Hubungan Seksual Dalam Pandangan Islam

Hubungan Seksual Dalam Pandangan Islam

Hubungan Seksual Dalam Pandangan Islam
نظرة الإسلام للجنس باللغة الإندونيسية


Dr. Abd Ar-Rahman As-Syiiha

Penerjemah
European Islamic Research Center (EIRC)
& Muhammed Fikri Aziz
Editor: Siti Hanna Ghina Maisun
 
www.islamland.com

 

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, dan seluruh keluarga, beserta para sahabatnya.
Sesungguhnya agama Islam menganggap keinginan seksual sebagai suatu perkara yang harus dipuaskan, bahkan hal tersebut dianggap sebagai perkara yang dicintai dan diperintahkan jika hal itu disalurkan melalui jalan yang telah disyariatkan oleh Allah, bukan melalui jalur yang hina, yang harus ditinggalkan, Allah ta’ala berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda: “Telah dikaruniakan dalam diriku rasa cinta kepada wanita dan parfum, dan dijadikan penyedap pandanganku dalam shalat”.
Agama Islam telah melarang untuk menahan hasrat tersebut, hal itu karena agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah yang sehat, agama Islam tidak bertentangan dengannya, bahkan selaras dengannya, juga memenuhi segala hajat dan keinginannya, sesuai dengan batasan-batasan syariat yang menuntun untuk menyalurkan hasrat tersebut melalui jalan yang benar dan aman, jalan yang jauh dari perilaku-perilaku hewani yang tercela, hasrat seperti ini bisa jadi merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam neraka jika disalurkan melalui jalan-jalan yang tidak disyariatkan, dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga, beliau menjawab: “Ketaqwaan kepada Allah, dan akhlaq yang baik”, beliau juga ditanya tentang sesuatu yang palingbanyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan”.
Dan di dalam buku kecil ini, kita berusaha mengenalkan jalan yang telah digariskan oleh agama Islam, demi mengatur hasrat seksual ini, juga mengangkatnya sebagai sebagai sebuah ibadah (jika disalurkan melalui jalan yang disyariatkan) yang akan memhasilkan pahala bagi seorang Muslim, sebagaimana ia mendapat pahala karena melakukan amalan-amalan baik lainnya, dari Abu Dzar, bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya memborong banyak pahala, mereka shalat layaknya kami shalat, dan mereka berpuasa seperti kami puasa, tetapi mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka”, beliau bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf adalah sedekah, melarang dari yang munkar adalah sedekah, dan pada senggama kalian pun terdapat sedekah”, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah seorang diantara kami melampiaskan syahwanya, lantas ia mendapatkan pahala?”, beliau bersabda: “Bukankah jika ia lampiaskan syahwatnya itu melalui jalan yang haram, ia akan mendapatkan dosa? Demikianlah jika ia melampiaskan syahwatnya itu melalui jalan yang halal, maka ia akan mendapatkan pahala”.  
“Sesungguhnya agama Islam menjadikan pernikahan sebagai jalan yang benar, yang dengannya seorang Muslim bisa memuaskan hasrat seksual yang ia miliki, bahkan agama Islam memerintahkan untuk menikah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang sudah mampu untuk menunaikan Baa ah (mampu memberikan nafkah lahir dan batin), maka hendaknya ia menikah, karena pernikahan itu lebih mampu untuk menundukkan pandangan, dan lebih mampu menjaga kemaluan, namun jika ia belum mampu, maka hendaknya ia puasa, karena puasa itu merupakan tameng (maksudnya dari zina)”.
Agama Islam memandang pernikahan bagi seseorang sebagai suatu kebutuhan fitrah mereka, supaya mereka mendapat ketenangan jiwa… dan bagi masyarakat, pernikahan merupakan ikatan yang dengannya rasa cinta dan kasih sayang semakin memuncak… pernikahan sendiri bagi manusia, juga merupakan sebab terjaganya garis keturunan mereka…dan lebih dari itu, pernikahan merupakan jalan kehormatan, ketenangan, dan kemuliaan, baik yang sifatnya khusus ataupun umum… oleh karena itu, menolak pernikahan sama dengan menolak seluruh keutamaan ini, hal itu juga merupakan bentuk penyelewengan dari norma-norma sosial yang sesuai dengan kodrat seorang manusia.”  
Tujuan dari pernikahan dalam agama Islam adalah ketenangan, dan kenyamanan jiwa juga perasaan bagi kedua pasangan, Allah ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Tujuan pernikahan juga demi menjaga kehormatan, dan menjaga setiap pasangan agar tidak terjerumus ke dalam lembah kenistaan, Allah ta’ala berfirman:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.”
Oleh karena itu agama Islam sering mendapat perlawanan dari orang-orang yang sudah menyelahi fitrah dan kodrat mereka, orang-orang yang menyeru kepada hubungan bebas yang tidak terikat dengan batasan-batasan agama maupun syariat, dan agama Islam, ingin mengangkat derajat para pengikutnya, sehingga mereka tidak menjadi layaknya hewan, yang memiliki kebebasan dan tidak memiliki batasan dalam memuaskan hasrat seksual mereka, betapa besar dan hinanya dosa seorang yang menyalurkan hasrat seksualnya kepada kemaluan yang tidak halal baginya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Tidaklah perzinahan dan riba nampak pada suatu kaum, kecuali mereka telah merelakan dirinya tertimpa oleh siksa Allah”.
Agama Islam mengangkat derajat para pengikutnya dengan kehormatan dan kesucian, agama Islam menuntun mereka menuju jalan yang akan menyampaikan mereka (dengan izin Allah) kepada akhlak dan jalan yang benar, yang dengannya mereka bisa memuaskan hasrat mereka, dari Abu Umamah berkata: Seorang pemuda pernah mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina!!”, maka orang-orang pun melarangnya, mereka berkata: “Diam.. diam”, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dekatkan ia kepadaku”, maka pemuda itu pun mendekat kepadanya kemudian duduk, beliau bersabda: “Apakah kau suka jika itu dilakukan kepada ibumu?”, ia berkata: “Tidak, demi Allah, Allah jadikan diriku sebagai tanggunganmu”, beliau bersabda: “Begitu juga manusia tidak ada yang suka jika hal itu dilakukan kepada ibu-ibu mereka”, beliau bersabda: “Apakah kau suka jika hal itu dilakukan kepada putrimu?”, ia berkata: “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, Allah jadikan diriku sebagai tanggunganmu”, beliau bersabda: “Begitu juga manusia, mereka tidak suka hal itu dilakukan kepada putrid-putri mereka”, beliau bersabda: “Apakah kau rela hal itu dilakukan kepada saudarimu?”, dia berkata: “Tidak, demi Allah, Allah jadikan diriku sebagai tanggunganmu”, beliau bersabda: “Begitu juga manusia tidak ada yang suka hal itu dilakukan kepada saudari-saudari mereka”, beliau bersabda: “Apakah kau rela hal itu dilakukan kepada bibi-dari pihak ayah-mu?”, ia berkata: “Tidak, demi Allah, Allah jadikan diriku sebagai tanggunganmu”, beliau bersabda: “Begitu juga manusia tidak ada yang rela jika hal itu dilakukan kepada bibi-dari pihak ayah -mereka”, beliau bersabda: “Relakah kau jika hal itu dilakukan kepada bibi-dari pihak ibu-mu?”, ia berkata: “ Tidak, demi Allah, Allah jadikan diriku sebagai tanggunganmu”, beliau bersabda: “Begitu juga manusia tidak ada yang rela jika hal itu dilakukan kepada bibi-dari pihak ayah-mereka”, Abu Umamah berkata: kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم meletakkan tangannya pada pemuda itu, dan bersabda: “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya”, sejak saat itu pemuda tersebut tidak pernah berpaling kepada apapun”.
Dalam agama Islam tidak ada monastisisme, berpaling dari dunia, ataupun meninggalkan segala kelezatan dan kebaikan yang telah dihalalkan oleh Allah, dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata: “Tiga orang sahabat datang ke rumah istri-istri Nabi صلى الله عليه وسلم untuk menanyakan tentang ibadah Nabi صلى الله عليه وسلم, dan ketika mereka mengetahuinya, mereka merasa amalan mereka terlalu sedikit dibanding Nabi صلى الله عليه وسلم, mereka berkata: “Betapa jauhnya kedudukan kita dibanding Nabi صلى الله عليه وسلم, padahal Allah telah mengampuni segala dosanya, baik yang sudah dikerjakan ataupun belum”, salah seorang diantara mereka berkata: “Aku akan shalat malam terus menerus”, yang lain berkata: “Aku akan terus menerus berpuasa tanpa pernah berbuka”, dan yang lain pun berkata: “Aku akan menjauhi para wanita, dan tidak akan pernah menikah selamanya”, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun datang dan berkata: “Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Sungguh demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah dari pada kalian, akan tetapi aku berpuasa, dan aku berbuka, aku shalat malam, dan aku pun tidur, aku juga menikahi para wanita, maka barang siapa yang benci kepada sunnahku, ia bukan termasuk dari golonganku”.
Agama Islam juga tidak mengizinkan pengikutnya untuk terjerumus ke dalam syahwat hewani yang tidak mengenal batasan sama sekali.


Dr. Abd Ar-Rahman As-Syiiha
 
www.islamland.com


Hasrat seksual menurut pandangan Islam:
Agama Islam memandang hasrat seksual sebagai suatu kebutuhan yang harus disalurkan, dan tidak ditahan, akan tetapi hal itu dilakukan dengan cara syar’i yang telah dijelaskan oleh Allah ta’ala, tuhan yang telah menciptakan kedua jenis manusia, laki-laki dan perempuan dari setetes air mani, Allah juga menjadikan pernikahan sebagai jalan keluar yang syar’i untuk menyalurkan hasrat ini, melalui pernikahan, sepasang suami isteri bisa menyalurkan hasrat masing-masing, dan berhati-hatilah, jangan sampai hasrat tersebut disalurkan melalu cara lain selain pernikahan, Allah memuji orang-orang yang mengindahkan batasan ini, Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas”.
Allah juga menjelaskan bahwa pernikahan merupakan sunnah para nabi dan rasul عليهم السلام, hal itu bertujuan untuk memenyemangati para pengikutnya untuk menikah, Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga menganjurkan untuk menikah demi mencari keturunan, dan memperbanyak jumlah umat ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:
“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang dan subur, sungguh aku akan berbangga-bangga dengan jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lainnya”.
Bahkan beliau memerintahkan para pengikutnya yang memiliki keinginan untuk menyalurkan hasratnya untuk bersegera memiliki jalan yang telah disyariatkan, dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kalian didatangi (untuk tujuan melamar) oleh seorang yang kalian ridhai akhlak dan agamanya, maka segera nikahkanlah ia, jika tidak, itu akan menjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas”.
Agama Islam juga menganjurkan para waliyul umuur untuk mempermudah urusan pernikahan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya diantara tanda keberkahan seorang wanita adalah, kemudahan proses melamarnya, ringan maharnya, dan subur rahimnya”.
Agama Islam juga memerintahkan para pengikutnya untuk menyegerakan pernikahan dan tidak menundanya hanya karena takut kefakiran, Allah ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda: “Tiga orang yang pasti akan ditolong oleh Allah; Seorang yang berjuang di jalan Allah, orang yang menikah dengan tujuan untuk menjaga kehormatan, dan seorang mukatib (budak yang membeli kebebasannya dari tuannya) yang hendak membayar kebebasannya”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga memerintahkan umatnya, khususnya para pemuda untuk menikah, beliau juga menjelaskan jalan keluar bagi orang yang tidak memiliki modal untuk menikah, padahal ia sudah sangat ingin melaksanakannnya, agar ia bisa mengendalikan syahwatnya, beliau bersabda:
“Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian ayng sudah sanggup menanggung baa ah (nafkah lahir dan batin), maka hendaknya ia menikha, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa adalah tameng baginya”.
Orang-orang yang belum mampu menikah, karena keterbatasan harta yang ia miliki, dan orang yang belum mampu memberikan nafkah, agama Islam memerintahkannya untuk menjaga kehormatannya dan hasratnya agar tidak terjerumus ke dalam perilaku hewani, Allah ta’ala berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”.
Alquran telah menjelaskan suri tauladan dalam hal menjaga hasrat seksual dan menahan syahwat dalam kisah Yusuf عليه السلام, supaya ia menjadi contoh bagi seluruh remaja Islam, Allah ta’ala berfirman:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (23) وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24)
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”.
Walaupun resiko dari menahan syahwat tersebut adalah masuk ke dalam penjara sekali pun, Allah ta’ala menceritakan kisah Yusuf عليه السلام:
قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ (32) قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ (33) فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (34)
“Wanita itu berkata: "Itulah Dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda Dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi Dia menolak. Dan Sesungguhnya jika Dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya Dia akan dipenjarakan dan Dia akan Termasuk golongan orang-orang yang hina." Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." Maka Tuhannya memperkenankan do’a Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Tahapan-tahapan yang ditetapkan agama Islam demi mengatur hasrat seksual:
Agama Islam mengharamkan segala hal yang bisa menjadi sebab ataupun sarana yang mendekatkan kepada perzinahan, hal itu karena ditakutkan seseorang terjerumus ke dalam perkara yang dilarang oleh agama Islam, sebagaimana yang kita ketahui, bahwa seseorang yang hasrat seksualnya sedang memuncak, ia akan mencari cara untuk menyalurkan hasrat tersebut, walaupun melalui cara-cara yang tidak disyariatkan, seperti zina, ataupun liwath (homoseksual), baik hal itu dilakukan dengan asas suka sama suka, ataupun dengan memaksa, atau keadaan yang paling ringannya adalah melampiaskan hasrat tersebut dengan onani, dan itu pun merupakan perkara yang diharamkan dalam syariat, diantara cara yang dilakukan oleh agama Islam untuk memotong segala jalan yang akan mengakibatkan seseorang melakukan hal-hal yang disebut di atas adalah:
•    Agama Islam memerintahkan pengikutnya untuk bersikap hati-hati, dengan cara memisahkan anak-anak di tempat tidur, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mencapai usia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka meninggalkannya saat usia mereka mencapai sepuluh tahun, dan pisahkan mereka semua di atas pembaringan”.
Hal itu karena ditakutkan terjadinya interaksi antara mereka semua ketika tidur, yang berpotensi menyulut syahwat mereka.
•    Agama Islam memerintahkan para Muslimah untuk mengenakan hijab ketika bersama laki-laki yang bukan mahramnya, hal itu demi menjaga kehormatan mereka, juga menjaga mereka agar tidak menjadi objek pelampiasan hasrat seksual, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59)
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Agama Islam memberi keringanan bagi wanita-wanita tua dan sepuh, wanita-wanita yang berada pada usia yang tidak lagi memiliki keinginan untuk menikah, dan mereka tidak lagi memancing syahwat, baik syahwat dirinya ataupun orang lain, untuk mengenakan pakaian luar yang agak tipis, tanpa menyingkap rambut, ia juga boleh menampakkan wajah dan kedua tangannya, akan tetapi menutup keduanya lebih baik, Allah berfirman:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (60)
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”.
•    Agama Islam juga memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang tidak boleh dilihat, karena hal itu bisa membuat seorang berpindah dari hanya sekedar melihat sekilas, berubah menjadi melihat dengan syahwat, lalu kemudian ia mulai berkhayal, kemudian melaksanakan khayalannya, sampai ia bisa terjerumus ke dalam dosa, Allah ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”.
Ibnul Qayyim mengatakan :
“Ketika hal itu berawal dari pandangan, maka Allah pun mengawali perintahNya dengan perintah untuk menundukkan pandangan sebelum perintah menjaga kemaluan, karena setiap kejadian berawal dari pandangan, sebagaimana api yang berawal dari sebuah bara api yang kecil, awalnya hanya pandangan, kemudian menjadi hayalan, kemudian menjadi dosa, oleh karena itu dikatakan: ‘Barang siapa yang mampu menjaga keempat hal ini, maka ia akan menjaga agamanya: Pandangan, khayalan, ucapan, dan langkah’”.
Ketika seorang terkadang melihat sesuatu hanya sekilas saja, maka yang dilarang dalam agama adalah terus menerus melihat, Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه: “Wahai Ali, jangan kau ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu milikmu, dan kamu tidak memiliki yang berikutnya”.
Demi menyemangati para pengikutnya untuk menjaga pandangan mereka, dari hal-hal yang diharamkan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh seornag Muslim yang menundukkan pandangannya karena takut kepada Allah dan mengharap ridhaNya, Jarir bin Abdillah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari pandangan yang terjadi tiba-tiba, beliau bersabda: “Palingkan pandanganmu”.
•    Agama Islam juga memerintahkan seseorang untuk meminta izin sebelum ia masuk, hal itu karena ditakutkan seseorang melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh syariat, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (58)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Allah ta’ala juga berfirman:
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (59)
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
•    Agama Islam melarang seorang laki-laki untuk menyerupai wanita, dan melarang wanita untuk menyerupai laki-laki, dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan para perempuan yang menyerupai laki-laki”.
•    Agama Islam juga melarang dari melihat segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan syahwat, seperti aurat dari kedua jenis, begitu juga gambar-gambar porno, dari Abdurrahman bin Abi Said alKhudri, dari ayahnya, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Seorang laki-laki tidak boleh melihat ke aurat laki-laki lain, dan tidak pula seorang wanita melihat ke aurat wanita lain, dan janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain, dan tidak pula seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain”.
•    Agama Islam juga melarang dari mendengar hal-hal yang berpotensi menimbulkan syahwat, seperti musik dan sebagainya, karena hal itu biasanya merangsang pikiran untuk melakukan kesalahan dan perbuatan yang terlarang, oleh karena itu para ulama Islam terdahulu ketika menjelaskan bahwa musik itu berpotensi menimbulkan syahwat, mereka berkata: “Musik adalah ruqyahnya zina” (maksudnya musik adalah ajakan menuju zina).
•    Agama Islam juga melarang dari bergaul bersama para amrad (pemuda yang belum berjenggot ataupun berbulu), dan terus menerus memandangi mereka, apalagi amrad yang memiliki wajah yang tampan, dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “… kedua mata zinanya adalah dengan memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya dengan berbicara, kedua tangan zinanya dengan memukul, kaki zinanya dengan melangkah, zina hati dengan berkeinginan dan berharap, sedangkan kemaluan akan membenarkannya atau mendustakannya”.
•    Agama Islam juga melarang seorang laki-laki untuk berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahramnya, karena hal itu menimbulkan godaan syaitan bagi mereka berdua untuk melakukan perbuatan zina, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “…dan tidaklah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seroang wanita, kecuali syaitan akan menjadi yang ketiga bagi mereka..”
Agama Islam melarang campur baur antara laki-laki dan perempuan, karena hal itu berpotensi menimbulkan hubungan-hubungan yang terlarang, karena segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan sesuatu yang haram, maka hukumnya pun haram.
•    Agama Islam juga melarang seroang istri untuk menceritakan wanita lain kepada suaminya, karena ditakutkan akan menimbulkan sesuatu di dalam hatinya, kemudian ia menjadi benci kepada keluarganya karena ia dapati beberapa sifat yang ia idam-idamkan ada pada wanita yang diceritakan kepadanya itu, sedang sifat itu tidak ia dapati pada istrinya, bahkan bisa jadi syaitan menggodanya untuk mendapatkan wanita tersebut, dari Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Janganlah seorang wanita mendatangi wanita yang lain, kemudian ia menceritakan sifat-sifat wanita tersebut kepada suaminya, sampai seakan-akan suaminya bisa melihat wanita itu”.
•    Agama Islam melarang seorang wanita untuk berhias, yaitu dengan keluar rumah dalam keadaan memakai parfum, dan berhias diri, karena hal itu akan memancing pandangan para manusia serigala kepada mereka, dan berpotensi menimbulkan syahwat, sehingga hal itu akan menjadi sebab terjadinya perkara yang diharamkan, Rasulullah صى الله عليه وسلم telah bersabda: “Perempuan mana pun yang memakai parfum kemudian ia keluar rumah, lalu ia melewati suatu kaum, agar mereka mencium wanginya, maka dia adalah seorang pezina”. (HR Ibnu Hibban).
Sebagaimana agama Islam juga melarang seorang wanita untuk melembutkan ucapan dan nada bicara mereka, larangan ini ditetapkan demi menjaga mereka dari orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit syahwat, maka hendaknya seorang wanita berbicara seperlunya saja, tanpa panjang lebar dan membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, Allah ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian para wanita tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik”.
Allah juga berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Agama Islam juga melarang seorang untuk telanjang dan menampakkan hal-hal yang akan menimbulkan fitnah, Allah ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”.
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dua jenis penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: suatu kaum yang memabawa cambuk layaknya buntut sapi, yang mereka gunakan untuk memukuli manusia, dan wanita yang berpakaian namun telanjang, menarik hati para manusia, menggoda orang lain, dan berjalan berlenggak-lenggok, kepala mereka ibarat punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk ke dalam surga, dan mereka tidak akan mampu mencium baunya, padahal harumnya surga bisa dicium dari jarak sekian dan sekian”.
Agama Islam telah menjelaskan, kepada siapa saja seorang wanita boleh menampakkan hiasannya, yaitu kepada para mahramnya, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
•    Agama Islam mengharamkan seorang wanita untuk melakukan perjalanan jauh sendirian tanpa mahram, seperti suami, ayah, saudara laki-laki, atau kerabat yang termasuk dalam kategori mahram, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, dan janganlah sekali-kali seorang perempuan berpergian, kecuali ia bersama mahramnya”, maka seorang laki-laki pun bangkit dan berkata: “Wahai Rasulullah, namaku tercatat pada pasukan yang akan mengikuti perang ini dan itu, sedangkan istriku akan pergi melaksanakan haji”, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Pergilah, dan laksanakanlah haji bersama istrimu”.
Semua ini dilakukan Islam, demi menjaga kehormatan seorang wanita dan melindunginya, karena berpergian jauh biasanya akan membuat seorang mendapat kesulitan dan kesusahan, sedangkan sudah menjadi kodrat seorang wanita, jika ia memiliki jasmani yang lemah (karena perkara-perkara darurat yang biasa mereka alami seperti haid, hamil, menyusui, dll) begitu juga dengan keadaan psikologi mereka, mereka akan dengan mudah terbawa perasaan sehingga mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan, dan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang ada di sekitarnya. Ketika seorang wanita melakukan perjalanan jauh, ia sangat membutuhkan seseorang di sisinya yang menjaganya dari para penjahat yang senantiasa mengincar hartanya ataupun kehormatannya, dan biasanya seorang wanita tidak mampu membela dirinya sendiri karena keterbatasan fisik mereka. Mereka juga membutuhkan seseorang yang menjamin kebutuhan dan hajat mereka, juga memberikan kemudahan bagi mereka, dalam agama Islam, mahram seorang wanita diwajibkan untuk mengerjakan hal-hal ini, sehingga seorang wanita tidak lagi butuh kepada orang yang bukan mahramnya.
•    Agama Islam memerintahkan seorang yang tidak sengaja melihat perempuan lain, kemudian ia merasakan sesuatu di dalam hatinya, untuk bersegera mendatangi keluarganya, karena hal itu akan cepat menghilangkan syahwat yang bergejolak di jalan yang benar, dan menutup segala celah bagi bisikan dan godaan syaitan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “..maka apabila seorang diantara kalian melihat perempuan lain, maka hendaknya ia segera mendatangi istrinya, karena hal itu akan mengusir apa yang ada di dalam jiwanya”.
•    Agama Islam memerintahkan untuk bersegera dalam memuaskan hasrat yang dimiliki pasangan suami isteri, ketika salah seorang diantaranya menginginkan hal itu, agama Islam melarang seorang wanita untuk menolak ajakan suaminya untuk berhubungan intim, hal itu karena penolakan tersebut bisa menyebabkan suaminya berfikir untuk melampiaskan hasratnya kepada hal-hal yang diharamkan Allah, atau menahan keinginan tersebut, yang malah akan mengakibatkan banyak kerugian, baik jasmani atau pun rohani, oleh karena itu agama Islam sangat menekankan masalah ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika seorang suami memanggil isterinya ke tempat tidur, namun sang isteri menolak, kemudian sang suami tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya sampai datang waktu subuh”.
Hal ini juga berlaku bagi para laki-laki, ia wajib memuaskan hasrat seksual isterinya, sehingga isterinya puas dan tidak berfikir untuk mencari pelampiasan dengan cara yang haram, Ibnu Hazm mengatakan, bahwa seorang suami wajib menyetubuhi istrinya, setidaknya sekali setiap masa sucinya, jika sang suami mampu melakukannya, jika tidak, maka ia telah melakukan kemaksiatan kepada Allah, dalil akan hal itu adalah firman Allah ta’ala:
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu”.  
Dan perlu kita ketahui, bahwa seorang wanita berhak mengadukan suaminya yang enggan memuaskan hasrat yang ia miliki ke pengadilan, apabila hal yang demikian memang diperlukan, supaya pengadilan memberikan keadilan dan hak baginya, hal ini semata-mata karena agama Islam ingin menjaga masyarakat dari tersebarnya keburukan.
•    Allah mengancam orang-orang yang suka bila perbuatan keji tersebar di tengah masyarakat Islami dengan siksaan yang sangat pedih, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Pernikahan dalam agama Islam:
Agama Islam tidak membolehkan seseorang memuaskan hasrat seksual yang ia miliki kecuali melalui jalur pernikahan, karena Allah ta’ala tidak ingin menjadikan manusia layaknya makhluk-makhluk lain yang tanpa berfikir kepada apa ia melampiaskan hasratnya, sehingga terjadi hubungan antara jantan dan betina tanpa batasan, akan tetapi Allah menetapkan peraturan yang sesuai demi menjaga kehormatan dan kemuliaannya, Allah jadikan hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai hubungan yang mulia berasaskan ridha kedua belah pihak, di atas ijab dan qabul sebagai bentuk ikrar mereka akan keridhaan tersebut, dan di atas kesaksian bahwa setiap orang diantara mereka berdua merupakan milik pasangannya, dengan ini Allah telah menyediakan jalan yang aman bagi hasrat tersebut, menjaga garis keturunan agar tidak hilang, menjaga wanita agar tidak dinikmati oleh setiap orang yang menghendakinya, dan menanam benih rumah tangga yang dilindungi dengan naluri keibuan, dan dididik dengan kasih sayang kebapakan, sehingga benih tersebut bisa menghasilkan buah yang bagus dan matang, aturan inilah yang diridhai oleh Allah, dengannya Allah menjaga agama Islam, dan menghancurkan seluruh peraturan selainnya.
Kami rasa ini merupakan kesempatan yang baik untuk menjelaskan, walaupun secara singkat, tahapan-tahapan pernikahan dalam agama Islam.
Maka kami katakan:
Dengan mengharap petunjuk dari Allah.

Memilih seorang isteri:
Agama Islam memiliki pandangan tersendiri dalam memilih isteri, karena tujuan dari pernikahan dalam Islam bukan hanya sebatas pemuas hasrat seksual semata, akan tetapi pernikahan adalah sebuah benih dari sebuah kehidupan rumah tangga, oleh karena itu agama Islam menganjurkan beberapa hal yang akan menjadi sebab langgengnya kehidupan rumah tangga, dan terciptanya kehidupan rumah tangga yang baik, di mana setiap anggota rumah tangga tersebut menunaikan hak-hak agama juga hak-hak masyarakat yang ada di sekitar mereka, hal ini tidak akan pernah tercapai kecuali dengan adanya seorang isteri yang shalehah, yang memiliki akhlak dan agama yang baik, seorang yang takut kepada Allah, dan menunaikan segala hak yang telah Allah amanahi kepadanya (tanpa menyampingkan sisi-sisi lainnya seperti kecantikan dan lain sebagainya) Allah ta’ala berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan beberap perkara yang menarik seorang pria untuk menikahi seorang wanita, beliau juga menekankan (sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi) aspek terpenting yaitu keshalihan dan agamanya, beliau bersabda:
“Wanita itu dinikahi karena empat sebab, karena hartanya, karena kecantikannya, karena kedudukannya, dank arena agamanya, pilihlah seorang wanita karena agamanya, maka engkau akan beruntung”.
Agama Islam menginginkan seorang laki-laki yang memiliki sifat sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya”.
Agama Islam juga menginginkan seorang isteri yang memiliki sifat seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika beliau ditanya: Perempuan seperti apa yang paling baik?, beliau menjawab: “Ialah orang yang membuatnya bahagia ketika memandangnya, patuh ketika diperintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam diri dan hartanya dengan sesuatu yang suaminya benci”.
Sesungguhnya agama Islam menginginkan terjadinya sebuah rumah tangga Muslim, yang dengannya terbentuk suatu masyarakat Islami yang senantiasa menyuruh kepada kebaikan, sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
“Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun pada malam hari, kemudian ia melaksanakan shalat, dan membangunkan isterinya, jika isterinya menolak, ia ciprati mukanya dengan air, dan Allah merahmati seorang wanita yang bangun pada malam hari, kemudian ia mengerjakan shalat, dan membangunkan suaminya, jika suaminya menolak, ia ciprati mukanya dengan air”.

Nadzor syar’i yang dianjurkan dan diperintahkan oleh agama Islam:
Agama Islam berusaha untuk membentuk suatu ikatan pernikahan yang kuat, jikalah akhlak dan agama merupakan aspek terpenting dalam memilih pasangan, agama Islam juga tidak meremehkan pentingnya penampilan fisik, sehingga setiap pasangan tidak melaksanakan pernikahan melainkan setelah kedua belah pihak sama-sama puas terhadap tampilan fisik pasangannya, maka agama Islam membolehkan mereka untuk melihat calon pasangannya sebelum menikah, atau yang biasa disebut dengan “Nadzor Syar’i”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah didatangi oleh seorang laki-laki yang mengatakan bahwa ia telah melamar seorang wanita dari kalangan Anshar, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: “Apakah kau pernah melihatnya?”, ia berkata: “Belum”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Pergi dan lihatlah ia, karena di mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan hikmah dari melihat wanita yang dilamar, dari Anas, bahwa alMughirah bin Syu’bah melamar seorang wanita, maka Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: “Pergi dan lihatlah ia, karena hal itu akan lebih melanggengkan hubungan kalian berdua”.
Agama Islam ingin membentuk sebuah masyarakat yang shaleh, yang jauh (dengan izin Allah) dari segala masalah sosial, selama perasaan cinta sudah menjadi kodrat dan tabiat dalam agama Islam (rasa cinta antara laki-laki dan perempuan), maka agama Islam mengakui rasa cinta yang suci dan jauh dari kerendahan dan kehinaan, agama Islam mengaturnya dan menunjukkan cara untuk memperkuat dan menjaga rasa cinta itu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tidak pernah terlihat solusi bagi dua orang yang mencintai selain menikah”.
Bahkan agama Islam menganjurkan seseorang untuk memberi syafa’at antara dua orang yang saling mencintai, jika mereka berdua merupakan orang yang shaleh, dan saling menyayangi, dengan cara berusaha menikahkan keduanya, dari Ibnu Abbas, bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits, seakan aku melihatnya mengikuti Barirah dari belakang dalam keadaan menangis, sampai air mata membasahi jenggotnya, maka Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Abbas: “Wahai Abbas, tidakkah kau kagum dengan cintanya Mughits kepada Barirah, dan kebencian Barirah kepada Mughits?”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم kemudian bersabda: “Tidakkah sebaiknya kau rujuk saja dengannya (wahai Barirah)”, Barirah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah ini sebuah perintah?”, beliau bersabda: “Aku hanya memberikan syafaat (melobbi)”, ia berkata: “Aku tidak lagi membutuhkannya”.
Agama Islam juga menganjurkan kepada laki-laki untuk menawarkan anak perempuannya dan perempuan-perempuan yang menjadi tanggungannya (setelah keridhaan mereka semua) kepada laki-laki yang shalih dan melamarkannya untuk mereka, karena orang yang mengemban tanggung jawab biasanya akan berusaha untuk memberikan kebaikan bagi orang yang menjadi tanggungannya, hal ini bukanlah aib ataupun hina, Allah ta’ala berfirman ketika menceritakan Musa عليه السلام:
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku", kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu", salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya", berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik". Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, Maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".
Dari Salim bin Abdullah, bahwa ia mendengar Abdullah bin Umar رضي الله عنهما menceritakan, bahwa Umar bin Khattab ketika anaknya, Hafshah binti Umar menjanda karena ditinggal wafat suaminya yang bernama Khanis bin Hudzafah, salah seorang sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, yang wafat di madinah, Umar bin Khattab berkata: “Aku mendatangi Utsman bin Affan, lalu aku menawarkan Hafshah kepadanya”, Utsman berkata: “Saya pikir-pikir dulu”, kemudian setelah berlalu beberapa hari ia mendatangiku dan berkata: “Saya rasa saya tidak akan menikah lagi untuk saat ini”, Umar berkata: “Lalu aku pun bertemu Abu Bakar, aku katakan: ‘Jika kau mau, akau akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar’”, namun Abu Bakar diam dan tidak memberikan respon apapun, aku pun merasa penolakannya tersebut lebih mengecewakanku dari pada penolakan Utsman, kemudian setelah berlalu beberapa hari, datang Rasulullah صلى الله عليه وسلم melamarnya, lalu aku pun menikahkannya dengan beliau, setelah itu Abu Bakar menemuiku dan berkata: “Mungkin kamu merasa kecewa atas penolakanku ketika kau menawarkan Hafshah kepadaku namun aku tidak memberikan respon apapun?”, Umar berkata: Aku berkata: “Iya”, Abu Bakar berkata: “Sungguh aku tidak bisa menerima tawaranmu saat itu karena aku tau bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menyebut - nyebut Hafshah, sedang aku tidak akan pernah menyebarkan rahasia Rasulullah صلى الله عليه وسلم, jikalau Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak berkenan kepadanya, niscaya aku akan menerima tawaranmu itu”.

Akad nikah, mahar (mas kawin), dan walimah:
Diantara rukun pernikahan dalam agama Islam dan syarat sahnya nikah adalah:
1.    Persetujuan kedua mempelai, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Seorang janda tidaklah dinikahi sampai diminta perintahnya, dan seorang gadis tidaklah dinikahi sampai diminta izinnya”, para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana-tanda-izinnya?”, beliau bersabda: “Bila ia diam (karena malu)”.
Dan apabila seorang wanita dinikahkan tanpa diminta keridhaannya, maka ia berhak untuk meminta faskh (membatalkan) pernikahan, berdasarkan hadits Khansa binti Judzam al-Anshariyah bahwa ayahnya menikahkannya ketika ia menjanda, namun ia tidak menyukai hal itu, lalu ia pun mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka beliau pun membatalkan pernikahan tersebut.
Semua ini demi menjaga keutuhan rumah tangga supaya tidak runtuh, juga demi meredam tersebarnya perbuatan keji, berupa pengkhianatan salah satu pasangan karena rasa tidak suka antara satu sama lain.
2.    Perlu diketahui, bahwa keberadaan wali merupakan salah satu syarat dari syarat-syarat sahnya pernikahan, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: “Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali, dan dua saksi yang adil, dan pernikahan apapun yang dilangsungkan tanpa kedua hal itu maka pernikahan itu batal, jika para wali saling berebut, maka sulthan (hakim) bagi orang yang tidak memiliki wali”.
Hal itu demi menjaga hubungan kekerabatan agar tidak terputus, dan karena seorang wali biasanya lebih tau dan lebih berusaha untuk memilihkan yang terbaik bagi orang yang ia tanggung, sehingga mereka tidak akan memilihkan dan menyetujui melainkan seseorang yang ia rasa bisa memberikan kebahagiaan bagi orang yang ditanggungnya, dan ketika seorang wanita tidak memiliki wali, atau walinya menelantarkannya, maka hak kewalian atasnya berpindah kepada sulthan (hakim), berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم tadi: “….Sulthan (hakim) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”.
Dar Ibnu Abbas رضي الله عنهما ketika beliau menafsirkan firman Allah:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ)
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya”.
Beliau berkata: “Dahulu, apabila seorang laki-laki meninggal, maka para wali dari laki-laki tersebut lebih berhak atas kepemilikan isterinya, jika sebagian mereka ingin, mereka akan menikahinya, atau menikahkannya dengan orang lain, dan jika mereka berkehendak, mereka tidak menikahkannya, mereka lebih berhak atas dirinya dari pada keluarganya sendiri, maka turunlah ayat ini menerangkan hal tersebut”.
3.    Ketika kedua mempelai setuju, maka mempelai pria harus membayar mahar / mas kawin kepada mempelai wanita, berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
Dan hendaknya tidak memahalkan mas kawin, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Sesungguhnya diantara tanda keberkahan seorang wanita, mudah saat melamarnya, murah mahar (mas kawin) nya, dan subur rahimnya”.
Dalam hal ini Umar bin Khattab berkata: “Janganlah kalian meninggikan mahar para wanita, jikalau maksud dari hal itu adalah untuk menghormatinya di dunia, atau karena ketakwaan kepada Allah, maka orang yang paling berhak dan paling pertama melakukannya adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم, tidak pernah beliau menetapkan mahar bagi salah seorang isteri-isterinya ataupun salah seorang anak perempuannya, lebih dari dua belas uqiyah”.  (satu uqiyah setara 200 gram).
Dan perlu diperhatikan, bahwa wajib hukumnya menunaikan syarat-syarat  yang disetujui antara kedua belah pihak setelah mereka menikah, jika memang ada syarat antara keduanya, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
“Syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah yang membaut kemaluan isteri-isteri kalian dihalalkan bagi kalian”.
Agar kebahagiaan tersebut tersebar dan sempurna, agama Islam mewajibkan walimah, dengan mengundang para kerabat, dan sahabat, hal itu demi mengumumkan pernikahan, dari Anas رضي الله عنه berkata:
Abdurrahman bin Auf datang ke Madinah, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi’ al-Anshari, Sa’ad pun menawarkan kepadanya untuk membagi dua harta dan keluarganya untuknya, Abdurrahman bin Auf berkata: “Semoga Allah memberkahi keluarga dan hartamu, tunjukkan aku di mana pasar”, maka ia pun mendapat keuntungan berupa aqith (susu dikeringkan), dan minyak samin, di kemudian hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم melihat pada dirinya bekas kuning dari minyak za’faran (yang biasa digunakan oleh pengantin), maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ada apa ini wahai Abdurrahman?”, ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah menikahi seorang wanita dari kalangan Anshar”, beliau bersabda: “Berapa mahar yang kau bayarkan untuknya”, ia berkata: “Emas sebesar biji kurma” (sekitar 3 1/3 dirham), Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Adakanlah walimah, walau hanya dengan seekor kambing”.
Dan hendaknya seseorang tidak berlebihan dan boros dalam mengadakan walimah, berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Dan wajib bagi orang yang diundang, untuk memenuhi undangan kecuali jika ia berhalangan, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Apabila salah seorang diantara kalian diundang pada suatu walimah, maka hendaknya ia memenuhinya”.
Hendaknya orang yang menghadiri suatu walimah mendoakan orang yang sedang mengadakan hajat dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda:
اللهم اغفر لهم وارحمهم وبارك لهم فيما رزقتهم
“Ya Allah, ampunilah mereka, kasihilah mereka, dan berkahilah bagi mereka rizki yang telah diberikan kepada mereka”.
Juga mendoakan kedua belah mempelai dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda:
بارك الله لك وبارك عليك وجمع بينكما في خير
“Semoga Allah memberkahimu, semoga Allah melimpahkan keberkahannya atasmu, dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.
Agama Islam telah memberi keringanan dalam kesempatan ini untuk memainkan rebana saja, dan nyanyian yang jauh dari ucapan kotor dan buruk, khusus bagi para wanita, tujuannya untuk menampakkan pernikahan dan mengumumkannya, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada Aisyah رضي الله عنها, ketika ia menikahkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar: “Wahai Aisyah, apakah kalian tidak memiliki hiburan? Sesungguhnya orang-orang Anshar sangat menyukai hiburan”.

Adab malam pertama:
Mempelai pria hendaknya memperlakukan pasangannya dengan baik dan lembut, dengan pembicaraan yang menenangkan suasana dan memperdekat hubungan mereka, hal itu berdasarkan apa yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, Asma binti Yazid mengatakan:
“Aku menghias Aisyah untuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu aku pun mendatangi beliau, dan memanggilnya untuk menemui aisyah, lalu beliau pun datang, dan duduk di sampingnya, lalu diberikan padanya semangkuk susu, kemudian beliau minum, lalu beliau berikan kepada Aisyah, namun ia menundukkan kepalanya karena malu”, Asma berkata: “Aku pun menegurnya, aku katakan padanya: ‘Ambillah dari tangan Nabi صلى الله عليه وسلم’”, Asma berkata: “Ia pun mengambilnya, dan meminumnya sedikit, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: ‘Berikanlah kepada teman-temanmu’”, Asma’ berkata: “ Wahai Rasulullah, akan tetapi minumlah terlebih dahulu, baru kemudian berikan kepadaku langsung dari tanganmu”, maka beliau pun mengambilnya, lalu meminumnya, kemudian memberikannya kepadaku, Asma berkata: “Aku pun duduk, dan aku letakkan mangkuk susu itu di atas kedua lututku, kemudian aku pun menempelkan bibirku di seputaran mulut mangkuk agar bibirku menyentuh bekas tempat minum Nabi صلى الله عليه وسلم, kemudian ia berkata kepada para wanita yang ada di sekitarku: “Berikanlah kepada mereka semua”, mereka berkata: “Kami tidak menginginkannya”, maka beliau bersabda: “Janganlah kalian berkumpul dalam kondisi lapar dan berdusta”.

Adab bergaul antara kedua pasangan:
Sebagaimana yang telah kita katakan bahwa agama Islam menganggap hasrat seksual, layaknya hasrat-hasrat lain yang harus disalurkan melalui jalan yang telah disyariatkan, di bawah syarat-syarat dan batasan batasan tertentu, oleh karena agama Islam memandang hasrat seksual seperti demikian, agama Islam pun menganjurkan hal itu dan menjelaskan perkara-perkara yang akan mengangkat hasrat tersebut pada kedua pasangan suami isteri.
Dari Jabir berkata: “Aku pernah menunggangi untaku di belakang rombongan kafilah, lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun memukulnya (atau: memecutnya)“, Jabir berkata: “Setelah itu untaku selalu berada di barisan awal kafilah, kecuali jika aku pelankan”, Jabir berkata: Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendatangiku, beliau bersabda: “Maukah kau menjualnya kepadaku dengan harga sekian dan sekian, semoga Allah mengampunimu?”, Jabir berkata: “Aku berkata: Dia milikmu wahai Rasulullah”, Sulaiman (perawi hadits ini) mengatakan: “Aku tidak tau, berapa kali beliau mengulang ucapan ‘Maukah kau menjualnya kepadaku dengan harga sekian dan sekian?’”, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Apakah kau menikah sepeninggalan ayahmu?”, Jabir berkata: “Iya”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Dengan gadis atau janda?”, Jabir berkata: “Dengan seorang janda”, beliau bersabda: “Kenapa kau tak menikahi seorang gadis, sehingga kau bisa bermain dengannya dan dia pun bermain denganmu, kau bisa membuatnya tertawa, dan dia pun bisa membuatmu tertawa”.  
Bahkan agama Islam mengangkat tinggi-tinggi derajat cumbuan, candaan, dan hubungan antara kedua suami isteri, yang dengannya mereka bisa memperkuat rasa cinta dan kasih sayang, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikir kepada Allah maka hal itu sia-sia kecuali empat perkara: seorang yang berjalan antara dua sasaran (orang yang sedang berlatih memanah), seorang yang melatih kudanya, seorang yang bercumbu dengan isterinya, atau belajar berenang”.
Sebagaimana kedua pasangan harus sama-sama memperhatikan masalah kebersihan, aroma tubuh yang harum, dan penampilan yang bagus, karena hal ini bisa menambah rasa cinta dan kasih sayang, juga menjauhkan mereka dari sifat benci antara satu sama lain, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “… sesungguhnya Allah itu maha indah dan mencintai keindahan”.
Dari Aisyah رضي الله عنها berkata: “Aku pernah memakaikan parfum kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dengan parfum yang paling bagus, sampai aku bisa mencium aroma parfum dari kepala dan jenggotnya”.
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: “Sungguh aku menghias diriku untuk isteriku, sebagaimana ia menghias dirinya untukku, dan aku tidak suka terlalu menuntut hakku yang menjadi kewajibannya, sehingga aku pun harus memenuhi seluruh haknya yang menjadi kewajibanku, karena Allah ta;ala berfirman:
ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف
“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf”.

Beberapa contoh cumbuan yang bisa dilakukan suami isteri:
•    Bercumbu di atas ranjang
Setiap pasangan boleh telanjang di hadapan yang lain, dan menikmati tubuh pasangannya, dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya رضي الله عنه, berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami jaga berkaitan dengan aurat kami?”, beliau bersabda: “Jagalah auratmu kecuali terhadap isterimu atau budak-budak wanitamu”, aku berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika diantara kami saja sesama laki-laki?”, beliau bersabda: “Usahakanlah agar auratmu tidak terlihat oleh siapapun”, aku berkata: “Bagaimana jika kami sedang sendiri saja?”, beliau bersabda: “Kamu lebih patut malu kepada Allah dari pada kepada manusia”.  
Setiap pasangan suami isteri boleh menikmati pasangannya ketika sedang bersenggama, dengan cara apapun yang ia inginkan, dengan syarat, ia memasukkan kemaluannya hanya ke farjinya (kemaluan isteri), dari Ibnu Abbas, beliau berkata: “Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, ia berkata: “Aku telah celaka”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya: “Apa yang membuatmu celaka?”, ia berkata: “Aku telah mengubah arah tungganganku semalam”, Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun tidak menjawabnya sedikit pun, lalu Allah turunkan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم ayat ini:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Datangilah isterimu dari arah depan ataupun belakang, namun hindarilah dubur (anus), dan berjima’ pada masa haid”.
Namun bukan berarti kita harus menjauhi isteri kita yang sedang haid, dengan tidak duduk bersamanya, tidak makan bersamanya, atau minum bersamanya, dari Aisyah رضي الله عنها berkata: “Aku pernah minum dalam keadaan haid, kemudian aku berikan minuman itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu beliau meletakkan mulutnya di tempat aku meletakkan mulutku, aku pun pernah menggigit daging ketika aku sedang haid, kemudian aku berikan daging itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau pun meletakkan mulutnya di tempat aku meletakkan mulutku”.
Agama Islam juga tidak melarang suami untuk mencumbui isterinya ketika sedang haid, ataupun sebaliknya, dari Anas, bahwa orang-orang yahudi apabila salah seorang wanita diantara mereka haid, mereka tidak akan makan bersamanya, dan tidak berkumpul bersamanya di satu rumah, maka para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم menanyakan hal itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, maka Allah pun turunkan ayat:
ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض..
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri (tidak menyetubuhi) dari wanita di waktu haidh…”
Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Lakukan apapun selain jima (bersetubuh)”, ucapan tersebut sampai kepada orang-orang yahudi, mereka berkata: “Apa yang diinginkan orang ini, tidak ada satu pun perkara kita kecuali ia menyelisihinya”, maka datanglah Usaid bin Khudair dan Abbad bin Bisyr, mereka berdua berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang yahudi mengatakan demikian dan demikian (maksudnya berkaitan dengan wanita yang sedang haid) tidak kah kita menyetubuhi mereka ketika haid (sehingga kita menyelisihi orang yahudi)?”, maka raut muka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun berubah, sampai kami kira beliau marah kepada mereka berdua, lantas mereka berdua pun keluar, bersamaan dengan itu datang hadiah berupa susu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu beliau memerintahkan seseorang untuk mengikuti mereka berdua, dan memberi menum keduanya, sehingga mereka berdua tau bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak marah kepada mereka”.
Dari Jabir رضي الله عنه berkata: Aku berkata: “Orang-orang yahudi meyakini, jika seorang menyetubuhi isterinya dari belakang, maka anak yang dilahirkannya nanti akan juling, maka Allah turunkan:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki”.
Jika ia ingin ia boleh menyetubuhinya dari belakang ataupun depan, selama masuknya ke liang yang satu”.
Dan disunnahkan untuk menyebut nama Allah ketika seseorang hendak melakukan hubungan intim, dan berdoa dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم:
“Jika seseorang di antara kalian hendak mendatangi isterinya, kemudian ia mengucapkan:
باسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا
‘Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan, dan jauhkanlah syaitan dari (anak) yang kau karuniakan kepada kami’.
Maka jika Allah menakdirkan anak dari persetubuhan itu, syaitan tidak akan bisa membahayakan anak itu selamanya”.  
Seorang suami juga hendaknya mencumbu, memperlakukan isterinya dengan halus, dan menciumnya, agar syahwatnya terpuaskan, sehingga hajat isterinya terpenuhi.
Dan disunnahkan bagi seorang suami yang ingin mengulangi jima’ untuk mandi atau wudhu seperti ia hendak shalat, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
“Jika seorang diantara kalian mencampuri isterinya, kemudian ia ingin mengulanginya, hendaknya ia wudhu terlebih dahulu”.
Karena hal itu bisa membuatnya lebih bersih dan membuatnya kembali segar untuk mengulangi jima’.
•    Mencumbui isteri ketika sedang mandi.
Mencumbui isteri tidak hanya bisa dilakukan di atas kasur saja, akan tetapi hal itu bisa dilakukan dalam keadaan apapun yang memungkinkan, selama tidak ada yang melihat ataupun mendengar, dari Aisyah رضي الله عنها berkata: “Aku pernah mandi bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam satu bejana, dia mendahuluiku dan akupun mendahuluinya, sampai-sampai beliau berkata: ‘Sisakan untukku’, dan aku pun berkata: ‘Sisakan untukku’”.
•    Mencumbui isteri di rumah
Syuraih bnin Hani’ pernah bertanya kepada Aisyah Ummul mukminin رضي الله عنها, ia mengatakan: “Apa yang pertama kali Nabi صلى الله عليه وسلم lakukan ketika ia masuk ke dalam rumah?”, Aisyah berkata: “Bersiwak”.
Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم ingin membersihkan mulutnya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan isterinya.
•    Mencumbui dan menggoda isteri di luar rumah.
Dengan syarat yang telah kita sebutkan tadi, yaitu selama jauh dari penglihatan dan pendengaran orang lain, dari Abu Salamah bin Abdurrahman berkata, Aisyah mengabarkan kepadaku, bahwa ia pernah berpergian bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika ia masih muda, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada para sahabatnya: “Pergilah terlebih dahulu”, kemudian beliau bersabda: “Mari kita berlomba wahai Aisyah”, kami pun berlomba dan aku mengalahkannya, kemudian berikutnya aku menemani beliau dalam satu safar, beliau pun berkata kepada para sahabatnya: “Pergilah terlebih dahulu”, kemudian beliau berkata: “Mari kita berlomba”, saat itu aku telah melupakan kejadian yang lalu, dan ketika itu berat badanku sudah bertambah, maka aku berkata: “Bagaimana aku berlomba denganmu wahai Rasulullah, sedang keadaanku seperti ini”, beliau bersabda: “Kamu pasti bisa”, kami pun berlomba, dan beliau berhasil mengalahkanku, beliau bersabda: “Sekarang kita seri”.
Dan kami ingin mengingatkan, bahwa diharamkan atas seseorang menyebarkan rahasia hubungan suami isteri yang terjadi antara keduanya, dan membicarakannya dengan orang lain, sesuai sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
“Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli isterinya, dan isterinya menggaulinya, kemudian salah seorang diantara mereka menyebarkan rahasia pasangannya”.
Demi menjaga kerukunan suami isteri, dan terbentuknya suatu rumah tangga Islami, yang kelak akan menghasilkan suatu masyarakat yang jauh dari perselisihan dan permusuhan, syariat Islam telah menerangkan hak-hak dan kewajiban setiap pasangan suami isteri atas pasangannya, agar setiap orang mengetahui apa hak dan kewajibannya.

Hak-hak seorang isteri atas suami:
Untuk menjelaskan hak-hak ini, kami cukup sebutkan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang menjelaskan hak-hak seorang isteri, hal itu kita lakukan karena takut terlalu bertele-tele.
1.    Allah ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
2.    Allah ta’ala berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”.
3.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku”.
4.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi isteri-isterinya”.
5.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bertakwalah kepada Allah perihal perempuan, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah, dan kalian telah halalkan kemaluan-kemaluan mereka bagi kalian dengan kalimat Allah”.
6.    Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, bila ia membeci salah satu sifatnya, dia akan menyukai sifatnya yang lain”.
7.    Dari Hakim bin Mu’awiyah al-Qusyairy dari ayahnya berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apa hak seorang isteri atas kami?”, beliau bersabda: “Engkau memberinya makan ketika kau makan, dan engkau memberinya pakaian jika kau berpakaian”.

Hak-hak seorang suami atas isteri:
Semoga hanya dengan menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan tentang hak-hak suami atas isteri cukup untuk menjelaskan hal tersebut:
1.    Allah ta’ala berfirman ketika mensifati seorang isteri shalehah:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”.
2.    Dari Hushain bin Mihshan berkata: Bibiku (dari pihak ayah) menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk beberapa keperluan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Apakah kau memiliki suami?”, aku berkata: “Iya”, beliau bersabda: “Bagaimana sikapmu kepadanya?”, ia berkata: “Aku berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya kecuali apa yang tidak mampu aku lakukan”, beliau bersabda: “Perhatikan di mana kedudukanmu dalam pergaulan bersama suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu”.
3.    Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Apabila seorang wanita mengerjakan kewajiban shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, dia akan masuk ke dalam surga dari pintu manapun yang ia inginkan”.
4.    Dari Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه, bahwa ia pernah mendatangi negeri Syam, dan ia mendapati orang-orang nashrani sujud kepada pendeta-pendeta dan pemuka agama mereka, dia juga melihat orang-orang yahudi sujud kepada pendeta-pendeta dan pemuka agama mereka, ia pun berkata: “Untuk apa kalian lakukan hal ini?”, mereka berkata: “Ini adalah cara kami memberikan salam kepada nabi-nabi kami عليهم الصلاة والسلام, aku (Mu’adz) berkata: “Maka kami lebih berhak melakukan hal itu kepada nabi kami”, maka Nabi Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sungguh mereka telah berdusta atas nabi-nabi mereka, sebagaimana mereka telah merubah kitab-kitabnya, jikalau aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya, karena besarnya hak yang dimiliki suaminya atasnya, dan seorang wanita tidak akan merasakan manisnya keimanan sampai ia menunaikan hak suaminya, walaupun suaminya memintanya (berjima) ketika ia sudah berada di atas punggung tunggangannya”.

Perceraian dalam agama Islam:
Pernikahan dalam agama Islam merupakan sesuatu yang suci, oleh karena itu agama Islam mengusahakan segala upaya untuk memperkuat hubungan antara suami dan isteri supaya tali pernikahan mereka tidak putus, bukti terkuat akan hal itu adalah, bahwa Allah telah menamai ikatan yang dimiliki oleh kedua pasangan suami isteri sebagai “Perjanjian yang Kuat”, Allah berfirman:
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang Kuat”.
Cukuplah hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadi bukti akan kesucian ikatan ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barang siapa yang merusak isteri orang lain, atau budaknya, maka ia bukan dari golongan kami, dan barang siapa yang bersumpah ‘Demi Amanah’, maka ia bukan termasuk dari kami”.
Bersamaan dengan kesucian yang diberikan agama Islam atas pernikahan, agama Islam pun mensyariatkan perceraian, hal itu berlaku ketika permasalahan antara kedua pasangan sudah menemui jalan buntu yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perceraian, syariat ini ditetapkan karena takut tersebarnya pengkhianatan antara kedua pasangan, yang nantinya akan berimbas pada ketidak jelasan nasab (garis keturunan), menetapkan orang yang tidak berhak sebagai ahli waris, atau mendzalimi orang yang berhak mendapatkan warisan, dan tersebarnya perzinahan, atau efek paling ringannya adalah terbentuknya suatu rumah tangga yang tidak kondusif bagi pertumbuhan anak-anak karena ketidaksukaan dan kebencian antara sesama pasangan yang berimbas kepada mereka.
Akan tetapi syariat perceraian ini sangat ketat, tidak boleh sembarangan, sehingga perceraian dijadikan sebagai mainan di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, para ulama telah menjelaskan bahwa perceraian itu menjadi:
1.    Wajib, yaitu ketika perceraian menjadi jalan keluar yang telah ditentukan oleh kedua perwakilan dari masing-masing pasangan, ketika keduanya saling berselisih, Allah ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam (Juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
2.    Haram, yaitu perceraian yang dilakukan tanpa adanya kebutuhan, alasan, ataupun sebab, inilah yang selalu diinginkan oleh Iblis (semoga Allah melaknatnya), sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (lautan) kemudian ia mengirim pasukannya, yang paling rendah derajatnya di sisi iblis adalah yang paling besar fitnahnya, salah seorang diantara mereka datang, ia berkata: ‘Aku telah melakukan ini dan ini’, Iblis pun berkata: ‘Kamu tidak melakukan apapun’, kemudian yang lain datang, ia berkata : ‘Aku tidak meninggalkan seorang sampai aku membuatnya berpisah dengan isterinya’, lalu Iblis pun mendekatkannya dan berkata: ‘Betapa hebatnya kamu’”.
3.    Mubah, yaitu ketika seorang isteri berakhlak buruk, atau berperilaku buruk, perlu diketahui, bahwa bersabar dalam keadaan ini lebih baik, apalagi jika pasangan tersebut sudah memiliki anak.
4.    Diperintahkan, ketika seorang isteri tidak lagi mentaati ajaran-ajaran agama, atau ia tidak mampu menjaga kehormatannya padahal ia sudah dinasehati, namun ia tidak mentaatinya.
Perkara-perakara ini juga berlaku bagi sang isteri, ia berhak menuntut cerai, ketika sang suami tidak mentaati ajaran-ajaran agama, atau ketika sang suami berakhlak dan berperilaku buruk, atau ketika sang suami memiliki kekurangan fisik yang tidak lagi memungkinkannya untuk hidup bersama, seperti impotensi, atau ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk jima’.

Khulu’  dalam agama Islam:
Sesungguhnya kehidupan rumah tangga jika tidak dibangun atas asas persetujuan, cinta, dan pergaulan yang baik antara kedua pasangan, ia akan berubah dari yang harusnya menjadi kehidupan yang sakinah dan rahmah, menjadi kehidupan yang penuh dengan kesusahan dan kesediham, hal itu ketika salah seorang dari kedua pasangan tersebut membenci yang lain, dalam keadaan ini, agama Islam memerintahkan untuk bersabar, Allah ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.  
Akan tetapi ketika sudah tudak lagi bisa bertahan dan bersabar, dalam keadaan seperti ini disyariatkan Khulu’, apabila yang membenci pasangannya adalah sang suami, maka ia memiliki kuasa untuk menceraikan isterinya, namun apabila yang membenci adalah sang isteri, maka ia berhak menyudahi hubungan pernikahan dengan cara Khulu’, yaitu dengan mengembalikan apa yang telah diberikan sebagai mas kawin kepada suaminya untuk memutus hubungan dengannya, ini merupakan puncak keadilan yang tertinggi, karena seorang suamilah yang membayar mas kawin dan menanggung segala kebutuhan pernikahan, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Ibnu Abbas telah meriwayatkan, bahwa Jamilah binti Salul mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم, ia berkata: “Demi Allah, aku tidak mencela agama ataupun akhlak Tsabit (suaminya), akan tetapi aku takut terjatuh pada kekufuran setelah aku masuk ke dalam Islam, aku tidak mampu karena aku tidak menyukainya”, maka Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: “Apakah kau mau mengembalikan ladangnya kepadanya?”, ia berkata: “Iya”, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan Tsabit untuk mengambil kembali ladang itu darinya, tidak lebih.
Tujuan agama Islam di balik syariat ini adalah, menjaga kehormatan manusia suapaya tidak dihinakan dan dicela, juga menjaga masyarakat, yaitu dengan menutup segala celah yang akan merusak mereka, karena keberadaan seorang pria bersama wanita yang tidak ia cintai, atau sebaliknya, merupakan sebab (apalagi jika tidak ada kesadaran beragama yang kuat) terjadinya hubungan-hubungan yang tidak jelas dan haram, maka agama Islam pun mensyariatkan perceraian, betapa benarnya Allah yang maha agung ketika berfirman:
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ
“Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya”.

Beberapa efek yang dihasilkan pergaulan bebas:
Agama Islam mengharamkan zina, dan menjadikannya sebagai salah satu dosa terbesar, juga mengharamkan segala hal yang akan menjerumuskan ke dalamnya.
Kini kita akan menjelaskan secara singkat hasil-hasil buruk yang bisa diakibatkan oleh pergaulan bebas, yang nantinya akan menjerumuskan seseorang kepada perzinahan:
•    Menyebarnya wabah dan penyakit yang imbasnya bukan hanya dirasakan oleh orang yang melakukan pergaulan bebas saja, akan tetapi seluruh elemen masyarakat, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Wahai para Muhajirin, lima hal yang akan kalian temui, jika kalian terjatuh ke dalamnya (dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya) :
Tidaklah perzinahan itu nampak pada suatu kaum, sampai-sampai mereka melakukannya secara terang-terangan, melainkan akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka akan ditimpa oleh paceklik, susahnya penghidupan, dan kezaliman penguasa.
Tidaklah mereka enggan untuk mengeluarkan zakat, kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka, dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan.
Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan RasulNya, melainkan Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka, yaitu orang kafir), berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum Muslimin) tidak berhukum denga kitabullah (alquran), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka”.
Melakukan perbuatan nista, akan menghilangkan keindahan, karena orang yang melakukan hal tersebut tidak akan pernah memiliki kemurnian jiwa, ia tidak akan bisa mengangkat dirinya dari kehinaan dan celaan, sehingga ia berubah layaknya hewan, yang tujuannya hanyalah memuaskan syahwatnya saja, bagaimana pun caranya, hal itu juga akan mengakibatkan kefakiran, karena orang tersebut akan mengeluarkan harta, tenaga, dan waktu, demi mencari kenikmatan yang tidak disyariatkan tersebut, ditambah lagi hal itu akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan di dunia, dan azab yang pedih di akhirat, ia juga merupakan sebab pendeknya umur, karena melakukan perbuatan nista, akan menyerang kesehatan, dan akan mengakibatkan penyakit yang berujung pada kematian.
•    Merebaknya anak-anak hasil hubungan zina, tidak diragukan lagi, bahwa keberadaan anak-anak yang tidak bisa merasakan asuhan alami yang dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang dari keluarga, yang terdiri dari ayah dan ibu, juga tidak mendapat arahan bagi moral mereka, yang mana hal tersebut tidak bisa dilakukan tanpa adanya peran dari ayah dan ibu mereka, akan menghasilakan orang-orang yang tidak dapat diatur, yang biasanya memiliki rasa iri kepada masyarakat di sekitarnya karena mereka tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, Anna Freud mengatakan dalam salah satu bukunya “Infants without Families” (Bayi tanpa Keluarga), mengenai gangguan kejiwaan yang menghantui pendidikan anak-anak di tempat penampungan dan panti asuhan, juga gangguan emosional yang dihasilkan olehnya, serta penyimpangan-penyimpangan yang tidak mampu dievaluasi oleh ilmu psikologis kecuali dengan susah payah, itu pun jika bisa.
•    Merebaknya penyakit jiwa, seperti rasa cemas, ketidak nyamanan, rasa kurang, dosa, dan kehinaan diri, merupakan beberapa akibat yang dihasilkan hubungan seksual yang tidak disyariatkan, maha benar Allah ketika berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
•    Merebaknya seks bebas merupakan salah satu sebab tersebarnya kerusakan moral, sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dengan harta, seseorang bisa menggoda orang lain untuk menjadi korban demi mendapatkan kenikmatan sebanyak-banyaknya, jika harta itu berada di tangan orang-orang yang suka menikmati hal-hal yang haram, mereka akan menggunakan segala sarana yang memungkinkan demi mendapatkan kenikmatan tersebut, baik dengan mencuri, curang dalam berniaga, dusta, menipu, menyogok, dll. Tujuannya agar mereka bisa memuaskan hasrat dan keinginan mereka, walaupun harus merugikan orang lain, atau dengan cara merampas dan memaksa jika mereka tidak memiliki harta.
•    Turunnya siksaan yang Allah sediakan bagi suatu masyarakat yang tersebar di dalamnya perzinahan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Umatku akan senantiasa baik, selama anak-anak hasil zina belum tersebar di tengah-tengah mereka, apabila anak-anak zina sudah mulai merebak di sekitar mereka, Allah akan menimpakan pada mereka semua siksaan”.


Penutup
Dalam buku kecil ini, kami telah memberikan sedikit gambaran mengenai pandangan Islam terhadap hasrat seksual, tujuan kami dalam hal itu, agar buku ini menjadi kunci bagi orang yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai salah satu sisi terpenting bagi kehidupan manusia, dan cara yang telah ditentukan agama Islam untuk mengatur dan memuliakannya, sehingga hal itu bisa memiliki nilai ibadah, yang seorang Muslim bisa mendapatkan pahala dengannya, jika ia menggunakan cara yang benar seperti yang telah ditentukan oleh Islam.
Kita juga berharap hal ini bisa menjadi penyemangat untuk semakin mencari tau hakikat agama yang mulia ini, agama yang mencakup segala perkara yang sangat penting bagi manusia dalam kehidupan mereka, baik yang sifatnya khusus maupun umum, ataupun yang mereka butuhkan setelah kematian, bahkan bisa jadi pahala dari amal seseorang terus berlanjut setelah ia mati, ketika ia meninggalkan suatu amal jariyah ataupun mengajarkan ilmunya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Apabila anak Adam meninggal, maka (pahala) amalannya akan terputus kecuali dari tiga hal: shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang senantiasa berdoa untuknya”.
Beliau juga bersabda:
“Barang siapa yang menyeru kepada hidayah (kebaikan) maka ia akan mendapatkan pahala layaknya orang yang mengerjakannya, hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari pahala orang-orang yang mengerjakannya, dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa layaknya orang yang mengerjakannya, hal itu tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun”.
Dan diantara bukti bahwa agama Islam memperhatikan bahkan hal-hal kecil yang berkaitan dengan kehidupan manusia, dari Salman, ia berkata: orang-orang musyrik berkata kepada kami: “Sesungguhnya sahabat kalian (maksudnya Nabi صلى الله عليه وسلم mengajarkan kalian segala hal, bahkan masalah buang air besar sekali pun”, Salman berkata: “Benar, beliau melarang salah seorang diantara kami untuk beristinja (cebok) dengan tangan kanannya, atau mengahdap qiblat (ketika buang air), beliau juga melarang untuk (cebok) menggunakan kotorang hewan dan tulang, beliau berkata: ‘Janganlah seseorang diantara kalian beristinja’ kurang dari tiga batu”.
Betapa agungnya agama ini, agama yang selalu mengatur manusia di setiap diam maupun gerakannya, dan mengatur setiap perkaranya, agama ini haruslah dipegang teguh oleh setiap kaum Muslimin, bahkan mereka harus menggigitnya dengan gigi-gigi geraham mereka, juga menyeru manusia untuk mengikutinya, supaya mereka bisa merasakan kebaikan di bawah panji Islam.
Dan bagi orang-orang non-Muslim, hendaknya menelaah dan mencari tau hakikat agama ini, menanggalkan segala sikap fanatisme, supaya mereka bisa mengenal keutamaan agama ini, dan merasakan kenikmatan dan keindahannya, karena agama ini adalah kunci dari segala kebaikan, dan penutup bagi segala keburukan.

WWW.ISLAMLAND.COM