karena ia akan dengan mudahnya bisa terus berada di kancah politik, dan terus mengkritik kesalahan-kesalahan ekonomi dan etika yang ada!!
Dan saya sebagai seorang pengacara yang tumbuh di tengah-tengah permasalahn hak asasi manusia, saya serukan kepada semua lembaga pemelihara hak asasi manusia, dan PBB untuk mengambil langkah yang tegas terhadap hukuman yang keji dan buruk ini, hukuman penjara bagi para pencuri!!
Pengaplikasian Hukum Potong Tangan.
Syeikh Shalih alFauzan hafidzahullah mengatakan dalam salah satu pengajiannya, bahwa selama sekitar sepuluh tahunan, ia hanya mendengar dua atau tiga kasus pencurian saja yang mengharuskan tangan seseorang dipotong di kerajaan Saudi Arabia. Tentu jika kita bandingkan jumlah tersebut, dengan ribuan orang yang dipenjara setiap tahunnya di banyak negara-negara maju, kita akan melihat sejauh mana kasih sayang yang dihasilkan dari hukum potong tangan ini, baik bagi pencuri itu sendiri ataupun masyarakat pada umumnya, karena hukuman ini telah membuahkan rasa aman bagi masyarakat, begitu juga membuat orang yang memiliki niatan untuk mencuri urung mengerjakannya, sehingga dengan demikian ia telah menyelamatkan dirinya dari hukuman.
Syarat Hukum Potong Tangan.
Tidak seperti yang ada di pikiran sebagian orang, bahwa setiap orang yang mencuri langsung dipotong tangannya, karena hukuman ini dijatuhkan bukan dengan maksud menyiksa para pencuri, namun dengan tujuan untuk menghentikannya supaya tidak mengganggu keamanan orang lain dan tidak mencuri rumah orang lain, sebagaimana hukuman ini tidak dijatuhkan kepada setiap pencuri, akan tetapi hanyak dalam beberapa keadaan saja, karena untuk menjatuhkan hukuman potong tangan ini ada beberapa syarat yang harus terpenuhi:
1.    Seorang yang mencuri harta dari tempat penyimpanannya.
Tempat penyimpanan harta semisal lemari atau yang lainnya. Tidak semua yang mengambil harta orang lain dikatakan sebagai tindak pencurian yang mengharuskan dipotongnya tangan seseorang menurut pendapat jumhur (mayoritas) fuqaha (ahli fiqih), kecuali jika hal itu dilakukan dengan cara mengambil harta dari tempat penyimpanannya, seperti dengan cara membuka gemboknya, memecahkan pintu ataupun jendela, masuk melalui atap, ataupun mengambil dompet yang tersimpan di kantung baju pemiliknya.
2.    Seorang pencuri yang mengeluarkan harta curian tersebut dari tempat penyimpanannya.
Apabila seorang pencuri tertangkap basah sebelum ia mengeluarkan harta curiannya dari tempat penyimpanan harta tersebut, maka tangannya tidak dipotong, akan tetapi ia akan dihukum dengan hukuman lainnya sesuai dengan kebijakan hakim, dalam hal ini terdapat kasih sayang dan menghindari perkara syubhat, bisa jadi seseorang mengira, ketika melihat seseorang berada di dalam tempat penyimpanan hartanya, bahwa ia ingin mencuri, padahal bisa jadi orang tadi masuk ke tempat tersebut untuk tujuan lain, bukan untuk mencuri.
3.    Jika korban pencurian menuntut agar hartanya dikembalikan.
Jika sang korban tidak menuntutnya maka tidak wajib dipotong tangannya, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Saling memaafkanlah dalam masalah hudud diantara kalian (Maksudnya: tidak mengangkat kasus tersebut ke pengadilan), jika sampai kasus hudud tersebut sampai kepadaku, maka wajib dijatuhkan hukuman atasnya”. (HR Abu Dawud)
Dan ketika Shafwan bin Umayyah menangkap seorang pencuri di masjid, namun setelah ia membawa orang tersebut ke Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم ia ingin memaafkannya, lantas Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tidakkah kau lakukan hal itu sebelum kau mendatangiku”. (HR Abu Dawud).
4.    Jika harta yang dicurinya mencapai batasan tertentu, jika tidak, maka tidak dipotong.
5.    Persaksian dua orang laki-laki yang adil atas perbuatan tersebut, atau jika sang pencuri mengakuinya sendiri sebanyak dua kali.
6.    Jika sang pencuri melakukan aksinya diam-diam.
Jika ia melakukannya secara terang-terangan, maka tidak dipotong, misalnya seorang yang mengambil harta orang lain dengan cara merampasnya secara paksa, atau begal, karena jika hal itu dilakukan dengan terang-terangan, maka sang pemilik harta bisa melawan orang yang hendak merampas hartanya itu, atau jika orang itu mengambilnya dengan cara berkhianat, misalnya seorang yang diberikan amanah atas suatu harta, baik dalam bentuk pinjaman, ataupun titipan, namun ia mengambil harta tersebut dengan alasan hilang atau tidak mengakui amanahnya tersebut, orang macam ini tidak dipotong tangannya karena harta itu masih berada di tempat yang memang diperbolehkan –walaupun cara orang yang berkhianat ini salah–. Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:
“Seorang pengkhianat, perampok, dan mukhtalis (koruptor) tidak dipotong tangannya”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh alAlbani). Mukhtalis adalah seorang yang mengambil harta orang lain dengan cara terang-terangan dan sengaja, lalu kabur cepat-cepat.
Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم pernah ditanya tentang kurma yang tergantung –jika diambil orang lain–, beliau bersabda:
“Barang siapa yang mengambilnya dengan mulutnya karena ia butuh (kelaparan), tanpa mengantonginya maka tak mengapa, barang siapa yang mengeluarkan (mengambil) sesuatu darinya, maka ia harus menggantinya dua kali lipat, dan ia juga harus dihukum, dan barang siapa yang mencurinya setelah kurma-kurma itu dikumpulkan di keranjang, dan jumlah curiannya setara dengan harga sebuah perisai, maka harus dipotong tangannya”. (HR Abu Dawud).
Dari hadits ini kita bisa simpulkan bahwa hukum potong tangan adalah hukuman terberat yang diberikan kepada pencuri, sebelumnya ada hukuman dan denda-denda tertentu.
7.    Seorang pencuri adalah orang yang sudah mukallaf (baligh dan berakal), hukum potong tangan tidak dijatuhkan atas anak kecil, ataupun orang gila, karena mereka bukanlah mukallaf.
8.    Seorang mencuri karena keinginan sendiri tanpa ada paksaan, seorang yang dipaksa tidak dipotong tangannya.
9.    Seorang yang mencuri tau bahwa hukum mencuri itu haram.
Seorang yang tidak mengetahui keharaman mencuri tidak dipotong tangnnya, hal ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang jelas-jelas mengatakan “Tidak ada alasan karena ketidak tauan”, jikalau seseorang melakukan suatu kesalahan tertentu tanpa ia mengetahui kesalahan tersebut, maka ia akan tetap dianggap bersalah, hukum buatan manusia akan tetap menjatuhkan hukuman atasnya tanpa melihat memperhatikan jika ia sebenarnya tidak tau bahwa yang dilakukannya itu salah, kasus semacam ini banyak sekali menimpa para pelancong yang sedang berkunjung ke luar negeri, baik untuk wisata, berobat, belajar, ataupun yang lainnya, karena mereka belum mengenal hukum yang berlaku di negara-negara tersebut.
10.    Sang pencuri yakin ketika mencuri bahwa ia tidak memiliki hak sama sekali atas harta curiannya tersebut.
Karena hudud (hukuman) akan ditangguhkan karena keraguan, misalnya seseorang mencuri harta yang ada bagian milik dirinya dalam harta tersebut, maka jika seorang ayah mencuri harta anaknya, maka tangannya tidak dipotong, begitu juga dengan kakek, dan nenek, tangan mereka tidak dipotong hanya karena mencuri harta dari anak keturunannya, dan jika seorang anak mencuri harta orang tuanya, maka tidak pula dipotong tangannya, karena biasanya dianggapan anak mengambil uang orang tuanya adalah suatu yang biasa, begitu juga jika salah satu pasangan suami istri mencuri harta pasangannya. Jika seorang Muslim mencuri dari baitul maal maka tangannya tidak dipotong, karena seorang Muslim memiliki hak atas baitul maal. Jika seorang yang memberi piutang mencuri harta orang yang berhutang kepadanya, maka tangannya tidak dipotong, dengan syarat orang yang berhutang ini tidak ingin atau malah mengingkari hutangnya, dan harta yang dicuripun setara nilainya dengan jumlah hutang orang itu. Jika seorang mencuri karena terpaksa, demi menyelamatkan dirinya dari kebinasaan, seperti seorang yang mencuri karena kelaparan, atau kehausan yang bisa mengakhiri hidupnya, maka jika ia mencuri tangannya tidak dipotong, dengan syarat harta yang dicuri sebatas apa yang dibutuhkannya saja demi menyelamatkan dirinya dari lapar dan haus.
11.    Apabila sang pencuri tidak mundur dari pengakuannya.
Apabila kasus pencurian itu ditetapkan atas pengakuan sang pencuri sendiri, namun sebelum tangannya dipotong ia mundur dari pengakuannya, maka hukumannya pun gugur, karena mundurnya ia dari pengakuannya mengakibatkan adanya syubhat (keraguan).
Syubhat: seorang mungkin berkata: bagaimana bisa seorang yang mengambil harta yang nilainya melebihi batasan dipotong, sedangkan seorang yang mengambil harta besar-besaran secara terang-terangan tidak dipotong tangannya?
Menjawab syubhat tersebut, Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakan: “Ini merupakan bukti kesempurnaan syariat, karena seorang pencuri mengambil harta dari orang-orang yang sudah berusaha untuk memberikan standar keamanan yang dirasa cukup bagi harta mereka, mereka tidak dapat melakukan lebih dari itu, namun sang pencuri datang dengan sembunyi-sembunyi, membongkar tempat penyimpanan harta itu, dan membobol gemboknya, dan jika hukum potong tangan tidak disyariatkan, maka manusia akan saling mencuri satu sama lain, dan tersebarlah kerusakan, dan orang akan banyak dirugikan oleh aksi-aksi pencurian, berbeda dengan orang-orang yang mencuri secara terang-terangan, orang-orang masih bisa melawannya, dan mengambil harta yang ia rampas, atau setidaknya bersaksi di hadapan hakim, sedangkan para koruptor mereka mengambil harta ketika pemiliknya lengah, hal ini tidak lepas dari kelalaian pemilik harta, jika dia benar-benar menjaga hartanya dengan baik, maka tidak mungkin hartanya diambil.
Tata Cara Memotong Tangan.
Tidak ada perselisihan antara para ahli fiqih akan kewajiban berbuat baik ketika menjatuhkan hukuman, seorang pencuri akan dibawa dengan penuh lemah lembut ke tempat eksekusi, tidak boleh dicela, dicerca, ataupun dihina, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم:
“Janganlah kalian menjadi penolong syaitan atas saudara kalian”. (Silsilah Shahihah: 1638, syeikh Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadist hasan”).
Sebagaimana seorang hakim juga hendaknya memilih waktu yang tepat, tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin, tidak mengeksekusi ketika terdakwa dalam keadaan sakit yang ada kemungkinan untuk sembuh, tidak mengeksekusi orang hamil, nifas, atau seseorang yang berpotensi mati lantaran hukuman yang dijatuhkan atasnya. Sesampainya di tempat eksekusi sang terdakwa didudukkan, dan diatur supaya tidak bergerak, lalu diletakkan di pergelangan tangannya pisau yang sangat tajam, kemudian pisau itu dipukul dengan alat pemukul sekuat mungkin supaya tangannya langsung terputus sekali hentakan, jika disana ada cara yang lebih cepat memotong tangan dari pada ini, maka cara itu bisa dipakai.
Syubhat: mungkin ada yang mengatakan: saya telah melihat eksekusi pemotongan tangan seorang pencuri yang dilakukan salah satu kelompok Islam yang ada di salah satu negara-negara arab yang dilanda peperangan, mereka memotong tangan pencuri dengan cara yang tidak layak, mereka menebas tangannya dengan pedang yang tumpul beberapa kali sampai terputus, dan mereka merasa senang dengan perlakuan tersebut sambil mengucapkan “Allahu akbar”.
Jawaban atas syubhat tersebut: perbuatan ini hanyalah perilaku oknum yang bertentangan dengan syariat Islam dalam masalah ini, karena tidak boleh memotong tangan seorang pencuri dengan cara yang mereka gunakan, perbuatan mereka itu menunjukkan bahwa mereka sendiri tidak mengerti ajaran Islam yang benar, bahkan dengan perbuatan mereka ini, mereka telah memperburuk citra syariat Islam yang penuh dengan kelembutan! Adapun bentuk pertentangan mereka dengan syariat Islam bisa dilihat dari beberapa sisi:
1.    Hudud (hukuman) tidak boleh ditegakkan di tempat peperangan.
Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tangan-tangan tidak dipotong di tengah peperangan”. (HR Tirmidzi, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Shahihul Jami’: 7393, dan alMisykah: 3601.
Ibnul Qayyim mengatakan: “Ini adalah salah satu bentuk hukuman yang telah ditetapkan Allah, dan telah dilarang selama pertempuran, karena ditakutkan hal itu akan menghasilkan sesuatu yang lebih dibenci Allah dari pada jika hukuman tersebut ditangguhkan, seperti misalnya orang yang hendak dipotong tangan malah berpindah ke sisi orang-orang musyrikin untuk meminta pertolongan mereka, atau karena marah, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar, Abu Dardaa, Hudzaifah, dll”.
2.    Tidak boleh merasa bahagia dengan dijatuhkannya hudud kepada orang yang berbuat dosa
Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah merasa bahagia dengan hal itu, bahkan beliau membencinya, juga melarang kita untuk merasa bahagia, akan tetapi menegakkan hudud adalah salah satu perintah Allah yang harus dilakukan dan ditaati oleh manusia, Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sungguh aku mengingat orang pertama yang dipotong tangannya oleh Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم, seorang pencuri didatangkan kehadapan beliau, lalu beliau memerintahkan untuk dipotong tangannya, wajah beliau seakan menyayangkan hal tersebut, maka para sahabat pun berkata: “Wahai Rasulu-Allah, seakan engkau tak ingin memotong tangannya?”, beliau bersabda: “Apa yang menghalangiku?! Janganlah kalian jadi pembantu syaitan atas saudara kalian, karena tak seharusnya bagi seorang imam yang telah diangkat kasus kehadapannya melainkan menegakkan hukuman atas kasus tersebut, sesungguhnya Allah itu maha pengampun dan mencintai pengampunan, maka berikanlah ampunan dan berlapang dadalah, tidakkah kalian suka jika Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah tuhan yang maha pengampun lagi maha penyayang”. (Silsilah Shahihah: 1638, syeikh Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadits hasan”).
Demikianlah hukuman bagi pencuri dalam syariat Islam, sebagaimana yang kita lihat, bahwa hukuman ini lebih efisien jika kita melihatnya dari kaca mata logika, penalaran, dan perspektif masa depan, dan lebih mampu menjaga masyarakat. Sekarang, mari kita lihat bagaimana hukuman bagi pencuri di agama lain.

Hukuman Seorang Pencuri dalam Kitab-Kitab Suci Lain
1.    Seorang pencuri dan keluarganya dirajam dan dibakar.
Di dalam kitab Yosua pasal 7:
“Tetapi orang Israel berubah setia dengan mengambil barang-barang yang dikhususkan itu, karena Akhan bin Karmi bin Zabdi bin Zerah, dari suku Yehuda, mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu. Lalu bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel… Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Bangunlah! Mengapa engkau sujud demikian? Orang Israel telah berbuat dosa, mereka melanggar perjanjian-Ku yang Kuperintahkan kepada mereka, mereka mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu, mereka mencurinya, mereka menyembunyikannya dan mereka menaruhnya di antara barang-barangnya. Sebab itu orang Israel tidak dapat bertahan menghadapi musuhnya. Mereka membelakangi musuhnya, sebab mereka itupun dikhususkan untuk ditumpas. Aku tidak akan menyertai kamu lagi jika barang-barang yang dikhususkan itu tidak kamu punahkan dari tengah-tengahmu…. Berkatalah Yosua kepada Akhan: "Anakku, hormatilah TUHAN, Allah Israel, dan mengakulah di hadapan-Nya; katakanlah kepadaku apa yang kauperbuat, jangan sembunyikan kepadaku." Lalu Akhan menjawab Yosua, katanya: "Benar, akulah yang berbuat dosa terhadap TUHAN, Allah Israel, sebab beginilah perbuatanku: aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." Lalu Yosua menyuruh orang segera pergi ke kemah itu, dan sesungguhnya, semuanya itu disembunyikan dalam kemah Akhan, dan perak itu ada di bawah sekali. Maka mereka mengambil semuanya itu dari dalam kemah, lalu membawanya kepada Yosua dan kepada semua orang Israel, dan mencurahkannya di hadapan TUHAN. Kemudian Yosua, beserta seluruh Israel mengambil Akhan bin Zerah, dan perak, jubah dan emas sebatang itu, anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan, lembunya, keledainya dan kambing dombanya, kemahnya dan segala kepunyaannya, lalu semuanya itu dibawa ke lembah Akhor. Berkatalah Yosua: "Seperti engkau mencelakakan kami, maka TUHAN pun mencelakakan engkau pada hari ini." Lalu seluruh Israel melontari dia dengan batu, semuanya itu dibakar dengan api dan dilempari dengan batu. Sesudah itu didirikanlah di atasnya suatu timbunan batu yang besar, yang masih ada sampai sekarang. Lalu surutlah murka TUHAN yang bernyala-nyala itu. Oleh sebab itu nama tempat itu sampai sekarang disebutkan lembah Akhor.”
2.    Disalib sampai mati.
Dalam Injil Matius (27/37-38):
“Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi." Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya.”
3.    Hukum Mati.
Dalam kitab Ulangan (24/7):
“Apabila seseorang kedapatan sedang menculik orang, salah seorang saudaranya, dari antara orang Israel, lalu memperlakukan dia sebagai budak dan menjual dia, maka haruslah penculik itu mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”
4.    Dijadikan budak dan hamba sahaya.
Dalam kitab Keluaran (22/3):
“Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu.”
Adapun di dalam agama Islam, setiap orang mendapat hukuman sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya, tidak lebih, Allah berfirman:
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ.
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Membela Diri dalam Syariat Islam
Jika seorang manusia mengganggu jiwa, harta, ataupun kehormatan orang lain, atau jika ada seorang yang ingin merampas hak orang lain secara dzalim, maka orang yang diganggu tersebut atau yang lainnya boleh melakukan usaha-usaha yang sewajarnya dalam membela diri, ia membela dirinya bertahap dari usaha yang paling ringan, jika ia bisa menghentikan orang yang berbuat dzalim tadi dengan ucapannya, maka ia tidak boleh langsung memukulnya, jika ia bisa menghentikan kedzaliman orang tadi dengan memukulnya menggunakan tangan, maka tidak boleh memukulnya menggunakan tongkat, jika hal itu bisa dipenuhi dengan cara memotong anggota tubuh tertentu, maka jangan menghentikan kedzaliman tersebut dengan membunuh jiwa orang yang berbuat dzalim tadi, namun jika memang ia tidak bisa membela dirinya melainkan dengan cara membunuh orang yang mengganggunya tadi, maka ia boleh membunuhnya tanpa ada konsekuensi apapun. Dan jika memungkinkan bagi seorang yang teraniaya untuk melarikan diri dari orang yang menganiayanya, maka ia harus melakukan hal itu, karena seorang yang teraniaya harus menyelamatkan dirinya dengan cara yang paling mudah dan paling ringan , Allah ta’ala berfirman:
فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ.
“Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS alBaqarah: 194).
Dalam membela diri ada beberapa persyaratan diantaranya:
1.    Adanya tindakan penganiayaan: dalam artian, seorang dianiaya tanpa sebab yang dibenarkan.
2.    Penganiayaan tersebut sedang berlangsung: jika bentuk penganiayaannya berupa ancaman di masa depan, maka tidak dikatakan sebagai pembelaan, karena membela diri tidak mungkin dilakukan sebeluh adanya tindak aniaya. Akan tetapi, jika ia ditodong dengan sesuatu yang bisa mengakibatkan kematian, seperti senjata misalnya, maka saat itu ia berhak untuk membela dirinya.
3.    Memberikan bukti yang menunjukkan bahwa ia mendapat penganiayaan, karena pernyataan semata tidaklah bisa diterima, jika hanya pernyataan saja sudah cukup, niscaya akan banyak sekali darah yang dijatuhkan dengan alasan membela diri.
4.    Bertahap dalam melakukan tindak pembelaan: yang menunjukkan akan hal itu adalah sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم kepada seorang yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulu-Allah, bagaimana kiranya jika ada seseorang yang mengancam hartaku?”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Maka perangilah ia, jika kau mati, maka kau akan masuk surga, dan jika kau berhasil membunuhnya, maka ia di neraka”. (HR Ahmad, Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadits Shahih”).

Membela Diri dalam Kitab Suci Lain
Dalam kitab Keluaran (22/2):
“Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah”.
Perlu diketahui, jika kita merujuk ayat yang sama dalam Injil berbahasa Yunani, maka kita akan dapati konteks yang disampaikan di sana berbeda dengan yang ada di Injil terjemahan Indonesia, isinya sebagai berikut:
(Αν ο κλέφτης συλληφθεί επ’ αυτοφόρω να κλέβει, θα εκτελείται επί τόπου, κι εκείνος που θα τον σκοτώσει δεν θα φέρει ευθύνη για το φόνο του.)
“Jika seorang pencuri tertangkap basah ketika sedang melakukan tindak pencurian, lalu ia dibunuh di tempatnya mencuri itu, maka yang membunuhnya tidak bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut”.

Membela Diri dalam Hukum Buatan Manusia
Setelah tadi kita ketahui akan ketidak stabilan hukum buatan manusia dalam menetapkan mana yang dikatakan tindak kejahatan, disamping itu, kita juga mendapati ketidak jelasan hukum ini dalam menetapkan satu hukuman yang sesuai, dan bisa dipraktekkan di seluruh negara, yang mana tugasnya adalah untuk menjaga keamanan dan memberi efek jera bagi para pelaku kriminal, ketidak jelasan ini juga bisa kita dapatkan dalam masalah membela diri dari aksi pencurian, satu sisi ada hukum yang malah menguntungkan para pencuri, dan di sisi lain ada hukum yang menguntungkan para korban.
Contohnya, di Amerika, mereka memperlakukan hukum “Tetap di tempatmu” , yang mengizinkan tuan rumah untuk menggunakan cara yang mematikan ketika mereka merasa terancam pencurian, hukum ini telah menghasilkan pro dan kontra yang sangat rumit, banyak sekali orang-orang yang berdemo menentang kebijakan tersebut, di negara bagian Connecticut-Amerika, seorang guru memasuki rumahnya lalu ia menemukan seorang yang sedang membawa pisau di tangannya, maka ia pun langsung menembak orang tersebut sampai tersungkur, baru kemudian ia dapati bahwa orang yang ia tembak itu adalah anaknya sendiri.
Di Britania Raya sendiri, masalah membela diri masih menjadi polemik yang sangat rumit, di saat yang bersamaan, perdana menteri David Cameron juga menteri peradilan Chris Grayling  terus berusaha untuk menetapkan undang-undang yang lebih menyeramkan bagi para pencuri, namun hal itu mendapat perlawanan dari komisi pemeliharaan hak asasi manusia, mereka mengatakan bahwa undang-undang seperti itu tidak diperlukan, Chris Grayling mengatakan:
“Tidak ada satupun dari kita yang mengetahui dengan pasti, apa reaksinya ketika ia mendapatkan seseorang mencuri rumahnya, dan tidak satupun dari kita yang mengetahui perkara menyeramkan apa yang akan kita dapatkan ketika rumah kita dibobol pencuri tengah malam, atau betapa menyeramkannya ketika kita mengetahui bahwa keluarga kita ada di tengah mara bahaya, ketegangan yang dirasakan saat itu membuatmu tidak berfikir apapun melainkan bagaimana caranya menjaga orang-orang yang kita cintai, namun sampai saat ini, kamupun tidak yakin bahwa hukum kelak aka membelamu, dan saya yakin, bahwa para korban akan melakukan sesuatu secara naluri, dan harusnya, kita menganggap mereka yang membela dirinya ini sebagai korban, bukan penjahat, saat ini kita sedang berusaha untuk mengubah sesuatu yang sangat penting, yang disebut “Dua kali serangan dan kamu keluar” , yaitu jika kau melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual sebanyak dua kali, maka kau akan langsung dimasukkan ke dalam penjara!! Setelah pemilu yang lalu, kami telah berjanji untuk mengambil langkah dalam mengatur masalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan diluar kendali, benar-benar tidak masuk akal, bahwa seorang yang berusaha menyerang masyarakat kami, lalu ia diberi kesempatan untuk kembali ke pengadilan berkali-kali, lalu kita akan dicap tidak menghargai hak asasi manusia, jika kita deportasi ia ke negara asalnya, dan kami tau, bahwa kami tidak bisa menyelesaikan hal ini dengan cara yang kita inginkan, namun kita juga tidak akan bisa menyelesaikannya dengan cara yang kita sekarang lakukan”… “Engkau harus memposisikan dirimu layaknya seorang yang mengambil tindakan untuk menyikapi pencuri yang jahat, dan sudah tentut indakan yang dilakukannya saat itu adalah hasil dari percampuran anatara rasa marah, cemas, dan takut, tidak ada kesempatan baginya untuk bertindak dengan pikiran tenang”.
Dan ini adalah ucapan perdana menteri David Cameron:
“Engkau mungkin bebas melakukan segala sesuatu selama sesuatu tersebut tidak terlalu berlebihan, sebagai contoh, kau tidak bisa menikam seorang pencuri yang sudah kehilangan kesadarannya. Tapi benar, kita harus menetapkan undang-undang yang menguntungkan para tuan rumah, kami katakana kepada mereka: ‘Ketika seorang pencuri sudah membobol kunci rumahmu, dan mengancam keluargamu, maka saat itu ia telah kehilangan segala haknya’”.
Salah satu surat kabar Inggris yang pro akan diberadakannya hukuman berat bagi para pencuri mengatakan:
“Saya yakin bahwa para hakim berlaku lebih lembut kepada para penjahat yang berbahaya, dan saya yakin bahwa masyarakat juga gagal dalam mendukung diberdayakannya hukuman yang lebih berat bagi para pencuri. Engkau mungkin akan mendapat hukuman yang beras ketika melakukan kesalahan yang kecil seperti mengemudi dengan kecepatan tinggi atau sebagainya, namun ada kejahatan-kejahatan yang parah, akan tetapi tidak mendapat hukuman berat yang sesuai” .

Bab IV
Poligami dalam Syariat Islam dan Hukum Buatan Manusia
•    Antara Poligami, Pacar Simpanan, dan Gonta-Ganti Pasangan
•    Poligami dan Pacar Simpanan menurut Hukum Buatan Manusia.
•    Perbedaan antara Istri Kedua dan Pacar Kedua.
•    Gonta-Ganti Pasangan menurut Hukum Buatan manusia.
•    Poligami menurut Agama Yahudi dan Kristen.
•    Poligami menurut Agama Islam.
Antara Poligami, Pacar Simpanan, dan Gonta-Ganti Pasangan
Syariat Islam membolehkan seorang laki-laki untuk memiliki istri lebih dari satu dalam rangka menjaga stabilitas di tengah masyarakat dan keluarga, adapun hukum buatan manusia, mereka membolehkan seorang memiliki pacar lebih dari satu dalam rangka menghancurkan stabilitas keluarga dan masyarakat, kami akan sebutkan –dengan izin Allah– perbedaan antara poligami dalam syariat Islam dan hukum buatan manusia, supaya kita bisa melihat, mana hukum yang sesuai dengan fitrah manusia, juga lebih menjaga hak dan martabat perempuan.
Islam adalah agama satu-satunya yang menjelaskan tentang poligami, Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS AnNisaa: 3).
Adapun dalam agama lainnya, poligami merupakan perkara yang diperbolehkan tanpa ada batasan apapun. Sebelum kita melihat bagaimana sikap agama lain menganai poligami, mari sama-sama kita lihat bagaimana pioligami menurut hukum buatan manusia.

Poligami dan Pacar Simpanan Menurut Hukum Buatan Manusia
Poligami dan memiliki pacar lebih dari satu (selingkuhan) memiliki makna umum yang sama, yaitu bahwa seorang laki-laki bisa jadi membutuhkan perempuan lebih dari satu untuk beberapa sebab yang mungkin nanti akan kami sebutkan, akan tetapi hasil akhirnya adalah salah satu, entah seorang laki-laki memiliki istri pertama, kedua, dan seterusnya, atau seorang laki-laki memiliki satu istri, juga memiliki selingkuhan pertama, kedua, dan seterusnya!! Dari perspektif hukum, beberapa hukum buatan manusia menganggap illegal poligami, karena menurut mereka hal itu tidak sesuai dengan akhlak terpuji, namun secara bersamaan mereka melegalkan perselingkuhan, bahkan melegalkan perzinahan dan pelacuran!! Maksudnya, apabila seorang laki-laki menikah dengan wanita lain, lalu hal tersebut diketahui oleh pengadilan, maka laki-laki tadi akan dianggap melakukan kejahatan seksual dan dipenjara, adapun jika ia berselingkuh, bahkan sampaipun ia mendapat keturunan tidak sah dari selingkuhannya itu, maka tidak jadi masalah, dia tidak dianggap bersalah dan tidak pula dihukum, karena menurut mereka ini bukanlah kesalahan ataupun akhlak yang buruk, akan tetapi itu adalah kebebasan individu, dan berpikiran terbuka!! Perlu diketahui, bahwa perbedaan antara poligami dengan selingkuh hanyalah surat nikah yang fungsinya menjaga hak istri kedua selama berada di dalam hubungan pernikahan, tanpa adanya surat nikah, selingkuhan hanya sebatas pasangan yang tidak memiliki hak sama sekali di mata hukum!! Apakah memang hukum benar-benar melarang seorang laki-laki untuk memiliki perempuan kedua, baik istri ataupun selingkuhan, atau yang mereka larang adalah surat nikah tadi, yang berfungsi mengikat laki-laki tadi dengan istri keduanya dan menjamin segala hak sang istri?!! Atau dengan kata lain, sebenarnya yang dilarang itu memiliki perempuan lain, baik istri ataupun selingkuhan, atau yang dilarang adalah memiliki surat nikah kedua?! Jika poligami dilarang karena seorang laki-laki tidak boleh memiliki perempuan lebih dari sati, maka sudah seharusnya memiliki selingkuhanpun dilarang!! Bahkan mayoritas laki-laki di negara-negara barat saat ini, menolak pernikahan dan lebih memilih untuk hidup tanpa ada ikatan dengan satu perempuan, sehingga ia bisa bergonta-ganti pacar setiap beberapa bulan, ia melakukan hubungan dengan pacarnya layaknya pasangan suami istri tanpa adanya ikatan, apakah hukum buatan manusia menanggulangi hal seperti ini dan menganggapnya sebagai kejahatan?!! Atau malah hal ini mereka anggap sebagai kebebasan individu, dimana seorang laki-laki bebas menggauli perempuan manapun tanpa ada batasan tertentu?! Yang lebih parah lagi, hukum buatan manusia telah melegalkan status pelacur, mereka menyediakan tempat-tempat lokalisasi yang dilegalkan oleh negara, mereka menyediakan tempat bagi wanita-wanita yang siap melayani nafsu laki-laki yang ingin mengkhianati istrinya, setiap wanita pelacur tadi mendapat surat izin resmi dari negara untuk melakukan praktek pelacuran, mereka juga diwajibkan membayar pajak tiap tahun, layaknya penduduk biasa!! Hal seperti banyak sekali tersebar di negara-negara yang melarang poligami, bahkan di tidak ada satupun jalan di negara tersebut yang luput dari tempat pelacuran!! Maka di sini kami katakana, bahwa poligami juga termasuk kebebasan individu, jika memang itu yang ingin diberikan oleh negara-negara barat, apalagi jika kita mengetahui, bahwa poligami tidak dilakukan melainkan setelah adanya izin dari kedua belah pihak, sebagaimana perselingkuhan juga terjadi karena kerelaan dari kedua belah pihak, akan tetapi hakikatnya mereka hanya memerangi segala sesuatu yang berbau Islami, maha benar Allah yang telah berfirman:
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS alBaqarah: 120).

Perbedaan antara Istri Kedua dan Pacar Kedua
Seorang laki-laki yang ingin menikahi istri kedua akan berfikir mengenai tanggung jawab besar yang akan dipikulnya karena pernikahan ini, mulai dari memenuhi hak-hak istri kedua, baik materi ataupun spiritual, adapun jika seorang laki-laki memiliki pacar kedua (selingkuhan), maka akan sangat mudah baginya, karena ia mengatahui bahwa selingkuhannya itu akan hidup tanpa memiliki ikatan atau hak apapun, begitu dengan anaknya jika ia sampai hamil!! Hal ini bisa membuka pintu kerusakan dan keburukan di tengah masyarakat, karena seorang laki-laki bisa seenaknya berpindah dari satu perempuan ke perempuan lain hanya untuk melampiaskan nafsunya, setelah itu ia akan mencari perempuan lain, yang hakikatnya adalah korban lain yang akan dihancurkankan rasa cinta, perasaan, dan masa depannya!! Biasanya laki-laki macam ini selalu membohongi pasangannya dengan iming-iming ingin menikahinya, hanya saja saat ini undang-undang yang berlaku masih menghalanginya, karena melarang poligami, dan ia berjanji akan meninggalkan istrinya demi bisa menikahi perempuan itu, jika ia bisa berkhianat kepada istrinya, bukankah akan lebih mudah lagi ia berdusta kepada selingkuhannya?!
Perlu diketahui, bahwa perbuatan seperti ini bisa menghasilkan efek buruk bagi laki-laki itu sendiri, kehidupannya akan menjadi sempit layaknya para penjahat yang selalu bersembunyi agar tidak diketahui istrinya, perilaku seperti ini menunjukkan bahwa yang dikerjakannya itu salah, karena jika yang ia lakukan benar, tentu ia tidak akan menutup-nutupinya!! Hal ini juga berefek buruk bagi perempuan, karena perempuan yang rela dijadikan selingkuhan bagi laki-laki yang sudah menikah, selamanya tidak akan mendapat perlakuan layaknya seorang istri, ia akan berada di posisi lebih rendah, karena ia pun menyadari, bahwa ia berhubungan dengan laki-laki yang merupakan suami bagi perempuan lain, sehingga ia tidak bisa merasakan kehidupan sewajarnya, baik di dalam, maupun di luar, ia tidak bisa menikmati saat-saat berjalan bersama pasangannya karena tidak ingin ada seorangpun yang melihat mereka, begitu juga jiwanya tidak akan merasa tenang baik psikis ataupun perasaan, karena merasa terancam akan ditinggal pasangannya suatu saat nanti ketika ia sudah merasa bosan.
Perkara lainnya yang tidak diperhatikan oleh hukum buatan manusia, atau pura-pura tidak tau, bahwa poligami ditetapkan semata-mata demi kebaikan sang istri, melebihi kebaikan sang laki-laki, karena jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari pada jumlah laki-laki karena beberapa sebab:
1.    Angka kelahiran: menurut sensus yang dilakukan di bebarap negara, angka kelahiran anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki-laki.
2.    Angka kematian: angka kematian laki-laki sangat tinggi karena peperangan, seperti perang dunia pertama dan kedua, juga peperangan yang terjadi antara negara-negara dari waktu ke waktu, begitu juga kecelakaan lalu lintas yang mayoritas korbannya dari laki-laki, atau kematian di usia muda yang lebih banyak menimpa laki-laki dari pada perempuan.
3.    Keenggana laki-laki untuk menikah: karena tidak ingin mengemban tanggung jawab rumah tangga, atau karena kelainan, dimana banyak laki-laki yang tersebar di negara-negara maju yang memiliki kelainan seksual, atau karena memilih menjadi pendeta, yang mana banyak sekali laki-laki nashrani yang memilih untuk hidup membujang tanpa menikah.
4.    Penjara: dimana angka narapidana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
Semua sebab inilah yang membuat seorang wanita kesulitan untuk mencari laki-laki yang siap menemani hidupnya, ditambah lagi hukum yang berlaku melarang poligami, yang membuat para perempuan harus puas hanya dengan menjadi selingkuhan saja demi mendapat pasangan, walaupun pasangannya itu merupakan suami bagi orang lain!! Harusnya hukum buatan manusia melegalkan poligami demi menghargai kebebasan individu, umumnya pernikahan itu tidaklah terjadi melainkan atas keridhaan kedua belah pihak, melarang poligami pada hakikatnya mencoreng kebebasan individu yang selalu digembar-gomborkan oleh negara-negara itu sendiri.
Jika seorang berkata kepada perempuan yang tidak bisa mendapatkan pasangan padahal ia ingin sekali menikah dengan seorang laki-laki yang sudah memiliki istri, baik perempuan itu beragama Kristen, Yahudi, Islam, atau Budha, bahwa poligami adalah perkara yang tidak baik secara moral, dan lebih baik baginya menjadi perawan tua tanpa suami, dan terhalang dari haknya di dunia ini layaknya perempuan yang sudah menikah, maka pasti perempuan itu akan menjawab: “Lalu urusanmu apa? Jika kamu tidak ingin berpoligami atau menurutmu poligami itu buruk, itu urusanmu sendiri, jangan paksa orang lain untuk mengikuti pendapatmu, yang ingin poligami silahkan, dan yang ingin menikah dengan satu pasangan saja silahkan!!”.

Gonta-Ganti Pasangan Menurut Hukum Buatan Manusia
Saat ini banyak tersebar perbuatan gonta-ganti pasangan di negara-negara maju, dimana dua orang laki-laki saling bertukar istri, masing-masing dari keduanya menggauli istri sahabatnya, atau seorang laki-laki menggauli istrinya bersamaan dengan istri orang lain, kemudian setelahnya laki-laki kedua menggauli istri orang tadi dan istrinya secara bersamaan, hal ini disebabkan, sebagaimana yang disebutkan oleh banyak suami, oleh keinginan mereka untuk bertukar suasana dan bertukar hasrat seksual demi mengeratkan hubungan pertemanan antara sesama mereka. Seorang penulis bernama “Curtis Bergstand” mengatakan dalam bukunya “Pertukaran Istri di Amerika”, bahwa kebiasaan ini banyak tersebar di kalangan angkatan udara pada perang dunia kedua, dimana saat itu angka kematian para pilot sangatlah tinggi, dan mereka telah membuat perkumpulan antara sesama mereka untuk mempererat hubungan kekeluargaan supaya lebih baik, dengan demikian para pilot tadi akan bertanggung jawab atas pasangan temannya ketika temannya itu hilang atau meninggal, dan perkara ini sampai kepada hubungan seksual juga, dan diantara bentuk pertukaran istri yang banyak tersebar di masyakarat sipil Amerika, sesuatu yang dikenal dengan sebutan “Club Keys” (Klub Kunci), dimana para suami akan melempar sembarang kunci rumah mereka, lalu para istri akan memilih secara sembarang kunci-kunci tersebut, dengan cara ini para perempuan bisa menghabiskan malam bersama si pemilik kunci . Telah tersebar di situs media CNN, pada tanggal 15 september 2011 bahwa jumlah pasangan yang melakukan pertukaran pasangan mencapai 15 juta orang!! Dan saat ini banyak tersebar perkumpulan internasional yang mendukung hal ini, begitu juga dengan klub-klub dan perkumpulan khusus bagi yang ingin melakukan hal tersebut, dimana seorang laki-laki dilarang masuk ke dalam perkumpulan tersebut kecuali bersama istrinya, adapun wanita, boleh masuk walau tanpa suaminya, di dalamnya sudah disediakan ruangan-ruangan khusus untuk berhubungan seks, seorang laki-laki setelah ia berhubungan dengan istri orang lain, boleh berhubungan dengan istri orang yang lainnya di malam yang sama, begitu juga dengan istrinya, ia bisa berhubungan seks bersama lebih dari satu laki-laki secara bergiliran!! Tentunya hal seperti ini tidak dianggap sebagai kejahatan menurut hukum buatan manusia, mereka menganggapnya sebagai kebebasan seksual individu, bahkan mengganggapnya sebagai perbuatan yang wajar jika seorang pilot menggauli pasangan pilot yang lain demi memuaskan hasrat seksualnya, adapun poligami, mereka menganggapnya sebagai kejahatan!! Jika ada seorang pilot yang menikahi istri temannya yang sudah meninggal, niscaya hal itu akan dianggap sebagai kejahatan, ia akah dipenjara dengan tuduhan telah berpoligami!!! Sungguh ini adalah moral yang terbalik!!

Poligami menurut Agama Yahudi dan Kristen
Biasanya, tidak satu Nabi pun yang disebut dalam kitab suci kecuali ia memiliki istri lebih dari satu, contohnya Nabi Sulaiman, Daud, Ibrahim, Ya’qub, dll alaihumus shalatu was salam, pernah diceritakan tetang Nabi Sulaiman alaihis salam dalam kitab Raja-Raja I (11/3): “Ia mempunyai tujuh ratus istri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik”.
Dan disebutkan dalam kitab Ulangan (21/15): “Apabila seorang mempunyai dua orang istri, yang seorang dicintai dan yang lain tidak dicintainya..”
Kitab Keluaran (21/10): “Jika tuannya itu mengambil perempuan lain, ia tidak boleh mengurangi makanan perempuan itu, pakaiannya dan persetubuhan dengan dia”.
Tidak ada satupun ayat di dalam kitab suci, baik perjanjian lama ataupun baru, yang mengharamkan poligami, bahkan tidak pula ada yang membatasi jumlah istri!! Dan diantara dalil dari perjanjian baru yang membolehkan poligami:
Dalam Timotius I (3/ 1-2 & 12):
“Benarlah perkataan ini: "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu istri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang… Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.”
Dalam keterangan ini disebutkan bahwa seluruh orang boleh berpoligami kecuali orang yang ingin menjadi uskup atau diaken. Seorang penulis bernama Matilda Joslyn menyebutkan dalam bukunya “Women, Church, and State” :
“Bukankah ini bukti yang sangat jelas dari ucapan Paulus, bahwa diantara syarat seorang uskup adalah seorang laki-laki yang beristri satu, dan poligami adalah perkara yang diperbolehkan di masa-masa awal gereja, dengan izin dari para Rasul pengikut Yesus Kristus?! Jika demikian, lantas mengapa ukurang yang diakui sekarang berbeda dengan yang diakui oleh para Rasul itu sendiri?!”
Beberapa orang Kristen membawakan dalil diharamkannya poligami dari perjanjian baru, seperti:
Injil Markus (10/2-12):
“Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?" Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
Injil Lukas (16/14-18):
“Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah. Hukum Taurat dan kitab para Nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal. Setiap orang yang menceraikan istrinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”
Injil Matius (5/31-32):
“Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”
Sebagaimana yang kita lihat dari ketiga dalil tadi, bahwa masing-masing dalil berbicara tentang perceraian, bukan poligami, dan ungkapan “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan”, maksudnya adalah Adam dan Hawa yang diungkapkan dengan lafadz yang umum, di situ tidak dikatakan bahwa poligami terlarang dari sejak awal mula penciptaan, karena hal ini bertentangan dengan yang bisa didapat dalam keterangan-keterangan lainnya yang ada di kitab suci, khususnya yang berkaitan dengan para Nabi, oleh karena itu, dalil-dalil ini tidak bisa dijadikan bukti akakn keharaman poligami, akan tetapi menunjukkan keharaman perceraian, baik seorang laki-laki memiliki satu pasangan ataupun lebih.
Dalil-dalil tadi menyebutkan bahwa satu-satunya keadaan yang memungkinkan seseorang menceraikan istrinya adalah jika istrinya berzina, ketika itu barulah sang suami menceraikannya, akan tetapi jika sang suami menceraikan istrinya secara dzalim padahal ia tak pernah berzina, lalu kemudian ia menikah dengan perempuan lain, maka ia telah berzina dengan perempuan tersebut (maksudnya: berkhianat, seakan ia selingkuh dengan perempuan yang tidak halal baginya), dalil tadi tidak mengatakan bahwa seorang yang menikah lagi tanpa menceraikan istri pertamanya telah melakukan perzinahan ataupun berkhianat, begitu juga yang dimaksud dengan ungkapan: “Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”, di dalam pasal ini keadaan berzina berkaitan dengan perceraian, bukan dengan poligami, jika yang dimaksud di sini adalah poligami, bagaimana mungkin itu dikatakan poligami ketika seorang perempuan telah menceraikan suaminya lalu menikah dengan orang lain ataupun sebaliknya?! Atau dengan kata lain, jika yang dipermasalahkan adalah poligami, maka seorang suami yang telah menceraikan istrinya lalu menikah dengan perempuan lain harusnya itu halal!! Akan tetapi maksud dari ungkapan tadi adalah hendaknya seorang tidak menceraikan istrinya walaupun ia memiliki lebih dari satu orang istri.
Dan dalam ungkapan: “dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah”. Disini disebutkan dengan jelas, bahwa seorang yang menikah dengan perempuan yang diceraikan suaminya, walaupun perempuan itu istri pertama dan satu-satunya bagi laki-laki yang menikahinya setelah bercerai, maka ia tetap dianggap berzina, bukan karena poligami, akan tetapi karena ia menikahi perempuan yang telah diceraikan.
Dari sini kita bisa melihat kontardiksi yang ada antara Injil Markus dan Lukas, masing-masing menyebutkan kasus yang sama, namun dengan cara yang sangat berbeda, yang menunjukkan bahwa keduanya tidak bisa dianggap sebagai ayat suci yang diturunkan oleh Allah, dan tidak bisa dinisbatkan kepada alMasih alaihis salam.
Di dalam Korintus I (7/1-2 & 8-9):
“Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri… Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.”
Di sini dikatakan: “Baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri”, maksudnya, hendaklah seorang laki-laki tidak menyentuh perempuan selain istrinya, maksudnya, jangan berzina, sama seperti ungkapan: “Hendaklah setiap orang mendidik anaknya”, atau “Hendaklah setiap orang menjaga rumah, harta, atau perniagaannya”, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Samuel I (15/3):
“Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah, laki-laki, perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai.”
Maksudnya bukan hanya membunuh satu laki-laki, satu perempuan, satu anak-anak, dan satu keledai saja, akan tetapi seluruh laki-laki, seluruh perempuan, seluruh anak-anak, seluruh keledai, dst. Dan dalam ungkapan: “Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu”, di dalamnya tidak ada sedikitpun isyarat yang mengharamkan poligami, bahkan di situ diberi kebebasan untuk menikah atau tidak.
Banyak sekali pastur dan pengikut Kristen dari berbagai golongan yang mengatakan bahwa poligami tidak diharamkan dalam agama Kristen, dan beberapa diantara mereka pun ada yang menikahi perempuan lebih dari satu, seperti raja Charlemgne, penguasa Valentinian I, Luther dll.
Matilda Joslyn menuturkan hal itu dan berkata:
“Sebagaimana yang kita ketahui melalui sejarah yang tidak terbantahkan, baik gereja Kristen, ataupun negara Kristen di sepanjang sejarah, masing-masing telah mendukung poligami. Misalnya Kerajaan Valentinian I yang telah memberi hak bagi orang-orang Kristen untuk menikahi lebih dari satu orang wanita, dan di abad kedelapan, raja Charlemagne yang pernah menjabat sebagai ketua gereja dan kepala negara Kristen, ia menikahi enam orang wanita, beberapa ahli sejarah ada yang mengatakan sembilan ornag wanita… Luther sendiri yang berpegang teguh kepada alKitab baik perjanjian lama ataupun baru mengatakan: “Saya akui, bahwa jika seorang laki-laki ingin menikahi dua orang wanita atau lebih, maka saya tidak bisa mengharamkan hal itu, dan perbuatannya itu tidak menyelisihi alKitab” .
St. Augustine berkata:
“Sekarang, fakta yang ada di zaman kita ini, setelah kita menggunakan undang-undang Romawi, seorang laki-laki tidak boleh menikahi perempuan lain selama istri pertamanya masih hidup” .
Ini menunjukkan bahwa poligami diharamkan karena mengikuti undang-undang Romawi, bukan karena mengikuti ayat-ayat agama.
St. Augustine juga mengatakan:
“Sekali lagi, Ya’qub bin Ishaq dituduh melakukan dosa besar karena ia telah menikahi empat orang istri, akan tetapi tuduhan ini tidak memiliki landasan, karena poligami bukanlah kejahatan, karena hal itu wajar saja, akan tetapi sekarang dianggap sebagai suatu kejahatan karena tidak umum dilakukan… dan satu-satunya sebab yang membuat poligami dianggap kejahatan saat ini hanyalah karena kebiasaan masyarakat dan undang-undang yang melarangnya”.

Poligami menurut Agama Islam
Untuk memahami padangan Islam mengenai poligami kita harus mengetahui perkara-perkara berikut:
1.    Islam bukanlah satu-satunya agama yang mensyariatkan poligami, akan tetapi Islam adalah satu-satunya agama yang menetapkan batasan dalam berpoligami, yang juga diperbolehkan di seluruh agama lainnya, alHarits bin Qois mengatakan: “Saya masuk Islam, dan ketika itu saya memiliki delapan orang istri, lalu aku ceritakan itu kepada Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau berkata: ‘Pilihlah empat orang diantara mereka’”. (HR Abu Daud, dan dishahihkan oleh alAlbani).
2.    Poligami dalam agama Islam wajib hukumnya bagi orang yang merasa bisa terjerumus ke dalam dosa bila tidak melakukannya, dan jika ia meninggalkannya agamanya akan berkurang, dan untuk selainnya, maka hukum poligami adalah mubah, siapa yang ingin melakukannya tak mengapa dan yang tidak melakukannya pun tak mengapa, sama halnya dengan perkara-perkara mubah lainnya dalam agama Islam, seorang Muslim tak berdosa ketika meninggalkannya.
3.    Mengetahui sebab diturunkannya ayat tentang poligami, sebelum kita membaca ayat alquran yang membolehkan poligami dan membatasi maksimal hanya empat istri saja, kita harus memahami ayat-ayat yang ada sebelumnya, juga sebab diturunkannya ayat tersebut, supaya kita mengetahui, bahwa ayat tersebut tidaklah turun melainkan untuk membela dan menjaga hak-hak para wanita.
Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu, dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar, dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya, dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik, dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS anNisaa: 1-6).
Di awal ayat tadi, Allah ta’ala memerintahkan manusia untuk bertakwa dan takut kepada-Nya, juga memberikan anak-anak yatim, yang diwasiatkan atas mereka, harta-harta mereka ketika mereka telah memasuki usia baligh, dan mereka sudah dianggap memiliki kemampuan untuk menjaga hartanya sendiri, seorang juga dilarang untuk mendzalimi anak yatim dengan cara memakan harta mereka, orang-orang Arab sebelum datangnya Islam, jika seorang mendapat wasiat untuk menjaga anak yatim yang memiliki harta yang banyak, mereka akan mencapur hartanya itu dengan harta mereka, ia mengambil harta yang bagus untuk dirinya sendiri, sedangkan anak yatim itu diberi harta yang jelek, dengan tujuan menjajah mereka!! asSuddi telah menyebutkan hal itu, ia berkata:
“Seorang diantara mereka ada yang mengambil kambing yang gemuk dari harta anak yatim, lalu menggantinya dengan kambing yang kurus, ia berkata: ‘kambing diganti dengan kambing’, lalu mengambil kepingan dirham yang bagus, dan menggantinya dengan yang jelek, dan berkata: ‘Dirham diganti dengan dirham’. Allah telah melarang kejahatan dan pencurian ini, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah Huub yang besar’, maksudnya dosan yang sangat besar”.
Penjajahan atas anak yatim ini terus belanjut, apalagi jika anak itu perempuan, Urwah bin Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah ta’ala: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim”, beliau berkata:
“Wahai keponakanku, perempuan yatim ini berada di bawah pengawasan walinya, saling berbagi harta antara keduanya, lalu harta dan kecantikannya menarik hati walinya, lantas walinya tadi ingin menikahi perempuan itu tanpa berlaku adil dalam memberikan mahar, ia tidak memberinya seperti yang diberikan orang lain kepada perempuan semisalnya, maka ia tidak boleh menikahinya melainkan harus berlaku adil kepadanya, dan memberikan perempuan itu mahar yang berhak ia terima, mereka juga diperintahkan untuk menikahi wanita lain yang mereka sukai selain anak yatim itu”. (HR Bukhari).
Demikianlah ayat ini turun kepada laki-laki yang memakan hak perempuan yatim yang telah diwasiatkan kepadanya dan berada di bawah pengawasannya, ketika ia ingin menikahi perempuan itu ia tidak memberikannya mahar yang berhak ia terika, maka Allah pun melarang mereka untuk melakukan hal ini, dan memerintahkan mereka untuk memberikan perempuan yatim itu mahar yang berhak ia terima, atau ia meninggalkan perempuan itu dan tidak menikahinya, akan tetapi menikahi perempuan lain selain dirinya, bahkan ia boleh menikahi dua, tiga atau maksimal empat orang wanita. Akan tetapi musuh-musuh Islam biasanya memotong ayat ini, sebagaimana yang biasa mereka lakukan, mereka hanya menyebutkam firman Allah yang berbunyi: “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat”, tanpa menyebutkan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, yang berisi syarat melakukan poligami, yaitu berlaku adil kepada para istri!!

Syarat Melakukan Poligami di Dalam alQuran.
Agama Islam tidak memerintahkan seorang laki-laki untuk menikahi perempuan lebih dari satu, akan tetapi membolehkannya, dan menetapkan syarat-syarat yang membuat laki-laki benar-benar berfikir sebelum ia memutuskan untuk menikahi wanita lain, diantara syarat tersebut adalah, harus berlaku adil kepada seluruh istri dalam hal makanan, pakaian, minuman, dan tempat tinggal, Allah ta’ala berfirman:
فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة.
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (QS anNisaa: 3).
Agama Islam melarang seorang untuk menganiaya dan berlaku dzalim kepada istri-istrinya, atau lebih condong kepada salah satu diantara mereka, Allah berfirman:
ولن تستطيعوا أن تعدلوا بين النساء ولو حرصتم فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة وإن تصلحوا وتتقوا فإن الله كان غفورا رحيما.
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS anNisaa: 129).
Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barang siapa yang memiliki dua istri, lantas ia lebih condong kepada salah satu diantara mereka, maka kelak ia akan datang pada hari kiamat sedang tubuhnya miring sebelah”. (HR Ahmad, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, hadits shahih).
Perlu diketahui bersama wahai para pembaca yang mulia, bahwa agama Islam adalah agama universal, agama yang diturunkan bagi seluruh manusia, di setiap zaman dan tempat, agama ini tidak diturunkan untuk individu ataupun masyarakat tertentu, sehingga kaidah dan syariatnya hanya sesuai bagi pikiran dan keinginan mereka saja, oleh karena itu agama ini membolehkan bagi laki-laki untuk menikahi lebih dari satu istri, karena agama ini benar-benar mengerti keadaan hidup mereka, apa yang kita yakini bahwa hal tertentu tidak sesuai dengan masyarakat tertentu, maka mungkin hal itu sesuai bagi masyarakat yang lainnya, dan apa yang tidak sesuai dengan zaman ini, bisa jadi sesuai bagi zaman berikutnya, disamping itu, syariat poligami juga ditetapkan demi mengasihi para wanita, yang akan tetap menjadi perawan tua jika poligami ditiadakan, maka barang siapa yang mau melakukan hal ini, maka silahkan lakukan, dan tetap perhatikan syarat-syaratnya, dan bagi yang tidak ingin melakukannya, maka tidak mengapa.

Bab V
Hukum yang Mengatur Kehidupan Masyarakat
•    Perbedaan antara Syariat Islam dan Hukum Buatan Manusia
•    Pandangan Kitab Suci mengenai Demokrasi.
•    Syariat Islam dan Kebebasan Berekspresi.

Perbedaan Antara Syariat Islam dan Hukum Buatan Manusia
Ada banyak sekali hukum yang mengatur kehidupan masyarakat yang digunakan saat ini, namun yang paling banyak tersebar adalah dua jenis hukum, hukum demokrasi, dan hukum diktator, namun kita bisa melihat kegagalan masing-masing dari kedua jenis hukum ini dari praktek kesehariannya, kedua jenis hukum ini masih tidak bisa merealisasikan keamanan dan keadilan internasional yang selalu digembar-gemborkan dunia. Namun anehnya, dunia terus menerus mencari hukum yang bisa merealisasikan ketenangan dan keamanan, padahal di samping mereka ada hukum Islam, akan tetapi beberapa politikus, para penghisap darah manusia, benar-benar mengetahui, bahwa jika mereka mempraktekkah hukum ini, hal itu akan berakibat pada hilangnya kekuasan dan kekuatan mereka, oleh karena itu, mereka berusaha untuk mengatur para perumus undang-undang untuk merumuskan hukum yang bisa memperkuat kekuatan mereka atas rakyat yang mereka pimpin.
Arti Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari dua kata, “Demos” yang berarti rakyat, dan “Cratus” yang berarti hukum, jadi demokrasi adalah hukum yang ditetapkan rakyat bagi diri mereka sendiri, yaitu melalui sistem parlemen, dan masing-masing orang berhak memilih siapa yang akan mewakili mereka dalam parlemen tersebut, lewat parlemen itulah setiap huukum dan undang-undang diatur sesuai dengan suara terbanyak dari anggota parlemen, maksudnya, suara terbanyak dari anggota parlemen adalah keputusan yang harus ditetapkan, walaupun keputusan itu bertentangan dengan suara minoritas yang ada di parlemen, oleh karena itu hukum dan undang-undang yang ada di parlemen tidak tetap, karena anggota parlemen pun sering berubah-ubah. Maha Benar Allah yang menjelaskan hal itu di dalam alquran, bahwa tidak ada yang mampu memperbaiki keadaan manusia, melainkan hukum Allah subhanahu wa ta’ala, Allah berfirman:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ.
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS alMukminuun: 71).
Arti Hukum Diktator
Hukum diktator sangat berbalik dengan hukum demokrasi, yaitu pendapat pemimpin, walaupun itu minoritas, harus dilaksanakan, walaupun itu betentangan dengan pendapat mayoritas masyarakat, Allah ta’ala bercerita tentang Fir’aun yang telah melakukan perusakan di muka bumi ini, Allah berfirman:
قَالَ فِرْعَوْنُ مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَىٰ وَمَا أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَادِ.
“Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar".” (QS Ghaafir: 29).
Banyak orang yang ketika mendengar istilah demokrasi akan membayangkan hal-hal yang baik mengenai kata ini, seperti menjamin kebebasan individu, menghormati pendapat orang lain, kebebasan berpendapat, kebebasan untuk menjalankan keyakinan masing-masing, menghargai hak, dan kebaikan mereka tanpa adanya tekanan, padahal faktanya, demokrasi adalah hukum diktator, atau dengan kata lain, rezim otoriter. Hal itu karena suara mayoritas akan menetapkan undang undang yang sesuai bagi keinginan dan orientasi mereka atas suara minoritas, walaupun hukum yang diberlakukan bertentangan dengan kebaikan dan kepercayaan minoritas, ataupun akan mengakibatkan efek buruk bagi mereka. Banyak sekali fakta-fakta yang terjadi di dunia kita ini yang membongkar sisi buruk demokrasi:
•    Pada tahun 2009, atas nama demokrasi, di negara Swiss diadakan jajak pendapat mengenai hukum yang melarang pembangunan menara-menara adzan, lalu ditetapkanlah hukum yang melarang minoritas Islam untuk membangun menara-menara adzan di masjid-masjid mereka berdasarkan suara terbanyak, dimana keputusan tersebut memancing ketidak setujuan amnesti internasional yang menyayangkan keputusan tersebut, menurut mereka keputusan itu tidak sesuai dengan komitmen Swiss dalam memberikan kebebasan menjalankan keyakinan beragama.
•    Atas nama demokrasi, beberapa ibukota negara yang ada di Eropa, sampai hari ini, melarang pembangunan masjid bagi minoritas Muslim, berkali-kali minoritas Muslim ini berusaha untuk bisa mendapatkan izin membangun masjid, lalu parlemen negara setempat pun mengadakan jajak pendapat mengenai pemberian izin membangun masjid, sekalipun mayoritas anggota parlemen tersebut menyetujui pembangunan masjid, mereka akan tetap memberikan konsekuensi-konsekuensi yang sangat sulit demi menghalangi berdirinya masjid.
•    Atas nama demokrasi, di beberapa negara-negara Eropa, telah ditetapkan hukum yang melarang para wanita Muslimah untuk mengenakan cadar di tempat-tempat umum, dengan berbagai macam alasan, diantaranya, karena mengenakan cadar menurut mereka tidak cocok jika dilakukan di tempat-tempat umum, dan sebagainya, walaupun mungkin bagi sebagian orang alasan ini masuk akal, namun bersamaan dengan itu, pemerintahan mengharuskan setiap orang yang mengendarai sepeda motor untuk menggunakan masker di jalan-jalan!! Bukankah seharusnya para pengendara sepeda motor ini harus membuka wajah mereka juga?! Sebagaimana kita dapati banyak manusia yang tinggal di negara-negara eropa dan asia timur seperti China, Tailand, dll, yang lebih memilih untuk masker-masker kesehatan, semata-mata karena alasan demi menjaga diri mereka dari virus-virus penyakit, dan tidak ada seorang pun yang mengatakan kepada mereka, bahwa menutup wajah di tempat umum itu tidak cocok!! Ditambah lagi, bukankah melarang para wanita untuk menganakan pakaian yang mereka inginkan termasuk tidak menghargai kebebasan mereka, dan tidak memberikan mereka kebebasan individu juga kebebasan berkeyakinan?! Ketika engkau tidak setuju dengan keyakinan orang lain, kau bisa memaksanya untuk meninggalkan keyakinannya itu, bukankah banyak sekali orang-orang india yang berkeyakinan Sikh, menggunakan ikat-ikat kepada berwarna hitam dan membiarkan rambut-rambut mereka tumbuh panjang tanpa memotongnya, mereka bebas bergerak di eropa, bahkan beberapa diantara mereka ada yang menjabat posisi-posisi hukum di beberapa negara tanpa harus melepas ikatan kepala mereka, seorang tidak boleh memaksa mereka untuk melepas ikat kepala dan memangkas rambut-rambut mereka karena alasan tidak suka dengan ikat kepala hitam dan rambut panjang.
•    Atas nama demokrasi, di salah satu negara berkembang, salah satu partai ekstrim sayap kanan memenangkan pemilihan umum di beberapa kota, dan keputusan pertama yang mereka tetapkan adalah larangan untuk menghidangkan makanan-makanan halal bagi siswa-siswa Muslim di sekolah-sekolah yang berada di kota-kota yang berhasil mereka menangkan, mereka mewajibkan sekolah-sekolah untuk menyuguhkan menu-menu makanan yang mengandung daging babi, dan daging-daging lainnya yang disembelih tidak sesuai dengan ketetapan Islam bagi siswa-siwa Muslim, bukankah seharusnya mereka menetapkan hukum yang mencegah kerusakan dan lebih menghargai kebebasan?
•    Atas nama demokrasi, di salah satu negara berkembang, telah ditetapkan hukum yang melarang menyembelih hewan dengan cara yang halal, dengan artian, kaum Muslimin tidak bisa memakan daging-daging yang disembelih tidak dengan cara yang syar’i, tujuan dari ditetapkannya hukum tersebut adalah untuk memojokkan kaum Muslimin, dan mengusir mereka keluar menuju negara-negara lain yang ingin menghormati keyakinan mereka, setiap hewan yang dibunuh dengan cara disetrum, dipukul dengan besi sampai mati, dicekik, digantung, ataupun ditenggelamkan dagingnya tidak bisa dimakan oleh orang-orang Islam.
Inilah beberapa kasus yang menunjukkan tirani mayoritas atas hak-hak minoritas, bahkan tidak memberikan hak mereka untuk melaksanakan ajaran agama mereka tanpa tekanan, atau hak mereka untuk memilih pakaian sampai makanan yang mereka inginkan!! Dari contoh-contoh ini dan lain sebagainya, bisa kita dapati bahwa demokrasi dan sekulerisme menurut fakta di lapangan tidak mampu dilakukan kecuali bagi diri demokrasi itu sendiri, mereka beralasan kepada kaum minoritas dengan berbagai macam alasan ketika melakukan tekanan atas mereka, berdalih bahwa mereka juga tidak akan bisa hidup menggunakan hukum yang lainnya!! Adapun syariat agama Islam, maka ia sangatlah berbeda dengan hal tadi, syariat ini mencakup seluruh manusia dengan berbagai macam latar belakang agama mereka, agama Islam telah menjelaskan hak-hak kaum minoritas, dan menjadikannya berbeda di luar hak kaum mayoritas, bahkan mewajibkan kaum mayoritas untuk menjaga hak-hak minoritas itu tanpa mengusiknya, walaupun pendapat mayoritas bertentangan dengan pendapat mereka, dalam hal ini, tidak selamanya pendapat mayoritas dibenarkan, apalagi jika bertentangan dengan hak-hak yang telah ditetapkan oleh syariat Islam yang penuh kemudahan ini. Bagi yang ingin mencari tau lebih banyak lagi tentang masalah ini, ada banyak sekali buku-buku yang berbicara tentang hak-hak non-Muslim yang berada di negara-negara Islam, yang bisa ia jadikan rujukan, dan maha benar Allah yang berfirman:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS alAn’aam: 116).
Oleh karena itu, tak ada satupun hukum buatan manusia, apapun jenisnya, yang bisa menjamin keberagaman antara bangsa-bangsa, ataupun keberagaman yang ada di satu masyarakat tertentu, sama seperti yang dilakukan oleh syariat agama Islam, hal itu karena syariat Islam adalah hukum yang berasal dari Tuhan, yang diturunkan oleh Tuhan yang telah menciptakan manusia, dan tentunya Ia lebih mengetahui mana yang paling baik bagi mereka, Allah ta’ala berfirman:
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ.
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS alMulk: 14).

Pandangan Kitab Suci mengenai Demokrasi
Adapun Bible sendiri, ia telah meniadakan demokrasi secara keseluruhan, di dalam Roma (13/1-7):
“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita. Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.”

Syariat Islam dan Kebebasan Berekspresi
Agama Islam telah menjelaskan kebebasan berekspresi yang terikat dengan batasan-batasan syariat, kebebasan yang baik bagi masyarakat dan tidak akan merusak mereka, yang akan menyatukan antara individu yang ada dan tidak akan mencerai-beraikannya, juga kebebasan yang akan merealisasikan tujuan hidup mereka bersama, bukan kebebasan yang tidak memiliki batasan, sehingga hanya akan menghancurkan bukannya membangun, merusak bukan memperbaiki, dan hanya akan mengakibatkan permusuhan antara individu masyarakat, akan tetapi kebebasan yang tidak akan mencederai hak-hak orang lain, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS alHujuraat: 11).
Sering kali kita melihat acara-acara televisi yang tersebar di negara-negara yang katanya maju, menampilkan acara stand-up komedi yang berisi sindiran-sindiran bagi pemerintah dengan lawak dan candaan, candaan macam itu disebut oleh hukum buatan manusia sebagai kebebasan berekspresi!! Padahal faktanya, di beberapa negara, candaan seperti itu hanyalah sindiran yang tak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi, karena acara itu didanai oleh partai-partai tertentu dan dijadikan alat yang membantu mereka untuk menjatuhkan lawan mereka.
Adapun kebebasan berpendapat di dalam agama Islam, maka kebebasan tersebut terikat dengan ikatan-ikatan tertentu, yang jika dilanggar, maka hal itu akan dianggap mencederai hak-hak individu ataupun masyarakat, contohnya, masalah penistaan kepada Nabi Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam, tujuan apa yang diinginkan dari penistaan ini? Dan apakah keuntungan yang bisa didapat seseorang dari hal ini? Bukankah hal itu hanya akan membakar bara kebencian antara masyarakat? Bahkan antara orang yang beragama Islam dan orang beragama lainnya di dalam masyarakat itu sendiri? Apakah mencela orang mati dan tidak menghormatinya merupakan bentuk kemajuan moral? Saya yakin, seorang yang berani melakukan hal ini, jika ada orang lain mencela salah satu orang tuanya, anaknya, bahkan pemain idola ataupun artis favoritnya, ia tidak akan tinggal diam, akan tetapi ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melawan orang tadi, perlu diketahui, bahwa negara yang telah berbuat buruk kepada salah satu Nabi dari Nabi-nabi Allah itu, yang katanya berada di bawah naungan “Kebebasan Berekspresi”, mereka akan menghukum segala bentuk penghinaan kepada presiden ataupun perdana menteri!! Bukankah mencela pimpinan negara melalui gambar-gambar karikatur juga termasuk kebebasan berpendapat pula?!
Agama Islam telah melarang untuk menghina keyakinan orang lain, sehingga hal itu tidak mengibarkan fitnah yang akan menghancurkan masyarakat, oleh karena itu, wajib atas para pemilik akal, untuk menahan orang-orang yang ingin menghembuskan fitnah dan mengobarkan api permusuhan antara manusia, yang bisa mengakibatkan peperangan antara mereka, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS alAn’aam: 108).
Perlu diketahui, bahwa kebiasaan menghina Nabi Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam bukanlah perkara yang baru terjadi saat ini saja, akan tetapi itu sudah terjadi dari sejak beliau diutus, para musuh beliau menyebut beliau pembohong, dukun, penyair, dan gila, hal itu diceritakan di dalam alquran, Allah berfirman:
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ ، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ ، وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ.
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS alHujuraat: 97-99).
Mengikat kebebasan berpendapat dengan ikatan-ikatan tertentu bukan hanya berlaku dalam syariat Islam saja, golongan-golongan lainnya pun mengikat kebebasan berpendapat dengan ikatan-ikatan yang sesuai dengan keyakinan dan kebijakan mereka, di Inggris misalnya, ada larangan menyebar film mengenai Isa alaihis salam, dengan dalih bahwa agama Kristen adalah hukum umum yang harus dihargai dan diperhatikan. Beberapa negara juga membatasi kebebasan berpendapat atas penduduknya, apalagi jika kebebasan tersebut menyinggung orang-orang Yahudi, atau meragukan kejadian Holocaust, maka negara-negara tersebut akan langsung menangkap dan memenjarakan pelakunya dengan tuduhan rasis.
Agama Islam ingin menciptakan satu lingkungan yang baik melalui kebebasan yang senantiasa melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, ia memberi kebebsan bagi setiap orang untuk memberikan sumbangsih dan menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan masyarakat, ada beberapa perkara yang sengaja tidak dijelaskan secara rinci dalam syariat Islam, demi membuka peluang manusia untuk bermusyawarah antar sesama mereka, Allah ta’ala berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, Tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imraan: 159).
Selain itu, agama Islam juga menjadikan kebebasan berpendapat sebagai kebebasan yang bertanggung jawab, yang tidak terpengaruh oleh apapun, supaya bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, berdasarkan perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu: “Janganlah kalian menjadi Imma’ah (orang yang tidak memiliki pendirian), kalian berkata: ‘Jika manusia berlaku baik, maka kamipun akan ikut baik, dan jika mereka berlaku dzalim, maka kamipun akan ikut berlaku dzalim’, akan tetapi jadikanlah diri kalian seseorang yang jika manusia berbuat baik, maka kalianpun akan menjadi baik, dan jika mereka berbuat buruk, kalian tidak ikut berbuat dzalim”. (HR Tirmidzi, dan shahih secara marfu’).
Kebebasan ini bukan sebatas teori atau hak bagi orang-orang tertentu saja, akan tetapi kebebasan bagi seluruh manusia, sesuai dengan batasan-batasan syariat, hal itu telah dilakukan oleh Nabi yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, agar umatnya bisa mencontoh beliau, Abu Said alKhudri berkata: “Seorang Arab Badui pernah mendatangi Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam untuk memintanya melunasi hutang yang ditanggung beliau, namun ia memintanya dengan kasar, sampai-sampai ia mengatakan: ‘Saya akan terus mengganggumu sampai kau membayar hutang-hutangmu padaku’, maka para sahabat pun menegur orang itu, mereka berkata: ‘Celakalah kau, tidakkah kau tau siapa yang kau ajak bicara?’, orang badui itu berkata: ‘Sesungguhnya aku hanya meminta hakku’, maka Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam puhn bersabda: ‘Apakah kalian memperlakukan orang yang benar-benar memiliki hak seperti ini?’, lalu beliau mengirim utusan kepada Khaulah binti Qois, beliau berkata kepadanya: ‘Jika engkau memiliki kurma, maka berikanlah kami hutang, sampai jika kurma-kurma kami panen, kami akan mengganti hutang-hutang kami’, Khaulah berkata: ‘Iya, ayah dan ibuku menjadi tanggunganmu wahai Rasulu-Allah’, lalu ia pun mengutangi Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, dan beliau pun membayar hutangnya kepada orang badui tadi, lalu si badui pun berkata: ‘Engkau telah melunasi hutangmu, semoga Allah memudahkanmu’, maka Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: ‘Mereka adalah sebaik-baik manusia, sesungguhnya tidaklah satu umat disucikan, jika orang-orang lemah diantara mereka tidak bisa mengambil haknya tanpa kesulitan’” (Hadits shahih, dishahihkan oleh alAlbani dalam shahih Ibnu Majah dan Shahihul Jami’: 1857).
Lalu perilaku beliau ini pun diikuti oleh para sahabatnya sepeninggalan beliau, ketika Abu Bakar asShiddiq dibaiat sebagai khalifah, ia pun naik ke atas mimbar, lalu menyampaikan khutbah yang menjelaskan asas-asas kepemimpinan umum dalam Islam, yang tak kan pernah bisa direalisasikan oleh manusia di bawah undang-undang buatan yang mengikuti hawa dan nafsu politik, beliau berkata:
“Wahai manusia, aku telah diangkat sebagai pemimpin atas kalian, padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kalian, jika kalian melihatku berada di atas kebenaran, maka bantulah aku, dan jika kalian melihatku berada di atas kesalahan, maka koreksilah aku, taatilah aku selama aku mentaati Allah dalam memimpin kalian, dan jika aku bermaksiat kepada-Nya, maka kalian tidak boleh mentaatiku, sesungguhnya orang yang terkuat diantara kalian hanyalah orang yang lemah di hadapanku, sehingga aku bisa mengambil hak-hak orang lain dari dirinya, dan orang terlemah diantara kalian adalah orang yang kuat di hadapanku, sehingga aku ambilkan hak-haknya baginya, aku ucapkan perkataanku ini, dan aku memohon ampun dari Allah bagi diriku dan kalian” .
Kebebasan Beragama.
Agama Islam memberikan jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang non-Muslim, baik dari kalangan Yahudi, dan Nasrani tanpa ada tekanan, tidak boleh memaksa seorang pun untuk meninggalkan keyakinannya dan memeluk Islam, Allah ta’ala berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS alBaqarah:256).
Di sisi lain, sejarah menyebutkan tindak penindasan yang dilalukan oleh beberapa golongan Nasrani kepada golongan lainnya hanya karena perbedaan keyakinan.
Kebebasan Ilmiah dalam Berpendapat.
Agama Islam juga memberikan kebebasan berpendapat dalam bidang ilmu dan pendidikan, bahkan mengangkat tinggi-tinggi derajat para ahli ilmu, di saat sejarah menceritakan kepada kita tentang perselisihan antara gereja dengan ilmu pengetahuan dan para ahli ilmu, sehingga mereka melarang kebebasan ilmiah dalam berpendapat.
Bahkan syariat Islam mewajibkan atas setiap Muslim untuk mencari ilmu dan belajar, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim”. (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan disebutkan dalam Shahihul Jami’).
Agama Islam juga mengangkat tingi-tinggi derajat para ahli ilmu, Allah ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS alMujaadilah: 11).

Kebebasan Berpendapat dalam Kitab Suci
Sebagaimana yang kita lihat tadi di dalam kitab Roma (13/1), ayat ini memberangus segala bentuk demokrati dan kebebasan berpendapat, bahkan ia juga memprakarsai dasar-dasar kediktatoran, otoritarianisme dan tunduk secara mutlak kepada penguasa.


Bab VI
Jihad menurut Syariat Islam.
•    Keadaan Dunia Sebelum, Ketika, dan Sesudah munculnya Islam.
    Manusia Beragama Sesuai dengan Agama Rajanya.
    Hukuman Mati yang Ditetapkan bagi Orang yang Menolak Agama Kristen.
•    Jihad dan Kebebasan Beragama
    Surat-Surat Rasulu-Allah shallahu alahi wa sallam yang Membela Orang-Orang Nasrani.
    Jihad dalam Agama Islam dan Macam-Macamnya
1.    Tahapan Berjihad.
2.    Penghalang-Penghalang Kewajiban Jihad.
3.    Tujuan dari Berjihad.
4.    Orang-Orang yang Diperangi ketika Jihad.
5.    Batasan-Batasan Berjihad.
    Apakah Setiap Peperangan yang Dilakukan Kaum Muslimin Disebut Jihad?
    Perang Suci.
    Perbedaan antara Jihad dan Perang.
    Jihad di Dalam Kitab Suci (Bible).


Jihad menurut Syariat Islam
Pembahasan ini tidak cukup untuk menjelaskan masalah jihad, sebab, tujuan, dan akhlaknya secara keseluruhan, akan tetapi kiat akan bahas secara singkat, sehingga pembaca bisa mendapat gambaran singkat mengenai jihad di jalan Allah, yang sering kali digunakan oleh orang-orang yang membenci ajaran Allah ini untuk memperburuk citra Islam, dan menakut-nakuti orang lain dari agama ini, dan nanti kita akan mengetahui, setelah membaca keterangan ini, bahwa jihad adalah rahmat bagi seluruh manusia.

Keadaan Dunia Sebelum, Ketika, dan Sesudah Munculnya Islam
Bagi yang memperhatikan sejarah peradaban bangsa-bangsa yang ada di sepanjang sejarah, ia akan dapati bahwa dunia ini dahulu bagaikan arena pertempuran yang bahan bakarnya adalah harta dan manusia, berapa banyak kota yang hancur, ekonomi yang runtuh, wanita yang menjanda, anak-anak yang menjadi yatim, dan hak jutaan manusia yang terampas karena menjadi korban peperangan yang ada di seluruh tempat, di eropa saja, tidak ada satu negara pun yang keadaan dan batas negaranya yang stabil, akan tetapi batas luasannya senantiasa berubah-ubah karena serangan dari arah barat, timur, utara, ataupun selatan, dan api peperangan antara negara-negara itu tidak pernah padam, yang ada hanya negara yang membayar upeti, atau negara yang berkuasa, dan tujuan dari pembayaran upeti itu sendiri adalah untuk mengetahui kesetiaan negara yang dikuasai itu, jika salah satu negara yang harus membayar upeti itu tidak lagi membayarnya, maka itu seakan pengumuman perang yang ia sampaikan kepada negara penguasa.

Manusia Beragama Sesuai Dengan Agama Rajanya.
Inilah keadaan manusia sebelum munculnya agama Islam, mereka beragama seperti agama yang dianut oleh raja mereka, tidak ada seorang pun yang hidup di bawah kekuasaan Byzantium misalnya, boleh berkeyakinan Majusi, agama pemerintahan Persia, jika ia melakukannya, ia akan dianggap sebagai pengkhianat kepada kerajaan, dan akan diberi hukuman mati dan disalib karena telah memeluk agama musuh mereka, begitu juga sebaliknya.
Yang lebih aneh lagi, peperangan yang terjadi antara golongan-golongan Kristen karena perbedaan keyakinan antar sesama mereka, contohnya, kerajaan Romawi yang memaksa orang-orang Kristen Koptik yang ada di Mesir karena mereka beragama Kristen, sedangkan agam resmi kerajaan adalah Animisme, dan setelah kerajaan Romawi menganut agama Kristen, maka agama resmi kerajaan pun berubah menjadi Kristen, namun mereka tetap membantai orang-orang Mesir karena mereka berbeda golongan!!

Hukuman Mati yang Ditetapkan bagi Orang yang Menolak Agama Kristen.
Dahulu orang-orang Nasrani hanyalah kelompok minoritas yang sangat lemah di bawah kerajaan Romawi, akan tetapi setelah Costantin I memeluk agama Nasrani, maka agama itupun menguat, sampai akhirnya agama itu menjadi agama resmi kerajaan Romawi, hal ini mengakibatkan tekanan bagi para penganut Animisme yang ada, tempat-tempat ibadah mereka dihancurkan, atau diubah menjadi gereja, bahkan tekanan itu juga diarahkan kepada orang-orang Nasrani yang memiliki keyakinan berbeda, misalnya:
•    Di zaman Theodosius I, agama Nasrani ditetapkan sebagai satu-satunya agama yang diterima oleh kerajaan Romawi, sehingga perpustakaan Alexandria pun dibakar, karena mengandung buku-buku Animisme, mereka juga menghentikan olimpiade dengan anggapan bahwa itu adalah kebiasaan orang-orang Animisme.
•    Di tahun 772, raja Charlemagne memerangi Saxons selama 33 tahun memaksanya agar memeluk agama Kristen, dan diantara bukti kejahatannya saat itu adalah pembantaian Verden, tahun 782, dimana saat itu dibunuh 4500 tawanan dari pihak Saxons karena menolak memeluk agama Kristen, dan ketika pasukan Charlemagne pergi, Saxons pun membalas pembantaian itu dengan membakar gereja-gereja dan membunuh para pemuka agama sebagai ajang balas dendam, maka Charlemagne pun menetapkan hukuman mati bagi setiap orang Saxons yang enggan memeluk agama Kristen.
•    Antara tahun 1929 sampai tahun 1945, pergerangan revolusi Kroasia melakukan pembantaian atas pengikut Ortodoks memaksa mereka agar memeluk keyakinan Katholik, yang menyisakan ratusan ribu korban dari kelompok Ortodoks.
•    Penculikan anak, atau generasi yang diculik, antara tahun 1909 sampai 1970, pemerintahan dan gereja Australia melakukan aksi penculikan atas anak-anak suku asli Aborigin dari orang tuanya, untuk dipaksa masuk Kristen.
•    Di tahun 2007 Paus Vatikan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Amerika latin atas pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Spanyol dalam rangka mengkristenisasi mereka.
•    Antara abad 16 sampai abad 17, penjajah Portugis memaksa, menyiksa, dan membunuh setiap penduduk kota Goa yang enggan memeluk ajaran Kristen, dimana saat itu penjajah telah membakar lebih dari 300 kuil Hindu, ditambah lagi mereka juga melarang para Imam Kristen untuk membaca buku-buku agama Budha, dan menetapkan hukuman yang sangat berat bagi yang melanggarnya, mereka juga memaksa anak-anak yang berusia lebih dari 15 tahun untuk memeluk agama Kristen, dan mewajibkan penggunaan bahasa Portugal atas penduduk Hindu dan melarang mereka menggunakan bahasa asli mereka.
Ini hanya sebagian contoh pemaksaan yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada manusia yang beragama lain, belum lagi ditambah dengan peperangan yang terjadai antar golongan dalam satu agama Nasrani itu sendiri, seperti Katholik, Protestan, dan Ortodoks, karena perbedaan, mereka saling berperang satu sama lain, diantara contoh yang akan menjelaskan tentang kebencian antar golongan yang ada di Kristen adalah sebagai berikut:
•    Pembantaian atas pengikut sekte Katholik Chatar yang terjadi di daerah Languedoc, Perancis bagian selatan, dari tahun 1209 sampai 1229, ketika Pope Innocent III mengutus pasukan salib untuk menghancurkan sekte Katholik Chatar, sampai akhirnya terjadi pembantaian yang memakan korban 1 juta orang dalam 20 tahun. Dan pembantaian yang pertama kali terjadi adalah pembantaian di kota Beziers tahun 1209, dimana seluruh penduduk kota itu dibunuh dan seluruh kota dibakar setelah kota itu dikepung .
•    Pembantaian Merindol, Perancis tahun 1545, dimana orang-orang Katholik telah membunuh ribuan orang pemeluk sekte Waldens .
•    Pembantaian Toulouse, Perancis tahun 1562, dimana orang-orang Katholik membunuh 5000 orang Protestan dan sisanya diusir dari kota .
•    Pembantaian Vassy, Perancis tahun 1562 yang dilakukan orang-orang Katholik kepada Protenstan, yang mengakibatkan peperangan antar agama di Peracis yang totalnya 8 peperangan melawan Protestan .
•    Pembantaian festival St. Michael di kota Nimes, Perancis tahun 1567, dimana orang-orang Protestan membantai orang-orang Katholik yang ada di kota itu, dan diantara korban pembantaian ada 24 imam Katholik yang dibunuh sebagai balasan atas perlakuan orang-orang Katholik .
•    Pembantaian Bartholomew, Perancis 1572, saat itu orang Katholik membunuh 50 ribu Protestan .
•    Pembantaian-pembantaian yang terjadi antara orang Protestan dan Katholik, di tengah peperangan 11 tahun, antara Irlandia yang beragama Katholik, melawan Parlemen Inggris dan Skotlandia yang beragama Protestan, Irlandia (1641-1652) .
•    Pembantaian dan penganiayaan yang dilakukan terhadap ribuan Anabaptis, baik oleh umat Katholik dan Protestan, antara tahun 1525 dan 1660, yang mengakibatkan imigrasi besar-besaran oleh pengikut golongan itu menuju Amerika Utara .
•    Di tahun 1656, Maarios III, Patriark Antiokhia, menulis tentang pembantaian yang dilakukan oleh Katholik Polandia terhadap umat Kristen pengikut gereja Ortodoks, ia menunjukkan bahwa jumlah korban yang tewas saat itu sekitar 70-80 ribu orang.
Ini hanyalah sedikit kasus dari sekian banyak peperangan, persengketaan, dan dan pembantaian yang dilakukan oleh umat Nasrani kepada sesama mereka, setelah ini, kita akan membahas masalah Jihad dalam agama Islam, supaya orang-orang yang masih memiliki akal bisa melihat bahwa jihad ini adalah rahmat bagi seluruh manusia, tidak seperti apa yang dibayangkan oleh orang-orang yang hanya menelan mentah-mentah informasi dari media yang penuh dengan kebohongan.

Jihad dan Kebebasan Beragama
Agar kita bisa mengetahui sejauh mana usaha agama Islam dalam memberikan kebebasan beragama, kita harus mengetahui lebih dulu tujuan sebenarnya dari jihad, dan agar kita bisa mendapatkan gambaran lebih banyak, maka mari kita jelaskan secara bertahap arti dari jihad, jihad sendiri terbagi menjadi dua: Umum dan Khusus.
1.    Jihad Umum, terbagi menjadi dua:
•    Berjihad melawan diri, yaitu berjuang melawan diri sendiri demi mempelajari ilmu agama, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan bersabar dalam melewati setiap tantangan yang ada, juga berjuang dalam rangka meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan, dan melaksanakan segala kewajiban sesuai dengan kemampuan, demi mengharap keridhaan Allah, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mujahid adalah orang yang berjuang melawan dirinya karena Allah”. (Shahih Ibnu Hibban dan Shahih Abu Daud: 2258).
•    Berjihad melawan setan, yaitu berjihad dengan keyakinan melawan bisikan setan, baik berbentuk syubhat, ataupun keraguan dalam iman, juga bersabar dalam menghadapi bisikan kepada syahwat dan keburukan, Allah ta’ala berfirman: “Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS Fusshilat: 36).
Jihad secara umum inilah jihad sesungguhnya, seorang manusia akan senantiasa berjihad melawan jiwanya dan setan seumur hidupnya, hal itu tidak akan pernah terlepas darinya, begitu juga dengan amalan-amalan baik yang dikerjakan seorang Muslim hanya karena mengharap ridha Allah, maka hal itu pun termasuk dari Jihad, diantaranya:
•    Pergi haji ke Baitullah merupakan jihad, hal itu karena dalam melaksanakan ibadah haji butuh pengorbanan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, dan mengeluarkan harta karena Allah, Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berkata: Wahai Rasulu-Allah, kami tau jihad adalah amalan yang paling utama, tidakkah kami (para wanita) berjihad?”, Beliau bersabda: “Jihad terbaik bagi kalian (para wanita) adalah haji mabrur”. (HR Bukhari).
•    Menyampaikan kebenaran, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim”. (HR Abu Daud).
•    Menyampaikan seruan Islam kepada orang-orang non-Muslim dengan cara berdakwah menggunakan hujjah dan quran, juga bersabar ketika menghadapi balasan yang mereka berikan juga termasuk jihad, Allah berfirman: “Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar”. (QS alFurqaan: 51-52).
•    Amar ma’ruf nahi munkar juga termasuk dari jihad, ia adalah jalannya para Rasul dan pengikut mereka, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada satu Nabipun yang diutus kepada umat sebelumku, kecuali mereka memiliki hawariyun dan sahabat yang melaksanakan sunnahnya dan mengikuti perintahknya, kemudian datang setelah mereka sebuah generasi, yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan, dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan, maka barang siapa yang melawan mereka dengan tangan, maka ia seorang mukmin, barang siapa yang melawan mereka dengan lisannya, maka ia seorang mukmin, dan baran siapa yang melawan mereka dengan hatinya, maka ia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada lagi keimanan walau sebesar biji sawi pun”. (HR Muslim).
•    Berbuat baik kepada manusia dan tidak mengganggu mereka, juga berusaha untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka, dan bersabar atas perbuatan mereka juga termasuk jihad, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang yang membiayai para janda dan orang-orang miskin layaknya seorang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang selalu mengerjakan shalat malam, dan puasa di siang hari”. (HR Bukhari).
•    Berpergian dalam rangka menuntut ilmu juga termasuk jihad, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam rangka menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali”. (HR Tirmidzi, ia berkata: “Hadits hasan”, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Shahih Targhib wat Tarhib: 88).
•    Mengajarkan ilmu juga jihad, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang datang ke masjidku ini, ia tidak datang melainkan untuk mempelajari ilmu atau mengajarkannya, maka ia seperti orang yang sedang berjihad di jalan Allah, adapun orang yang datang untuk tujuan selain itu, maka ia seperti orang yang sedang melihat kenikmatan orang lain”. (Shahih Ibnu Majah, Shahihul Jami’: 6184).
•    Berbakti kepada orang tua pun jihad, seorang pernah datang kepada Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam meminta izin untuk pergi berjihad, beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”, ia menjawab: “Iya”, beliau bersabda: “Maka berjihadlah melalu mereka berdua”. (HR Bukhari).
•    Menjaga amanat dan tidak mengkhianati kepercayaan orang yang telah memberikan amanat tersebut kepadanya juga termasuk jihad, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang pegawai yang bekerja, ia mengumpulkan zakat dan menyampaikannya, maka ia senantiasa seperti orang yang sedang berjihad di jalan Allah sampai ia kembali ke rumahnya”. (HR Thabrani dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Shahih Targhib wat Tarhib: 774).

2.    Jihad khusus:
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا.
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!".” (QS anNisaa: 75).
Jihad khusus ini terbagi menjadi dua macam:
•    Jihad daf’u (bertahan), terbagi menjadi dua macam:
1.    Jihad eksternal: dengan cara melawan kedzaliman dan memerangi serangan yang diarahkan kepada negara kaum Muslimin, kehormatan, harta, atau agama mereka, peperangan ini adalah hak bagi seluruh manusia, adapun peperangan yang dilakukan demi kemaslahatan duniawi, seperi memperluas kekuasaan, pamer kekuatan, dan balas dendam, maka hal-hal ini dilarang oleh Islam.
2.    Jihad internal, hal ini terbagi menjadi dua:
A.    Jihad individu, yaitu membela diri atau orang lain dari seorang penjahat yang ingin merampok, membunuh, atau mengganggunya, jihad ini dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara menahan pelaku kedzaliman supaya berhenti dari perbuatannya, jika tidak mampu maka dengan lisan atau ucapan, jika tidak mampu, maka dengan hati, yaitu menginkari kedzaliman yang ia lakukan di dalam hatinya, dan jenis terakhir ini sangatlah penting, tujuannya agar hati kita menginkari perbuatan tersebut dan tidak menyukainya, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siap diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaknya ia ubah kemungkarang tersebut dengan tangannya, jika tidak bisa, maka dengan lisannya, jika tidak bisa, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR Muslim).
B.    Jihad kelompok, yaitu memerangi kelompok yang membangkang dari kalangan kaum Muslimin, sampai ia kembali kepada kebenaran, Allah ta’ala berfirman: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” (QS alHujuraat: 9).
Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Tolonglah saudaramu dalam keadaan dzalim ataupun terdzalimi”, kami (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulu-Allah, kami memang harus menolongnya ketika terdzalimi, lantas bagaimana dengan yang mendzalimi?’, beliau bersabda: “Dengan cara menghentikannya dari kedzaliman, itulah cara kalian menolongnya”. (HR Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi).
•    Jihad tholab (menyerang):
Supaya kita bisa memahami, apa itu jihad tholab, maka kami akan menampilkan beberapa surat yang dikirim oleh Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam kepada Heraklius penguasa kerajaan Byzantium, Muqawqis (Cyrus) penguasa Aleksandria, sehingga kita bisa menilai sesuatu dari latar belakangnya.

Surat-Surat Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam Yang Membela Orang-Orang Nasrani.
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam sangat mengkritisi kenyataan yang terjadi antar sesama golongan umat Nasrani, dan kedzaliman yang mereka lakukan atas diri mereka sendiri dengan cara mempersekutukan Allah dengan yang lainNya, hal itu beliau tuturkan dalam surat yang beliau kirim kepada Heraklius penguasa Romawi, beliau bersabda dalam suratnya:
“Bismi Ellahi Er-Rahmani Er-Rahiim, dari Muhammad utusan Allah, kepada Heraklius penguasa Romawi, semoga keselamatan tercurah kepada orang yang mengikuti kebenaran, amma ba’du:
Sesungguhnya aku menyerukan dakwah Islam kepadamu, masuk Islamlah, maka niscaya kau akan selamat, masuk Islamlah, maka Allah akan memberikan kepadamu pahala dua kali lipat, namun jika kau menolak, maka engkau akan mengemban dosa layaknya para pengikut Arianisme, dan hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"”. (HR Muslim).
Beliau juga mengirim surat kepada Muqawqis, penguasa Aleksandria, dan isi surat beliau:
“Bismi Ellahi Er-Rahmani Er-Rahiim, dari Muhammad hamba dan utusan Allah, kepada Muqawqis pemimpin orang-orang koptik, semoga keselamatan tercurah bagi orang yang mengikuti kebenaran, amma ba’du:
Sesungguhnya aku menyerukan kepadamu dakwah Islam, masuk Islamlah, maka kau akan selamat, masuk Islamlah, maka kau akan mendapat pahal dua kali lipat, jika kau menolak, maka engkau akan menanggung dosa orang-orang koptik”. (Zaadul ma’aad: 3/603).
Di dalam kedua surat beliau, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam telah mengecam Heraklius dan Muqawqis atas pembantaian yang telah dilakakan atas orang-orang yang mengikuti ajaran Arianisme dan para pengikut ajaran koptik di Mesir, dan perlu diketahui, bahwa pengikut ajaran Arianisme bukan hanya segilintir orang saja, namun mayoritas penduduk Eropa dulunya menganut ajaran Arianisme, hal itu disebutkan oleh imam Jerome, ia berkata: “Dunia terbangun sambil mengerang, karena mengetahui bahwa dirinya pengikut Arianisme!!” .
Sayangnya tragedi yang menimpa para pengikut Arianisme itu ingin dirahasiakan, maka bagi siapa yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai tragedi tersebut, maka ia bisa merujuk buku-buku yang menyebutkan beberapa kekejian yang telah dilakukan atas mereka.
Dan sebagaimana kami sebutkan tadi, bahwa dahulu, hukum yang berlaku di dunia ini adalah “Rakyat terpaksa harus memeluk agama yang sama dengan rajanya, seorang pun tidak memiliki hak untuk memiliki keyakinannya sendiri”, oleh karena itu, jihad tholab adalah jihad yang dilakukan oleh pasukan kaum Muslimin demi menyampaikan risalah Islam kepada seluruh manusia, dan meninggikan kalimat Allah, juga menghapus kedigdayaan para raja yang tega memaksa rakyatnya untuk memeluk agama yang sama dengan mereka dan melarang mereka untuk memeluk agama Islam, hal ini akan kami jelaskan lebih panjang lagi di bawah.
Dan dalam jihad satu ini pun kita masih harus mengikuti tahapan yang tadi kita sebutkan, kita tidak boleh memulainya dengan tangan, kemudian lisan, baru dengan hati, akan tetapi mulai dengan lisan, baru dengan tangan, dan jihad ini hanya bisa dilakukan dengan izin dari pemimpin kaum Muslimin, syeikh Muhammad bin Shaleh alUtsaimin mengatakan:
“Tidak boleh sebuah pasukan berperang kecuali atas izin dari seorang imam, apapun keadaannya, karena yang diperintahkan untuk berjihad adalah para pemimpin, bukan individu-individu masyarakat, dan para individu masyarakat harus mengikuti para ulama dan pemimpin, maka tidak boleh seorang pun berperang tanpa izin dari imam, kecuali jika itu dilakukan karena bertahan dari serangan, jika mereka dikejutkan oleh serangan musuh, maka saat itu mereka boleh membela diri dan peperangan pun hukumnya berubah menjadi fardhu ain (wajib atas setiap individu). Hal yang seperti itu tidak diperbolehkan karena perkara ini (peperangan) terikat dengan keputusan imam, melaksanakan pertempuran tanpa izin dari imam adalah suatu bentuk melewati batas, dan jika manusia bebas berperang tanpa izin imam mereka, maka yang terjadi hanyalah kekacauan, setiap orang akan menunggangi kudanya dan berperang seenaknya, dan jika manusia dibiarkan melakukan hal itu, maka yang terjadi hanyalah kerusakan yang sangat besar” .
Syeikh Ibnu Utsaimin juga menyebutkan syarat penting yang lainnya dalam melaksanakan jihad tholab, yaitu adanya kemampuan, beliau berkata:
“dalam hal ini ada syarat, yaitu kaum Muslimin harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang bisa mereka gunakan untuk berperang, jika mereka tidak memiliki kemampuan, maka memaksakan diri mereka untuk berperang sama dengan bunuh diri sia-sia, oleh karena itu Allah tidak mewajibkan atas kaum Muslimin untuk berjihad ketika mereka masih di Makkah, karena mereka tidak mampu dan lemah, lalu setelah mereka hijrah ke Madinah, dan mendirikan negara Islam yang kuat, barulah mereka diperintahkan untuk berperang, oleh karena itu, syarat yang satu ini harus terpenuhi, jika tidak, maka kewajiban berperangpun gugur dari mereka layaknya kewajiban-kewajiban lainnya, karena setiap perkara yang wajib akan gugur kewajibannya karena ketidak adaannya kemampuan” .

Tahapan Jihad Tholab:
Jihad tholab memiliki 3 tahapan yang harus diikuti secara berurutan, yaitu:
1.    Dakwah: Dimana seorang imam Muslim harus menyampaikan dakwah terlebih dahulu kepada raja tertentu, mendakwahinya untuk masuk ke dalam agama Islam, dan raja tersebut memiliki kebebasan mutlak untuk memilih menerima dakwah dan masuk ke dalam agama Islam, atau tetap berada dalam keyakinannya.
2.    Jizyah: Jizyah adalah perkara yang biasa dilakukan di dunia ini dari sejak dulu sampai sekarang, ia adalah bukti kesetiaan dan perdamaian, dahulu seluruh negara yang ada di dunia ini terbagi menjadi dua, negera yang mengambil jizyah, atau negara yang membayarnya kepada negara lain, dan saat itu, ketika sebuah negara berhenti membayar jizyah, maka itu dianggap sebagai ketidak setiaan dan pengumuman perang atas negara yang mengambilnya. Jizyah ini juga masih tetap berlaku sampai sekarang, dunia saat ini terpecah menjadi beberapa kelompok, dimana negara-negara besar mencoba mengumpulkan negara-negara yang lebih kecil darinya lalu membantu negara-negara tersebut secara politik, militer, dll, sebaliknya, negara besar itu akan mendapat keistimewaan tertentu atau upeti khusus, seperti izin yang diberikan untuk membuka pangkalan militer di negara yang dibantu perekonomiannya, atau negara yang besar itu berhak mendapat bagian dari sumber daya alam yang ada di negara kecil tadi, baik berupa permata, uranium, besi, minyak bumi, dengan harga yang lebih rendah, atau negara besar tadi mendapat keuntungan khusus dengan cara investasi ekonomi di negara-negara kecil, dan lain sebagainya, ini semua dilakukan sebagai uang muka atas persahabatan dan hubungan demi memperkuat politik atau militer, ketika ada negara lain yang mencoba mengusik negara-negara kecil yang memberi jizyah ini, maka negara besar yang menaunginya akan membela secara militer, inilah yang dikenal dengan system jizyah.
Seorang raja yang didakwahi untuk masuk ke dalam agama Islam memiliki hak untuk menolak dakwah tadi dan mempertahankan kekuasaannya, ia tidak diperangi dan tidak akan dikudeta, akan tetapi ia harus membayar jizyah berupa harta sebagai imbalan atas penjagaan yang bisa ia dapatkan di bawah kekuasaan negara Islam, ketika batasan negara yang ia memiliki berdampingan dengan batas negara kaum Muslimin, maka hal itu dianggap sebagai bentuk perdamaian seperti yang telah kita jelaskan tadi, hal itu merupakan perjanjian bahwa ia tidak akan menyerang kaum Muslimin, dan ketika ada pasukan lain yang menyerang negaranya, maka wajib atas kaum Muslimin untuk membantu mereka melawan musuh mereka.
Namun perlu diperhatikan, bahwa ketika seorang raja menyetujui untuk membayar jizyah, bukan berarti ia bebas memperlakukan rakyatnya semau dia, ia memperbudak mereka, menyiksa mereka, dan memaksa mereka utuk mengikuti agamanya, akan tetapi ia tidak boleh memerangi agama Islam dan pengikutnya, tidak melarang para da’i yang menyerukan agama Islam kepada rakyatnya, akan tetapi ia harus membiarkan para da’i tadi mendakwahkan rakyatnya supaya bisa masuk ke dalam agama Islam, siapa diantara rakyatnya, baik yang beragama Yahudi ataupun Kristen yang ingin masuk Islam, maka ia tidak mendapat tekanan, dan bagi yang ingin tetap berada di dalam agamanya maka itu tetap menjadi haknya, Allah ta’ala berfirman:
وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر إنا أعتدنا للظالمين نارا أحاط بهم سرادقها.
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (QS alKahfi: 29).
3.    Perang: jika raja tadi enggan untuk masuk ke dalam agama Islam, juga enggan untuk membayar jizyah, dan tetap menekan rakyatnya, saat itu pasukan kaum Muslimin mendapat izin untuk bertempur melawan raja itu beserta bala pasukannya, adapun rakyat sipil lainnya maka tidak boleh diganggu sedikitpun, kaum Muslimin tidak boleh membunuh melainkan pasukan yang memeranginya, mereka tidak boleh menggangu wanita, anak kecil, orang tuan, para pemuka agama, atau orang Muslimin yang lain pada umumnya.

Penghalang Jihad Tholab:
Seorang Muslim bukan seenaknya saja melaksanakan jihad tholab ini, akan tetapi di sana ada beberapa penghalang yang menghalangi kewajiban jihad tholab, diantaranya:
•    Ketidak mampuan kaum Muslimin untuk berperang, baik karena kelemahan yang ada pada mereka, atau karena sedikitnya jumlah mereka.
•    Adanya perjanjian bersama pihak orang-orang kafir, maka tidak boleh menyelisihi perjanjian tersebut, hal seperti ini banyak terjadi di dunia saat ini, mayoritas negara yang ada dunia saling memiliki perjanjian damai antara satu sama lain.
•    Adanya kemaslahatan yang jelas untuk meninggalkan peperangan walaupun saat itu mereka mampu melaksanakannya, sebagaimana yang terjadi saat perjanjian Hudaibiyah.

Tujuan Berjihad:
Sering kali kita dapati media-media yang didirikan untuk menyebarkan racun dan propaganda demi tujuan politik memberitakan bahwa jihad adalah peperangan yang diarahkan kepada seluruh dunia supaya berada di bawah satu kekuasaan, ucapan ini tidak benar karena bertentangan dengan firman Allah ta’ala:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS Huud: 119).
Kita bisa mengetahui hakikat sesungguhnya dari tujuan jihad dari firman Allah ta’ala:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS alHajj: 39-41).
Demikianlah tujuan dari jihad, yaitu membela kebenaran dan agama, juga melawan kedzaliman, manfaatnya bisa dirasakan oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, ataupun kaum Muslimin, bukan hanya dirasakan oleh kaum Muslimin saja . Jikalau Allah tidak mengizinkan kita untuk melawan kedzaliman dan kebatilan dengan berperang, niscaya kebenaran akan kalah, tempat-tempat ibadahpun akan dihancurkan, baik tempat ibadah orang para rahib, gereja-gereja Kristen, kuil-kuil Yahudi, dan masjid-masjid kaum Muslimin . Dan dalam ayat ini, kita bisa melihat hasil dari jihad, atau apa yang akan terjadi setelah jihad, para pengikut kebenaran akan dimenangkan atas pengikut kesalahan, kedzaliman, dan kebatilan, dimana ayat ini menjelaskan kepada para mujahid untuk konsisten dengan tujuan diadakannya jihad, yaitu menyebar kebaikan bukan kerusakan, maka hendaknya mereka melaksanakan shalat, bukan berlaku semena-mena di muka bumi, mereka juga harus mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik dari kalangan orang fakir, ataupun orang yang membutuhkan, mereka tidak boleh merampok harta manusia dan kekayaan mereka, dan mereka harus melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.

Orang Yang Diperangi Ketika Jihad.
Jika jihad itu dilakukan demi membela kebenaran, meninggikan kalimat Allah, dan menjaga orang-orang yang lemah, maka siapa yang kita perangi ketika berjihad?!! Allah menjelaskan hal itu dalam firmanNya:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS alMumtahanah: 8-9).
Ibnu Abbas mengatakan:
“Dahulu kedudukan orang musyrik di sisi Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam dan kaum Muslimin terbagi menjadi dua golongan: orang-orang yang diperangi, kaum Muslimin memerangi mereka, begitu pula sebaliknya, dan orang musyrik yang memiliki perjanjian damai, kaum Muslimin tidak memerangi mereka, begitu pula sebaliknya”. (HR Bukhari).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin) yang berada di bawah tanggungan Allah dan RasulNya, maka ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan”. (HR Ibnu Majah).
Beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya suatu jiwa yang ada di bawah perjanjian Allah dan RasulNya, maka ia telah menyelisihi perjanjian Allah, dan ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan.” (HR Tirmidzi).
Beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya kalian akan membebaskan Mesir, ia adalah tanah yang banyak tersebar di dalamnya qirath, maka jika kalian berhasil membebaskannya, maka berlaku baiklah kepada penduduknya, karena mereka memiliki ikatan perjanjian dan ikatan rahim bersama kita”, atau beliau bersabda: “Ikatan perjanjian dan ikatan ipar dengan kita”. (HR Muslim).
Dan sekarang kami akan menyebutkan apa yang tertulis di buku-buku orang Kristen mengenai toleransi yang diberikan kaum Muslimin kepada mereka.
Di dalam buku “Synaxarium” , yang merupakan salah satu buku rujukan terpenting bagi gereja Koptik Ortodoks, ia adalah kitab yang berisi kisah para Nabi, para martir, dan orang-orang suci, disebutkan kisah tentang Amr bin alAsh radhyallahu anhu dan Pope Benjamin I , dari kisah tersebut kita bisa mengetahui siapa yang dijadikan musuh ketika berjihad, dan bagaimana perilaku kaum Muslimin kepada masyarakat sipil, bahkan kita akan melihat, siapa sebenarnya yang menjajah rakyatnya:
“Karena pembantaian yang dilakukan oleh kerajaan Byzantium dan tekanan yang mereka berikan kepada umat Koptik, terpaksa Pope Benjamin I dari Aleksandria melarikan diri bersama uskupnya menuju pegunungan selama 13 tahun, dan setelah permbebasan kaum Muslimin atas Mesir di bawah pimpinan Amr bin alAsh radhiyallahu anhu, beliau langsung menuju Aleksandria dan memerangi orang Romawi yang ada di sana untuk mengusir mereka keluar dari kota, maka terjadilah kerusuhan, kesempatan itu digunakan oleh beberapa penjahat, mereka membakar gereja dan biara-biara, termasuk diantaranya gereja St. Markus , mereka juga menjarah semua harta yang ada di dalamnya, seorang pelaut ada yang memasukkan tangannya ke dalam peti St. Markus, ia mengira di dalamnya ada harta, namun yang ia temukan hanyalah mayat, lantas ia pun melucuti pakaian mayat tersebut, dan memotong kepala St. Markus lalu menyembunyikan kepala itu di kapalnya. Adapun Amr bin alAsh, ketika ia mengetahui kabar bersembunyinya Pope Benjamin, ia mengirim surat ke seluruh kota yang ada di Mesir yang isinya: “Dimana pun Benjamin pemimpin uman Nasrani koptik berada, maka ia aman, maka hendaknya ia datang dalam keadaan aman dan tenang untuk mengatur rakyat dan gerejanya, maka Pope Benjamin pun datang setelah ia bersembunyi selama 13 tahun, lalu Amr bin alAsh pun memberikannya kehormatan yang sangat tinggi, dan menyerahkan kepadanya gereja dan harta kekayaannya”.
Ketika pasukan Amr ingin meninggalkan Aleksandria menuju Pentapolis, salah satu kapalnya berhenti, maka pasukan Amr pun menanyakan hal tersebut kepada para pengurus kapal dan memeriksanya, lalu mereka pun menemukan kepala St. Markus, maka ia pun memanggil Pope Benjamin, untuk membawanya, lalu Benjamin pun membawa kepala itu bersama para pemuka agama dan umat Kristen yang diiringi kebahagiaan sampai ke gereja.”

Tahapan Hukum Berjihad dari Dilarang Sampai Menjadi Kewajiban.
1.    Larangan berperang: di awal-awal masa dakwah Islam, jihad masih dilarang atas kaum Muslimin, Allah ta’ala berfirman:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!".” (QS anNisaa: 77).
2.    Izin untuk berperang: kemudian kaum Muslimin diberikan izin untuk berperang ketika kaum musyirikin menekan kehidupan mereka dan mengusir mereka dari rumah-rumah mereka, Allah ta’ala berfirman:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS alHajj: 39-41).
3.    Membela diri dengan berperang: kemudian datang perintah untuk berjihad ketika kaum musyrikan menyerang kaum Muslimin, mulai saat itu kaum Muslimin pun berperang, Allah ta’ala berfirman:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS alBaqarah: 190).
4.    Perintah untuk berperang: ketika agama Islam mulai kuat dan tersebar, manusia pun mulai berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam, dan musuh-musuh di luar Islam, yang ada di negara-negara tengga, semakin bertambah, mereka merasa agama ini mengancam kerajaan mereka, Allah pun memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan jihad tholab untuk menyampaikan risalah tauhid kepada manusia, menyebarkan agama Islam, dan mengangkat kalmat Allah, juga berdakwah kepada para raja dan penguasa, menyerukan mereka kepada Islam, yang tujuannya adalah meninggikan kalimat tauhid, dan membela keadilan, bukan untuk memperluas kekuasaan dan melakukan kerusakan di muka bumi, ataupun membalas dendam, yang hanya akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, Allah berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ.
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS alAnfaal: 47).
Alquran telah menjelaskan tekanan yang diberikan oleh orang-orang musyrik kepada orang-orang beriman dari kalangan Nasrani sebelum datangnya Islam, Allah mengabadikan kisah tersebut di dalam alquran untuk menjelaskan bahwa tujuan sebenarnya dari jihad adalah mengangkat kedzaliman dari orang-orang yang beriman, baik dari kalangan Nasrani, Yahudi, maupun kaum Muslimin, Allah berfirman:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman, dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman.” (QS alBuruj: 4-8).
Kisah ini diturunkan untuk mengabadikan kisah orang-orang beriman dari kaum Nasrani yang berada di Yaman sebelum diutusnya Nabi Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam, yang mana mereka semua diadzab oleh kaum mereka sendiri hanya karena mereka beriman kepada Allah ta’ala, kaumnya menggali parit yang sangat besar bagi mereka, dan membuat api yang sangat besar di parit tersebut, lalu orang-orang beriman itu diberi pilihan, kembali ke agama asal mereka, atau dilemparkan ke api, demikianlah mereka dibakar hidup-hidup hanya karena beriman kepada Allah, mereka melihat keluarga mereka dilemparkan ke dalam parit satu persatu.

Peraturan-Peraturan Berjihad dalam Islam.
Jihad dalam Islam memiliki peraturan-peraturan dan adab-adab yang jauh dari sifat dzalim, para musuh tidak akan dibunuh kecuali orang-orang yang ikut berperang atau ikut berpartisipasi di dalamnya.
Haram hukumnya membunuh orang tuan, anak-anak, wanita, orang sakit, para perawat, orang yang terluka, para tawanan, juga para ahli ibadah yang mengabdikan dirinya untuk ibadah! Dilarang pula membunuh orang-orang yang terluka selama peperangan, tidak boleh memutilasi jasad korban perang, tidak boleh mengejar orang-orang yang memilih kabur dari peperangan, tidak boleh membunuh hewan, tidak boleh menghancurkan rumah-rumah, tidak boleh sedikitpun merusak tempat-tempat ibadah, tidak boleh merusak air dan sumur-sumur, dan tidak boleh memotong pohon sembarangan atau membakarnya,..dst.
Demikianlah arahan yang diberikan oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam dan para khalifah setelah beliau kepada para pasukan yang akan berangkat berjihan, dan wasiat yang disampaikan khalifah Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam Abu Bakar asShiddiq radhiyallahu anhu bagi para pimpinan pasukan adalah:
“Berdirilah kalian, aku mewasiatkan sepuluh perkara kepada kalian maka hafalkanlah dariku: jangan berkhianat, jangan menggelapkan harta rampasan perang, jangan mengingkari perjanjian, jangan memutilasi orang mati, dan janganlah kalian bunuh anak-anak kecil, orang tua, ataupun wanita, janganlah kalian menebang pohon atau membakarnya, janganlah kalian menebang pohon yang sedang berbuah, janganlah menyembelih kambing, sapi, ataupun unta kecuali hanya untuk dimakan. Dan kalian nanti akan mendapati suatu kaum yang telah mengabdikan dirinya di kuil-kuil, maka biarkanlah mereka” .
Adapun para tawanan, agama Islam telah menetapkan bagi mereka hak-haknya, maka mereka tidak boleh disiksa, dihinakan, diteror, atau dibiarkan mati kelaparan ataupun kehausan, akan tetapi mereka harus dimuliakan dan diperlakukan dengan baik, berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا . إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا.
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS alInsaan: 8-9).
Dan negara Islam memiliki hak untuk memperlakukan para tawanan sesuai dengan kemaslahatan umum, dan perjanjian internasioanal yang ada, para tawanan boleh dibebaskan tanpa syarat, atau dengan tebusan harta, atau ditukar dengan kaum Muslimin yang menjadi tawanan, Allah ta’ala berfirman:
حَتَّى إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّى تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا.
“Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.” (QS Muhammad: 4).
Adapun nasib rakyat sipil yang ada di dalam negara yang telah ditaklukkan kaum Muslimin, maka agama Islam telah melarang setiap orang untuk mengganggu mereka dengan cara apapun, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin) yang berada di bawah tanggungan Allah dan RasulNya, maka ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan”. ( HR Ibnu Majah dan dishahihkan oleh alAlabani dalam asShahihah: 2356).
Agama Islam juga melarang siapapun untuk mencoreng kehormatan mereka, mereka tidak boleh dicela atau diejek, mereka juga tidak boleh didzalimi ataupun ditekan, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang mendzalimi seorang mu’ahad, menghinanya, membebaninya di atas kemampuannya, atau merampas hartanya tanpa keridhaannya, maka aku akan menggugatnya pada hari kiamat” (HR Abu Daud, lihat Silsilah Shahihah: 445).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam juga pernah berwasiat kepada para sahabatnya yang pergi berjihad untuk berbuat baik kepada penduduk negara yang mereka taklukkan, beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian akan membebaskan Mesir, ia adalah tanah yang banyak tersebar di dalamnya qirath, maka jika kalian berhasil membebaskannya, maka berlaku baiklah kepada penduduknya, karena mereka memiliki ikatan perjanjian dan ikatan rahim bersama kita”, atau beliau bersabda: “Ikatan perjanjian dan ikatan ipar dengan kita”. (HR Muslim).
Dan bukti terbaik yang menyatakan para sahabat senantiasa melaksanakan wasiat Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam ini adalah perjanjian yang diberikan oleh Umar bin Khattab kepada penduduk Baitul Maqdis, ketika ia membuka kota tersebut, beliau berkata:
“Bismillahirrahmaanirrahiim, ini adalah kemanan yang diberikan oleh hamba Allah Umar bin Khattab Amirul Mukminin, kepada penduduk Baitul Maqdis: ia memberikan mereka keamanan atas jiwa, harta, gereja-gereja, dan salib-salib mereka… mereka juga tidak dipaksa untuk meninggalkan agama mereka dan tidak diganngu..dst”.
Apakah sejarah pernah menyaksikan kebaikan, keadilan dan toleransi semacam ini yang diberikan oleh pihak yang memenangkan peperangang kepada lawannya?! Padahal beliau radhiyallahu anhu bisa saja menetapkan syarat apapun yang memberatkan mereka! Akan tetapi tujuan beliau hanyalah menyebar keadilan dan agama Allah, juga kecintaan kepada manusia. Ini semua menunjukkan bahwa jihad di dalam agama Islam dilakukan bukan untuk nafsu duniawi.

Apakah Setiap Perang yang Dilakukan Kaum Muslimin Dianggap Jihad?
Perlu kita fahami, bahwa tidak semua peperangan yang dilakukan oleh negara Islam adalah jihad, dan tidak semua orang Islam yang berperang dianggap sebagai mujahid, karena jihad memeliki syarat-syarat, dan kami, kaum Muslimin, selalu membedakan antara kata “Jihad” dengan “Perang”, akan tetapi banyak sekali media yang ada di zaman ini berusaha untuk memperburuk citra Islam melalui jihad dengan berbagai macam cara hanya untuk kepentingan pihak tertentu, mereka akan memandang setiap peperangan yang ada di dunia, jika peperangan tersebut antara dua negara Kristen, mereka akan mengatakan: “Terjadi peperangan antara negara ini dan itu”, mereka tidak menghubungkan peperangan yang terjadi dengan agama yang dianut kedua negara, adapun jika salah satu negara itu dari kalangan kaum Muslimin, maka mereka akan mengatakan: “Ekstrimis Islam telah mengumumkan jihad melawan negara Kristen”, yang menjadi pertanyaan di sini: Siapa yang memberi mereka kewenangan untuk menamakan perang tersebut sebagai jihad, dan pasukan yang berperang sebagai mujahidin??!! Agar mereka tau, apakah peperangan yang terjadi itu benar-benar jihad, dan orang-orang yang terlibat didalamnya sebagai mujahidin, mereka harus memperhatikan tujuan, akhlak, dan syarat-sayart berjihad di depan mata mereka, lalu memastikan sejauh mana kesesuaian perang tersebut dengan hal-hal yang tadi disebutkan!! Dan perlu diketahui, bahwa banyak sekali pandangan-pandangan politik yang menguasai dunia, dan hubungan antar negara yang sangat jauh dari istilah jihad, dan peperangan yang terjado benar-benar perang demi kemaslahat biasa, contohnya:
1.    Perang Krimea, pada tahun 1853 antara kerajaan Rusia, melawan kesultanan Turki Ottoman, dimana kerajaan Britania raya dan Perancis pun ikut masuk ke dalam peperangan melawan Rusia untuk membantu sekutu mereka kesultanan Ottoman, tentu peperangan ini sarat akan politik, bukan agama, karena baik Rusia, Britania, dan Perancis sama-sama negara Kristen, sedangkan kesultanan Turki adalah negara Islam.
2.    Di tahun 1854, Yunani yang berada di bawah kekuasaan Turki memanfaatkan perang Krimea yang terjadi antara Turki dan Rusia untuk melakukan pemberontakan yang dikenal dengan “Revolusi Epirus” untuk mengeluarkan Turki dari Yunani, dan yang membantu menekan revolusi tersebut adalah negara Inggris dan Perancis, dengan cara melakukan blokade atan pelabuhan-pelabuhan utama di Yunani yang menutup masuknya bantuan bagi orang-orang Yunani, sehingga akhrinya Yunani masih tetap berada di bawah kekuasaan Turki ottoman.

Perang Suci.
Apakah jihad di dalam Islam adalah perang suci yang dengannya kaum Muslimin memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam dan gereja-gereja juga tempat-tempat ibadah mereka akan dihancurkan? Maka tentu jawabannya adalah tidak, karena ada dalil-dalil yang sangat jelas di dalam alquran yang melarang untuk memaksa manusaia supaya meninggalak agama dan keyakinan mereka, dan memaksa mereka untuk memeluk agama Islam, Allah berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS alBaqarah: 256).
Jihad dilakukan dengan tujuan menyampaikan agama Allah kepada manusia, bukan untuk memaksa mereka memeluk agama Islam, berdasarkan firman Allah:
فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ.
“Jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imran: 20).
Alasan mengapa agama Islam melarang untuk memaksa manusia supaya masuk kedalam Islam, karena hidayah untuk masuk ke dalam agama kebenaran, mengetahuinya, dan mengikutinya adalah karunia yang hanya bisa diberikan oleh Allah saja kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, hidayah ini tidak datang melalui paksaan, Allah berfirman:
لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ.
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS alBaqarah: 272).
Maka tidak boleh kita memaksa orang-orang non-Muslim, baik dari kalangan Yahudi, ataupun Nasrani, agar mereka masuk ke dalam agama Islam, apabila itu terjadi maka keIslaman mereka tidak benar, karena diantara syarat memeluk agama Islam adalah keinginan dari hati pelakunya bukan karena paksaan.
Mungkin seorang akan mengatakan: Tapi kami mendapatkan kabar dari televisi tentang dihancurkannya sebuah gereja di sebuah negara yang dilanda peperangan, maka kami katakan: Kabar tersebut bisa benar dan bisa salah, sekalipun itu benar, maka berapa banyak masjid yang telah dihancurkan dan dirusak di negara yang sama?!! Jika mereka mengatakan ada beberapa orang Kristen yang telah dibunuh, maka kami katakan: Berapa banyak kaum Muslimin yang dibantai di sana?!! Ketika engkau berbicara tentang negara yang sedang dilanda peperangan, pasti engaku akan membicarakan hal-hal ini yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan Islam dan ajarannya, maka keadaan tersebut tidak bisa disebut dengan jihad, alasan mengapa hal itu tidak bisa disebut jihad, karena banyak sekali manusia yang melakukan aniaya, membunuh, bahkan banyak sekali tempat-tempat ibadah yang dihancurkan, dan semua ini tidak sesuai dengan jihad, bahkan sangat berlawanan.

Perbedaan antara Jihad dan Perang.
Kita akan mengetahui perbedaan antara jihad dan perang jika kita memperhatikan beberapa peperangan yang pernah terjadi sepanjang sejarah:
•    Iskandar Agung: Beliau mendapat hormat dari rakyatnya juga negara-negara di dunia, bahkan beliau dianggap sebagai salah satu figure yang paling besar dan berpengaruh di dunia, ia telah mengikuti banyak pertempuran demi memperluas kekuasaaannya yang terbentang dari perbatasan kerajaan Yunani sampai India.
•    Genghis Khan: Ia membangun kekuasaan yang sangat besar di dunia setelah kematiaanya, kekuasaannya terbentang dari Cina sampai Eropa timur di Polandia dan sekitarnya, banyak sekali patungnya yang tersebar di berbagai dunia, ia pun dihormati oleh manusia.
•    Hitler: Mampu menguasai Eropa, sampai banyak sekali negara-negara Eropa yang tunduk di bawah kekuasaannya.
•    Kerajaan Inggris Raya (Kerajaan yang tak pernah luput dari matahari): Tanah jajahannya terbentang dari ujung timur ke ujung barat, inilah alasannya mengapa ia disebut sebagai kerajaan yang tak pernah luput dari matahari.
•    Daerah jajahan Perancis, Spanyol, Portugal, Italia, dan Jepang: yang terbentang dari barat ke timur, semuanya mereka lakukan demi memperluas kekuasaan mereka.
Kesimpulan: Kerajaan-kerajaan tadi memiliki persamaan yang sama, yaitu mereka semua berperang dengan tujuan menguasai kekayaan dan tanah negara-negara lain, juga ambisi mereka untuk menguasai dunia, persamaan lainnya juga, bahwa peperangan yang mereka lakukan hanya menyisakan kehancuran, terbunuhnya jutaan orang, inilah yang telah dijelaskan sejarah kepada kita, Genghis Khan yang dianggap sebagai pahlawan oleh bangsanya, namun orang-orang yang tinggal di negara-negara yang dijajah memandang dirinya dan cucunya Hulagu Khan sebagai penjahat perang, mereka membantai rakyat sipil, dan menyebar kerusakan di muka bumi, Hulagu Khan telah menghancurkan “Daarul Hikmah” beserta seluruh isinya yang merupakan buku-buku dan manuskrip-manuskrip ilmiah yang tak ternilai harganya.
Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan antara peperangan-peperangan tadi dan jihad, kita harus membandingkan tujuan dari peperangan tersebut, hasilnya, dan moral ketika berperang dengan tujuan, hasil, dan moral dalam berjihad,! Karena jihadlah yang telah menghentikan kedzaliman ini, dan menjaga seluruh manusia, baik Muslim ataupun lainnya.

Jihad di Dalam Kitab Suci (Bible).
Sebelum kami sebutkan dalil-dalil tentang jihad dari perjanjian lama, kami akan terlebih dahulu menyebutkan perkataan-perkataaun Paulus yang berisi pujian kepada jihad yang tersebut di perjanjian lama, ia juga banyak memuji segala pencapaian yang berkaitan dengan peperanga-peperangan yang telah terjadi seperti pembantaian rakyat sipil!!
Di dalam kitab Ibrani (11/30-34):
“Karena iman maka runtuhlah tembok-tembok Yerikho, setelah kota itu dikelilingi tujuh hari lamanya. Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik. Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para Nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing.”
Sekarang, mari kita lihat apa yang disebutkan di dalam perjanjian lama, apa saja yang terjadi setelah keruntuhan tembok-tembok Yerikho, yang sering dipuja-puji Paulus dalam ucapannya tadi!!
Di dalam kita Yesaya (6/16-21 &24):
“Lalu pada ketujuh kalinya, ketika para imam meniup sangkakala, berkatalah Yosua kepada bangsa itu: "Bersoraklah, sebab TUHAN telah menyerahkan kota ini kepadamu! Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan; hanya Rahab, perempuan sundal itu, akan tetap hidup, ia dengan semua orang yang bersama-sama dengan dia dalam rumah itu, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang kita suruh. Tetapi kamu ini, jagalah dirimu terhadap barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya dan dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan mencelakakannya. Segala emas dan perak serta barang-barang tembaga dan besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN." Lalu bersoraklah bangsa itu, sedang sangkakala ditiup; segera sesudah bangsa itu mendengar bunyi sangkakala, bersoraklah mereka dengan sorak yang nyaring. Maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu. Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai… Tetapi kota itu dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dibakar mereka dengan api; hanya emas dan perak, barang-barang tembaga dan besi ditaruh mereka di dalam perbendaharaan rumah TUHAN.”
Dan di dalam Samuel I (15/3):
“Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."
Di dalam Hosea (13/16):
“Samaria harus mendapat hukuman, sebab ia memberontak terhadap Allahnya. Mereka akan tewas oleh pedang, bayi-bayinya akan diremukkan, dan perempuan-perempuannya yang mengandung akan dibelah perutnya.”
Di dalam Yesaya (13/15):
“Setiap orang yang didapati akan ditikam, dan setiap orang yang tertangkap akan rebah mati oleh pedang.”
Dan di dalam Samuel II (4/12):
“Sesudah itu Daud memberi perintah kepada anak buahnya untuk membunuh mereka; tangan dan kaki mereka dipotong, kemudian mayat mereka digantung di tepi telaga di Hebron. Tetapi kepala Isyboset diambil dan dikuburkan di dalam kubur Abner di Hebron.”
Di dalam kitab Tawarikh I (20/3):
“Penduduk kota itu diangkutnya dan dipaksanya bekerja dengan gergaji, penggerek besi dan kapak. Demikianlah juga diperlakukan Daud segala kota bani Amon. Sesudah itu pulanglah Daud dengan seluruh tentara ke Yerusalem.”


Bab VII
Ekstrimisme dan Radikalisme antara Syariat Islam dan Hukum Buatan Manusia
•    Syariat Islam dalam Menangkal Ekstrimisme dan Radikalisme.
•    Monastisisme dalam Agama Kristen:
1.    Selibat Lebih Baik Dari Pada Menikah.
2.    Tidak Ada Perceraian.
3.    Pemenggalan Kepala.
•    Agama Islam dalam Menangkal Perbudakan.
•    Perbudakan Menurut Kitab Suci (Bible) Bagi Yahudi dan Nasrani.
•    Agama Islam dalam Menangkal Rasisme.
•    Agama Islam Membolehkan Seorang Menikmati Dunia Juga Memerintahkan Untuk Menjaganya.


Syariat Islam dalam Menangkal Ekstrimisme dan Radikalisme
Allah mengutus Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam dan menurunkan kepada beliau syariat yang merupakan rahmat bagi semesta alam, Allah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS alAnbiyaa: 107).
Rahmat bagi mereka dalam setiap urusan mereka, rahmat bagi jiwa-jiwa dan nyawa-nyawa mereka yang dulunya kebingungan sampai menyembah berhala-berhala yang tidak memberi manfaat ataupun kerugian bagi mereka, mereka mempersekutukan Allah dengan hamba-hamba yang sama seperti mereka, maka Allah pun memberikan mereka petunjuk untuk beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukannaya. Rahmat bagi jasad mereka, yang mana dulunya mereka dilarang untuk memakan makanan dan minuman, yang mana hal itu bisa membahayakan diri mereka, Allah ta’ala berfirman:
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ.
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena Sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".” (QS alAn’aam: 145).
Rahmat bagi mereka dalam perekonomian mereka, Allah haramkan atas mereka harta-harta yang diambil dengan cara yang salah, dan harta yang dihasilkan melalui kecurangan, ataupun merampas harta manusia dengan batil, Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS alBaqarah: 188).
Agama Islam juga menetapkan aturan yang akan mengatur segala urusan kehidupan mereka, dengannya mereka akan hidup dengan benar, peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan fitrah manusia, tidak lebih dan tidak kurang, Allah berfirman:
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS asSyuuraa: 13).
Allah mengutusnya dengan syariat yang penuh kasih sayang, Allah berfirman:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159).
Allah mengutusnya juga dengan syariat yang lemah lembut, Allah jelaskan hal itu kepada manusia dalam firmanNya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS atTaubah: 128).
Maka diantara sifat syariat ini adalah toleransi dan kemudahan, tidak ada kekerasan dan kesulitan di dalamnya, Allah berfirman:
لايكلف الله نفساً إلا وسعها لها ماكسبت وعليها ما اكتسبت.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS alBaqarah: 286).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Jika aku larang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah, dan jika aku perintahkan kalian untuk mengerjakan sesuatu maka lakukanlah semampu kalian”. (HR Bukhari).
Istri beliau, ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha menceritakan tentang suaminya, beliau berkata: “Tidaklah Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam diberi dua pilihan, yang salah satunya lebih mudah dari pada yang lain, kecuali beliau akan memilih yang paling mudah, selama hal itu tidak termasuk dosa, jika hal itu termasuk dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya”. (HR Muslim).
Allah mengutusnya dengan syariat yang memerangi segala bentuk ekstrimisme dan radikalisme, melaluli dalil-dalil syar’i yang sangat jelas, agama Islam melarang segala bentuk berlebihan ataupun lalai dalam beragama, sebagaimana yang sering dilakukan oleh umat-umat terdahulu, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيراً وَضَلُّواْ عَن سَوَاء السَّبِيلِ.
“Katakanlah: "Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".” (QS alMaaidah: 77).
Agama Islam melarang dari sikap berlebihan dalam beragama, hal itu benar-benar dilarang oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian berlebihan dalam beragama, karena orang-orang sebelum kalian hancur karena berlebihan dalam beragama”. (HR Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah, disebutkan di dalam asShahihah: 2144).
Agama Islam melarang berlebihan dalam beribadah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu meriwayatkan:
Tiga orang pernah datang ke rumah Istri-istri Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, ketika mereka diberitahu, mereka menganggap amalan yang mereka kerjakan jauh lebih sedikit dari pada amalan Nabi, maka mereka bertiga mengatakan: “Dimana kedudukan kita dibanding dengan Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang”, salah satu diantara mereka mengatakan: “Sungguh aku akan melaksanakan shalat malam secara terus menerus”, yang lain berkata: “Saya akan puasa setiap hari tanpa pernah berbuka”, dan yang lainnya mengatakan: “Dan saya akan meninggalkan wanita tanpa pernah menikah selamanya”, maka Rasulu-Allah pun shallallhu alaihi wa sallam pun datang, beliau bersabda: “Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu? Sungguh demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat malam juga tidur, dan aku pun menikahi wanita, maka barang siapa yang membenci sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku”. (HR Bukhari).
Agama Islam melarang dari berlebihan dalam bermuamalah, Rasul shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak akan ada seorang pun yang berlebihan dalam masalah agama melainkan ia akan binasa”. (HR Bukhari).
Agama Islam juga melarang berlebihan dalam berdakwah kepada Allah, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Berikanlah kabar gembira jangan buat orang kabur, dan berikanlah kemudahan bukan kesulitan”. (HR Muslim).

Monastisisme dalam Agama Kristen.
Dalama agam Islam tidak ada Monastisisme (tidak menikah dan mengabdikan diri kepada gereja dan hirarki gerejawi, sebagaimana yang bisa didapati dalam agama-agama lainnya, Allah ta’ala telah mengecam hal tersebut yang banyak dilakukan oleh umat agama-agama terdahulu, Allah berfirman:
“Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (QS alHadiid: 27).
Hal itu juga dilarang oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian memberatkan diri-diri kalian, sehingga Allah akan memberatkan kalian, karena sesungguhnya ada sekelompok manusia yang memberatkan diri-diri mereka, lalu Allah pun memberatkan mereka, itulah sisa-sisa mereka, yaitu orang-orang yang ada di kuil-kuil dan tempat-tempat ibadah, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka”. (Silsilah asShahihah: 3124).
Dan seorang pemuka agama dalam Islam, mengemban tanggung jawab yang sangat besar, ia harus bergaul dengan manusia, beramar ma’ruf nahi munkar kepada mereka, dan menunjukkan mereka jalan yang benar, berdasarkan sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. (HR Bukhari).
Ia juga harus produktif bagi masyarakatnya dan menjadi suri tauladan untuk mereka, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia, dan bersabar atas gangguan mereka, lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia, dan tidak bersabar atas gangguan mereka”. (HR Bukhari dalam alAdabul Mufrad, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam kitab Shahihul Jami’).
Ia tidak boleh menjadi beban bagi masyarakat yang selalu bertumpu kepada mereka demi kehidupannya, para Nabi terdahulu, mereka bekerja dengan tangan mereka, mereka menggembala kambing, dan mencari nafkah untuk mencukupi diri mereka dan keluarga mereka, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah ditanya: “Apakah kau pernah menggembala kambing?”, beliau bersabda: “Iya, tidak ada satu Nabi pun melainkan ia pernah menggembala kambing”. (HR Bukhari).

Selibat (Membujang) Lebih Baik daripada Menikah.
Paulus mengatakan dalam Korintus I (7/1 & 8):
“Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin… Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.”
Tentu ini adalah ajaran Paulus sendiri, bukan ajaran Yesus alaihis salam, karena hal itu bertentangan dengan fitrah manusia yang telah diberikan Allah kepada mereka, bahkan pernikahan merupakan sunnah para Nabi alaihimus salaam, Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).” (QS arRa’d: 38).
Apakah masyarakat zaman ini sesuai dengan ajaran ini, seorang tidak menikah dan tidak memiliki keturunan, yang hasilnya hanya akan mengakhiri perkembangan manusia? Apakah Allah ingin manusia punah, atau Allah ingin kita menjaga dan melestarikan dunia ini? Sesungguhnya ajaran tersebut sangat bertentangan dengan perintah Allah ta’ala, Allah berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS alAn’aam: 165).
Ketika kita meminta manusia untuk membujang dan tidak menikah, maka kita telah menabrakkan mereka dengan tabiat yang ada di diri mereka, yaitu syahwat birahi, layaknya syahwat terhadap makanan dan minuman, akan tetapi syariat Islam menyediakan jalur untuk melampiaskan syahwat tersebut melalui pernikahan, yang dengannya sepasang suami isteri akan mendapatkan ikatan cinta, kasih sayang dan ketenangan batin, mereka juga bisa memakmurkan bumi ini, Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS arRuum:21).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam juga memerintahkan dan menganjurkan umatnya untuk menikah, dan sangat melarang mereka untuk membujang, beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang penuh kasih sayang dan subur, karena aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan para Nabi pada hari kiamat” (HR Hibban dan dishahihkan oleh alAlbani dalam shahih Abu Daud, hadits no: 1789).
Beliau juga menganjurkan umatnya, khususnya para pemuda untuk menikah, karena biasanya syahwat mereka besar, sehingga hal itu akan menjaga mereka dari perbuatan keji, beliau bersabda: “Wahai segenap pemuda! Barang siapa diantara kalian yang sudah mampu, maka menikahlah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan mejaga kemaluan, dan bagi yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa adalah tameng baginya”. (HR Bukhari dan Muslim).
Lebih dari ini, beliau juga menjadikan pernikahan sebagai ajang untuk mendapatkan kebaikan dan pahala, beliau shalla-Allahu alaihi wa salami bersabda: “Dan ketika kalian menggauli isteri kalian pun dianggap sedekah”, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulu-Allah! Apakah seorang diantara kami melampiaskan syahwatnya lalu ia mendapatkan pahala?”, beliau bersabda: “Bukankah jika ia letakkan syahwatnya di tempat yang haram, ia akan mendapatkan dosa?”, maka jika ia letakkan syahwatnya di tempat yang halal, maka ia akan mendapat pahala”. (HR Muslim).

Tidak Ada Perceraian.
Di dalam injil Matius (5/31-32):
“Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zina.”
Apakah masyarakat zaman ini sesuai dengan aturan yang melarang seseorang untuk bercerai, atau malah kenyataannya angka perceraian sangatlah tinggi khususnya di negara-negara maju?!! Apakah orang-orang Kristen bisa mengikuti ajaran ini, atau mereka menganggapnya sebagai sikap berlebihan?! Faktanya, banyak sekali pernikahan yang tidak bisa dilanjutkan lagi, malah jika ia terus dipaksakan, yang didapat hanyalah kerugian, yang mana hal tersebut tidak bisa dihindari melainkan dengan cara bercerai, bahkan sering kali kita baca di surat kabar, kasus perempuan yang tega membunuh suaminya yang beragama Kristen demi terbebas darinya, mengingat ia tidak bisa bercerai dengan suaminya itu!! Adapun Islam, maka ia telah membolehkan perceraian bagi manusia ketika mereka merasa tidak sanggup lagi berumah tangga, mereka berpisah dengan cara baik-baik, dan setelahnya masing-masing dari mereka bisa menikahi pasangan yang menurutnya sesuai, Allah ta’ala berfirman:
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ.
“Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik.” (QS atThalaaq: 2).
Saat ini, negara-negara maju mulai mengikuti ajaran agama Islam dalam hal ini, mereka membolehkan perceraian, dan menjadikannya sebagai perceraian resmi yang jauh dari campur tangan gereja yang menolak perceraian.

Pemenggalan Kepala.
Memenggal kepala musuh, ataupun melakukan mutilasi kepada jasad-jasad adalah salah satu hal yang dilarang dalam agama Islam, ketika Amr bin alAsh dan Syurahbil bin Hasnah mengutus Uqbah untuk menyampaikan surat kepada Abu Bakar bersama dengan kepala Yianaq, Patriark Syam, salah satu musuh umat Islam, ketika Uqbah sampai ke Abu Bakar, beliau pun mengingkari hal tersebut, Uqbah pun berkata kepadanya: “Wahai khalifah Rasulu-Allah, sungguh mereka telah melakukan hal yang sama kepada kami”, beliau berkata: “Apakah kalian mengikuti perbuatan orang-orang Persia dan Romawi? Jangan kalian kirim kepala kepadaku, akan tetapi cukup kirim surat ataupun kabar” (Ibnu Hajar alAsqalani).
Media-media barat di zaman kita sekarang ini, sering kali menisbatkan kebiasaan potong kepala kepada kaum Muslimin, akan tetapi, jika media-media tadi merujuk ke sejarah, niscaya mereka akan dapati kebalikan dari hal itu, berapa banyak kepala yang terpenggal di negara mereka sendiri, bahkan di tahun-tahun terakhir ini? Sebagai contohnya, di dinding gereja di Milan, di bagian luarnya terdapat patung seorang pejuang yang memegang kepala seorang yang telah ia penggal, dan di tangannya yang lain ia memegang pedang yang panjang, apakah kita melihar hal seperti ini terpajang di tembok-tembok masjid kaum Muslimin?!! Adapun perilaku beberapa kaum Muslimin yang memenggal secara terang-terangan kepala manusia, lalu memotongnya, ini hanyalah perbuatan oknum yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan syariat agama Islam, dan agama Islam berlepas diri darinya, Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّابِرِينَ.
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS anNahl: 126).

Agama Islam dalam Menangkal Perbudakan
Agama Islam berusaha untuk memerangi perbudakan dengan segala cara, agama Islam memerintahkan untuk memerdekakan para budak, dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi yang memerdekakan budaknya, juga menjadikannya sebagai salah satu sebab masuknya seorang ke dalam surga, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang memerdekakan seorang budak karena Allah, maka setiap bagian tubuhnya dari api neraka dengan setiap anggota tubuh budak yang ia bebaskan, sampai kemaluannya dengan kemaluan budak yang dimerdekakan”. (HR Muslim).
Akan tetapi agama Islam tidak mengharamkan perbudakan secara total, supaya tidak bertabrakan dengan fakta yang ada, karena perbudakan adalah sistem yang sudah mendunia, seluruh negara melegalkan sistem ini, mengingat perbudakan juga termasuk dalam sistem perekonomian dan keunganan yang diakui oleh seluruh masyarakat, begitu juga Yesus alaihis salam, beliau tidak mengharamkan perbudakan secara total.
Akan tetapi agama Islam mengharamkan seluruh jalan yang membuat manusia menjadi budak kecuali satu jalan saja, yaitu tawanan perang, dengan syarat jika pemimpin kaum Muslimin memutuskan untuk menjadikan para tawanan sebagai budak, ketika agama Islam hanya membuka satu pintu saja bagi terjadinya perbudakan, sebaliknya, agama Islam membuka lebar-lebar pintu keluar dari perbudakan ini, agama Islam memerintahkan seseorang untuk memerdekakan budak sebagai kaffarat (penghapus) banyak dosa yang dilakukan oleh seorang Muslim, contohnya:
Pembunuhan tidak sengaja, Allah berfirman:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.” (QS anNisaa: 92).
Menyelisihi sumpah, Allah berfirman:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.” (QS alMaaidah: 89).
Zihar , Allah berfirman:
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.” (QS alMujaadilah: 3).
Berjima’ di siang hari bulan Ramadhan, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa seorang laki-laki pernah menggauli istrinya di siang hari bulan Ramadhan, maka ia pun meminta fatwa dari Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam tentang hal itu, beliau bersabda: “Apakah kau bisa memerdekakan seorang budak?”, ia berkata: “Tidak”, beliau bersabda: “Apakah kau mampu melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut?”, ia berkata: “Tidak”, beliau bersabda: “Maka berikanlah maka kepada enam puluh orang miskin”. (HR Muslim).
Memerdekakan budak juga dijadikan sebagai kaffarat bagi orang yang telah menyiksa budaknya, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menampar budaknya, atau memukulnya, maka kaffaratnya adalah memerdekakannya”. (HR Muslim).
Diantara bukti kegigihan Islam untuk memerdekakan budak adalah:
1.    Agama Islam melegalkan mukatabah, yaitu aqad antara tuan dan budaknya, dimana sang budak akan dimerdekakan dengan harga tertentu yang telah disepakati bersama, beberapa ahli fiqih rahimahumullah telah mewajibkan mukatabah di saat sang budak memintanya, mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala:
وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ.
“Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Mukatabah (perjanjian) dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” (QS anNuur: 33).
2.    Menjadikan budak sebagai salah satu orang yang berhak menerima zakat, dengan cara memerdekakan mereka dari perbudakan, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS atTaubah: 60).

Perbudakan menurut Kitab Suci (Bible) bagi Yahudi dan Nasrani
Disebutkan dalam kitab Bilangan (20/10-16):
“Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka. Kemudian Musa mengirim utusan dari Kadesh kepada raja Edom dengan pesan: "Beginilah perkataan saudaramu Israel: Engkau tahu segala kesusahan yang telah menimpa kami, bahwa nenek moyang kami pergi ke Mesir, dan kami lama diam di Mesir dan kami dan nenek moyang kami diperlakukan dengan jahat oleh orang Mesir; bahwa kami berteriak kepada TUHAN, dan Ia mendengarkan suara kami, mengutus seorang malaikat dan menuntun kami keluar dari Mesir. Sekarang ini kami ada di Kadesh, sebuah kota di tepi perbatasanmu.”
Dan dalam kitab Keluaran (21/7-8):
“Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar. Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar.”
Dalam kitab Keluaran (21/5):
“Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka.”
Dan di dalam kitab Keluaran (22/1-3):
"Apabila seseorang mencuri seekor lembu atau seekor domba dan membantainya atau menjualnya, maka ia harus membayar gantinya, yakni lima ekor lembu ganti lembu itu dan empat ekor domba ganti domba itu. Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah. Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu.”

Agama Islam dalam Memerangi Rasisme
Agama Islam telah menghapus segala perkara yang membedakan antar sesama manusia melalui syariat yang memerangi rasisme di tengah-tengah manusia, lalu menjadikan perbedaan antara satu manusia dengan yang lainnya adalah ketakwaan mereka kepada Allah, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS alHujuraat: 13).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Wahai segenap manusia! Sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan bapak kalian pun satu, sesungguhnya tidak ada keutamaan yang dimiliki seorang arab atas ajam, tidak pula seorang ajam atas arab, dan seorang berkulit merah atas kulit hitam, atau kulit hitam atas kulit putih, melainkan dengan ketakwaan mereka, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa, apakah aku sudah menyampaikannya?”, para sahabat berkata: “Iya wahai Rasulu-Allah”, beliau bersabda: “Hendaknya orang yang menyaksikan menyampaikannya kepadanya yang tidak hadir”. (Silsilah Shahihah).
Di saat yang bersamaan kita dapati di dalam Bible milik orang Yahudi dan Nasrani sebagai berikut:
Disebutkan dalam injil Matius (15/24-28):
“Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.”
Dalam ayat di atas terdapat bantahan yang sangat jelas bagi orang yang mengatakan bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan dunia dengan cara disalib dan sebagainya, sedangkan ia sendiri mengatakan aku tidak diutus kepadamu, akan tetapi aku diutus hanya kepada domba-domba tersesat dari bani Israel saja!!
Dan disebutkan dalam kitab Ulangan: (23/19-20):
"Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan. Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga–supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya."

Agama Islam Menghalalkan bagi Seseorang untuk Menikmati Dunia
Pakaian dan Kebersihan.
Agama Islam memerintahkan seorang Muslim berada dalam tampilan yang indah dalam setiap keadaan, pakaiannya, penampilannya, wanginya, dan tutur katanya, berdasarkan sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah itu maha indah dan mencintai keindahan”. (HR Muslim).
Jabir bin Abdillah berkata: Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah mendatangi kami, lalu beliau melihat seorang yang rambutnya berentakan, beliau bersabda: “Apakah orang ini tidak memiliki sisir untuk merapikan rambutnya?”, beliau juga melihat orang lain yang mengenakan pakaian yang kotor, beliau bersabda: “Apakah orang ini tidak memiliki air yang bisa digunakan untuk mencuci pakaiannya?”. (HR Abu Daud, dan dishahihkan oleh alAlbani).
Abul Ahwash telah meriwayatkan dari bapaknya, ia berkata: Aku pernah mendatangi Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam dengan mengenakan pakaian yang jelek, beliau pun bertanya: “Apakah kau tidak memiliki harta?”, ia berkata: “Allah telah mengaruniakanku beberapa unta, kambing, kuda, dan budak”, beliau bersabda: “Jika Allah telah memberikanmu harta, maka tampakkanlah bekas kenikmatan yang telah Allah berikan kepadamu itu”. (HR Abu Daud, dan dishahihkan oleh alAlbani).
Jabir bin Samurah mengatakan: “Aku pernah melihat Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam di malam bulan purnama, ketika itu beliau mengenakan pakaian berwarna merah, lalu aku pun mulai melihati beliau dan bulan, sungguh beliau lebih indah di mataku dari pada bulan”. (HR Tirmidzi).
alBaraa bin Aazib pernah mengatkan: “Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam adalah seorang yang berperawakan sedang, berbadan bidang, rambutnya lebat terurai hingga sampai kedua cuping telinganya, suatu hari ia mengenakan pakaian berwarna merah, tidak ada seorang pun yang lebih tampan dari pada beliau”. (HR Muslim).
Dan telah diriwayatkan dari Abu Zamil, bahwa Abdullah bin Abbas mengatakan: “Ketika orang-orang khawarij memberontak, aku datang kepada Ali radhiyallahu anhu, Ali berkata: ‘Datangilah orang-orang itu’, maka aku pun mengenakan pakaian terbaik yang datang dari Yaman”, –Abu Zamil mengatakan: “Ibnu Abbas adalah seorang yang tampan dan rupawan”–. Ibnu Abbas berkata: Maka aku pun mendatangi mereka, mereka berkata: “Selamat datang wahai Ibnu Abbas, pakaian macam apa ini?”, ia berkata: “Apa yang kalian tidak suka dari saya? Sungguh aku pernah melihat Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam mengenakan pakaian yang lebih indah lagi”. (HR Abu Daud, Syu’aib alArnauth mengatakan: “Sanadnya kuat”).
Agama Islam juga menganggap harta yang dikeluarkan demi menghias diri seorang Muslim di seluruh keadaannya, selama tidak berlebihan dan tidak diiringi rasa sombong, sebagai amalan yang akan membuahkan pahala, sesuai firman Allah ta’ala:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS alA’raaf: 31).
Dan di ada pakaian khusus yang ada dalam syariat Islam, sebagaimana yang sering dilakukan oleh orang-orang sufi dan syiah, mereka mengenakan baju-baju khusus, dengan warna-warna tertentu, seperti hijau, hitam, atau yang lainnya, akan tetapi ada beberapa sifat pakaian dalam agama Islam, yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim dan Muslimah, yaitu sebagai berikut:
•    Pakaian yang dikenakan tidak menyerupai pakaian-pakaian khusus orang-orang non-Muslim, seperti mengenakan khususny orang Budha, Kristen, ataupun Yahudi, seperti mengenakan pakaian khusus para pendeta misalnya, berdasarkan sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka”. (HR Ibnu Hibban, shahih).
•    Pakaian ini harus menutupi aurat yang telah ditetapkan oleh syariat, aurat tersebut tidak boleh tersingkap karena pakaian yang dikenakan terlalu pendek atau transparan.
•    Pakaian tersebut hendaknya bersih, indah, dan bagus, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah melihat seorang yang mengenakan pakaian yang kotor, beliau bersabda: “Apakah orang ini tidak memiliki air yang bisa digunakan untuk mencuci pakaiannya?”. (HR Abu Daud,lihat Silsilah Shahihah: 493).
•    Pakaian tersebut hendaknya wangi, tidak membuat orang menyingkir dari pemiliknya, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam telah melarang seorang yang sudah memakan bawang merah ataupun putih, untuk menghadiri shalat, karena hal itu bisa mengganggu orang yang ada di sekitarnya, beliau bersabda: “Barang siapa yang memakan tumbuhan ini, Bawang merah dan putih, maka janganlah ia mendekati masjid-masjid kami, karena para malaikat merasa terganggu dengan sesuatu yang bisa menggangu bani Adam”. (HR Muslim).
•    Pakaian tersebut hendaknya bukan termasuk pakaian syuhrah, yaitu pakaian yang tidak umum dikenakan oleh masyarakat setempat, jika ia mengenakannya akan membuat manusia memperhatikannya, sehingga membuat dirinya menjadi tambah sombong, atau pakaian yang dikenakan tidak sesuai dengan kebiasaan yang ada di daerah setempat, berdasarkan sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Barang siapa yang mengenakan pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan pakaian kehinaan baginya pada hari kiamat”. (HR Ahmad, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Shahih Abu Daud).
•    Pakaian yang dikenakan para laki-laki tidak menyerupaik pakaian perempuan, atau pun sebaliknya, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam melaknat seorang laki-laki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki. (HR Ibnu Hibban).
Banyak sekali dalil yang menunjukkan pentingnya seorang Muslim memperhatikan penampilan luarnya, bagi yang ingin mencari tau lebih banyak lagi, maka ia bisa merujuk ke buku-buku mengenai pakaian dalam Islam, bisa kami simpulkan dari penjelasan tadi, bajwa agama Islam sangan memperhatikan kebersihan seorang Muslim dan penampilannya, tidak sepantasnya seorang Muslim membuat orang lain kabur dari sisinya karena penampilannya dan kebersihannya yang buruk.
Dalam hal ini ada satu poin yang mungkin masih menjadi syubhat bagi orang-orang non-Muslim disebabkan pakaian, khususnya bagi yang tinggal di negara-negara barat, dimana kita mendapati beberapa kaum Muslimin baik para imigran ataupun orang-orang yang baru masuk Islam, mereka mengenakan pakaian-pakaian yang tidak umum dikenakan di negera-negara tersebut dengan maksud supaya orang yang melihatnya bisa mengetahui bahwa ia seorang Muslim, seperti mengenakan jilbab berwarna abu-abu gelap (yang merupakan pakaian orang Mesir, baik yang beragama Islam ataupun Kristen, ia mengenakan pakaian itu bukan untuk mengenalkan dirinya sebagai seorang Muslim, akan tetapi untuk menandakan bahwa ia berasal dari Mesir), atau mengenakan di atas jilbab ini jas-jas ala barat, atau pakaian-pakaian militer (walaupun dia bukan orang militer), atau mengikat kepalanya dengan syal yang dibuat mirip gaya barat, maka hendaknya ia mengenakan pakaian yang membuat orang-orang tenang melihatnya, janganlah mereka mengenakan pakaian-pakaian yang membuat manusia takut dan lari, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan paling harum, dan setiap orang yang melihat beliau akan merasakan ketenangan.
Akan tetapi perlu dibedakan antara seragam kelompok tertentu, dengan pakaian tertentu yang dikenakan oleh beberapa golognan tertentu, yang mereka bangun atas keyakinan beragama mereka, seperti pakaian orang-orang sufi dan syiah, adapun seragam sekolah, universitas, perusahaan lokal maupun internasional, maka itu sebatas lambang saja yang tidak dibangun atas asas keberagamaan, akan tetapi untuk mengenali orang-orang yang sekolah atau bekerja di tempat-tempat itu.

Makan dan Minum.
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS alA’raaf: 32).
Agama Islam membolehkan seseorang untuk menikmati semua makanan dan minuman, kecuali apa yang diharamkan oleh dalil, baik dari alquran maupun hadits, Allah ta’ala berfirman:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS alMaaidah: 3).
Allah juga berfirman:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS alBaqarah: 219).
Agama Islam mensyaratkan dalam makan dan minum agar tidak berlebihan, Allah berfirman:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS alA’raaf: 31).
Agama Islam juga menjelaskan tata cara makan dan minum yang dengan izin Allah akan menghasilkan kesehatan bagi tubuh, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang anak Adam mengisi tempat penampungan yang lebih buruk dari pada perutnhya, cukuplah seorang anak Adam memakan makanan yang dengannya tubuhnya akan tegak, apabila ia ingin lebih, maka maksimal sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya”. (HR Tirmidzi, lihat Shahihul Irwaa: 1983).

Hiburan yang Mubah.
Kehidupan dalam agama Islam tidak seperti yang sering dikira beberapa orang, bahwa kehidupan dalam Islam jauh dari hiburan yang hukumnya mubah (diperbolehkan), Hanzhalah alUsaidi mengatakan: aku menemui Abu Bakar, ia berkata: “Bagaimana kabarmu wahai Hanzhalah?”, aku berkata: “Hanzhalah telah melakukan kemunafikan!”, ia berkata: “Subhanallah! Apa yang kau katakana?”, aku berkata: “Ketika kami berada bersama Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, beliau menyampaikan kepada kami tentang neraka dan surga, sampai seakan kami bisa melihatnya dengan mata kepala kami sendiri, namun ketika kami pergi dari sisi beliau, lalu bertemu dengan istri, anak-anak, dan harta kami, kami pun melupakan hal tersebut!!. Abu Bakar mengatakan: “Demi Allah, kami pun mendapati hal yang demikian”. Maka aku pun pergi bersama Abu Bakar sampai kami bertemu dengan Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, aku mengatakan: “Hanzhalah telah melakukan kemunafikan wahai Rasulu-Allah!”, maka Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam pun bersabda: “Kenapa begitu?”, aku berkata: “Wahai Rasulu-Allah! Ketika kami ada di sisimu, lantas engkau pun menjelaskan kepada kami tentang neraka dan surga, sampai kami merasa bisa melihatnya dengan mata kepala kami, namun ketika kami pulang, bertemu isteri, anak-anak dan harta kami, kami pun melupakannya”, maka Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku ada di genggamanNya!, jika kalian selalu berada di keadaan yang sama dengan keadaan kalian ketika bersamaku dan berdzikir, niscaya malaikat-malaikat akan menyalami kalian di atas hamparan-hamparan kalian dan di jalan-jalan kalian.. akan tetapi wahai Hanzhalah! Sesaat demi sesaat –beliau mengulanginya tiga kali–“. (HR Muslim, 4/2106: 2750).
Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam dalam hadits ini menjelaskan bahwa hiburan dan kesenangan bagi jiwa yang hukumnya mubah amat diperlukan, supaya jiwa ini bisa kembali bersemangat, beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada para sahabatnya adab-adab bercanda ketika mereka bertanya: “Wahai Rasulu-Allah, sesungguhnya engkau mencandai kami!”, beliau bersabda: “Iya, akan tetapi aku tidak mengatakan sesuatu kecuali kebenaran”. (HR Tirmidzi, 4/357: 1990).
Sebagaimana candaan bisa berbentuk ucapan, maka ia juga bisa berbentuk perbuatan, Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:
“Ada seorang yang berasal dari arab badui, ia bernama Zahir, ia pernah menghadiahkan kepada Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam hadiah yang didatangkan dari perkampungan badui, ia akan menyiapkan hadiahnya ketika ia akan pergi. Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah bersabda: “Zahir adalah teman badui kami, dan kami adalah teman kotanya”, pernah beliau mendatangi Zahir suatu hari ketika ia sedang berjualan, maka Nabi pun memeluknya dari belakang, tanpa bisa dilihat oleh Zahir, lalu Zahir berkata: “Siapa ini? Lepaskan aku!”, kemudian ia menengok kebelakang, lalu mengetahui bahwa orang itu adalah Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, lantas ia pun menempelkan punggungnya ke dada Nabi. Lalu Nabi pun bersabda: “Siapa yang mau beli budak ini?”, Zahir berkata: “Apakah kau dapati diriku tidak laku wahai Rasulu-Allah?!”, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Akan tetapi di sisi Allah engkau tidak demikian (sangat berharga, -pent)!”, atau mengatakan: “Bahkan nilaimu sangat mahal di sisi Allah”. (HR Ibnu Hibban, 13/106: 5790 – shahih).
Dalam syariat Islam, bercanda memiliki adab-adab tertentu, diantaranya:
•    Candaan yang dilakukan tidak menyinggung dan menjelekkan seorang Muslim, berdasarkan sabda Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk mengganggu Muslim yang lain”. (HR Ahmad, 5/362: 23114 - shahih).
•    Candaan yang dilakukan tidak melenceng dari kebenaran, tidak boleh berbohong demi membuat manusia tertawa, berdasarkan sabda Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Celakalah orang yang berdusta demi membuat orang lain tertawa! Celakalah ia, dan celakalah ia!”.
Sebagaimana agama Islam juga membolehkan hiburan dengan syarat hukumnya mubah, seperti lempar lembing, memanah, dan berkuda, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Setiap perbuatan yang melalaikan setiap Muslim itu batil, kecuali memanah, latihan berkuda, atau bercumbu dengan istrinya”. (HR Tirmidzi, dan dishahihkan oleh alAlbani).
Begitu juga dengan perkara-perkara yang bisa memperkuat dan menyehatkan tubuh, seperti berenang, latihan bela diri, dan bergulat, Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah mengalahkan seorang yang terkenal sangat kuat bernama “Rakanah”, Nabi mengalahkannya padahal ia terkenal sebagai orang yang sangat kuat, Rakanah berkata: “Mari bertaruh kambing dengan kambing”, maka Nabi pun mengalahkannya, ia berkata: “Ayo ulangi”, Nabi pun mengalahkannya, ia berkata lagi: “Ayo ulangi”, lalu Nabi pun mengalahkannya untuk ketiga kali, maka ia pun berkata: “Apa yang harus aku katakan ke keluargaku? Aku bisa katakan bahwa satu kambing dimakan serigala, satu kambing hilang, lalu apa alasan untuk kambing ketiga?”, maka Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kami tidak ingin mengalahkanmu dan membuatmu rugi, ambillah kambingmu”. (alAlbani mengatakan: “Hadits hasan”).
Bab VIII
Menyingkap Kebenaran
•    Beberapa Contoh dari Syariat Agama Kristen dan Yahudi dalam Kitab Suci (Bible):
1.    Hukuman Potong Tangan dalam Bible.
2.    Hukuman Zina dalam Bible.
3.    Hukuman Mati dalam Bible.
4.    Kebebasan Beragama dalam Bible (Hukum bagi Orang Murtad).
5.    Aturan Tentang Cemburu dalam Bible.

 

 

 

 

 

 

 


Beberapa Contoh dari Syariat Agama Kristen dan Yahudi dalam Bible
Masyarakat barat, melalui media-media mereka, mencoba untuk memperburuk citra agama Islam, dengan cara menampilkan hukum hudud yang ada di dalam agama Islam, mereka mengatakan bahwa hal itu bersebrangan dengan kehidupan di zaman modern, semua itu mereka lakukan dengan tujuan mencegah manusia supaya tidak mengikuti agama Allah ini, padahal jika mereka mempelajari agama ini, dan meninggalkan segala bentuk intoleransi, niscaya mereka akan mengatahui bahwa agama ini adalah kebenaran yang harus diikuti, akan tetapi mereka takut suara kebenaran sampai ke telingan manusia, dan mereka perlu mengetahui, bahwa agama ini pasti akan sampai kepada mereka, suka atau pun tidak, karena itulah janji Allah, Allah berfirman:
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS atTaubah: 33).

Apakah Perjanjian Lama adalah Kitab Suci bagi Umat Kristen dan Yahudi juga?
Sebelum kami sebutkan beberapa hudud (hukuman) yang ada di syariat agama Kristen dan Yahudi, kami ingin mengetahui terlebih dahulu, apakah perjanjian lama itu merupakan kitab suci bagi umat Kristen dan Yahudi juga atau tidak? Dari percakapanku bersama beberapa orang Kristen, aku dapati bahwa mereka pada awalnya yakin sekali bahwa kitab suci mereka (Bible), baik perjanjian lama, ataupun baru, adalah wahyu dari Allah, tidak ada perubahan dan tidak mungkin hilang ataupun berubah, dan setelah mereka dibacakan beberapa ayat dari perjanjian lama, cepat sekali mereka berubah pikiran, mereka mengatakan: “Engkau bisa merujuk para pemuka agama tentang ayat-ayat itu, karena aku bukan orang Yahudi”, bahkan ada sebagiannya yang langsung berlepas diri dari perjanjian lama seluruhnya, mereka berkata: “Semua ini sebelum Yesus datang, akan tetapi setelah Yesus datang, semua berubah”, tentunya penafsiran mereka ini tidak bisa kita terima, baik berdasarkan logika ataupun dalil yang ada.
Setiap orang Kristen tidak mungkin menjadi Kristen kecuali ia telah beriman kepada Bible seluruhnya, baik perjanjian lama maupun baru, hal ini merupakan perkara yang sangat jelas bagi orang Nasrani, oleh karena itu, jika ada seorang Nasrani yang tidak beriman kepada perjanjian lama, namun beriman kepada perjanjian baru saja, maka ia telah mengingkari agama Kristen! Bagi yang ingin memastikannya, ia bisa bertanya kepada para imam, dan mendengar sendiri apa yang ia katakan!
Disebutkan dalam Injil Matius (5/17-19) bahwa Yesus alaihis salam berkata:
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga.”
Sekarang kita akan menyebutkan beberapa ayat yang menjelaskan tentang hudud (hukuman) dari Bible:

Hukuman Potong Tangan dalam Bible.
Dalam kitab Ulangan (25/11-12):
"Apabila dua orang berkelahi dan istri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya."

Hukuman Zina dalam Bible.
Disebutkan dalam Injil Matius (5/27-30) bahwa Yesus alaihis salam mengatakan:
“Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.”
Di dalam kitab Imamat (21/9):
“Apabila anak perempuan seorang imam membiarkan kehormatannya dilanggar dengan bersundal, maka ia melanggar kekudusan ayahnya, dan ia harus dibakar dengan api.”
Dalam kitab Ulangan (22/20-21):
“Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, maka haruslah si gadis dibawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati –sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya–. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”
Dalam kitab Ulangan (22/22):
“Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: Laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.”
Dalam kitab Ulangan (22/23-24):
”Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan–jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati.”
Dalam kitab Imamat (20/10-15):
“Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu. Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Bila seorang laki-laki mengambil seorang perempuan dan ibunya, itu suatu perbuatan mesum; ia dan kedua perempuan itu harus dibakar, supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu. Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga.”
Kelanjutan pasal ini pun masih menjelasakan hukuman bagi perempuan yang bersetubuh dengan binatang, laki-laki yang melihat aurat saudarinya, atau bersenggama bersama wanita yang tengah datang bulan, atau laki-laki yang melihat aurat bibinya baik dari bapak atau ibu, dan laki-laki yang bersenggama dengan istri paman atau saudaranya!! Mungking seorang akan mengatakan: “Bukankah Yesus telah menghapus hukuman rajam sampai mati bagi pezina, dan menjadikannya kejahatan tanpa hukuman?”, bukankah ia telah mengatakan dalam Injil Yohanes (8/7):
“Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.".”
Untuk membantah hal tersebut kami katakan: Seluruh ahli teologi dari umat Kristen sepakat bahwa kisah itu tidak benar, kisah itu telah ditambahkan ke dalam Injil pada abad 10 M , maka tidak bisa kita takwilkan hukuman tersebut seperti demikian. Ditambah lagi ucapan-ucapan Yesus alaihis salam sendiri yang menolak penghapusan syariat Taurat atau syariat Musa, dalam Injil Matius (5/17-18):
“"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.”
Dengan kata lain, apabila Yesus alaihis salam ada di tengah-tengah kita saat ini, niscaya ia akan merajam perempuan yang telah berzina, sesuai dengan syariat Musa alaihis salam.

Hukuman Mati dalam Bible.
Paulus mengatakan dalam Ibrani (10/28):
“Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi.”
Dalam kitab Keluaran (21/12, 14-17, dan 22-25):
“"Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbah-Ku, supaya ia mati dibunuh. Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati. Siapa yang menculik seorang manusia, baik ia telah menjualnya, baik orang itu masih terdapat padanya, ia pasti dihukum mati. Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati… Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.”
Dalam kitab Keluaran (22/18-20):
“Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup. Siapapun yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati. Siapa yang mempersembahkan korban kepada allah kecuali kepada TUHAN sendiri, haruslah ia ditumpas.”
Dalam kitab Kejadian (9/6):
“Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.”
Dalam kitab Bilangan (35/31 dan 33):
“Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh… Jadi janganlah kamu mencemarkan negeri tempat tinggalmu, sebab darah itulah yang mencemarkan negeri itu, maka bagi negeri itu tidak dapat diadakan pendamaian oleh karena darah yang tertumpah di sana, kecuali dengan darah orang yang telah menumpahkannya.”
Dalam kitab Keluaran (32/26-28):
“Maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: "Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!" Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi. Berkatalah ia kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya." Bani Lewi melakukan seperti yang dikatakan Musa dan pada hari itu tewaslah kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu.”
Dalam kitab Ulangan (21/18-21):
“Apabila seseorang mempunyai anak laki-laki yang degil dan membangkang, yang tidak mau mendengarkan perkataan ayahnya dan ibunya, dan walaupun mereka menghajar dia, tidak juga ia mendengarkan mereka, maka haruslah ayahnya dan ibunya memegang dia dan membawa dia keluar kepada para tua-tua kotanya di pintu gerbang tempat kediamannya, dan harus berkata kepada para tua-tua kotanya: Anak kami ini degil dan membangkang, ia tidak mau mendengarkan perkataan kami, ia seorang pelahap dan peminum. Maka haruslah semua orang sekotanya melempari anak itu dengan batu, sehingga ia mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu; dan seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut.”

Kebebasan Beragama dalam Bible.
Dalam Injil Lukas (19/27) disebutkan bahwa Yesus alaihis salam mengatakan:
“Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”
Dalam kitab Ulangan (13/12-16):
“Apabila di salah satu kota yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk diam di sana, kaudengar orang berkata: Ada orang-orang dursila tampil dari tengah-tengahmu, yang telah menyesatkan penduduk kota mereka dengan berkata: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak kamu kenal, maka haruslah engkau memeriksa, menyelidiki dan menanyakan baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di tengah-tengahmu, maka bunuhlah dengan mata pedang penduduk kota itu, dan tumpaslah dengan mata pedang kota itu serta segala isinya dan hewannya. Seluruh jarahan harus kaukumpulkan di tengah-tengah lapangan dan harus kaubakar habis kota dengan seluruh jarahan itu sebagai korban bakaran yang lengkap bagi TUHAN, Allahmu. Semuanya itu akan tetap menjadi timbunan puing untuk selamanya dan tidak akan dibangun kembali.”
Dalam kitab Ulangan (7/1-5):
“Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu… dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka. Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka… Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka: mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis.”
Dalam Yehezkial (9/4-7):
“Firman TUHAN kepadanya: "Berjalanlah dari tengah-tengah kota, yaitu Yerusalem dan tulislah huruf T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan di sana." Dan kepada yang lain-lain aku mendengar Dia berfirman: "Ikutilah dia dari belakang melalui kota itu dan pukullah sampai mati! Janganlah merasa sayang dan jangan kenal belas kasihan. Orang-orang tua, teruna-teruna dan dara-dara, anak-anak kecil dan perempuan-perempuan, bunuh dan musnahkan! Tetapi semua orang yang ditandai dengan huruf T itu, jangan singgung! Dan mulailah dari tempat kudus-Ku!" Lalu mereka mulai dengan tua-tua yang berada di hadapan Bait Suci. Kemudian firman-Nya kepada mereka: "Najiskanlah Bait Suci itu dan penuhilah pelataran-pelatarannya dengan orang-orang yang terbunuh. Pergilah!" Mereka pergi ke luar dan memukuli orang-orang sampai mati di dalam kota.”

Aturan Tentang Cemburu dalam Bible.
Dalam kitab Bilangan (5/11-28):
“TUHAN berfirman kepada Musa: "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila istri seseorang berbuat serong dan tidak setia terhadap suaminya, dan laki-laki lain tidur dan bersetubuh dengan perempuan itu, dengan tidak diketahui suaminya, karena tinggal rahasia bahwa perempuan itu mencemarkan dirinya, tidak ada saksi terhadap dia, dia tidak kedapatan, dan apabila kemudian roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap istrinya, dan perempuan itu memang telah mencemarkan dirinya, atau apabila roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap istrinya, walaupun perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, maka haruslah orang itu membawa istrinya kepada imam. Dan orang itu harus membawa persembahan karena perempuan itu sebanyak sepersepuluh efa tepung jelai, yang ke atasnya tidak dituangkannya minyak dan yang tidak dibubuhinya kemenyan, karena korban itu ialah korban sajian cemburuan, suatu korban peringatan yang mengingatkan kepada kedurjanaan. Maka haruslah imam menyuruh perempuan itu mendekat dan menghadapkannya kepada TUHAN. Lalu imam harus membawa air kudus dalam suatu tempayan tanah, kemudian harus memungut debu yang ada di lantai Kemah Suci dan membubuhnya ke dalam air itu. Apabila imam sudah menghadapkan perempuan itu kepada TUHAN, haruslah ia menguraikan rambut perempuan itu, lalu meletakkan korban peringatan, yakni korban sajian cemburuan, ke atas telapak tangan perempuan itu, sedang di tangan imam haruslah ada air pahit yang mendatangkan kutuk. Maka haruslah imam menyumpah perempuan itu dengan berkata kepadanya: Jika tidak benar ada laki-laki yang tidur dengan engkau, dan jika tidak engkau berbuat serong kepada kecemaran, padahal engkau di bawah kuasa suamimu, maka luputlah engkau dari air pahit yang mendatangkan kutuk ini; tetapi jika engkau, padahal engkau di bawah kuasa suamimu, berbuat serong dan mencemarkan dirimu, oleh karena orang lain dari suamimu sendiri bersetubuh dengan engkau– dalam hal ini haruslah imam menyumpah perempuan itu dengan sumpah kutuk, dan haruslah imam berkata kepada perempuan itu–maka TUHAN kiranya membuat engkau menjadi sumpah kutuk di tengah-tengah bangsamu dengan mengempiskan pahamu dan mengembungkan perutmu, sebab air yang mendatangkan kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk mengembungkan perutmu dan mengempiskan pahamu. Dan haruslah perempuan itu berkata: Amin, amin. Lalu imam harus menuliskan kutuk itu pada sehelai kertas dan menghapusnya dengan air pahit itu, dan ia harus memberi perempuan itu minum air pahit yang mendatangkan kutuk itu, dan air itu akan masuk ke dalam badannya dan menyebabkan sakit yang pedih. Maka haruslah imam mengambil korban sajian cemburuan dari tangan perempuan itu lalu mengunjukkannya ke hadapan TUHAN, dan membawanya ke mezbah. Sesudah itu haruslah imam mengambil segenggam dari korban sajian itu sebagai bagian ingat-ingatannya dan membakarnya di atas mezbah, kemudian memberi perempuan itu minum air itu. Setelah terjadi demikian, apabila perempuan itu memang mencemarkan dirinya dan berubah setia terhadap suaminya, air yang mendatangkan sumpah serapah itu akan masuk ke badannya dan menyebabkan sakit yang pedih, sehingga perutnya mengembung dan pahanya mengempis, dan perempuan itu akan menjadi sumpah kutuk di antara bangsanya. Tetapi apabila perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, melainkan ia suci, maka ia akan bebas dan akan dapat beranak.”

 

 

 

 

 


Penutup
Di akhir tulisan ini, saya ingin mengatakan, bahwa apa yang telah kami sebutkan di dalam buku ini dari kutipan-kutipan Bible, hanya bertujuan untuk mengurangi kegilaan mereka yang tidak adil ketika menuduh syariat dan ajaran agama Islam dalam banyak hal, tanpa kebenaran, dan tanpa melihat terlebih dahulu apa yang disebutkan oleh kitab suci mereka.
Sesungguhnya syariat Islam adalah syariat satu-satunya yang memerangi rasisme, dan kedzaliman atas harta dan kehormatan manusia, berbeda dengan seluruh syariat lainnya yang ada di dunia ini.
Di saat yang bersamaan, kita dapati di dalam Bible, dalam kitab Ulangan (23/19-20):
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan. Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga–supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.”
Dalam kitab Keluaran (3/22):
“Tetapi tiap-tiap perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan yang tinggal di rumahnya, barang-barang perak dan emas dan kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu lelaki dan perempuan; demikianlah kamu akan merampasi orang Mesir itu.”
Dan dalam kitab Zakharia (14/1-2):
“Sesungguhnya, akan datang hari yang ditetapkan TUHAN, maka jarahan yang dirampas dari padamu akan dibagi-bagi di tengah-tengahmu. Aku akan mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yerusalem; kota itu akan direbut, rumah-rumah akan dirampoki dan perempuan-perempuan akan ditiduri. Setengah dari penduduk kota itu harus pergi ke dalam pembuangan, tetapi selebihnya dari bangsa itu tidak akan dilenyapkan dari kota itu.”
Lalu kemana perginya media-media barat yang selalu memfitnah agama Islam di pagi dan malam hari dengan dusta, kenapa mereka tidak mengkritisi apa yang kita baca sekarang ini, padahal itu benar-benar bertentangan dengan hak-hak manusia!! Akan tetapi karena mereka sebenarnya tau, bahwa agama ini adalah agama yang benar, dan kedengkian yang mereka miliki atas agama ini, membuat mereka melakukan serangan bertubi-tubi demi menghalangi manusia dari agama ini, khususnya setelah mereka melihat banyak manusia yang mulai masuk ke dalam agama Islam. Usaha mereka ini hanya sia-sia, layaknya seorang ingin menutupi cahaya matahari dari dunia dengan tangannya, Allah berfirman:
“Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan, dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh Nabi-Nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?" Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.” (QS alBaqarah: 89-92).
Dan saya katakan dengan penuh keyakinan, bahwa tidak ada jalan keluar bagi manusia saat ini, dari kerusakan yang mereka dapati ada di setiap sisi kehidupan mereka, baik moral, sosial, ekonomi, dan politik, melainkan karena hukumm buatan manusia, baik berupa kapitalisme busuk, komunisme atheis, sosialisme yang memalukan, ataupun hukum diktator yang membunuh segala kemampuan manusia, juga segala hal yang berkaitan dengan rasisme, dan tidak ada jalan keluar bagi jiwa-jiwa manusia yang bingung, dari kekosongan jiwa yang sangat berbahaya dan kegundahan yang ada, melainkan dengan mengikuti agama Islam dan melaksanakan setiap ajarannya, ketika itu, barulah manusia akan merasakan keadilan, keselamatan, ketengangan, dan kasih sayang, hati mereka akan tenang dan dada-dada mereka akan lapang, maka maha benar Allah yang telah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS alA’raaf: 96).
Saat ini, banyak cendikiawan barat yang merekomendasikan agama Islam sebagai jalan keluar bagi manusia dari segala yang mereka rasakan saat ini, seorang cendikiawan asal Perancis bernama Deebckeeh mengatakan:
“Sesungguhnya dunia barat belum pernah mengetahui agama Islam, dari sejak Islam muncul, dunia berat sudah memusuhinya, mereka tidak hanya mencari-cari alasan untuk bisa memeranginya, hal ini mengakibatkan keyakinan-keyakinan yang salah mengenai Islam pada masyarakat barat, tidak diragukan lagi, bahwasanya agama Islam adalah satu-satunya hal yang diperlukan dunia saat ini, agar bisa selamat dari keadaan dunia saat ini yang sangat metrealis, yang pasti nantinya hanya akan menghancurkan manusia itu sendiri.”
Seorang cendikiawan Inggris yang bernama George Bernard Shaw juga mengatakan dalam bukunya “Muhammad”, yang dibakar oleh pihak kerajaan saat ini, karena mengandung ungkapan yang mengakui ke-Nabian Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam dan kebenaran agama beliau, ia berkata:
“Sesungguhnya dunia sangat membutuhkan seorang seperti Muhammad, Nabi ini, yang telah membuat agamanya selalu dihormati dan segani, ia adalah agama yang paling kuat melawan segala peradaban yang ada di dunia ini, dan aku banyak melihat kaumku secara sadar masuk ke dalam agama ini, agama ini akan mendapat kesempatan yang sangat besar di benua ini –maksudnya: Eropa–, sesungguhnya para pemuka agama di abad pertengahan, ditambah lagi kebodohan dan ekstrimisme yang ada saat itu, telah menggambarkan agama Muhammad ini dengan citra yang buruk, mereka menganggapnya sebagai musuh bagi agama Kristen”.
Ia juga mengatakan di dalam buku yang sama:
“Akan ketika aku menelaah perkara laki-laki ini, aku dapati ia merupakan orang yang sangat luar biasa, maka aku simpulkan bahwa dirinya bukanlah musuh bagi agama Kristen, bahkan harusnya ia disebut sebagai penyelamat manusia, dan menurutku, jika ia memegang tampuk kekuasaan dunia saat ini, niscaya ia bisa menyelesaikan permasalahan kita, dengan cara yang penuh dengan keselamatan dan kebahagiaan bagi manusia”.
Ahli sejarah yang berasal dari Inggris bernama Wills megnatakan:
“Setiap agama yang tidak sesuai dengan peradaban yang ada di dunia ini, maka lemparkanlah ia, dan sesungguhnya agama yang benar, yang sesuai dengan peradaban dunia, dimanapun ia berada, adalah Islam.. Dan barang siapa yang menginginkan bukti, maka bacalah alquran, dengan segala yang ada di dalamnya berkaitan dengan pandangan dan metode ilmiyah dan hukum-hukum sosial, alquran adalah buku agama sekaligus ilmu pengetahuan, sosial, moral, dan sejarah, jika saya diminta untuk menerangkan arti kata Islam, maka saya akan mengatakan ‘Islam adalah Peradaban’”.
Di sini ada sebuah pertanyaan yang sama: “Mengapa mereka tidak menginginkan Islam, dan tidak ingin kalian mengetahui Islam kecuali sesuai dengan apa yang mereka katakan?”.
Maka alasannya: Karena dalam agama Islam, mereka tidak bisa lagi menguasai harta-harta kalian dengan cara menetapkan pajak dan riba dengan alasan ekonomi global terbuka, mereka juga tidak bisa menjadikan para wanita sebagai harta bersama bagi laki-laki melalui seks bebas, dan mereka tidak akan bisa lagi memperbudak manusia melalui hukum-hukum buatan yang mereka buat yang hanya akan memberikan keuntungan bagi mereka saja, akan tetapi, melalui syariat Islam, tidak ada seorang pun yang bisa mengambil hartamu, mencoreng kehormatanmu, dan tidak pula memperbudakmu, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya harta, kehormatan, dan darah kalian haram atas kalian, seperti diharamkannya hari kalian ini (hari Arafah), di bulan kalian ini (bulan Dzulhijjah), dan di kota kalian ini (Makkah)”. (Dishahihkan oleh alAlbani).
Di kehidupan kita ini, ketika engkau tersesat, lalu engkau mendapatkan seseorang yang menunjukkan jalan menuju tempat yang kau inginkan, engkau akan sangat berterima kasih kepadanya, lalu bagaimana kiranya dengan seorang yang menunjukkan kepadamu jalan yang akan membawamu menuju kebahagiaan dan kenikmatan di kehidupan yang kekal abadi di surga, dan memperingatkanmu dari jalan yang akan membawamu menuju kesengsaraan dan siksaan yang kekal abadi di neraka, bukan kah orang itu lebih berhak untuk mendapat terima kasih atas apa yang ia lakukan, karena ia telah menyelamatkan jiwamu dan jasadmu dari api neraka, bukan malah kau cela dan kau caci maki ia di depan manusia?!!
Begitulah Rasulu-Allah Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam,orang yang tidak pernah berdusta dan berkhianat, baik sebelum ataupun setelah datangnya Islam, beliau adalah contoh yang paling sempurna dalam amanat dan pengembalian hak-hak kepada para pemiliknya, juga contoh dalam kejujuran, tidak pernah sama sekali beliau berkhianat ataupun berdusta, beliau dikenal dengan kemanahan beliau dari sejak kecil, sampai-sampai beliau diberi julukan sebagai “alAmiin” (Orang yang amanah), ketika surat beliau sampai kepada Heraklius, raja Romawi, yang berisi ajakan untuk masuk ke dalam agama Islam, Heraklius meminta untuk dibawakan satu orang yang berasal dari kaum yang sama dengan Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, ia ingin bertanya menganai beliau, maka didatangkanlah ke hadapannya satu kaum yang di dalamnya ada Abu Sufyan bin Harb, dan diantara pertanyaan yang ia sampaikan kepada Abu Sufyan: “Apakah kalian pernah menuduhnya berdusta sebelum ia mengakui apa yang ia katakan sekarang?”, Abu Sufyan berkata: “Tidak”, Heraklius pun berkata: “Sungguh ia tidak akan membiarkan dirinya berdusta kepada manusia, apalagi kepada Allah”.
Diantara bukti keamanahan beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam, ketika beliau hijrah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi, karena takut kaumnya akan menghalanginya, beliau tinggalkan sepupunya, Ali di Makkah, supaya ia bisa mengembalikan titipan yang dititipkan kepadanya, kepada para pemiliknya, oleh karena itu orang-orang menyebutnya dengan sebutan “asShaadiq” (orang yang jujur), dan “alAmiin” (orang yang amanah), maka harusnya kita mengatakan tentang beliau sebagaimana yang dikatakan oleh Heraklius, raja Romawi: “Dia tidak akan membiarkan dirinya berdusta kepada manusia, apalagi kepada Allah”.
Seorang yang telah datang membawa syariat Islam, yang bisa menjadi jalan keluar bagimu di dunia ini dari kedzaliman, dan kekejaman para pemimpin dan hukum buatan mereka yang sangat jahat, menjadi jalan keluar bagi jiwamu dari kegundahan karena kontradiksi yang engkau dapati di dalam agamamu, yang hanya menuhankan para hamba, dan menjadi jalan keluar bagi dirimu dari api neraka setela mati, karena syariat Islam adalah hak setiap orang, barang siapa yang ingin beriman, maka tidak mengapa, dan barang siapa yang tidak, maka tidak mengapa, Allah ta’ala befirman:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُم مَّا حُمِّلْتُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ.
“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".” (QS anNuur: 54).


 
WWW.ISLAMLAND.COM